Anda di halaman 1dari 14

Diagnosis dan Pencegahan pada Kasus Bisinosis

Mawar

1020181

Email : mawarsyahseptiani@yahoo.co.id

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl. Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat

Abstrack

Byssinosis is an occupational lung disease with disease characterization of acute or chronic


airways were encountered in workers pengelolahan cotton, flax, and hemp. Byssinosis is
similar respiratory symptoms in varying degrees of asthma caused by exposure to the dust of
organic cotton fiber. Hence the initial symptoms Byssinosis occur on the first business day
which is usually Monday, Byssinosis called Monday morning Monday moning fever or chest
tightness or Monday morning asthma. Byssinosis more often found in employees exposed to
cotton dust spinning higher levels than employees weaving.

Keywords: Monday morning sickness, cotton fiber, organic dust

Abstrak

Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara
akut atau kronik yang di jumpai pada pekerja pengelolahan kapas, rami halus, dan rami.
Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang disebabkan
debu organik oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi
pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning
fever atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih
sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi
dibanding karyawan pertenunan.

Kata Kunci : Monday morning sickness, serat kapas, debu organik


Pendahuluan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja.Menurut ILO 1,1 juta kematian karena penyakit atau
kecelakaan akibat hubungan pekerjaan 300,000 kematian adalah akibat 250 juta kecelakaan
yang terjadi 160 juta peny akit akibat hubungan kerja.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan ,
proses maupun lingkungan kerja.Paparan debu di lingkungan kerja dapat menimbulkan
berbagai penyakit. Penyakit yang timbul diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi
termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu
logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas (bissinosis), asma akibat
kerja dan lainnya.Pabrik tekstil yang memakai kapas ,hemp, flax sebagai bahan dasar
memberi resiko menderita bisinosis.

TUJUH LANGKAH DIAGNOSIS PAK

Langkah I : Diagnosis Klinik

Anamnesis1

Pada anamnesis klinik penyakit akibat hubungan kerja dokter perlu menanyakan identitas
pasien terutama pekerjaan pasien. Sebelumnya 3 pertanyaan baku yang di rekomendasikan
hipocrates yaitu menanyakan nama pasien , usia, dan tempat tinggal.Selain itu perlu di
tanyakan apakah pekerjaan menyebabkan atau berhubungan dengan penyakit. Alasan lain di
tanyakan untuk menanyakan riwayat pekerjaan pasien yang kembali bekerja, seperti apakah
kembali bekerja menyababkan kambuhnya penyakit, atau kembali bekerja menyababkan
kerugian dan mengganggu kesehatan teman sekerja atau masyarakat. Selain itu riwayat
pekerjaan yang perlu di tanyakan seperti sudah berapa lama bekerja, riwayat pekerjaan
sebelumnya, alat kerja, bahan kerja, serta proses kerja, sampa dengan hasil produksi, lain nya
seperti apa alat pelindung diri yang dipakai,waktu bekerja sehari, apakah punya kebiasaan
merokok , apakah ada pekerja lain yang mengeluh hal yang sama seperti pasien dan apakah
ada keadaan lain yang memperberat penyakit pasien pada saat kembali bekerja. Beberapa
pertanyaan yang membantu menegakan diagnosa bisinosis sendiri di antaranya menyangkut
keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk, demam, apakah membaik jika
pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja.

Pemeriksaan Fisik 2

Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu. Pada pasein
dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi nafas dan peningkatan suhu,
sedangkan nadi dan tekanan darah dalam batas normal kecuali ada penyakit penyerta lainnya.
Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-bersin, iritasi pada mata,
hidung, stridor.
Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan napas dan
secara klinik sulit di bedakan dengan bronchitis kronis dan emfisema, maka pada saat
Inspeksi terdapat retraksi inspirasi abnormal dari intercostal.

Pemeriksaan Penunjang

Uji fungsi Paru

Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi dengan


menggunakan alat spriometer yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan
waktu.Spirometri mencatat nilai ekspirasi lebih umum digunakan.Spirometer dapat
digunakan untuk berbagai macam uji tetapi yang paling bermanfaat di lapangan adalah
volume ekspirasi paksa 1 detik (VEPI) dan kapasitas vital palsa (KVP), Dengan spirometri
ini, dapat diketahui uji fungsi paru dasar yang meliputi Vital Capacity (VC), Force Vital
Capacity (FVC) dan Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1). Vital Capacity adalah
jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sedang Force Vital
Capacity adalah pengukuran kapuritas vital yang di dapat pada ekspirasi dengan dilakukan
secepat dan sekuat mungkin. Forced Expiratory Volume One Second adalah volume udara
yang dapat diekspirasi dalam waktu satu detik selama tindakan FVC kedua pembacaan
tersebut dapat dibuat dari usaha ekspirasi yang sama. Pembacaan akhir pada kedua hal
tersebut adalah rata-rata tiga tarikan napas yang di dahului oleh dua tarikan napas latihan.
Pada tes fungsi paru, tes dibagi dalam dua kategori yaitu tes yang berhubungan dengan fungsi
ventilasi paru-paru dan dinding dada serta tes yang berhubungan dengan pertukaran gas.
Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes yang berhubungan dengan fungsi ventilasi
paru-paru dan dinding dada. Hasil dari tes fungsi paru ini tidak dapat untuk mendiagnosa
suatu penyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat
dibedakan atas kelainan ventilasi obstruktif dan restriktif. Kelainan obstruktif adalah setiap
keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran
nafas.Sedangkan gangguan restriktif adalah gangguan pada paru yang menyebabkan
kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru.
Pada kasus bisinosis pemeriksaan dilakukan pada hari pertama bekerja, dilakukan sebelum
dan sesudah pajanan selama 6 jam, dapat menghasilkan penurunan FEV I. Gambaran
penurunan FEV I yang bermakna (10% atau lebih) , derajat perbaikan penyumbatan jalan
napas dapat dikaji dengan tes FEV I sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak
terpajan.
(Faisal Y.Pemeriksaan faal paru .pulmonologi klinik,Jakarta FK UI)

Pemeriksaan Tempat kerja

Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat kerja, yang perlu
di nilai adalah tentang pabrik ( bahan baku, proses produksi ,dan hasil produksi),aspek fisik ,
kimia, mekanik, ergonomic, biologi, psikososial, data tenaga kerja( menunjukan jumlah
populasi yang terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta fasilitas pendukung lain
nya.

Working diagnosis

Penyakit paru akibat paparan debu kapas (Bisinosis)

Penyakit paru akibat kerja ialah penyakit atau kerusakan paru yang terjadi akibat debu/asap/
gas/ bahan yang berbahaya oleh pekerja di tempat kerja mereka. Penyakit Bisinosis adalah
penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak
dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas
serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan
kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin
(yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi
alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala
awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysemaPaparan debu kapas dapat menimbulkan obtruksi saluran napas atau
bisinosis.Patogenesis bisinosis belum sepenuhnya jelas, ada bukti bahwa suatu zat toksik
yang melepaskan histmamin mungkin bertanggung jawab atas gejala khas bisinosis, yaitu
sesak napas pada hari pertama setelah liburan akhir minggu.Secara luas di yakini bahwa kerja
pelepasan histamine ini di sebabkan oleh senyawa molekuler kecil yang larut air dan stabil
panas yang berasal dari bulu tanaman kapas.disamping pelepasan histamine paparan terhadap
debu kapas juga menyebabkan iritasi saluran napas bagian atas dan bronkus , dimana setelah
paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut menjadi penyakit paru obtruktif kronik.Mungkin
juga terdapat lebih dari satu tipe reaksi manusia terhadap debu ini,Inhalasi endotoksin bakteri
gram negative telah terbukti dapat menyebabkan gejala menyerupai bisinosis

Gejala bisinosis di bagi dalam 4 derajat , yaitu :

Derajat 0 Tidak ada gejala


Derajat ½ Kadang-kadang dada tertekan pada hari
pertama kerja
Derajat 1 Dada tertekan atau sesak napas tiap hari
pertama minggu kerja
Derajat 2 Rasa berat didada dan sukar bernafas tidak
hanya pada hari pertama tapi pada hari lain
minggu kerja
Derajat 3 Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi
terhadap aktivitas secara menetap dan
pengurungan kapasitas ventilasi

Langkah II : Pajanan yang dialami


Penyakit akibat Kerja dapat disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan dan manusia. Faktor-
faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain adalah :

Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan
udara, ventilasi.
Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang dan
benda padat.
Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau hewan.
Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
Dan
Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan
pengusaha

Pajanan yang di alami pada kasus bisinosis terutama berupa factor kimia organic yakni debu
kapas yang berperan sebagai etiologi dari penyakit tersebut

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di
udara Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron. Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :

 Deposite particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara.
Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi.
 Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap.

Debu kapas merupakan salah satu debu yang berasal dari makhluk hidup atau di sebut debu
organic, nilai ambang batas untuk debu kapas menurut WHO ; 0,2 mg/m3 untuk pemintalan
dan 0,75 mg/m3. Sedangkan penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai
berikut :

1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat
menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma

3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.
Langkah III : Hubungan pajanan dengan Penyakit

Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Secara
umum terdapat tiga factor yang berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar kedalam paru,
yaitu factor komponen fisik, kimiawi dan host. Aspek fisik adalah bahan yang diinhalasi
sedangkan aspek kimiawi yang berpengaruh antara lain adalah kecenderungan untuk bereaksi
dengan jaringan sekitarnya, keasaman atau tingkat alkalisitas yang dapat merusak silia dan
sistem enzim. Bahan tersebut, dapat menimbulakan fibrosis di paru dan bersifat antigen yang
masuk keparu, factor host penting diperhitungkan sistem pertahanan paru baik anatomis
maupun fisiologis. Silia yang aktif dapat membersihkan debu yang menempel dan asap rokok
jelas mempengaruhi daya pertahanan paru.

Lamanya paparan dan kerentanan individu yang terpapar perlu diperhatikan. Partikel debu
yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran 0,1 mikron sampai 10
mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia yang berfungsi menahan
benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5 – 10 mikron yang kemudian dikeluarkan
bersama secret waktu nafas. Partikel-partikel debu yang berdiameter lebih dari 15 mikron
tersaring keluar pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5-15 mikron tertangkap pada mukosa
saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya
akan ditelan. Bila partikel ini mengiritasi saluran nafas, atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun, dapat timbul penyakit pernafasan misalnya bronchitis.
Partikel 0.5-5 mikron melewati system mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta
alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantar
kembali ke system limfatik atau system mukosiliar. Partikel berdiameter kurang dari 0.5
mikron kemungkinan tetap mengambang dalam udara dan tidak di retensi. Partikel-partikel
panjang atau serta yang berdiameter kurang dari 3 mikron dengan panjang sampai 100
mikron dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh makrofag, akan
tetapi partikelini mungkin pula ditelan oleh lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan
protein sehingga terbentuk abses.
Secara ringkas dapat dikatakan reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru
tergantung pada sifat alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu yang
terinhalasi, kadar partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan pembersihan
partikel debu.

Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana debu yang lain
seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
dimana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa saluran nafas disertai dengan
media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel mukosa yang dapat berakibat sel
mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk histamine. Reaksi alergi ini
menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya sekresi mucus, dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi histamine

Langkah IV : Pajanan Cukup Besar ?

Kadar partikel debu yang rendah dalam udara inhalasi , dapat di bersihkan secara komplit ,
namun semakin tinggi kadarnya maka semakin banyak I dalam mengalami deposisi dalam
paru.Untuk debu kapas standar menurut WHO yang di perbolehkan 0,2 /m3.Angka-angka
prevalensi Bisinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada ruang penyisiran (cadroom) kapas
dengan kadar debu respirasi antara 0,35 mg/m 3, dan 0,60 mg/m3 .Prevalensi kurang dari 10%
di temukan pada ruang dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.Penurunan FEV I
pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat paparan dbu
yang lama , bila di banddingkan dengam subjek yang tidak terpapar.Perokok juga lebih rentan
terhadap bisinosis dan mungkin mengalami bentuk lanjut dari penyakit ini.
Epidemiologi

Penelitian tentang prevalensi Bisinosis di lakukan pada karyawan pabrik tekstil di berbagai
Negara antara 1-88% dan pada umumnya bergantung pada kadar debu lingkungan kerja dan
lama nya paparan.Prevalensi bisinosis tidak selalu berkorelasi positif antara timbulnya
gangguan saluran pernapasan dengaan tinggi nya debu lingkungan kerja.Menurut Rylander
tidak selalu di temukan hubungan antara bisinosis dengan obstruksi akut bahkan obtruksi
akuit sering di temukan tanpa adanya bisinosis,sedangkan peneliti di Surabaya Purwannto
(1996) menemukan adanya hubungan bermakna antra obstruksi akut dengan lama
paparan.Murlinhar di Bombay melaporkan adanya korelasi positif antara lama bekerja
dengan derajat penurunan fungsi paru dan peningkatan prevalensi bisinosis. Dan beberapa
peneliti di Beijing mendapatkan rata-rata timbulnya kelainan fungsi paru didapatkan setelah
bekerja lebih dari 5 tahun.Penelitian tentang kadar debu dengan prevalensi bisinosis dan
penurunan fungsi paru dilaporkan Jiang dkk(1995) di Cina dimana kadar debu kapas antara
3,04- 12,32 mg/m3 didapatkan perasaan dada tertekan di awal kerja sebesar 9%.Penurunan
VEPI sebesar 21,8%, batuk disertai dahak 18,2 %, dan bronchitis kronik sebesar 10,9 %, serta
bisinosis didapatkan sebesar 1,7 %.Di Indonesia penyakit ini belum dilaporkan secara
spesifik bukan karna tidak ada tetapi penyakit paru masih didominasi oleh penyakit infekssi
spesifik maupun nonspesifik, dan kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan tentang gejala
dan perjalanan penyakit menyerupai penyakit yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Cara kerja , Proses kerja , lingkungan kerja

Untuk membuat kain, dimulai dari bahan baku yang paling dasar yaitu kapas. Dari
kapas proses selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses pemintalan atau didalam
industri tekstil biasa disebut dengan proses spinning. Proses spinning yakni proses mengolah
kapas atau polyester menjadi benang.
Setelah proses pemintalan atau spinning, maka hasilnya adalah benang. Benang hasil
pemintalan ini akan masuk ke proses berikutnya yang disebut soft winder. Soft winder adalah
proses penggulungan benang hasil dari pemintalan.
Benang yang telah digulung melalui proses soft winder, akan masuk ke proses
pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang sebelum ditenun
menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses pencelupan benang ini. Setelah
proses pencelupan benang selesai kemudian benang dikeringkan.
Proses selanjutnya setelah pencelupan atau pewarnaan pada benang adalah proses
weaving. Weaving biasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses mengolah benang
menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan atau weaving, benang perlu dipersiapkan
terlebih dahulu. Proses ini, mempersiapkan benang hingga terbentuk anyaman benang yang
siap masuk ke mesin tenun. Setelah itu baru masuk ke proses dalam proses weaving atau
penenunan.
Setelah proses penenunan selesai maka hasilnya adalah lembaran-lembaran kain.
Kain-kain dari hasil mesin tenun ini kemudian masuk ke proses pemeriksaan atau
disebut Shiage. Di proses ini kain akan dicek dan ditentukan gradenya. Bila dari pemeriksaan
ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian perbaikan. Di proses ini juga dilakukan
proses klasifikasi kain sesuai dengan jenisnya.
Lulus dari proses pemeriksaan atau Shiage. Kain akan masuk ke proses pemolesan
terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) disebut dengan proses Dyeing. Proses
ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai dari pengolahan bahan baku kapas
atau polyester hingga menjadi kain.
Sebelum kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses penggulungan dan
pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan. Sampai tahap ini selesailah proses
produksi kain di pabrik.
Kemudian kain akan dipasarkan ke pelanggan-pelanggan atau distributor dan pusat-
pusat grosir kain. Dari pusat-pusat grosir inilah bisanya industri garmen mendapatkan supply
bahan baku kain. Industri-industri garmen ini meliputi industri konveksi, sablon atau
percetakan hingga ke level industri rumah tangga.
Sampai di level konveksi atau industri garment, kain-kain tersebut dipotong sesuai
pola. Setelah dipotong kain kaos kemudian dijahit, dan dikemas sampai menjadi produk
akhir seperti t-shirt.

Alat Pelindung Diri


Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknik pengamanann tempat,peralatan , dan
lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.Namun kadang keadaan bahaya masih
belum dapat di kendalikan sepenuhnyam sehingga diperlukan alat pelindung diri (personal
protektif devices) alat demikian harus memenuhi persyaratan :

 Enak dan nyaman di pakai


 Tidak mengganggu kerja
 Memberi perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
Pada kasus bisinosis salah satu APD yang utama adalah APD untuk alat pernapasan yakni
respirator atau masker khusus.APD seperti masker filter berguna jika secara teratur di
periksa filtrasi udara efektif dan sempurna.sayangnya pemakaian masker seringkali tidak
mengenakan , khususnya di daerah yang beriklim panas.

Langkah V Faktor Individu

Status kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-ringannya


penyakit bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat atopi atau alergi,
kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau riwayat penyakit dalam keluarga
yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat serta memperburuk keadaan bisinosis
yang dialami. Kerentanan masing-masing individu juga mempengaruhi cepat-lambat
munculnya bisinosis ini.
Demikian juga dengan higene perorangan sangat penting dalam timbulnya penyakit
ini. Higene perorangan yang baik, meminimalisasikan adanya pajanan yang dapat masuk
kedalam tubuh seseorang. Semakin meningkatnya umur maka lebih rentan terhadap suatu
penyakit.Kerentanan individu Hal ini sulit di perkirakan karena individu yang berbeda
dengan paparan yang sama akan menimbulkan bahwa peranan saraf otonom cukup penting
dalam respon terhadap iritan.Gangguan keseimbangan antara rangsangan vagus dan
simpatolitik tampaknya mempengaruhi sensitivitas seseorang terhadap rangsang
debu.Diperkirakan juga dalam paparan terhadap debu dapat merusak epithelium saluran
napas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan reflex bronkokonstriksi.

Langkah VI Faktor lain di Luar individu

Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga dapat
ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan dirumah ataupun
pekerjaan sambilan.
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh
karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak system pertahanan alamin dalam
tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu rokok juga dapat
memperberat kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan merokok seseorang lebih
mungkin mengalami bentuk lanjut dari pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan
mempercepat timbulnya komplikasi yang lebih berat. Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan
sambilan yang berkaitan dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor
munculnya penyakit bisinosis.
ada kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala berupa
penyumbatan.sedangkan enfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif yang melibatkan
kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru, sehingga membuat pasien sulit
bernapas/sesak napas.

Langkah VII. Diagnosis okupasi


Langkah terakhir dalam identifikasi penyakit akibat kerja melalui pendekatan klinis dengan
menggunakan tujuh langkah diagnosis okupasi adalah penarikan diagnosis okupasi
berdasarkan hasil dari langkah pertama sampai langkah ke enam. Penarikan diagnosis
haruslah berdasarkan pada bukti ilmiah dapat dibagi atas : 1

1. Penyakit Akibat kerja (PAK) atau Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
2. Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja
3. Belum dapat ditegakkan
4. Bukan Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang


pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan
pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut
pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit
telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

PENCEGAHAN
Penyakit akibat faktor pekerjaan bisa dihindarkan asal saja tenaga kerja mempunyai kemauan
dan itikad yang baik untuk mencegahnya. Disini tenaga kerja mempunyai peranan yang
penting dalam menghindarkan penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang
disebabkan golongan debu, upaya pengendaliannya dapat dilakukan :
a.Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan yang kurang
berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja agar kadar debu yang ada dalam
ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar nilai ambang mbatas (NAB).
c.Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan sumber debu agar tidak
tersebar ke ruangan lain.
d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian rupa agar
hamburan debu yang dihasilkan berkurang.
e.Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan terhadap lingkungan
kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah melampaui nilai ambang
batas yang diperkenankan
f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar terlindungi dari
resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung tangan, kaca mata dan pakaian
pelindung.
g. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar tenaga kerja tetap
waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.

Prognosis
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang berat dan
kronis tidak .Pasien dengan gejala khas dan menunjukan penurunan FEVI 10% lebih harus
dipindahka ke tempat yang tidak terpajan.Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang
dan berat (FEV <60%) harus tidak terpajan.

Kesimpulan

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran


debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Masa
inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit
bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari

 awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema. Pengobatan yang terpenting adalah menghilangkan
sumber pemaparan dari bahan penyebab, untuk meringankan gejala. Bissinosis bisa
dicegah dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri dan cara
mengurangi kadar debu di dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan mesin
atau sirkulasi udara, Berdasarkan gejala – gejala yang timbul pada pasien dalam
skenario, pasien tersebut menderita bisinosis. Penangan yang tepat dapat
menyembuhkan dan menghindari resiko komplikasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jeyaratnam J, Koh david.Bisinosis . Dalam : Praktik kedokteran kerja.Jakarta :


EGC.2010.h 85-7
2. Bickley L.S. Pemeriksaan Torak dan Paru. Dalam: Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan Bates Edisi ke-5.Jakarta : EGC. 2008. h 110
3. PK Sumamur. Higiene Perusahaan dan kesehatan kerja.Jakarta : PT.Gunung
agung.2002.h 133
4. PK Sumamur. Peralatan perlindungan diri. Dalam : Keselamatan kerja & Pencegahan
kecelakaan. Jakarta : PT Gunung agung.2001.h 296
5. Djojodibroto D. Bisinosis.Dalam Resirologi (respiratory medicine) Jakarta : EGC .
2007.h 201-2
6. Diagnosis okupasi penyakit akibat kerja. Diunduh dari http: //www. scribd. com/
doc/ 40525712/. pada 9 oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai