Anda di halaman 1dari 29

BAB.

V
HYGIENE PERUSAHAAN DAN PROYEK

5.1 Pengertian
Pengertian Higiene adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan berbagai masalah
kesehatan, dan segala bentuk upaya untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan,
atau dapat juga dikatakan bersih dan bebas penyakit.
Higiene Pemsahaan mempunyai art" higiene di dalam perusahaan, yang daiam
prakteknya mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kwalitatif dan
kwantitatif didalam lingkungan kerja perusahaan melalui pengukuran, Hasil pengukuran
digunakan sebagai dasar tindakan korektif kepada lingkungan kerja termasuk lingkungan
disekitar tempat kegiatan kerja.
Tindakan korektif ini dapat berupa tindakan pencegahan/antisipasi, agar pekerja dan
masyarakat sekitar tempat kegiatan kerja terhindar dari bahaya - bahaya kesehatan akibat
kerja, kondisi yang demikian ini tentunya kan memberikan jaminan kesehatan yang tinggi.
Melihat yang demikian ini secara jelas sifat higiene perusahaan, mempunyai sasaran yakni
lingkungan kerja. Dimana pada pekerjaan konstruksi secara keseluruhan kondisi
lingkungannya selalu berinteraksi dengan kondisi teknik baik yang menyangkut sarana
kerja dan prasarana serta lingkungan tempat kerjanya.
Kesehatan Kerja. Semua Kegiatan yang mengupayakan untuk memberikan jaminan
kesehatan kepada setiap tenaga kerja pada semua jenis pekerjaan yang bertujuan, agar setiap
tenaga kerja / masyarakat pokerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi -tingginya,
baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha - usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit / gangguan - gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor
pekerjaan, kondisi kerjanya dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit
umum.
Disamping itu pemberian periindungan kesehatan pekerja dimaksudkan guna
mewujudkan produktifitas kerja yang optimal, sehingga diperlukan penyelenggaraan upaya-
upaya kesehatan kerja dan pemeliharaannya. secara jelas sifat kesehatan kerja mempunyai
sasaran adalah manusia, dan hal ini lebih bersifat medis.
Mendasarkan pada penjelasan diatas maka penggabungan keduanya yakni Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja atau biasanya disebutkan dengan istilah "HIPERKES"
mempunyai arti penggabungan dua disiplin ilmu yakni ilmu medis dan tehnik.

69
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, mempunyai suatu kesamaan pengertian yang
juga merupakan terjemahan dari "Occupational Health", yang secara umum lebih di
fokuskan dalam kesehatan untuk lingkungan kerja dan tenaga/pekerja di lingkungan
tersebut, hal ini berarti menangani yang berkenaan dengan masalah -masalah kesehatan
secara menyeluruh di dalam suatu perusahaan.
Penanganan kesehatan yang dimaksud adalah usaha-usaha kuratif, preventif,
penyesuaian faktor manusiawi terhadap pekerjaannya dan higiene dan lain-lain.
Dari uraian diatas secara umum Higiene Perusahaan dan kesehatan kerja di
maksudkan untuk mengangkat derajat kesehatan tenaga kerja setinggi - tingginya, hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang
sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja untuk mencegah penyakit akibat, baik sebagai
akibat pekerjaan maupun penyakit umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi
perumahan.
Pada pekerjaan konstruksi Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ditempat kegiatan
konstruksi dapat diistilahkan pula higiene proyek dan kesehatan kerja, yang memang berlaku
dilingkungan tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung.
Untuk mencapai mengangkat derajat kesehatan yang tinggi yaitu tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Higiene Perusahaan/Proyek dan Kesehatan Kerja harus menggunakan ilmu-
ilmu yang bersangkutan erat dengannya, seperti, psikologi, toksikologi dan Iain-Iain.

5.2 Tujuan Utama


Pada Hakikatnya Higiene Perusahaan/proyek dan Kesehatan Kerja adalah untuk
mencapai derajat kesehatan kerja yang tinggi dari tenaga kerja dan pekerja, disamping
sebagai sarana untuk meningkatkan produksi, yang behandaskan kepada meningginya
effisiensi dan daya produktifitas faktor manusia dalam produksi.
Sehingga Higiene Perusahaan / proyek dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama
yaitu : adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan utama tersebut
dapat dicapai dengan melalui :
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakft dan kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja,
b. Pemeliharaan/perawatan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja dalam
lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga mampu
mempertinggi effisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia secara optimal,

70
Lingkungan kerja yang dimaksud meliputi diantaranya tekanan panas, penerangan di
tempat kerja, pembatasan debu di udara ruang kerja, sikap badan saat bekerja,
penserasian manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. tingkat kesehatan dan
keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
c. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipat-gandaan kegairahan serta kenikmatan
kerja,
d. Petlindungan bagi masyarakat di sekitar tempat kegiatan kerja konstruksi
beriangsung, agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari
pemsahaan yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-
bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh hasil produk saat pembangunan pekerjaan
konstruksi.
e. Tersedianya biaya kuratif kesehatan kerja atas kecelakaan dan penyakit-penyakit
akibat kerja, serta penyakit umum yang makin meningkat jumlahnya oleh karena
pengaruh yang memburukkan keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh
pekerjaan konstruksi. Biaya-biaya kuratif meliputi : pengobatan, perawatan di
rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan bahan oleh
karena kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat yang menetap.

5.3 Pengaruh Kondisi Kesehatan Kerja


Dari hasil, data survei terbatas dan pengamatan-pengamatan di sana sini yang
dilakukan Lembaga Nasionai Higiene Pemsahaan dan Kesehatan kerja Departemen
Tenaga Kerja. Diperoleh kondisi kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia, yakni :
1. Penyakit Umum Baik pada sektor pertanian, maupun sektor pertambangan, industri
dan lain-lainnya, penyakit yang paling banyak terdapat adalah :
 penyakit infeksi,
 penyakit endemik yang masih menghinggapi tenaga kerja, antara lain cacar dan
cholera
 penyakit parasit. Penyakit-penyakit parasit, seperti dikarenakan cacing masih
merupakan gangguan yang besar
 Penyakit-penyakit alat pernapasan seperti flu dan bronchitis merupakan bagian
terbanyak (30-40% dari seluruh penyakit umum).
 Penyakit perut meliputi 15-20% dari selumh penyakit umum.
 Angka sakit oleh T.B.C. paru-paru masih tinggi, berkisar diantara 3,5 dan 8%
dari tenaga kerja masih dihinggapi penyakit tersebut.

71
Perlu diketahui pula kekhususan mengenai gangguan kesehatan pada masyarakat
tenaga kerja, yaitu biasanya efek penyakit umum diperburuk lagi oleh faktor-faktor
pekerjaan yang tidak memenuhi syarat-syarat higiene dan kesehatan. Hal itu dapat
dilihat misalnya dari observasi-observasi yang menunjukkan bahwa "sterr dan
strain" yang berat dalam pekerjaan menyebabkan bertambahnya T.B.C. paru-paru
atau penyakit lainnya. Selanjutnya observasi tahun 1966-1967 memberikan kesan
tentang absenteis tenaga kerja seharinya oleh karena sakit berkisar di antara 3 - 8% dari
masyarakat-masyarakat tenaga kerja yang diselidiki, sedangkan penyakit merupakan
sebab terpenting dari padanya.
2. Penyakit akibat kerja seperti :
 pneumoconiosis, dermatoses akibat kerja, keracunan-keracunan bahan kimia,
gangguan-gangguan mental psikologi akibat kerja, dan Iain-Iain benar-benar
terdapat pada tenaga kerja.
Pada pekerjaan konstruksi belum ada angka yang pasti tetapi Sebagai contoh pada
penelitian-penelitian tenaga-tenaga buruh pekerjaan tambang, ditemui 1/2 % kasus
silicosis. Selanjutnya penyelidikan pada 20 orang cardes menunjukkan adanya 2 kasus
bronchospasme, 1 kasus bronchitis berulang dan 2 kasus bronchitis chronica.
Hanya saja penyakit-penyakit akibat kerja ini jumlahnya masih nampak seolah-olah
sedikit, oleh karena disebabkan tidak adanya laporan, tidak dibuatnya diagnosa kearah
penyakit tersebut, atau dikarenakan labour turnover yang tinggi, dan belum cukupnya
fullemployment. Namun begitu, kadang-kadang gangguan kepada pekerjaan sangat
besar, seperti halnya ternyata pada kasus-kasus yang tersangka tabacosis dengan buruh-
buruh bertiduran di klinik dan mengeluh badan panas, batuk dan pusing kepala.
Kematian oleh keracunan pertisida benar-benar pernah terjadi, walaupun jumlah
penderita yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti, oleh karena tidak adanya laporan
yang lengkap. Effek kronis tidak dipahami oleh majikan ataupun buruh secara jelas,
walaupun pada berbagai keadaan di perusahaan kadang-kadang terdapat kesadaran
tentang adanya kesehatan yang memburuk sebagai akibat makin lamanya bekerja.
Dermatosis kulit teriihat pada buruh-buruh yang bekerja dengan bahan-bahan kimia,
baik pada industri, maupun pada pertanian. Penyelidikan-penyelidikan tentang
dermatoses oleh pupuk atau racun-racun hama menunjukkan tentang kebenaran adanya
kelainan-kelainan kulit oleh bahan-bahan tersebut.
Bahkan oleh karena pengalaman lapangan, telah tidak dipakai lagi misalnya
persenyawaan air raksa organik yang sangat mengganggu kulit-kulit pekerja itu.

72
3. Keadaan gizi pada buruh-buruh menurut pengamatan yang pernah dijalankan sering
tidak menguntungkan ditinjau dari sudut produktivitas kerja.
Adapun keadaan gizi kurang baik dikarenakan penyakit-penyakit endemis dan parasitis,
kurangnya pengertian tentang gizi, kemampuan pengupahan yang rendah, dan beban
kerja yang terlalu besar.
Suatu pengukuran berat badan pada buruh yang berada pada suasana panas dan berdebu
menunjukkan berat badan rata-rata 46,9 kg, padahal untuk golongan administrasi
dengan tinggi yang sama (sekitar 1,58 meter) berat badan adalah 52,5 kg. Terlihat
tendensi, bahwa beban-beban kerja yang terlalu berat dan mengganggu kesehatan
menurunkan berat badan. Pada keadaan tersebut produktivitas tenaga kerja sangat rendah.
4. Lingkungan kerja sering-sering kurang membantu untuk produktivitas optimal tenaga
kerja. keadaan suhu, kelembaban dan gerak udara memberikan suhu efektif di luar
kenikmatan kerja. Selain iklim tropis, heat stress di sana-sini melebihi index 1.
Penerangan yang penting untuk melakukan kerja sering diabaikan, dengan akibat
kelelahan mata, yang besar dan menurunnya effisiensi. Itensitas bunyi banyak
melebihi 85 dB(A) sehingga bukan saja mengganggu produktivitas tapi juga mulai
pada taraf membahayakan.
Lingkungan kerja sering-sering penuh oleh debu, uap, gas dan lain-lain yang di satu
pihak mengganggu produktivitas, dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Sama sekali
belum ada pengertian tentang Nilai Ambang Batas, ataupun kalau disadari, belum ada
kemampuan untuk mengevaluasi dan mengadakan perbaikan lingkungan kerja. Dari
suatu evaluasi effek debu Hibiscus, ternyata keluhan-keluhan yang menunjukkan
kurangnya kesenangan bekerja pada tenaga kertja yang "exposed" kepada debu sangat
mencolok.
5. Perencanaan atau pemikiran tentang penserasian manusia dan mesin serta perbaikan
cara kerja sesuai dengan modernisasi yang berprinsip sedikit-dikitnya energi tetapi
setinggi-tingginya output kerja pada umumnya belum diketahui.
Tidak jarang ukuran-ukuran mesin atau peralatan kerja sangat berbeda dengan ukuran-
ukuran tenaga kerja. di satu, haf tersebut dikarenakan mesin-mesin atau perkakas-
perkakas pada umumnya diimport, tetapi di pihak lain, dikarenakan sama sekali belum
adanya kesadaran. Untuk hal tersebut periu adanya pengertian dari penguasa, buruh dan
pihak lainnya tentang perencanaan manusia dan mesin, suatu pengetahuan yang di
Negara-negara maju diterapkan dari hari ke hari secara terus menerus.

73
Baiklah bila kita tidak bicara tentang mesin-mesin yang rumit, melainkan tentang
suatu contoh yang sangat sederhana ialah cangkul sebagai alat pertanian, berbagai jenis
cangkul yang diimport atau yang dibuat dalam negeri, dapat dipilih bentuk dan ukuran
yang paling sesuai, agar terdapat kesehatan yang optimal dan produktivitas setinggi-
tingginya.
6. Ditinjau dari segi mental psikologis tenaga-tenaga kerja baru mengalami goncangan-
goncangan hebat sebagai akibat keadaan perubahan sosial politik, seperti dengan
adanya puncaknya kekacauan di jaman G.30.S, peristiwa kerusuhan diberbagai
daerah kerusuhan, dan setelah itu barulah tenaga kerja mengalami perbaikan perbaikan
ke arah stabilisasi keadaan.
Sedangkan psikologi industri dan psikologi kerja hanya dikenal pada perusahaan-
peaisahaan besar, begitupun baru pada taraf permulaan. Padahal lapangan tersebut
akan sangat membantu penyesuaian emosionil dan mental para tenaga kerja terhadap
pekerjaannya. Pada umumnya belum diketahui, bahwa kebudayaan kerja yang harus
dimiliki oleh settap tenaga kerja pada khususnya dan Bangsa pada umumnya yang
sedang membangun hams didiisi dengan usaha-usaha yang menimbulkan kegairahan
serta kenikmatan kerja kea rah dedikasi yang sempurna.
7. Kesejahteraan tenaga kerja yang sering-sering kurang baik dikarenakan pengupahan
yang rendah, diperburuk iagi oleh tidak dikenal dan tidak diprakteknya usaha keluarga
berencana dan indutri sering beridiri sendiri dan terietak jauh dari masyarakat umum,
maka usaha keluarga berencana akan berhasil baik, apabila diintegrasikan dengan
kegiatan kesehatan perusahaan.
8. Belum dipahami dengan benar hubungan antara kesehatan dengan tinggi-rendahnya
proiduktifitas, baik oleh pengusaha dan buruh atau pihak lainnya.
Selalu terdapat anggapan pada mereka, bahwa usaha kesehatan hanyalah usaha
kesejahteraan semata, dan tidak membantu dalam soal produktivitas. Sedangkan ceramah-
ceramah dan penerangan yang diperlukan untuk merubah pandangan dan sikap demikian
sangat terbatas jumlahnya. Sehingga periunya kesehatan kerja dimasukkan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan bagi para pengusaha dan buruh. yang mengarah kepada
penanaman pengertian pembentukan skill dilandasi dengan factor kesehatan kerja.
9. Rendahnya fasilitas kesehatan yang ada di perusahaan masih jauh/belum memenuhi
harapan. Pendekatan usaha kesehatan biasanya terlalu kuratif, belum atau sedikit
sekali menyelenggarakan usaha-usaha preventif, lebih-lebih Iagi apa yang disebut
gerakan kesehatan dalam produktivitas belum terpikirkan sama sekali.

74
Kesulitan-kesulitan antara lain dikarenakan dokter-dokter perusahaan sering-sering adalah
dokter part-time, sehingga sangat terbatas kesempatan untuk mengembangkan lapangan
kesehatan dalam produksi.
10. Belum diterapkan dengan baik masalah higiene, kesehatan dan keselamatan kerja,
walaupun telah cukup banyak banyak perundang-undangan yang mendukungnya, tetapi
implementasinya sering-sering mengalami kesulitan, oleh karena terbatasnya tenaga untuk
pengawasan ataupun yang mengerti, sehingga masih periunya dibina skill untuk
pengenalan dan evaluasi gangguan-gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja pada
tempat kegiatan, cara dan lingkungan kerja, sehingga perlu lebih disosialisaikan ke
seluruh jajaran pengurus/pengusaha dan pekerja. terutama pada perusahaan-
perusahaan menegah dan kecil.
Mempelajari keadaan diatas dan untuk mengatasi pengaruh buruk, dari kondisi-
kondisi kesehatan kerja, khususnya yang meliputi sektor tenaga kerja, atau sektor
produktif, maka :
a. Perlu pelaksanaan higiene perusahaan/proyek dan kesehatan kerja di tempat kegiatan
konstruksi.
b. Perlunya adanya tenaga kesehatan pada tingkat perusahaan dan perlu ditingkatkan
pengerahan tenaga-tenaga kesehatan ke dalam sektor produksi jasa klonstruksi. Serta
perlunya dibina para teknisi pekerjaan konstruksi dengan skill tambahan tentang
higiene perusahan/proyek dan kesehatan kerja.
c. Perlu diusahakan pendidikan dan training kepada pengusaha dan buruh tentang
pentingnya kesehatan produksi dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebagai
sarana kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pekerja jasa konstruksi.
d. Perlu dikembangkannya "applied research" yang dapat menemukan karakteristik-
karakteristik masyarakat pekerja, misal saja tentang waktu kerja dan istirahat, gizi
dan produktivitas, daerah-daerah nikmat kerja dan produktivitas kerja optimal, dan
Iain-Iain sebagainya. Namun research baru benar-benar berjalan, apabila telah
dibangun keahlian dan peralatan yang memadai secukupnya. Hasil-hasil selain untuk
diterapkan dalam praktek, research akan merupakan pula standar-standar untuk
perundang-undangan.
e. Keahlian-keahlian dalam hiperkes dengan lembaganya harus selalu dapat
dimanfaatkan oleh setiap sektor produksi konstruksi, manakala sewaktu-waktu
diperiukan nasehat-nasehat sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Baik yang ada
ditingkat propinsi maupun kota/kabupaten.

75
f. Pembinaan lapangan kesehatan dalam produksi di tempat kegiatan konstruksi ini
memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya diantara institusi/departemental
Kesehatan, agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Dengan usaha-usaha tersebut, maka diharapkan, bahwa occupational health,
sebagai bagian lapangan kesehatan yang berintegrasi dengan produksi konstruksi, dapat
menghilangkan hambatan-hambatan dan sanggup menunjang serta meningkatkan
ataupun mempertahankan secara maksimal produktifitas kerja

5.4 Hubungan Kedokteran Pencegahan dan Kesehatan Masyarakat


Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja sebagai satu kesatuan adalah spesialisasi dalam
llmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) dan llmu Kedokteran Pencegahan (Preventif
Medicine) yang diterapkan bagi masyarakat pekerja. Pada Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja selalu dipakai pedoman: "Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat
dicegah", dan itu Hiogene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah kedokteran Pencegahan.
Selain itu, pada usaha-usaha atau tindakan-tindakan Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja,
yang menjadi "pasien" adalah masyarakat, yaitu masyarakat pekerja, masyarakat sekitar satu
perusahaan, dan kadang-kadang masyarakat umum yang menjadi konsumen dari produk-
produk suatu perusahaan, maka tepatlah pula bila dinyatakan, bahwa Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja adalah satu bagian dari Kesehatan Masyarakat. Dan memang
demikianlah sebenarnya, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja berkembang dari
Kedokteran Pencegahan dan Kesehatan Masyarakat. Tetapi, biarpun demikian, tidaklah
boleh dilupakan, bahwa Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja mengandung segi-segi
kuratif, walaupun titik berat ditekankan kepada pencegahan.
Pendekatan-pendekatan yang biasa dilakukan dalam kedokteran pencegahan, kesehatan
masyarakat dan epidemilogi sangat baik untuk dilakukan dalam usaha higiene perusahaan
dan kesehatan kerja. maka dari itu dasar-dasar pemikiran seperti berikut beriaku pula dalam
kesehatan yang erat hubungannya dengan proses produksi ini :
a. gangguan kesehatan, yang juga merupakan gangguan effisiensi kerja, adalah proses
dinamis dalam hubungan penyebab (sebab dari gangguan), manusia dan lingkungan.
Proses tersebut dimulai dari keadaan normal (sebelum dan ketika mulai kerja),
kemudian perubahan-perubahan yang belum menampak sebagai gejala, lalu sakit,
cacatatau kematian;
b. sebab-sebab dari gangguan kesehatan dan effisiensi tersebut adalah jamak,
misalnya beban kerja yang berat, tekanan panas tinggi, faktor kimia di udara, dan

76
Lain-lain, sedangkan yang terkena adalah bukan hanya perseorangan, melainkan
masyarakat tenaga kerja;
c. pencegahan bermaksud memutuskan rantai proses tersebut sedini-dininya, sedangkan
epidemilogi mempeiajari kwalitas reaksi-reaksi kelompok tenaga kerja terhadap
sebab-sebab dalam pekerjaan dan lingkungan kerja;
d. kesehatan normal dan sehat serta effisiensi perlu di dekat secara statistik.
Sebagai akibat dari pemikiran tersebut, maka dalam higiene perusahaan dan
kesehatan kerja dapat dipakai pedoman :
a. Proses evaluasi gangguan kesehatan, jadi juga gangguan effisiensi, pada
umumnya dapat diputuskan.
b. cara memutuskan proses adalah dengan meniadakan atau mengendalikan interaksi
diantara tenaga kerja, faktor penyebab dan lingkungan kerja.
c. Perlu kemampuan mendeteksi perubahan pada tenaga kerja sedini mungkin.
d. Pemeriksaan kesehatan berkala sangat penting dan lebih kerap pada kasus-kasus
dianggap perlu.
e. Tidakan-tindakan didasarkan atas hasilnya pada sejumlah terbesar dari masyarakat
tenaga kerja, juga dikelompokkan menurut jenis kelamtn, umur, pekerjaan dan
besamya pengaruh dari sebab dan lingkungan kerja.
f. Pemeriksaan dan usaha-usaha seperlunya terhadap tenaga kerja yang
memperlihatkan keluhan-keluhan.
g. Perlu pendidikan tentang gangguan-ganggguan dan cara pencegahannya kepada
pengusaha dan tenaga kerja.
h. Kebiasaan-kebiasaan dan tradisi tenaga kerja perlu diketahui dan dipelajari.
i. tindakan dini merupakan pencegahan terhadap perkembangan gangguan yang lebih
jauh.
j. Kemampuan menyelenggarakan administrasi yang baik dan menarik partisipasi
masyarakat sangat penting.
Kedokteran pencegahan adalah ilmu dan seni untuk pencegahan penyakit,
memperpanjang dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta effisiensi. Maka dalam
higiene perusahaan dan kesehatan kerja, effisiensi, yang disebut terakhir terutama dalam
hubungan kerja lebih tampil ke depan. Sedangkan kesehatan masyarakat adalah kedokteran
pencegahan yang diselenggarakan melalui usaha-usha kemasyarakat untuk :
a. sanitasi lingkungan;
b. pemberantasan penyakit menular;

77
c. pendidikan tentang higiene perorangan;
d. pengorganisasian pengobatan dan perawatan untuk diagnosa dan terapi dini;
e. pengembangan aparat sosial.
Yang memungkinkan individu dalam masyarakat memiliki suatu standar dalam
kehidupan untuk memelihara kesehatannya. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja
menekankan usaha-usaha kuratif, preventif, penyehatan tempat, cara dan lingkungan kerja,
kesehatan perumahan tenaga kerja dan Iain-Iain, yang pada dasarnya sejalan.
Bagan tingkat dan usaha-usaha pencegahan dalam kedokteran pencegahan pada
dasarnya dapat diterapkan pada higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Tingkat dan Upaya Pencegahan dalam Hubungan gangguan kesehatan dan
efisiensi Tenaga Kerja.

78
Tabel 5.2 Perbedaan antara Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dengan Kesehatan
Masyarakat.

Terdapat kecenderungan, bahwa usaha-usaha higiene perusahaan dan kesehatan kerja


diluaskan kepada keluarga dan masyarakat sekitar perusahaan, sedangkan program
kesehatan masyarakat meluas mencakup tenaga kerja dan keluarganya.
Dampak yang dirasakan adalah mempengaruhi terhadap sektor ketenagakerjaan,
ekonomi, stabilitas dan sebagainya, baik skala mikro maupun makro. Hal ini perlu
dihindari dan dicegah dengan cara menerapkan K3 secara konseptual, terencana dan
berkesinambungan.
Pelaksanaannya tidak mudah karena periu kesadaran dan pemahaman semua pihak dan harus
yakin bahwa penerapan K3 keberadaannya sangat.dibutuhkan dan sangat bermanfaat bagi
semua pihak, terutama bagi perusahaan dalam meningkatkan produktivitasnya. Dalam skala
besar akan membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Disadari bahwa berbagai kebijakan dan program pemerintah dalam menanamkan
kesadaran budaya K3 belum mendapatkan hasil seperti apa yang diharapkan. Banyak faktor
eksternal maupun internal yang perlu dipertimbangkan dan diantisipasi agar dalam

79
menghadapi tantangan dan peluang ke depan industri konstmksi kita masih mampu bersaing
dan tetap tegar.

5.5 Dasar-Dasar Higiene Perusahaan


Dasar - dasar higiene perusahaan, diantaranya meliputi : kebersuhan dan kesehatan kerja
di lingkungan kerja, gangguan penyakit umum, kecelakaan di pekerjaan konstruksi, usaha -
usaha kesehatan kerja, penyakit akibat kerja, yang diterangkan sebagai berikut ini :
a. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Kerja
Kebersihan disini menyangkut kebersihan dan higienis dalam perusahaan ataupun
lingkungan proyek seperti : penyediaan Air minum, kakus, tempat cuci dan buangan air
kotor, ruangan makan/kantin, dan lain-lainnya yang menyangkut kebutuhan
kesehatan kehidupan di tempat kegiatan kerja.
Lingkungan kerja konstruksi, terutama tempat kerja harus dapat dijamin tingkat
kesehatannya, dengan kebersihan lingkungan lokasi kerja, penerangan yang baik,
ventilasi yang baik, usaha-usaha sanitasi yang sehat dan getaran dalam tingkat
frekwensi yang tinggi.
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, hams dapat dilakukan usaha-
usaha mengurangi terjadinya bahaya, seperti pengeboran tanah dengan system basah
yang sanggup mengurangi jumlah debu bebas ke udara, cara masuk yang aman ke
dalam mang bawah tanah seperti trowongan, mang lantai bawah tanah
(basement).dengan penerangan dan ventilasi yang cukup Usaha penerangan yang
baik antara lain sangat berguna bagi pencegahan kecelakaan., tersedianya sanitasi
terutama penting untuk meniadakan wadah-wadah penyakit perut dan cactng diantara
kaum pekerja. Jeiasnya, betapa pentingnya kerja sama medis dan tehnik untuk usaha-
usaha higiene perusahaan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan konstruksi.
Sanitasi lingkungan sangat penting bagi pekerja-pekerja dan keluarganya yang
biasanya tinggal dalam barak-barak kerja khusus perkampungan untuk masyarakat
pekerja pekerjaan konstruksi, sanitasi diperlukan untuk pembuanqan kotoran, dan
limbah-limbah cair, dari barak/perkampungan masyarakat konstmksi di tempat
kegiatan konstruksi.
Pemberantasan nyamuk, lalat, tikus dan Iain-Iain. Yang capat dilakukan secara
berkala, tertib dan konsisten, Penyediaan air minum yang bersih / higienis, sangat
diperlukan bagi pekerja.

80
b. Gangguan-gangguan Penyakit Umum
Seperti berlaku pada umumnya pekerja-pekerja pekerjaan konstruksipun menderita
penyakit-penyakit umum seperti yang terdapat pada masyarakat luas. Jenis penyakit-
penyakit umum yang terjadi di pekerjaan konstruksi ini jauh lebih banyak dari pada
penyakit-penyakit akibat kerja dan sangat variatif, hal ini sangat tergantung dari jenis
dan karakteristik serta lokasi pekerjaan konstruksi itu sendiri, lokasi ada yang di kota-
kota dan ada kalanya di daerah yang jauh terpencil di dalam hutan ataupun daerah
yang tidak didiami manusia.
Berkenaan dengan hal diatas sangat diperlukan adanya program pengobatan dan
perawatan yang meliputi keluarganya. Demikian pula P3K sangat dirasakan
keperiuannya untuk pekerja-pekerja pekerjaan konstruksi.
Penyakit-penyakit umum sebagaimana biasa sangat dipegaruhi ke arah yang lebih buruk
oleh akibat-akibat kerja dan lingkungan pekerjaan pekerjaan konstruksi yang menjadi
beban tambahan. Keadaan udara lembab di bawah tanah (bagi yang bekerja di ruang
bawah tanah atau terowongan), pencemaran lingkungan oleh gas dan debu, dan lain-
lain dapat meningkatkan jumlah absenteisme.
Gangguan penyakit umum, pada umumnya disebabkan oleh lingkungan kerja yang
tidak sehat dan bersih atau tidak higiene, diantaranya seperti penyakit :
 Demam berdarah,
 Malaria
 Terserang menular lainnya, dll

c. Kecelakaan Umum Pekerjaan Konstruksi


Perkerjaan konstruksi penuh dengan bahaya-bahaya kecelakaan, baik jatuh atau
tertimpa benda-benda yang jatuh termasuk atap pekerjaan konstruksi atau dinding yang
rubuh, maupun ledakan-ledakan. Jatuh dapat pada umumnya memniliki ketinggian lebih
dfari 3 meter, dan banyak yang bekrja naik dan turun, melalui sistim tangga-tangga.
Bahaya rubuh atau runtuh bagian atas bangunan seperti, atap, dinding dan lantai atas
dari suatui ruangan yang mempunyai lantai lebih dari 1 (satu), hal ini biasanya sebagai
akibat sistim penyokong/perancah dinding atau atap yang kurang baik pemasangannya
atau oleh karena pekerjaan konstruksi berumur tua.
Bahaya ledakan-ledakan terjadi biasanya akibat meledaknya gas methan ataun debu
arang batu halus (untuk yang bekerja di bawah tanah). Ditinjau dari sudut bahaya

81
kecelakaan ini sangatlah penting, unyuk ha! ini perlunya usaha-usaha pencegahan
kecelakaan yang sebaik-baiknya.
Bahaya - bahaya kecelakaan kerja selain yang diatas, dapat juga terjadi karena sangat
minimnya kesadaran pekerja dalam penggunaan Alat Pelidung Diri (APD) dari,
ataupun keadaan kurang amannya lingkungan. . Bahaya kecelakaan kerja dapat
dikelompokkan sebagai :
1. Bahaya kebakaran sebagai akibat penggunaan bahan / material seperti, minyak, solar,
bensin dan gas karbit/gas epiji.
2. Bahaya tersetrum dan terbakat sebagai akibat pemakaian arus listrik.
3. Bahaya peledakan akibat penggunaan bejana bertekanan, yaitu botol zat asam dan
pesawat karbid., penggunaan bahan peledak untuk penghancuran bangunan lama atau
memecah gunung btu di Quary atau di trowongan
4. Bahaya mesin akibat bagian-bagian mesin yang berputar.
5. Bahaya petir dan kebakaran, akibat tidak tersalurnya petir dengan semestinya
6. Bahaya genangan air seperti hujan dan kebanjiran .
7. Bahaya keracunan akibat penggunaan bahan kimia berbahaya
8. Bahaya keruntuhan / kejatuhan / kerubuhan benda - benda konstruksi
9. Bahaya kelelahan dan psikologis, sebagai akibat beban kerja berlebih seperti, Suhu
dan kelembaban tinggi, Kadar debu, gejala byssinosis.

d. Usaha-usaha Kesehatan Kerja


Usaha atau disebut juga upaya - upaya kesehatan kerja merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan di semua perusahaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pokok undang-undang ketenagaketjaan, telah dengan jelas menetapkan bahwa
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari pada
upaya periindungan tenaga kerja yang harus dilaksanakan sesuai dengan martabat tenaga
kerja sebagai manusia.
Upaya periindungan kesehatan kerja merupakan hal yang penting dan harus dilaksanakan
di semua tingkatan pekerjaam termasuk yang ada di jasa konstruksi, sebab :
 Tenaga kerja merupakan sumber daya yang sangat menentukan jalanya industri.
 Pekerjaan dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja
 Kegiatan kerja di semua tingkatan pekerjaan akan selalu mengandung resiko
bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, sebab tidak ada satupun industri yang benar-
benarbebas dari bahaya.

82
Pada hakekatnya upaya-upaya kesehatan kerja adalah merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja,
yang mencakup baik upaya-upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
atau dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk:
1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam menyesuaikan dirinya dengan
pekerjaan yang dilakukannya.
2. Menghindarkan tenaga kerja dari semua gangguan kesehatan yang terjadi sebagai
akibat pengaruh potensi bahaya yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan.
3. Meningkatkan kesehatan fisik dan rohani serta kesegaran jasmani tenaga kerja.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang
menderita sakit.
Pendekatan dengan membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah,
maka dengan demikian potensi untuk menimbulkan gangguan kasehatan yang tidak
diinginkan juga tidak berubah.
Untuk menurunkan gangguan kesehatan diperiukan tidak diagnosis dan pengobatan/
penyembuhan, tetapi diperiukan pula evaluasi dan pengendalian yang efektif akan
bahaya-bahaya kesehatan yang ada termasuk bahaya kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan di lingkungan kerja
biasanya dilakukan pada waktu survey pendahuluan dengan cara melihat dan mengenai
biasa disebut Walk-through survey yang merupakan salah satu Iangkah dasar yang
pertama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan kerja.
Hal yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek kesehatan dari semua bahaya-
bahaya kesehatan di lingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensiai
terpajan, sehingga Iangkah yang akan ditempuh, evaluasi serta pengendaliannya dapat
sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.
Dalam melakukan evaluasi, maka akan dirinci hal-hal yang menguatkan dugaan
adanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja, menetapkan karateristik serta memberikan
gambaran cakupan besar dan luasnya pajanan. Hal ini diperiukan untuk sebagai dasar
penetapan perencanaan penerapan K3 dan Iangkah pengendalian.

83
e. Penyakit akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh hubungan pengaruh
dari pekerjaan atau kondisi pekerjaannya dan lingkungan kerja dalam suatu kurun
waktu tertentu.
1. Pengertian dan Jenis Penyakit Akibat Kerja
Berkenaan dengan pengertian penyakit akibat kerja maka ada dua kelompok penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja, yaitu :
a. Penyakit akibat kerja (Occupational disease) yaitu penyakit yang diderita sebagai
akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul dari kegiatan bekerja
(ILO, 1996).
Dalam peraturan peundang-undangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) istilah dari
penyakit akibat kerja ini, yaitu :
1. Permennaker No. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat
kerja.
2. "Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja".
3. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan
Keppres Rl No. 22 Tahun 1993
4. "Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related Diseases),
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan Yaitu penyakit yang dicetuskan,
dipermudah atau diperberat oieh pekerjaan. Penyakit ini disebabkan secara tidak
langsung oleh pekerjaan, dan biasanya penyebabnya adalah berbagai jenis atau multi
faktor. Contoh penyakit ini adalah bronchitis pada pekerjaan yang berdebu,
hipertensi pada seorang manajer atau kecanduan narkotik pada petugas anestesi
yang menggunakan bahan narkotik.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain :
1. Penyakit Alergi (Hipersensitivitas)
Penyakit alergi akibat kerja dapat berupa rinitis, rinosinusitis, asma,
pneumonitis (alveolitis ekstrinsik alergi), aspergilosis akut, bronkopulmoner,
Hipersensitivitas lateks, penyakit jamur. anafilaksis dan dermatitis kontak. Gejala-
gejalanya ditemukan pada saluran nafas dan kulit yang biasanya merupakan alat
sasaran dari reaksi alergi. Banyak bahan seperti bahan kimia, microbiologis dan

84
fists dapat merangsang sistem imun melalui interaksi non spesifik atau spesifik
(imunotoksikan). Kebanyakan imunotoksikan menunjukan efek supresi, tetapi
ada beberapa yang justru meningkatkan respon sistem imun dan menimbulkan
reaksi alergi, autoimun atau proiiferasi sel yang tidak terkontrol.
2. Dermatitis Kontak
Merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang paling seeing
ditemukan. Lokasi kelainan kulit sangat penting dalam diagnosis, oleh karena pada
semua kasus penyakit akibat kerja kelainan mulai terjadi ditempat kontak yang
dapat menyebar ke tempat lain. Dermatitis kontak ada 2 jenis, yaitu Dermatitis
kontak iritan dan alergi. Kedua jenis dermatitis ini dapat menjadi kronik bila
penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.
3. Penyakit Paru
Seperti halnya diagnosis penyakit akibat kerja yang lain, anamnesis
mengenai perkembangan penyakit dan gejala dalam hubungannya dalam
paparan merupakan bagian yang sangat penting dalam diagnosis penyakit paru
akibat kerja. Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma,
pneumokonicosis, sarcoidosis, tuberklosis, pneumonitis, pnemonia, fibrosis
pleura atau mesotelioma.
Menurut survey di Kalimantan Timur yang dilakukan oleh Balai Hiperkes
dilaporkan bahwa penurunan fungsi paru terdapat pada 93 orang (26,6 %) dan
349 sampel akibat pengaruh debu. Dan yang menonjol adalah gangguan restriktif
sebesar 22,9 %.
4. Penyakit Hati dan Gastro-intestinal
Meskipun jarang dilaporkan, berbagai penyakit hati dapat timbul akibat
kerja. Prevalensi lambung dan oesofagus meningkat pada karyawan vulkanisasi
karet dan pekerjaan konstruksi batu bara. Hati berfungsi dalam transformasi
bahan kimia yang larut dalam lipid dan mejadikannya bahan yang larut air.
Proses ini biasanya menghasilkan bahan yang kurang toksik, tetapi dapat terjadi
sebaliknya.
5. Penyakit Saluran Urogenital
Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium
merkury), pelarut organik dan pestiside. Carbon tetrachloride dan berbagai
bahan pelarut lainnya dapat menimbulkan kerusakan nepron dan gagal ginjal
kronik. Kanker vesika urinaria ditemukan pada pekerja industri karet dan pekerja

85
manufaktur bahan pewarna organik. Benzidin dan 2-naphthylamin oleh hati
dikonversi menjadi bahan karsinogen yang disekresi dengan uerirte dan
menimbulkan keganasan pada kandung kemih.
6. Penyakit Hematologi
Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan
berbagai gangguan hematologik.kolik abdominal, paralisis saraf motor dan
anemia dapat terjadi oleh paparan dengan Pb diatas 40 ug/100 ml.
7. Penyakit Kardiovaskuler
Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida paru dan industri viscose
rayon, ditemukan peningkatan kematian oleh penyakit koroner. Resiko tinggi
angina dan infrak ditemukan pada pekerja yang terpapar dengan nitrat seperti
gliceryl trinitrat dan ethyline glycol dinitrate (manufaktur bahan peledak dan
obat-obatan). Paparan dengan bahan pelarut organik halogen trichloroethyline
dapat menimbulkan kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel.
8. Gangguan Alat Reproduksi
Sebab infertilitas, keguguran dan kelainan fetus kadang dapat terjadi oleh
haban dalam Iingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil, radiasi, paparan dengan
obat sitotoksik, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik (pada
wanita) dapat menimbulkan gangguan reproduksi.
9. Penyakit Muskuloskeletal
Sindroma Raynaud berupa vibration white finger disebabkan oleh spasme
vaskuler sebagai akibat dari gangguan alat yang bergetar antara 20-400 Hz.
Carpal tunnel syndrome berupa parestesi pada nervus medianus dapat
ditimbulkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada tangan (palmar dan
pergelangan) sewaktu kerja. Sakit punggung dan kebanyakan gangguan
ortopedis ditimbulkan oleh karena pekerjaan fisik yang berat. Sindrom lainnya
yaitu sakit punggung, vertebra leher dan thorakal dan menimbulkan rasa kaku
yang membatasi kemampuan bekerja. Hal-haitersebut biasanya akan membaik bila
beristirahat.
10. Gangguan Telinga
Tanda ketulian dan tinitus dini adalah kesulitan untuk mengikuti
percakapan di tempat yang ramai. Karyawan mulai tidak menyukai percakapan
orang banyak. Audiometri dini yang segera dilakukan dapat mencegah

86
terjadinya ketulian bila pekerja ditempatkan pada temapt kerja yang bising.
Suara diatas 90 dB dapat menyebabkan kerusakan telinga.
Menurut survey pada 136 lokasi kerja yang meliputi 21 perusahaan dimana
terdapat pekerja yang terpapar langsung sebanayak 900 orang, terdapat 87 lokasi
atau 63,9% intensitas kebisingan melebihi NAB. Sedanglan 14% dari seluruh
pekeija yang terpapar telah kehilangan daya dengarsementara.
11. Gangguan Mata
Rasa sakit pada mata dapat disebabkan karena penataan pencahayaan tempat
kerja yang buruk. Kerusakan mata dapat juga terjadi karena cahaya sendiri.
Pekerjaan las tan pa perlindungan khusus untuk mata dapat menimbulkan
kerusakan komea dan retina. Mata gagal sering ditemukan pada karyawan
terpapar dengan bahan organik asal hewan dan debu asal padi-padian. Reaksi
iritasi nan-alergi dapat ditimbulkan oleh chlor dan formaldehid.
12. Gangguan Susunan Syaraf
Painting, carpet tile lining, laboratorium kimia, paparan petrolium dan oli
merupakan tempat keja yang mengandung resiko terjadinya gangguan syaraf.
Gejalanya dapat berupa pusing, tidak dapat konsentrasi, sering lupa, depresi,
demensia, neuropati perifer, ataksia dan penyakiy motor neuron lainnya.
13. Stress
Dalam praktek kedokteran kerja, banyak pekerja menunjukan gejala
neuropsikiatrik yang mana gejalanya dapat berupa ansietas, depresi dengan
gejala berat samapai ringan (psikosis, depresi dengan resiko bunuh diri, ansietas
ringan sampai tidak menyukai pekerjaan yang kadang menunjukan gejala
somatis)
14. Infeksi
Infeksi asal lingkungan kerja kadang menimbulkan keadaan yang sangat berat
misalnya Legionella asala aiat pendingin dapat menimbulkan pneumonia,
leptospira pada petani sering menimbuklan kematian akibat gagal hepatorenal,
brucella pada peternak dan dokter hewan.
15. Keracunan
Keracunan kronik di tempat kerja dapat terjadi akibat paparan dengan
timah hitam, merkuri, pestisida dan larutannya. Petani sering terkontaminasi
dengan insekstisida yang mengandung carbamat atau organophosphate dan

87
menunjukan tanda keracunan antikolinesterase, gangguan visus, lemah,
keringatan, tremor, sakit kepala dan rasa mabuk.

2. Faktor-faktor Penyakit Akibat Kerja


Secara umum penyakit akibat kerja dapat digolongkan dalam 5 faktor penyebab
penyakit akibat kerja, yaitu :
a. Golongan Fisik
Pada golongan fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan
ketulian, temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan
penyakit mulai dari yang ringan sampai berat, misalnya : hyperpireksi, heat
cramp, heat exhaustion, heatstroke, yang hal ini akibat dari keluamya cairan tubuh
dan elektrolit yang banyak dari dalam tubuh tenaga kerja. Juga disebabkan oleh
radiasi sinar elektromagnetik, misalnya : infra merah menyebabkan katarak, ultra
violet menyebabkan conjungtivitis, juga zat radio aktif, sinar alfa, beta, gamma
dan sinar X dapat menyebabkan kelainan yang fatal dan permanen. Tekanan
udara, penerangan dan getaran juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan
terhadap tenaga kerja.
b. Golongan Kimia
Didalam berbagai jenis industri misalnya pupuk, pestisida, kertas, pengolahan
minyak, gas bumi, obat-obatan, dan lain sebagainya, banyak mempergunakan
bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu dan atau
memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai oleh masyarkat . pneggunaan
bahan kimia tersebut mengandung bahaya-bahay misalnya kebakaran,
peledakan, iritasi dankeracunan,. Dilaporkan terdapat 70 % penyakit akibat kerja
disebabkan oleh nbahan kima yang dapat melalui pemafasan, kulit maupun
termakan. Bahan kimia tersebut dapt berupa zat padat, cair, gas uap, maupun
partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut maupun
partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh bahan kimia yang dalam
jumlah besar dan waktu yang pendekdapt berupa keracunan gas, karbon,
monoksida (CO), Asam Cianida (HCN), keracunan kronis adalah absorbsi zat
kimia dalam jumlah sedikit tetapi dalam waktu yang lama, seperti keracunan
benzena, yang dapat menyebabkan leukemia, keracunan zat karsinogenik dapat
menyebabkan kanker.

88
c. Golongan Biologi
Berbagai golongan biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan Iain-
Iain, dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja yang
menderita penyakit malaria, filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis,
TBC pada petugas kesehatan dan lain-lain.
d. Golongan Fisiologi (Ergonomi)
Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan membungkuk
akan menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cidera punggung, juga dapat
mengakibatkan perubahan bentuk tubuh. Pada kontruksi mesin yang kurang
baik juga akan menyebabkan berbagai penyakit akibat kerja.
e. Golongan Mental Psikologi
Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan kerja
yang kurang baik, upaya yang kurang, tempat kerja yang terpenciul dapat
berpengaruh terhadap pekerja yaitu menimbulkan stress yang manifestasinya
antara lain berupa perubahan tingkah iaku, tidak bisa membuat keputusan,
tekanan darah meningkat, yang kelanjutannya dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit lain atau terjadinya kecelakaan kerja.

5.6 Kesehatan Kerja


Berdasarkan difinisi dan pengertian kesehatan kerja yang telah dijelaskan pada Bab 1
dimuka, maka Kesehatan kerja adalah suatu disiplin ilmu yang mendaiami hubungan dua
arah antara pekerjaan dengan kesehatan.
Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan teknologi idalam pekerjaan konstruksi,
tentunya banyak dijumpai pekerjaan-pekerjaan yang mengandung resiko bahaya yang lebih
besar dan Variatif terhadap kesehatan tenaga kerja yang terpajan.
Ruang lingkup disiplin kesehatan kerja mempelajari berbagai masalah kesehatan yang
timbul karena pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok masyarakat.
Secara lebih luas lagi, area disiplin ini mempelajari hubungan timbal balik antara
pekerjaan dan kesehatan, baik yang positif maupun yang negatif. Di satu pihak jenis
pekerjaan atau beban kerja dengan berbagai lingkungan pekerjaannya dapat merupakan
faktor resiko kesehatan, dilain pihak tingkat kesehatan dapat mempengaruhi penampilan
seseorang.
Jabatan/ pekerjaan  Kesehatan
(Beban kerja + lingk. Kerja)  (Tenaga kerja)
89
Kaitan area disiplin kesehatan kerja pada hakekatnya mempelajari kemugkinan buruk
akibat hubungan interaktif antara tiga komponen objek kajiannya, Yaitu :
1. Kapasitas atau kondisi tubuh seseorang atau masyarakat untuk bekerja seperti
sex, umur, gizi, tingkat kesehatan, postur, keadaan fisiologi tubuh, pendidikan,
ketrampilan dan lain-lain
2. Beban kerja dan Jenis pekerjaan, seperti pekerjaan fisik : Mengangkat, mengangkut,
memikul, atau pekerjaan mental seperti berfikir.
3. Lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan seperti, kebisingan, Iklim kerja,
debu, kondisi alat, tinggi kerja, luas ruangan, dan lain-lain.
Masalah kesehatan kesehatan kerja yang buruk akan timbul, bila ketiga komponen
tersebut berinteraksi secara tidak serasi. Misalnya sekelompok pekerja dengan beban kerja
fisik berat dan lingkungan kerja panas, memeriukan kapasitas kerja yang baik. Bila tidak,
maka akan timbul masalah kesehatan kerja. Berbagai upaya antisipasi (Pencegahan) masalah
kesehatan kerja pada dasamya menyerasikan ketiganya komponon kajian tersebut diatas.
Gangguan kesehatan dapat terjadi sebagai akibat lingkungan kerja yang tidak sehat, dan
hal ini sudah diketahui sejak berabad-abad yang lalu, namun masih banyak pula yang
belum dapat sepenuhnya dikendalikan di tempat kerja, sehingga dapat menimbulkan
bahaya kesehatan kerja, terutama di negara-negara berkembang termasuk indonesia,
Upaya-upaya untuk melakukan evaluasi dan pengendalian di tempat kerja, termasuk
bahaya-bahaya kerja efeknya sudah jelas diketahui, seringkali kurang mendapat
perhatian.

5.7 Pemeriksaan dan Pelayanan Kesehatan Kerja


Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan tenaga kerja hanya dapat dilakukan oleh dokter
dan paramedis hiperkes, yang sesuai dengan permen 01 tahun 1976 tentang kewajiban
latihan hiperkes bagi dokter dan paramedis perusahaan / instansi, dan permen 02 tahun 1980
tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, adalah dokter yang telah mendapat latihan
hiperkes dari Depnaker dan telah dikukuhkan oleh menteri Tenaga Kerja sebagai dokter
penguji kesehatan tenaga kerja.
Kekuatan kesehatan kerja di dalam dunia industri termasuk dilingkungan pekerjaan
jasa konstruksi, adalah tergantung atau disesuaikan dengan jenis dan bentuk pekerjaannya,
termasuk Jenis dan besamya potensi bahaya yang mungkin terjadi serta kondisi tenaga kerja
dan pekerjaan yang dilakukannya, diantaranya :
a. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja : Pemeriksaan awal, Berkala, Khusus

90
b. Pelayanan kesehatan yang mencakup pemberian pengobatan dan perawatan serta
rehabilitasi bagi tenaga kerja yang memeriukanya.
c. Penanganan pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat di dalam industri
d. Memberikan laporan dan saran-saran tentang semua hal yang menyangkut perencanaan
dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri serta pengaturan gizi kerja.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hams dilakukan sebelum bekerja (preemployment
examination), bekala selama bekerja (periodical examination), ataupun secara khusus
apabila ada hal-hal kekhususan (Special examination), dimana jenis dan bentuk
pemeriksaan di tiap bentuk ini adaiah disesuaikan dengan jenis dan bentuk industri.
Setiap perusahaan berkewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
tenaga kerjanya sesuai dengan kemampuan perusahaan itu sendiri. Tenaga kerja yang
menderita sakit perlu diberi pengobatan dan perawatan paling tidak secara minimal oleh
perusahaan agar derajat kesehatannya dapat dipelihara dan bila mungkin dapat
ditingkatkan.
Negara kita sebagai negara yang berkembang, mengenal berbagai bentuk pelayan
kesehatan tenaga kerja dimana pelayanan ini dapat disesuaikan dengan tingkat
kemampuan perusahaan dalam hal memberikan perlindungan kesehatan antara lain :
a. Rumah sakit atau bentuk pelayanan lain, yang biasanya diadakan oleh perusahaan
besar
b. Poliklinik perusahaan yang merupakan bagian dari perusahaan untuk menangani
kesehatan kerja tenaga kerja.
c. Fasilitas kesehatan lainya yang lebih murah.
Tugas paramedis perusahaan di dalam organisasi perusahaan adaiah meiakukan
pemeliharaan kesehatan dan pelayanan pertolongan pertama, sehubungan bila ada
kecelakaan dan sakit pada saat bekerja. Profesi para medis berkembang terus dalam
berbagai aspek pencegahan dan pemeliharaan kesehatan.
Sampai saat ini belum ada persyaratan yang memperharuskan perusahaan untuk
memperkerjakan paramedis kesehatan kerja, walaupun kompetensi untuk paramedis
kesehatan kerja sudah harus dipenuhi dalam rangka pemenuhan standar intemasional.
Untuk itu pelatihan pemenuhan dan peningkatan kompetensi paramedis perusahaan
perlu terus dilakukan dalam rangka kompetensi pasar bebas.
Hubungan interaksi fungsi yang melibatkan pengendalian bahaya kesehatan kerja
dengan dokter, paramedis perusahaan kondisi kerja dengan pekerja diberikan pada
Tabel 5.3 berikut ini.

91
Tabel 5.3 Tugas dan Fungsi Dokter dan Paramedis Perusahaan dalam Pengendalian
bahaya Kesehatan Kerja

Gambar 5.1 Anatomi Prosedur Kesehatan Kerja

92
Sehingga kemungkinan besar kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor-faktor diatas
adalah penyakit akibat kerja yang belum terdiagnosa.

5.8 Diagnosa Penyakit Akibat Kerja


Untuk mendiagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK) perlu dilakukan 2 hal :
a. Monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan yang teratur.
b. Monitoring lingkungan kerja, terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan untuk memenuhi 2 kebutuhan :
a. Untuk mendiagnosa dan memberiokan terapi bagi tenaga kerja yang menderita penyakit
umum. Bagi pegara-negara yang sudah maju, hal seperti ini, dilakukan asuransi.
b. untuk mengadakan pencegahan dan mendiagnosa penyakit akibat kerja serta menetukan
derajat kecacatan. Hal tersebut dilakukan oleh dokter perusahaan atau dokter yang
mempunyai keahlian kesehatan/kedokteran kerja.
Secara garis besar, diagnosa PAK dilakukan denga mekanisme sebagai berikut:
1. Anamnese
Didalam anamnese perlu ditanyakan tentang :
a. Riwayat penyakit, ditanyakan tentang semua penyakit yang diderita dan kebiasaan-
kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan sebagainya.
b. Riwayat pekerjaan, ditanyakan tentang semua pekerjaan yang pemah dilakukan
dibagian apa saja, berapa lama dan apakah pernah diperiksa kesehatannya.
2. Penyakit Klinis
Seperti pemeriksaan klinis untuk penyakit umum, hanya lebih memperhatikan
kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam lingkungan kerja
3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk membantu menegakan diagnosa (darah, urine, faeces)
4. Pemeriksaan Rontgenologis
Untuk membantu menegakan diagnosa
5. Pemeriksaan tempat
Pemeriksaan tempat kerja untuk mengetahui kemingkinan adanya pengaruh dari faktor-
faktor lingkungan kerja, untuk itu perlu diperhatikan :
a. Faktor-faktor yang ada dilingkungan kerja
b. NAB yang berlaku
c. Alat dan cara identifikasi dan evaluasinya

93
d. Tenaga kerjanya, apa menggunakan alat pelindung diri atau tidak
6. Hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala penyakit.
Hal ini diperiukan karena ada penyakit tertentu yang timbulnya gejala
berkaitan dengan waktu kerja atau waktu istirahat.
Mengingat tidak mudahnya untuk menentukan penyakit akibat kerja, Depertemen
Tenaga Kerja bekerja sama dengan DK3N dan PT. JAMSOSTEK (Persero) telah
mengadakan Seminar dan Lokakarya tentang Cacat karena kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, yang mendapat dukungan dari tim dokter RSCM dan FKUI. Buku
pedoman sebagai hasil lokarya tersebut telah diterbitkan dan dikukuhkan dengan Surat
Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor 62 A tahun 1992.
Walaupun kemungkinan hasil lokakarya tersebut belum lengkap seperti yang kita
harapkan, namun setidaknya sudah merupakan sumbangan bagi para petugas yang
terkait untuk membantu mengakkan diagnosa dan menetukan derajat cacatnya.

5.9 Penegakkan Diagnosa


Dalam menegakkan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan melaporkannya,
dibagi dalam 2 bagian yakni tersedianya sarana gam penegakan hukum, antara lain
diterangkan sebagai berikut :
1. Sarana
Peranan dokker pemeriksa kesehatan tenaga kerja sangat penting dalam penegakan
diagnosis penyakit akibat kerja.
Di Indonesia pada saat ini dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja yang teriibat
belum banyak, sehingga diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit akibat
kerja dibebankan kepada dokter umum yang belum pemah mendapat mata kuliah
kesehatan kerja.
Hal ini menyebabkan penyakit tenaga kerja dilakukan oleh pengurus, tidak
langsung oleh dokter pemeriksa, sehingga kadang-kadang pelaporan tersebut
dipengaruhi oleh kepentingan manajemen.
Sampai saat ini pelaporan penyakit akibat kerja dari pihak-pihak yang terkait dalam
institusi belum sesuai dengan yang diharapkan. Yang dapat dilihat peranannya
secara umum :

94
a. Depkes.
Depkes telah membentuk beberapa Pusat kesehatan Tenaga Kerja, hingga saat
ini laporannya belum pemah ada. Disamping itu Depkes membawahi Puskesma
dan Rumah Sakit dimana banyak tenaga kerja yang berobat.
b. Jamsostek
Pada umumnya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang dilakukan Jamsostek
hanya memberikan upaya kuratif, sedang yang duperlukan untuk penegakan
diagnosis penyakit akibat kerja serta pelaporannya adalah upaya-upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c. PJK3
Pihak PJK3 kadang-kadang tidak melaporkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja baik berkala maupun khusus.
2. Law enforcement
Laporan penmyakit akibat kerja yang diterima Depnaker banyak yang belum sesuai
dengan yang diharapkan. Tindakan terakhir dari Depnaker dengan mengadakan law
enforcement untuk menetapkan peraturan perundangan yang ada. Sampai saat ini,
Depnaker masih menghadapi banyak kendala untuk melakukan law enforcement.

5.10 Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja erat kaitannya dengan kemajuan teknologi sehingga
penegetahuan tentang penyakit-penyakit tersebut perlu dikembangkan antara lain
dengan kepemilikan data yang lengkap.
Untuk melindungi Keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja terhadap pengaruh
penyakit akibat kerja, perlu ada tindakan pencegahan lebih lanjut. Oleh karena itu perlu
adanya sistem pelaporan penyakit akibat kerja yang baik, sehingga bisa digunakan
untuk kelengkapan data dan sebagai evaluasi serta menentukan kebijaksanaan lebih
lanjut. Penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan suatu
kecelakaan yang harus dilaporkan.
Peraturan yang mengatur mengenai Pelaporan Penyakit Akibat Kerja adalah :
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 01/Men/1981
tentang kewajiban, melapor Panyakit Akibat Kerja.
Didalam pasal 2 disebutkan :
a. Apabila dalam pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan
khusus sebagaimana ditetapkan d^lam Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan

95
Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 ditemukan penyakit akibat kerja yang
diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan
secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.
b. Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran peraturan ini.
Didalam pasal 3 disebutkan :
a. Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam waktu
paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya
b. Bentuk dan lata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Periindungan Tenaga Kerja.
2. Permennaker No. Per. 05/Men/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran
Kepesertaan, Pembayaran luran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Pasal 12 ayat (2) menyatakan :
"Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud ayat (1); terjadinya perbedaan
pendapat tentang persentase tentang persentase cacat antara badan Penyelenggara
dengan pengusaha atau tenaga kerja, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan Badan
Penyelenggara meminta pertimbangan Dokter Penasehat untuk menetapkan persentase
cacat atau penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
3. Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. Kpts 333/Men/1998 tentang Diagnosa dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Didalam didalam pasal 3 ayat (2) menyatakan :
"Jika terdapat keraguan-raguan dalam mengatakan diagnosa penyakit akibat kerja oleh
dokter pemeriksa maka dokter pemeriksa wajib membuat laporan medik.
Didalam pasal 4 disebutkan :
a. Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksudkan pasal 2 harus
dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambat-
lambatnya 2 x 24 jam kepada kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja
melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat
b. Untuk melaporkan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksudkan ayat 1 harus
menggunakan bentuk B2/F5, B3/F6, B-8, 8/F7 sebagaimana dimaksud Surat
Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. Kep. 511 /Men/1985 serta bentuk laporan

96
sebagaimana tersebut lampiran I dan II dalam Keputusan Mentri ini, bentuk Surat
Keterangan Dokter Pemeriksa.
c. Laporan medik tentang penyakit kerja sebagaimana dimaksud ayat 1 disampaikan
oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam amplop
tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi oleh Dokter Penasehat
sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2 tahun 1951.
Sebagaimana telah diketahui bahwa penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang
disebabkan cHeh faktor-faktoir pekerjaan dan lingkungan kerja, maka semua sektor
ketenagakerjaan akan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja sesuai dengan tingkat
bahayanya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja, khususnya pencegahan
penyakit akibat kerja petlu dilakukan pemantauan kesehatan tenaga kerja dan lingkungan
kerja secara sistematik dan berkelanjutan.
Terdapat beberapa penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja sesuai
dengan Permennaker No. 01/Men/1981. Permennaker No. Per. 05/Men/1993 dan Kepres
No. 22 tahun 1993 yang harus dilaporkan.
Setiap penyakit akibat kerja yang ditemukan pada tenaga kerja oleh dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja wajib dilaporkan oleh pengurus kepada Kantor Depnaker untuk
mendapatkan konpensasi atau santunan dan perlu dilakukan tindakan pencegahan lebih lanjut
terhadap faktor penyebab penyakit akibat kerja.
Karena pemantauan kesehatan tenaga kerja merupakan fungsi utama dari pelayanan
kesehatan kerja mnaka peran serta aktif dari dokter perusahaan sangat menetukan
keberhasilan uapaya perlindungan kesehatan tenaga kerja khususnya penyakit akibat kerja.
Program rehabilitasi di tempat kerja yang efektif dapat menguntungkan baik bagi
pengusaha maupun tenaga kerja yang cedera/sakit. Keuntungannya adalah peningkatan citra
perusahaan dan pemeliharaan keberlangsungan usaha dan alur sumber daya untuk masa
depan.

97

Anda mungkin juga menyukai