Anda di halaman 1dari 9

Tugas Neonatus Hiperbilirubin

1. Gambar grafik hubungan kadar bilirubin dengan usia dan berat badan !

Nomogram penentuan risiko hiperbilirubinemia pada bayi sehat usia 36


minggu atau lebih dengan berat badan 2000 gram atau lebih atau usia kehamilan 35
minggu atau lebih dan berat badan 2500 gram atau lebih berdasarkan jam observasi
kadar bilirubin serum.
Berikut adalah faktor resiko hiperbilirubinemia berat badan bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu
:

2. Inkompatabilitas mana yang terjadi pada neonatus hiperbilirubin? Dan jelaskan


pathogenesis hemolisis?
Neonatus hiperbilirubin dapat disebabkan oleh inkompatibilitas Rh maupun
inkompatibilitas ABO.
Inkompatibilitas ABO dengan hemolisis neonatus terjadi bila ibu memiliki
antibodi IgG dari paparan sebelumnya terhadap antigen A atau B. antibodi IgG
melewati plasenta melalui transport aktif dan memengaruhi janin atau bayi baru lahir.
Sensitasi ibu terhadap antigen janin dapat terjadi akibat transfuse sebelumnya atau
karena kondisi kehamilan yang menyebabkan transfer eritrosit janin ke sirkulasi ibu,
seperti aborsi trimester pertama, kehamilan ektopik, amniosentesis, ekstraksi plasenta
manual, prosedur versi (eksternal atau internal), atau kehamilan normal.
Inkompatibilitas ABO dengan sensitisasi umumnya tidak menyebabkan
kelainan di janin selain anemia yang ringan. Namun dapat juga menyebabkan
penyakit hemolitik bayi baru lahir yang bermanifestasi sebagai anemia berat dan
hiperbilirubinemia. Karena banyak ibu dengan golongan darah O memiliki antibodi
IgG terhadap A dan B sebelum kehamilan, maka kelainan tersebut dapat mengenai
anak pertama bergolongan darah A atau B. Berbeda dengan inkompatibilitas Rhesus,
pada penyakit hemolitik karena ABO tidak menjadi lebih berat pada kehamilan
berikutnya. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO lebih ringan dibandingkan dengan
inkompatibilitas rhesus karena antibody anti-A atau B dapat terikat baik dengan sel
selain eritrosit karena sel darah merah janin memiliki determinan antigenik A atau B
yang lebih sedikit dibandingkan dengan rhesus. Dengan penurunan insidensi penyakit
hemolitik rhesus, inkompatibilitas ABO menjadi penyebab paling sering dari
hiperbilirubinemia neonatus yang memerlukan terapi.
Inkompatibilitas Rh secara klasik menjadi penyebab eritroblastosis fetalis.
Sebagian besar wanita dengan Rh-negatif tidak memiliki antibody anti Rh pada
kehamilan pertamanya. System antigen terdiri dari lima antigen : C, D, E, c. serta e
dan tipe d tidak bersifat antigenik. Penyakit hemolitik isoimun dari antigen D sekitar
tiga kali lebih sering pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Bila darah
rhesus positif dimasukkan pada wanita rhesus negatif karena kesalahan atau bila
sejumlah kecil (biasanya lebih dari 1 mL) darah janin rhesus positif yang mengandung
antigen D yang diwariskan ayah rhesus positif masuk kedalam sirkulasi ibu selama
kehamilan, lewat abortus spontan atau buatan, atau pada persalinan, pembentukan
antibody terhadap antigen D dapat dipacu pada ibu resepien rhesus negatif yang
belum disensitisasi. Bila imunisasi telah terjadi, dosis antigen yang jauh lebih kecil
dapat merangsang kenaikan titer antiboodi. Pada mulanya terjadi kenaikan antibody
pada fraksi gamma globulin 19S, yang kemudian digantikan dengan antibody 7S
(IgG): yang terakhir dengan mudah melewati plasenta dan menyebabkan manifestasi
hemolitik.
Penyakit hemolitik jarang terjadi pada kehamilan pertama, karena transfusi
darah janin yang rhesus positif ke dalam ibu yang rhesus negatif cenderung terjadi
dekat waktu persallinan, dan sudah terlambat bagi ibu untuk menjadi tersensitisasi
serta memindahkan antibodinya kepada bayi sebelum persalinan, kenyataannya 55%
ayah Rh positif adalah heterozigot (D/d) dan dapat mempunyai anak Rh negatif, dan
hanya 50% kehamilan yang mengalami transfusi janin-ibu sehingga mengurangi
peluang sensitisasi.

3. Apakah pemeriksaan yang dilakukan setelah ditemukan feses dempul dan urin
gelap?
Feses dempul dan urin gelap disertai dengan ikterus setelah usia 2 minggu
merupakan petunjuk kuat terdapatnya atresia billier. Peningkatan kadar bilirubin direk
juga dapat menandakan adanya kelainan serius yang meliputi kolestasis atau
gangguan hati. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi diagnostik meliputi
penentuan kadar enzim hati (aspartate aminotransferase, alkalin fosfatase, alanine
aminotransferase, dan gamma- glutamil transpeptidase), kultur bakteri dan virus, uji
tapis kelainan metabolik, USG hati, uji keringat klorida, dan bila diperlukan biopsi
hati.

4. Apakah hubungan hiperbilirubin dengan pemeriksaan tiroid?


Test tiroid digunakan untuk mencegah kerusakan otak yang permanen sebagai
dampak terganggunya fungsi tiroid, dengan memberikan pengobatan pada anak
sebelum berusia 1 tahun. Tiroid sendiri berguna untuk mengatur metabolisme tubuh,
apabila metabolisme tiroid terganggu sejak lahir anak akan menderita hipotiroid
kongenital dan tanpa diberikan pengobatan gejala HK lambat laun mulai tampak bayi
mengalami kuning (ikterus) yang lama. Kondisi pada hipotiroid yang berkaitan
dengan kejadian kolestasis antara lain penurunan penurunan aktivitas enzim
glukoronil transferase, enzim glukoronil transferase merupakam enzim yang
mengkatalisis proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas
enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari
hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi.

5. Apakah hubungan sepsis dengan hiperbilirubin?


Pada bayi sepsis umumnya disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus yang
dapat terjadi karena berbagai faktor seperti KPD (ketuban pecah dini), demam pada
ibu saat persalinan dan KMK dapat mengakibatkan bayi mengalami asfiksia perinatal,
BBLR, kelainan bawaan prosedur invasive yang mengarah menjadi sepsis. Bakteri
yang menyebabkan sepsis menyerang hepar yang dapat menyumbat saluran hepar dan
menyebabkan kolestasis.

6. Apa sinar yang digunakan pada fototerapi? Apakah sama dengan sinar
matahari?

1. Mekanisme kerja fototerapi

Bilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau
urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin
yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah
produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil
bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto
oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

a. Jenis Lampu

Beberapa studi menunjukkan bahwa lampu flouresen biru lebih efektif dalam
menurunkan bilirubin. Akan tetapi karena cahaya biru dapat mengubah warna bayi,
maka yang lebih disukai adalah lampu flouresen cahaya normal dengan spektrum 420
– 460 nm sehingga asuhan kulit bayi dapat diobservasi baik mengenai warnanya
(jaundis, palor, sianosis) atau kondisi lainnya. Agar fototerapi efektif, kulit bayi harus
terpajan penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar
bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan untuk
menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini melibatkan dengan
menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi berbaring dalam
selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi efisiensi pemberian
fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi.

Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen spectrum


(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2
(diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung
di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas. Bila konsentrasi
bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi – bayi yang mendapat
fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Jenis-jenis lampu yang digunakan untuk fototerapi adalah:

1) Tabung neon biru, dapat bekerja dengan baik jika digunakan untuk fototerapi
namun dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada anggota staf rumah sakit
2) Tabung neon putih, kurang efisien daripada lampu biru, namun, mengurangi
jarak antara bayi dan lampu dapat mengkompensasi efisiensi yang lebih rendah
3) Lampu kuarsa putih merupakan bagian tidak terpisahkan dari beberapa
penghangat cerah dan inkubator. Mereka memiliki komponen biru signifikan dalam
spektrum cahaya.
4) Lampu kuarsa ganda, lampu 3-4 melekat pada sumber panas overhead dari
beberapa penghangat bercahaya.
5) Light-emitting diode (LED), konsumsi daya rendah, produksi panas rendah,
dan masa hidup lebih lama
6) Cahaya serat optik, memberikan tingkat energi yang tinggi, tetapi untuk luas
permukaan terbatas.

b. Jarak

Dosis dan kemanjuran dari fototerapi biasanya dipengaruhi oleh jarak antaralampu
(semakin dekat sumber cahaya, semakin besar irradiasinya) dan permukaan kulit yang
terkena cahaya, karena itu dibutuhkan sumber cahaya di bawah bayi pada fototerapi
intensif (Maisels,et al, 2008). Jarak antara kulit bayi dan sumber cahaya. Dengan
lampu neon, jarak harus tidak lebih besar dari 50 cm (20 in). Jarak ini dapat dikurangi
sampai 10-20 cm jika homeostasis suhu dipantau untuk mengurangi resiko
overheating.

c. Berat badan dan usia


Tabel.2.Petunjuk Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia Berdasarkan Berat Badan Dan
Bayi Baru Lahir Yang Relative Sehat

Untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram, memulai fototerapi sebesar 5 -
6 mg / dL pada usia 24 jam, kemudian meningkat secara bertahap sampai usia 4 hari.
Efisiensi fototerapi tergantung pada jumlah bilirubin yang diradiasi. Penyinaran area
kulit permukaan besar lebih efisien daripada penyinaran daerah kecil, dan efisiensi
meningkat fototerapi dengan konsentrasi bilirubin serum.

Tabel. 3. Petunjuk Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia Pada Bayi Sehat Cukup Bulan

Ikterus yang timbul pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila
kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan
bila kadar bilirubin serum total ≥ 15 mg/dl (260mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam
gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan
untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340
mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar
bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran,
mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.Usia
49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15
mg/dl (260mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18
mg/dl (310mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin
serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila
kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil
mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (>
430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan
laboratorium ke arah penyakit hemolisis. Selanjutnya pada usia > 72 jam pasca
kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl
(290mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum
total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar
bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi
sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25
mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk
pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

d. Luas permukaan fototerapi

Hal penting dalam pelaksanaan praktis dari fototerapi termasuk pengiriman energi dan
memaksimalkan luas permukaan yang tersedia harus mempertimbangkan bahwa bayi
harus telanjang kecuali popok dan mata harus ditutup untuk mengurangi resiko
kerusakan retina. Bila menggunakan lampu sorot, pastikan bahwa bayi ditempatkan
di pusat lingkaran cahaya, karena photoenergy tetes dari arah perimeter lingkaran.
Amati bayi erat untuk memastikan bahwa bayi tidak bergerak jauh dari daerah energi
tinggi. Lampu sorot mungkin lebih tepat untuk bayi prematur kecil daripada yang
lebih besar jangka dekat bayi (Judarwanto, 2012). Secara umum penatalaksanaan
hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah digambarkan grafik sebagai berikut:
Gambar. 4. Panduan Fototerapi Pada Bayi Dengan Usia Kehamilan >35 Minggu

a. Sebagai patokan gunakan kadar bilirubin total


b. Faktor resiko : isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi,
suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3mg/dL
c. Pada bayi dengan usia kehamilan 35 – 37 6/7 minggu diperbolehkan untuk
melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan
pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin totak serum yang lebih
rendah untuk bayi – bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin
total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.
d. Diperbolehkan melakukan fototerapi baik dirumah sakit atau dirumah pada
kadar bilirubin total 2 -3 mg/dL dibawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi –
bayi yang memiliki faktor resiko fototerapi sebaiknya tidak dilakukan dirumah

Anda mungkin juga menyukai