(Asma)
OLEH:
NURWAHIDAH ( 70200118094)
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000
jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang
digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan
kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut
menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat kerja dapat
bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit-penyakit
akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf,
alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas. Biological dan chemical terrorism
yang mulai banyak dikhawatirkan ditujukan untuk menimbulkan kematian atau penyakit pada
manusia, hewan dan tanaman dengan menggunakan bahan seperti anthrax, cacar, virus
ensefalitis yang dikeringkan dan dijadikan bubuk sehingga mudah disebarkan Penyakit
Akibat Kerja merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja . Pajanan faktor biologi, kimia, fisik atau psikologi di tempat kerja menjadi faktor
tertinggi yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja yang
sering ditemukan merupakan yang mengenai saluran nafas yaitu asma dan rhinitis. Asma
merupakan penyakit gangguan aliran nafas dan hiperaktifitas bronkus dikarenakan proses
inflamasi saluran nafas dengan sel-sel yang berperan khususnya sel mast, limfosit T dan
eusinofil . Sedangkan Asma akibat kerja (AAK) merupakan penyakit asma yang terjadi
akibat suatu keadaan di lingkungan kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat
kerja. Sekitar 17% dari semua kasus asma pada dewasa terkait dengan pajanan pekerjaan.
Prevalensi rata-rata asma yang diperparah di antara orang dewasa dengan asma adalah 22%,
tetapi beberapa penelitian telah menunjukkan hingga 58% . Di Indonesia belum ada data pasti
terkait penyakit asma akibat kerja diperkirakan 2-10% penduduk dan 2% dari seluruh
penderita asma merupakan asma akibat kerja. Asma di tempat kerja dibedakan antara asma
akibat kerja dan asma yang diperburuk oleh lingkungan kerja. Untuk menegakkan diagnosis
asma akibat kerja berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang terdiri dari tes provokasi bronkus, tes fungsi paru dan tes imunologi atau test pajanan
dengan alergen spesifik . Pengobatan asma akibat kerja secara umum sama seperti tatalaksana
asma lain tetapi yang terpenting dalam mentatalaksana asma akibat kerja yaitu menghindari
dari pajanan yang dapat menimbulkan asma yang bisa membuat prognosisnya lebih baik. Di
pelayanan kesehatan tingkat primer yang diutamakan adalah promotive dan preventive
kesehatan. Sehingga asma akibat kerja dapat dicegah dan disembuhkan bila didiagnosis lebih
dini. Penyakit pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah silikosis
yang sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api. Pengetahuan
mengenai penyakit akibat kerja (PAK) masih terbatas karena sulitnya melakukan studi
epidemiologi; hal ini disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas, praktek
higiene industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol, tidak mungkin
menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah meninggalkan tempat
kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan survivor population. Hal
tersebut terlihat dari sedikitnya laporan penyakit akibat kerja (PAK) di Indonesia. Penyakit
akibat kerja (PAK) tersering adalah yang mengenai saluran napas yaitu asma dan rinitis. PAK
imunologik lain yaitu pneumonitis hipersensitif yang mengenai paru dan PAK yang
mengenaikulit.
Asma Akibat Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan
bronkus hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal tersebut
bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan karyawan atau secara
tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari semua asma kronis adalah
iritabilitas berlebihan terhadap berbagai rangsangan/faktor dalam lingkungan kerja. Asma
yang timbul dalam lingkungan kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma
yang disebabkan bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada
sebelum bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja. Pada
karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan
terhadap bahan atau faktor dalam linkungan kerja. Untuk menegakkan diagnosis asma akibat
kerjaberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang yang terdiri dari
tes provokasibronkus, tes fungsi paru dan tes imunologi atau testpajanan dengan alergen
spesifik. Pengobatan asmaakibat kerja secara umum sama seperti tatalaksanaasma lain tetapi
yang terpenting dalam mentatalaksana. asma akibat kerja yaitu menghindari dari pajanan
yangdapat menimbulkan asma yang bisa membuatprognosisnya lebih baik. Di pelayanan
kesehatantingkat primer yang diutamakan adalah promotive danpreventive kesehatan.
Sehingga asma akibat kerjadapat dicegah dan disembuhkan bila didiagnosis lebihdini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud penyakit akibat kerja?
2. Apa yang dimaksud asma akibat kerja?
3.Apa saja bentuk-bentuk Asma?
4. Apa yang di maksud dengan patasmaogenesis asma akibat kerja?
5. Apa saja gejala asma akibat kerja?
6. Bagaimana penatalaksanaan asma akibat kerja?
7. Bagaimana perncegahan dan manajemen asma akibat kerja?
8. Bagaiaman pengobatan asma?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit akibat kerja
2. Untuk mengetahui asma akibat kerja
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk asma akibat kerja
4. Untuk mengetahui patogenesis serta gambaran ringkas skematis patofisiologi dalam asma
akibat kerja
5. Untuk mengetahui gejala yang muncul pada penyakit asma akibat kerja
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan asma akibat kerja
7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan manajemen asma akibat kerja
8. Untuk mengetahui cara pengobatan asma
BAB II
PEMBAHASAN
C. Bentuk-Bentuk Asma
1. Irritant InducedOccupational Asthma
Irritant InducedOccupational Asthma biasanya berkembang setelahsatu
kali paparan yang sangat tinggi terhadap bahankimia yang mengiritasi. Ini
merupaka efek"membakar" langsung pada saluran udara dan tidakterkait
dengan sistem kekebalan.
Contoh
Agenpenyebab termasuk amonia, asam dan asap. Tingginyatingkat paparan
yang diperlukan biasanya merupakanhasil dari kecelakaan atau beberapa
kegagalan kontrol,sering kali di ruang tertutup. Para pasien hampir selalu
menunjukkan gejala asma dalam 24 jam setelahpemaparan, yaitu tidak ada
periode laten. tetapi mungkin juga jika gejalabertahan di luar 6 bulan, masalah
persisten mungkinterjadi.
2. Allergic Occupational Asthma
Allergic Occupational Asthma disebabkanoleh sensitisasi atau menjadi alergi
terhadap agenkimia tertentu di tempat kerja selama jangka waktutertentu. Ini
adalah mekanisme untuk sebagian besar (>90%) kasus asma akibat kerja.
Proses sensitisasi tidakterjadi setelah satu paparan tetapi berkembang seiring
waktu (yaitu, periode latensi). Periode laten bervariasidan bisa sesingkat
beberapa minggu atau selama 30tahun. Jika eksposur konsisten, periode risiko
terbesar adalah dua tahun pertama paparan tetapi risiko tidakhilang setelah itu
D. Patogenesis asma
Patogenesis asma yang diinduksioleh iritasi. Mekanisme asma yang disebabkan
olehiritasi tidak diketahui. Banyak laporan menunjukkanbahwa eksposur iritasi
pernapasan tingkat tinggi yangtidak disengaja dapat menyebabkan timbulnya
asmabaru. Karena jenis AAK ini terjadi setelah menghiruptingkat iritasi yang tinggi,
target utama untuk cederaawal adalah epitel bronkial, yang menjadi gundul
dankehilangan sifat protektifnya. Konsekuensi kerusakanpada epitel bronkial adalah
hilangnya faktor relaksasiyang berasal dari epitel, paparan ujung saraf yang
mengarah ke peradangan neurogenik, dan pelepasanmediator inflamasi dan sitokin
setelah aktivasinukpesifik sel mast. Konsekuensi lebih lanjut darigangguan epitelium
disertai dengan sekresi faktorpertumbuhan sel epitel, otot polos dan
fibroblast,bersama dengan degradasi matriks, adalah responjaringan regeneratif dan
remodeling. Perubahanpatologis terdiri dari fibrosis ditandai dari dinding
bronkus dan denudasi mukosa dengan eksudatfibrinohemorrhagik di submukosa.
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja dengan asma,
Perusahaan harus menggunakan Hirarki Pengendalian. Ini mencakup eliminasi
pemicu, melakukan pengendalian untuk melindungi pekerja, menerapkan praktik atau
kebijakan untuk mengurangi paparan, dan melatih pekerja tentang tindakan
pencegahan yang harus diambil. Memberi pekerja alat pelindung diri adalah langkah
terakhir.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja. Pajanan factor biologi, kimia, fisik, atau psikologi di tempat
kerja menjadi factor tertinggi yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja.
Penyakit akibat kerja yang seringditemukan merupakan yang mengenai saluran nafas
yaitu asma dan rhinits. Asma adalah suatu keadaan kondisi paru kronis yang di tandai
dengan kesulitan bernafas dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk terutama pada malam menjelang dini hari. Inflamasi ini berkembang menjadi
episode gejala asma yang berkurang yang meliputi batuk, sesak dada, mengi, dan
dispne.
Asma yang berhubungan dengan pekerjaan induksi atau dipicu oleh zat atau
kondisi khusus pada tempat kerja. Kejadian ini telah menjadi penyakit pernapasan
kerja yang paling umum di banyak negara. Namun jumlah ini Sebagian besar tidak
memperdulikan secara signifkan. Asma akibat kerja yaitu menghindari dari pajanan
yang dapat menimbulkan asma yang bias membuat prognosisnya lebih baik. Sehingga
asma akibat kerja dapat dicegah dan disembuhkan bila di diagnosis lebih dini. Asma
akibat kerja ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variable bronkus
hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkialakut dan kronis.
Verifikasi objektif dari hubungan antara paparan kerja dan pembatasan aliran
udara adalah dasar untuk mendignosis Asma akibat kerja, baik untuk onset asma kerja
baru atau asma yang diperburuk karena pekerjaan. Gejala asma akibat kerja yang
mungkin dialami pekerja setelah terpapar antara lain adalah:
1. Batuk
2. Desah (mengi)
3. Dada sesak
4. Sesak napas
5. Konjungtivitis (mata gatal, merah, meradang)
6. Rinitis (di mana bagian dalam hidung Anda meradang dengan gejala seperti
hidung tersumbat, berair atau gatal).
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja dengan asma,
Perusahaan harus menggunakan Hirarki Pengendalian. Ini mencakup eliminasi
pemicu, melakukan pengendalian untuk melindungi pekerja, menerapkan praktik atau
kebijakan untuk mengurangi paparan, dan melatih pekerja tentang tindakan
pencegahan yang harus diambil. Memberi pekerja alat pelindung diri adalah langkah
terakhir.
B. Saran
1. Untuk mengantisipasi terjadinya pernyakit akibat kerja yang dominan
berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja maka perlu untuk lebih banyak
dilakukan sosialisasi dan pengaraha nmelalui safety meeting atau pertemuan-
pertemuan di lapangan yang diikuti oleh semua pihak mulai dari pekerja, mandor,
sub-kontraktor agar pekerja memiliki budaya kerja yang sehat, aman, disiplin,
dan lebih megutamakan keselamatan kerja.
2. Pemeriksaan dan inspeksi terhadapa material-material alat yang akan digunakan
perlu dilaksanakan dengan baik dan seksama agar tidak menimbulkan potensi
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Mathur SK, Busse WW. The Biology oh Asthma. In Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders
fourth edition.: McGraw-Hill; 2008.
Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 20146
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2021.
Tersedia di www.ginasthma.org
Kim YM, Kim YS, Jeon SG, Kim YK. Immunopathogenesis of allergic asthma: more than the Th2
hypothesis. Allergy Asthma Immunol Res. 2013; 5(4).
Buc M, Dzurilla M, Vrlik M, Bucova M. Immunopathogenesis of bronchial asthma. Arch Immunol Ther
Exp. 2009; 57
Pynn MC, Thornton CA, Davies GA. Asthma pathogenesis. Pulmao RJ. 2012; 21(2).
Papadakis M, McPhee S. Current Medical Diagnosis & Treatment USA: McGraw-Hill; 2016.
Barnes PJ. Pulmonary Pharmacology. In Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of
Therapeutics twelfth edition.: McGraw-Hill; 2011
Rempell DM, Janowitz IL. Ergonomics & the prevention of occupational injuries. Dalam: LaDou (ed).
Occupational and Environmental Medicine. Lange Medical Books/McGraw-Hill. NY 1997: 41-63.
Bardana EJ. Occupational Asthma. Dalam: Slavin RG, Reisman RE (eds). Asthma. ACP, Philadelphia
2002:173-90.
Baratawidjaja KG. Bisinosis dan hubungannya dengan obstruksi kronis. Tesis, 1989.
Slavin Raymond G. 2010. Update on occupational rhinitis andasthma, Allergy and asthma
Proceedings.
Maestrelli P, Boschetto P, Fabbri LM, Mapp CE. Mechanisms of occupational asthma. Vol. 123,
Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2009. 531–42