Mawar
1020181
Email : mawarsyahseptiani@yahoo.co.id
Abstrack
Abstrak
Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara
akut atau kronik yang di jumpai pada pekerja pengelolahan kapas, rami halus, dan rami.
Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang disebabkan
debu organik oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi
pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning
fever atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih
sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi
dibanding karyawan pertenunan.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja.Menurut ILO 1,1 juta kematian karena penyakit atau
kecelakaan akibat hubungan pekerjaan 300,000 kematian adalah akibat 250 juta kecelakaan
yang terjadi 160 juta peny akit akibat hubungan kerja.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan ,
proses maupun lingkungan kerja.Paparan debu di lingkungan kerja dapat menimbulkan
berbagai penyakit. Penyakit yang timbul diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi
termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu
logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas (bissinosis), asma akibat
kerja dan lainnya.Pabrik tekstil yang memakai kapas ,hemp, flax sebagai bahan dasar
memberi resiko menderita bisinosis.
Anamnesis1
Pada anamnesis klinik penyakit akibat hubungan kerja dokter perlu menanyakan identitas
pasien terutama pekerjaan pasien. Sebelumnya 3 pertanyaan baku yang di rekomendasikan
hipocrates yaitu menanyakan nama pasien , usia, dan tempat tinggal.Selain itu perlu di
tanyakan apakah pekerjaan menyebabkan atau berhubungan dengan penyakit. Alasan lain di
tanyakan untuk menanyakan riwayat pekerjaan pasien yang kembali bekerja, seperti apakah
kembali bekerja menyababkan kambuhnya penyakit, atau kembali bekerja menyababkan
kerugian dan mengganggu kesehatan teman sekerja atau masyarakat. Selain itu riwayat
pekerjaan yang perlu di tanyakan seperti sudah berapa lama bekerja, riwayat pekerjaan
sebelumnya, alat kerja, bahan kerja, serta proses kerja, sampa dengan hasil produksi, lain nya
seperti apa alat pelindung diri yang dipakai,waktu bekerja sehari, apakah punya kebiasaan
merokok , apakah ada pekerja lain yang mengeluh hal yang sama seperti pasien dan apakah
ada keadaan lain yang memperberat penyakit pasien pada saat kembali bekerja. Beberapa
pertanyaan yang membantu menegakan diagnosa bisinosis sendiri di antaranya menyangkut
keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk, demam, apakah membaik jika
pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja.
Pemeriksaan Fisik 2
Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu. Pada pasein
dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi nafas dan peningkatan suhu,
sedangkan nadi dan tekanan darah dalam batas normal kecuali ada penyakit penyerta lainnya.
Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-bersin, iritasi pada mata,
hidung, stridor.
Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan napas dan
secara klinik sulit di bedakan dengan bronchitis kronis dan emfisema, maka pada saat
Inspeksi terdapat retraksi inspirasi abnormal dari intercostal.
Pemeriksaan Penunjang
Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat kerja, yang perlu
di nilai adalah tentang pabrik ( bahan baku, proses produksi ,dan hasil produksi),aspek fisik ,
kimia, mekanik, ergonomic, biologi, psikososial, data tenaga kerja( menunjukan jumlah
populasi yang terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta fasilitas pendukung lain
nya.
Working diagnosis
Penyakit paru akibat kerja ialah penyakit atau kerusakan paru yang terjadi akibat debu/asap/
gas/ bahan yang berbahaya oleh pekerja di tempat kerja mereka. Penyakit Bisinosis adalah
penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak
dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas
serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan
kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin
(yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi
alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala
awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysemaPaparan debu kapas dapat menimbulkan obtruksi saluran napas atau
bisinosis.Patogenesis bisinosis belum sepenuhnya jelas, ada bukti bahwa suatu zat toksik
yang melepaskan histmamin mungkin bertanggung jawab atas gejala khas bisinosis, yaitu
sesak napas pada hari pertama setelah liburan akhir minggu.Secara luas di yakini bahwa kerja
pelepasan histamine ini di sebabkan oleh senyawa molekuler kecil yang larut air dan stabil
panas yang berasal dari bulu tanaman kapas.disamping pelepasan histamine paparan terhadap
debu kapas juga menyebabkan iritasi saluran napas bagian atas dan bronkus , dimana setelah
paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut menjadi penyakit paru obtruktif kronik.Mungkin
juga terdapat lebih dari satu tipe reaksi manusia terhadap debu ini,Inhalasi endotoksin bakteri
gram negative telah terbukti dapat menyebabkan gejala menyerupai bisinosis
Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan
udara, ventilasi.
Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang dan
benda padat.
Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau hewan.
Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
Dan
Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan
pengusaha
Pajanan yang di alami pada kasus bisinosis terutama berupa factor kimia organic yakni debu
kapas yang berperan sebagai etiologi dari penyakit tersebut
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di
udara Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron. Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :
Deposite particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara.
Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi.
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap.
Debu kapas merupakan salah satu debu yang berasal dari makhluk hidup atau di sebut debu
organic, nilai ambang batas untuk debu kapas menurut WHO ; 0,2 mg/m3 untuk pemintalan
dan 0,75 mg/m3. Sedangkan penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai
berikut :
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat
menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.
2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.
Langkah III : Hubungan pajanan dengan Penyakit
Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Secara
umum terdapat tiga factor yang berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar kedalam paru,
yaitu factor komponen fisik, kimiawi dan host. Aspek fisik adalah bahan yang diinhalasi
sedangkan aspek kimiawi yang berpengaruh antara lain adalah kecenderungan untuk bereaksi
dengan jaringan sekitarnya, keasaman atau tingkat alkalisitas yang dapat merusak silia dan
sistem enzim. Bahan tersebut, dapat menimbulakan fibrosis di paru dan bersifat antigen yang
masuk keparu, factor host penting diperhitungkan sistem pertahanan paru baik anatomis
maupun fisiologis. Silia yang aktif dapat membersihkan debu yang menempel dan asap rokok
jelas mempengaruhi daya pertahanan paru.
Lamanya paparan dan kerentanan individu yang terpapar perlu diperhatikan. Partikel debu
yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran 0,1 mikron sampai 10
mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia yang berfungsi menahan
benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5 – 10 mikron yang kemudian dikeluarkan
bersama secret waktu nafas. Partikel-partikel debu yang berdiameter lebih dari 15 mikron
tersaring keluar pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5-15 mikron tertangkap pada mukosa
saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya
akan ditelan. Bila partikel ini mengiritasi saluran nafas, atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun, dapat timbul penyakit pernafasan misalnya bronchitis.
Partikel 0.5-5 mikron melewati system mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta
alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantar
kembali ke system limfatik atau system mukosiliar. Partikel berdiameter kurang dari 0.5
mikron kemungkinan tetap mengambang dalam udara dan tidak di retensi. Partikel-partikel
panjang atau serta yang berdiameter kurang dari 3 mikron dengan panjang sampai 100
mikron dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh makrofag, akan
tetapi partikelini mungkin pula ditelan oleh lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan
protein sehingga terbentuk abses.
Secara ringkas dapat dikatakan reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru
tergantung pada sifat alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu yang
terinhalasi, kadar partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan pembersihan
partikel debu.
Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana debu yang lain
seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
dimana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa saluran nafas disertai dengan
media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel mukosa yang dapat berakibat sel
mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk histamine. Reaksi alergi ini
menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya sekresi mucus, dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi histamine
Kadar partikel debu yang rendah dalam udara inhalasi , dapat di bersihkan secara komplit ,
namun semakin tinggi kadarnya maka semakin banyak I dalam mengalami deposisi dalam
paru.Untuk debu kapas standar menurut WHO yang di perbolehkan 0,2 /m3.Angka-angka
prevalensi Bisinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada ruang penyisiran (cadroom) kapas
dengan kadar debu respirasi antara 0,35 mg/m 3, dan 0,60 mg/m3 .Prevalensi kurang dari 10%
di temukan pada ruang dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.Penurunan FEV I
pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat paparan dbu
yang lama , bila di banddingkan dengam subjek yang tidak terpapar.Perokok juga lebih rentan
terhadap bisinosis dan mungkin mengalami bentuk lanjut dari penyakit ini.
Epidemiologi
Penelitian tentang prevalensi Bisinosis di lakukan pada karyawan pabrik tekstil di berbagai
Negara antara 1-88% dan pada umumnya bergantung pada kadar debu lingkungan kerja dan
lama nya paparan.Prevalensi bisinosis tidak selalu berkorelasi positif antara timbulnya
gangguan saluran pernapasan dengaan tinggi nya debu lingkungan kerja.Menurut Rylander
tidak selalu di temukan hubungan antara bisinosis dengan obstruksi akut bahkan obtruksi
akuit sering di temukan tanpa adanya bisinosis,sedangkan peneliti di Surabaya Purwannto
(1996) menemukan adanya hubungan bermakna antra obstruksi akut dengan lama
paparan.Murlinhar di Bombay melaporkan adanya korelasi positif antara lama bekerja
dengan derajat penurunan fungsi paru dan peningkatan prevalensi bisinosis. Dan beberapa
peneliti di Beijing mendapatkan rata-rata timbulnya kelainan fungsi paru didapatkan setelah
bekerja lebih dari 5 tahun.Penelitian tentang kadar debu dengan prevalensi bisinosis dan
penurunan fungsi paru dilaporkan Jiang dkk(1995) di Cina dimana kadar debu kapas antara
3,04- 12,32 mg/m3 didapatkan perasaan dada tertekan di awal kerja sebesar 9%.Penurunan
VEPI sebesar 21,8%, batuk disertai dahak 18,2 %, dan bronchitis kronik sebesar 10,9 %, serta
bisinosis didapatkan sebesar 1,7 %.Di Indonesia penyakit ini belum dilaporkan secara
spesifik bukan karna tidak ada tetapi penyakit paru masih didominasi oleh penyakit infekssi
spesifik maupun nonspesifik, dan kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan tentang gejala
dan perjalanan penyakit menyerupai penyakit yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Untuk membuat kain, dimulai dari bahan baku yang paling dasar yaitu kapas. Dari
kapas proses selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses pemintalan atau didalam
industri tekstil biasa disebut dengan proses spinning. Proses spinning yakni proses mengolah
kapas atau polyester menjadi benang.
Setelah proses pemintalan atau spinning, maka hasilnya adalah benang. Benang hasil
pemintalan ini akan masuk ke proses berikutnya yang disebut soft winder. Soft winder adalah
proses penggulungan benang hasil dari pemintalan.
Benang yang telah digulung melalui proses soft winder, akan masuk ke proses
pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang sebelum ditenun
menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses pencelupan benang ini. Setelah
proses pencelupan benang selesai kemudian benang dikeringkan.
Proses selanjutnya setelah pencelupan atau pewarnaan pada benang adalah proses
weaving. Weaving biasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses mengolah benang
menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan atau weaving, benang perlu dipersiapkan
terlebih dahulu. Proses ini, mempersiapkan benang hingga terbentuk anyaman benang yang
siap masuk ke mesin tenun. Setelah itu baru masuk ke proses dalam proses weaving atau
penenunan.
Setelah proses penenunan selesai maka hasilnya adalah lembaran-lembaran kain.
Kain-kain dari hasil mesin tenun ini kemudian masuk ke proses pemeriksaan atau
disebut Shiage. Di proses ini kain akan dicek dan ditentukan gradenya. Bila dari pemeriksaan
ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian perbaikan. Di proses ini juga dilakukan
proses klasifikasi kain sesuai dengan jenisnya.
Lulus dari proses pemeriksaan atau Shiage. Kain akan masuk ke proses pemolesan
terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) disebut dengan proses Dyeing. Proses
ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai dari pengolahan bahan baku kapas
atau polyester hingga menjadi kain.
Sebelum kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses penggulungan dan
pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan. Sampai tahap ini selesailah proses
produksi kain di pabrik.
Kemudian kain akan dipasarkan ke pelanggan-pelanggan atau distributor dan pusat-
pusat grosir kain. Dari pusat-pusat grosir inilah bisanya industri garmen mendapatkan supply
bahan baku kain. Industri-industri garmen ini meliputi industri konveksi, sablon atau
percetakan hingga ke level industri rumah tangga.
Sampai di level konveksi atau industri garment, kain-kain tersebut dipotong sesuai
pola. Setelah dipotong kain kaos kemudian dijahit, dan dikemas sampai menjadi produk
akhir seperti t-shirt.
Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga dapat
ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan dirumah ataupun
pekerjaan sambilan.
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh
karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak system pertahanan alamin dalam
tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu rokok juga dapat
memperberat kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan merokok seseorang lebih
mungkin mengalami bentuk lanjut dari pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan
mempercepat timbulnya komplikasi yang lebih berat. Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan
sambilan yang berkaitan dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor
munculnya penyakit bisinosis.
ada kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala berupa
penyumbatan.sedangkan enfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif yang melibatkan
kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru, sehingga membuat pasien sulit
bernapas/sesak napas.
1. Penyakit Akibat kerja (PAK) atau Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
2. Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja
3. Belum dapat ditegakkan
4. Bukan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
PENCEGAHAN
Penyakit akibat faktor pekerjaan bisa dihindarkan asal saja tenaga kerja mempunyai kemauan
dan itikad yang baik untuk mencegahnya. Disini tenaga kerja mempunyai peranan yang
penting dalam menghindarkan penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang
disebabkan golongan debu, upaya pengendaliannya dapat dilakukan :
a.Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan yang kurang
berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja agar kadar debu yang ada dalam
ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar nilai ambang mbatas (NAB).
c.Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan sumber debu agar tidak
tersebar ke ruangan lain.
d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian rupa agar
hamburan debu yang dihasilkan berkurang.
e.Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan terhadap lingkungan
kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah melampaui nilai ambang
batas yang diperkenankan
f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar terlindungi dari
resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung tangan, kaca mata dan pakaian
pelindung.
g. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar tenaga kerja tetap
waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.
Prognosis
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang berat dan
kronis tidak .Pasien dengan gejala khas dan menunjukan penurunan FEVI 10% lebih harus
dipindahka ke tempat yang tidak terpajan.Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang
dan berat (FEV <60%) harus tidak terpajan.
Kesimpulan
awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema. Pengobatan yang terpenting adalah menghilangkan
sumber pemaparan dari bahan penyebab, untuk meringankan gejala. Bissinosis bisa
dicegah dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri dan cara
mengurangi kadar debu di dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan mesin
atau sirkulasi udara, Berdasarkan gejala – gejala yang timbul pada pasien dalam
skenario, pasien tersebut menderita bisinosis. Penangan yang tepat dapat
menyembuhkan dan menghindari resiko komplikasi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA