Anda di halaman 1dari 7

REFERAT

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A218036 / April 2020


** Pembimbing / dr. Azwar Djauhari, M.Sc

MORBILI

Khoirunnisa Sarabayan Pazka*

dr. Azwar Djauhari, M.Sc **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS OLAK KEMANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahdan
karunia-Nya sehingga penulis dapat referat yang berjudul “MORBILI” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Olak Kemang dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Azwar Djauhari, M.Sc, yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Olak Kemang dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekerangan pada referat ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat
ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jambi, April 2020

Penulis
MORBILI
No. ICPC-2 : A71 Measles.
No. ICD-10 : B05.9 Measles without complication (Measles NOS).
Tingkat Kemampuan 4A

Masalah Kesehatan
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles. Nama
lain dari penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili merupakan penyakit
yang sangat infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk,
atau bersin. Pada bayi dan balita, morbili dapat menimbulkan komplikasi yang
fatal, seperti pneumonia dan ensefalitis.
Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit morbili
adalah dengan vaksinasi. Namun, berdasarkan data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007, ternyata cakupan imunisasi campak pada anak-
anak usia di bawah 6 tahun di Indonesia masih relatif lebih rendah(72,8%)
dibandingkan negaranegara lain di Asia Tenggara yang sudah mencapai 84%.
Pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara dengan tingkat insiden tertinggi
ketiga di Asia Tenggara. World Health Organization melaporkan sebanyak 6300
kasus terkonfirmasi Morbili di Indonesia sepanjang tahun 2013.
Dengan demikian, hingga kini, morbili masih menjadi masalah kesehatan
yang krusial di Indonesia. Peran dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama sangat penting dalam mencegah, mendiagnosis, menatalaksana, dan
menekan mortalitas morbili.

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk),
dan konjungtivitis.
2. Pada demam hari keempat, biasanya muncul lesi makula dan papula eritem,
yang dimulai pada kepala daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga,
dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas,
dan mencapai kaki pada hari ketiga.
3. Masa inkubasi 10-15 hari.
4. Belum mendapat imunisasi campak
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
1. Demam, konjungtivitis, limfadenopati general.
2. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya eksantem.
3. Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala
pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar
secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan
mencapai kaki
4. Pada hari ketiga, lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai
urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan.
Eksantem hilang dalam 4-6 hari.

Gambar 1.1 Morbili

Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi dapat ditemukan
sel datia berinti banyak pada sekret. Pada kasus tertentu mungkin diperlukan
pemeriksaan serologi IgM anti-Rubella untukmengkonfirmasi diagnosis.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


1. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis danpemeriksaan
fisik.
2. Diagnosis banding:
a. Erupsi obat
b. Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum),
c. Scarlet fever
d. Mononukleosis infeksiosa
e. Infeksi Mycoplasma pneumoniae
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang
belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia.
Komplikasi berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada
anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa
munculnya lesi kulit.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan
yang hilang dari diare dan emesis.
2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika
terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
3. Suplementasi vitamin A diberikan pada:
a) Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
b) Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
c) Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
d) Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai usia,
dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu
kemudian.

Konseling dan Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang
menular. Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif. Edukasi pentingnya
memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak
atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan
dalam 3 hari terpapar dengan penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada
individu dengan gangguan imun, bayi usia 6 bulan -1 tahun, bayi usia kurang dari
6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Kriteria Rujukan
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri,
pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)

Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk menegakkan diagnosis morbili.

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self-
limiting disease.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Edisi I. Jakarta: Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Hal. 17-19

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Hal. 29-32

Anda mungkin juga menyukai