Wilhelmina*
10.2009.176
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6
Jakarta Barat 11510
*E_mail : monk_w1n@yahoo.com
ABSTRACT
Sick Building Syndrome merupakan salah satu istilah yang jarang digunakan di Indonesia
sehingga banyak orang yang tidak mengetahui apa artinya. Sick Building Syndrome ( SBS )
adalah istilah yang mengacu pada sejumlah gejala alergi yang mempengaruhi sebagian pekerja
kantor dalam suatu gedung selama mereka berada di dalam gedung tersebut dan secara berangsur
menghilang setelah mereka meninggalkan gedung. Gejala-gejala gangguan kesehatan yang
sering dialami pekerja yang bekerja dalam ruang kantor diantaranya adalah iritasi mata, iritasi
hidung, iritasi tenggorokan, pilek, bintik merah pada kulit, sakit kepala, mual, muntah, batuk dan
bersin-bersin. Gejala-gejala ini dinyatakan sebagai SBS apabila gejala tersebut minimal dialami
oleh 20% dari pekerja kantor yang berada di dalam gedung. SBS muncul apabila terjadi kondisi
lingkungan yang tidak sehat di dalam ruang kerja atau gedung. Hal ini didasarkan dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam gedung-gedung perkantoran yang
memiliki berbagai fasilitas modern di dalamnya dan sistim ventilasi yang menggunakan air
conditioning. Tulisan ini membahas gejala-gejala SBS yang dialami oleh pekerja, sumber
pencemar potensial dari dalam gedung, penyebab dan dampak dari SBS, serta cara-cara
pencegahan dan penanggulangan yang dapat dilakukan oleh para pengelola gedung untuk
menangani SBS. Dengan demikian dapat dicapai lingkungan kerja yang sehat yang dapat
meningkatkan kinerja para pekerja, dan memberikan keuntungan baik bagi pekerja maupun bagi
pengusaha.
ke tempat kerja. Keadaan lain dapt berupa sisa penyakit klinis tenaga kerja dapat
membahayakan diri sendiri atau teman sekerja, misalnya penderita ayan bekerja di
ban berjalan atau berada sendiri di tempat kerja. Di masyarkat umum, sekali lagi
akan
bekerja sebagai penjual makanan atau pilot yang mempunyai masalah dalam
mengatasi stress.
Terakhir, menanyakan pasien tentang pekerjaannya akan membantu memberi
petunjuk yang baik tentang taraf pendidikan dan sosial ekonominyainformasi yang
cukup berharga agar dapat memberi saran dan informasi kepada pasien secara tepat
dan dapat dimengerti.
Pekerjaan terakhir
Seorang dokter yang menanyakan pekerjaan pasien biasanya diberikan informasi
tentang pekerjaan saat ini. Mungkin pasien tersebut sudah pensiun atau sudah
berganti pekerjaan dan gangguan kesehatan mungkin berhubungan dengan pekerjaan
sebelumnya. Oleh karena itu, penting untuk sejauh mungkin menanyakan seluruh
riwayat pekerjaannya. Pada beberapa keadaan tertentu, hal ini mungkin
membosankan, tapi hal itu penting, khususnya bila terdapat sedikit kemiripan bahwa
menyampaikan yang mereka anggap sebagai pekerjaan utama dan tidak memberikan
informasi kepada dokter tentang pekerjaan yang lain. Oleh karena itu, tepat bila
pasien ditanya apakah memiliki pekerjaan lain.
Komponen riwayat pekerjaan termasuk:
akibat kerja. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan
secara sistematik yaitu penilaian terhadap organ-organ tubuh tertentu.
Penilaian Sistematis
Pemeriksaan Mata: memeriksa refleks pupil, kornea dan konjungtiva dan apakah
ada strabismus
Pemeriksaan THT:
Tenggorokan: memeriksa pembesaran tonsil dan suara
Hidung: melihat apakah ada rhinorrhea, mukosa hidung apakah ada
inflamasi, tes penciuman, dan epistaksis
Pemeriksaan kulit: memeriksa turgor kulit dan mendeteksi kelainan lain pada
kulit (eritema, facial rash dll)
Pemeriksaan Abdominal :
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan mendeteksi apakah ada
Pemeriksaan Hb
Kultur :
Kultur bakteri dapat diambil dari sampel seperti sputum, usap tenggorok,
sekret nasopharyngeal, aspirasi trakea, aspirasi paru, cairan pleura, darah,
cerebrospinal fluid,dan urin dan menemukan kuman penyebab.
Forced vital capacity (FVC) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
paksa setelah inspirasi secara maksimal, diukur dalam liter.
Forced Expiratory volume in one second (FEV1) adalah jumlah udara yang dapat
dikeluarkan dalam waktu 1 detik, diukur dalam liter. Bersama dengan FVC
merupakan indikator utama fungsi paru-paru.
Peak Expiratory Flow (PEF), merupakan kecepatan pergerakan udara keluar dari
paru-paru pada awal ekspirasi, diukur dalam liter/detik.
FEF 50% dan FEF 75%, optional, merupakan rata-rata aliran (kecepatan) udara
keluar dari paru-paru selama pertengahan pernafasan (sering disebut juga sebagai
MMEF(maximal mid-expiratory flow)
Pemeriksaan Radiologi.
Rontgen
paru:
dapat
menunjukkan
gambaran
yang
bervariasi
Metode
Wawancara
hidung, Nasal lavage
kemerahan
Acoustic rhinometry
Iritasi mata
Reaktiviti bronkus
Uji metakolin
Sistem saraf pusat Tes neurofisiologik
(SSP)
Respons Imunologi
Pemeriksaan vestibular
Pengukuran IgE spesifik
Sebaliknya suhu ruangan yang tinggi merupakan beban tambahan bagi seseorang
yang sedang bekerja.
Pengukuran suhu ruangan umumnya dibedakan menjadi 2, yaitu ( 1 ) suhu basah,
dimana pengukuran dilakukan jika udara mengandung uap air, dan ( 2 ) suhu
kering, bilamana udara sama sekali tidak mengandung uap air. Pembacaannya
dilakukan dengan thermometer sensor kering dan sensor basah. Kisaran suhu
kering 220-250C. Bagi pekerja dengan beban kerja ringan kisaran suhu dapat lebih
baik
kimia
maupun
mikroorganisme.
Kualitas ventilasi
Ventilasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menyebabkan terjadi
SBS. Luas ventilasi ruangan yang kurang 10% menurut standard WHO atau
ventilation rate kurang dari 20 CFM OA memberikan risiko yang besar untuk
terjadinya gejala SBS. Ventilation rate yang baik untuk suatu gedung atau ruangan
adalah 25-50 CFM OA per penghuni. Ventilasi yang paling ideal untuk suatu
ruangan apabila ventilasi dalam keadaan bersih, luas memebuhi syarat, sering
dibuka, adanya cross ventilation sehingga tidak menyebabkan adanya dead space
dalam ruangan. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan pencemaran udara
merupakan salah satu sebab terbesar gejala SBS. Ventilasi dalam lingkungan kerja
ditujukan untuk :
Mengatur kondisi kenyamanan ruangan.
Memperbaharui udara dengan pencemaran udaran ruangan pada batas
normal.
Menjaga kebersihan udara dari kontaminasi berbahaya.
Pencahayaan
Sistem pencahayaan ruangan terdiri dari dua macam, yaitu pencahayaan alami
( sinar matahari ) dan pencahayaan buatan ( lampu ). Faktor pencahayaan penting
berkaitan dengan perkembangbiakan mikroorganisme dalam ruangan. Sinar
matahari yang mengandung ultraviolet dapat membunuh kuman-kuman sehingga
Konsentrasi CO2 di dalam ruangan perlu dipertahankan pada kisaran 0,01% agar
menjamin kenyaman pekerja, keberadaan gas ini dalam ruangan biasanya berasal
bayi.
Nitrogen oksida ( NOx )
Nitrogen Monoksida ( NO ) dan Nitrogen Dioksida ( NO 2 ) adalah polutan yang
paling banyak ditemukan dilingkungan luar ( outdoor ) biasanya merupakan
campuran sehingga sering disebut NOx ( Nitrogen Oksida ). NOx berasal dari
proses pembakaran suhu tinggi, berwarna orangen coklat kemerahan dan berbau
tajam, bersifat korosif dan merupakan oksidator yang kuat, dilingkungan gas ini
merupakan salah satu penyebab dari hujan asam.
Target organ NOx adalah sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Dampaknya bagi kesehatan bersifat kronik dan secara khusus belum banyak
dilaporkan. Sumber polutan NOx didalam ruangan berasal dari proses
Kualitas Mikrobiologi
Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya tidak berbahaya bagi
kesehatan manusia, namun bakteri, virus dan parasit kadang-kadang dapat
menimbulkan penyakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi potensi
mikroorganisme menimbulkan sakit yaitu tempat masuknya mikroorganisme,
jumlahnya cukup banyak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan
kemampuan berpindah kepada host yang baru. Potensi masih tergantung pula dari
patogenitas mikroba dan daya tahan tubuh host.
Mikroba seperti bakteri, fungi dan protozoa masuk melalui sistem ventilasi,
berkembang didalam gedung di karpet yang lembab, furniture, dan genangan air
pada sistem ventilasi. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar serta dapat
memberi pengaruh bagi manusia seperti saat bernafas, batuk, bersin. Selain itu,
bakteri juga didapati pada sistem cooling towers ( seperti Legionella ), bahan
bangunan dan furniture, wallpaper, dan karpet lantai. Kondisi demikan memicu
penurunan
kondisi
kesehatan
yang
dikenal
sebagai
humidifier
fever,
cukup
standar,
maka
proses
pengaturan
suhu
tidak
secara
pemicutimbulnya SBS.
Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan polusi udara dalam ruangan
Bersumber dari dalam ruangan itu sendiri, seperti bahan pembersih karpet, mesin
polutan yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida,
nitrogendioksida dan berbagai bahan organik.
D. Gejala Klinis
Pada umumnya gejala dan gangguan SBS berupa penyakit yang tidak spesifik, tetapi
menunjukan pada standar tertentu, misal berapa kali seseorang dalam jangka waktu
tertentu menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu hanya dirasakan pada saat
bekerja digedung dan menghilang secara wajar pada akhir minggu atau hari libur,
keluhan tersebut lebih sering dan lebih bermasalah pada individu yang mengalami
perasaan stress, kurang diperhatikan dan kurang mampu dalam mengubah situasi
pekerjaannya.
Keluhan SBS antara lain sakit kepala, iritasi mata, iritasi hidung, iritasitenggorokan,
batuk kering, kulit kering atau iritasi kulit, kepala pusing, sukar berkonsentrasi, cepat
lelah atau letih dan sensitif terhadap bau dengan gejala yang tidak dikenali dan
kebanyakkan keluhan akan hilang setelah meninggalkan gedung. Tjandra Yoga
Aditama, membagi keluhan atau gejala dalam tujuh kategori sebagi berikut:
iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair
iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin,
batuk kering
gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum),seperti
di dada
gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal
gangguan saluran cerna, seperti diare
gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.
Orang dinyatakan menderita SBS apabila memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3
dari sekumpulan gejala seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit
kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal-pegal,
sakit leher atau punggung, dalam kurun waktu bersamaan. Untuk menegakkan adanya
SBS maka berbagai keluhan tersebut harus dirasakan oleh sekitar 20%-50% pengguna
suatu gedung, dan keluhan-keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu.
E. Diagnosa banding
Legionella pneumophila pertama kali ditemukan pada tahun 1976 dan selanjutnya
diidentifikasi sebagai penyebab dari beberapa wabah pneumonia terdahulu (penyakit
Legionnaire) dan penyakit serupa influenza (demam Pontiac). Lebih dari 30 spesies
nyeri kepala.
Adanya gejala ekstrapulmonal yang menonjol (35%), seperti diare, nyeri abdomen,
A. 5 Pajanan
1. Pajanan Fisik
Masalah yang paling umum di seluruh gedung adalah sistem ventilasi sentral yang
menjadi proporsi udara yang disirkulasi ulang di gedung tersebut. Ada teori yang
menyatakan bahwa sistem ventilasi yang di bawah standar normal menyebabkan
terbentuknya akumulasi segala kontaminan seperti komponen organik volatil, aldehida,
asap rokok, debu, kontaminan microbial.
Sistem ventilasi yang dipertingkatkan standarnya boleh mendilusi polutan. Simptom
dari sindroma tersebut meningkat jika kadar ventilasi rendah di mana kurang dari 10
liter/detik/orang. Kebanyakan polutan adalah dari tumbuhan. Eksperimen Chamber
menunjukkan bahwa gejala seperti tenggorokan yang kering dan kesulitan berfikir
berkurang insidensya dengan meningkatnya sistem ventilasi.
Selain itu, faktor suhu juga berperan pada kasus tersebut. Gejalanya bertambah buruk
dengan tingginya suhu di atas 23C dan ini diketahui dari hasil penelitian Eropa Utara.
Gejalanya merupakan kelelahan, sakit kepala dan kesulitan berfikir.
Diketahui bahwa kelembapan udara di sesuatu gedung menyumbangkan faktor kepada
masalah ini. Kelembapan yang tinggi boleh menyediakan tempat pertumbuhan untuk
mikroba. Kebanyakan mikroba tersebut bersifat iritan atau allergen misalnya
isothiozolinone, glutaraldehida, chloramine, chlorhexidine, benzalkonium chloride dan
chlorin. Keterlarutan zat tersebut dalam kelembapan udara di gedung boleh
mengakibatkan segala gejala SBS. Selain itu, pembuang kelembapan udara dan chillers
di bangunan bersistem AC juga mengumpulkan air dan tempat tersebut menjadi
reservoir bakteria.
2. Pajanan Kimiawi
Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi dalam ruang
karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan yang serba
kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Dilaporkan bahwa
95% bahan kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang berasal dari petrokimia,
termasuk turunan benzene, aldehida dan banyak toksin serta agen pembuat peka lain.
Pajanan yang berulang-ulang akan memicu peningkatan sensitivitas dan reaksi yang
semakin kuat. Sensitivitas ke beragam bahan lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan, termasuk reaksi alergi, masalah pernapasan dan
sensitivitas. Pada pajanan berulang, bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan keadaan
yang lebih serius, misalnya cacat lahir, gangguan saraf pusat, dan kanker. Selain itu,
juga penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon, penggunaan
berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari
ruangan. Tanaman yang jarang dikeluarkan dari ruangan juga kurang baik karena pada
malam hari tanaman mengeluarkan koarbondioksida dan mengkonsumsi oksigen.
Terlebih jika tanaman tersebut berada di dalam ruangan kantor yang jarang dibuka
ventilasi udara segarnya.
3. Pajanan Biologis
Pajanan biologis dapat disebabkan oleh kutu debu, jamur, bakter, serbuk sari tanaman,
dan organism lain. Terutama, perkantoran modern yang biasanya menggunakan
pendingin tanpa ventilasi alami. Pekerja dapat berisiko mengidap penyakit, diantaranya:
Humidifer fever, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan sakit pada saluran pernapasan dan alergi. Organism ini biasanya
gejala-gejala pada kulit dan hidung dapat ditunjukkan pada gedung berventilasi mekanis
tanpa AC. Pemberian kontrol ventilasi individu dapat mengurangi gejala SBS pada
jangka waktu yang lama, kecuali jika terdapat debu udara dan spora fungi atau variasi
temperatur yang tidak nyaman.
5. Pajanan Psikologis atau Stress
Faktor psikososial atau stress juga ikut mempengaruhi terjadinya SBS pada seorang
pekerja. Menurut survey EPA dan Library of Congress, ditemukan bahwa faktor
psikologis seperti beban kerja yang tinggi dan ketidakpuasaan dapat meningkatkan ratarata gejala SBS.
B. Lingkungan Kantor
Konsep lingkungan kantor terbagi 2 yaitu lingkungan fisis yang terdiri dari faktor-faktor
fisis, kimia dan lingkungan sosial yang terdiri dari faktor organisasi, aturan dan norma;
keduanya berpengaruh pada kesehatan manusia. Lingkungan kantor merupakan kombinasi
antara penerangang, suhu, kelembaban, kualitas udara dan tata ruang. Hubungan antara
pekerja dengan lingkungan kantor dapat menimbulkan keluhan fisik ( objektif ) dan mental
( subjektif ). Sick building syndrome disebabkan multifaktorial termasuk faktor fisik,
kimia, biologis dan fisiologis. Jika faktor tersebut terpelihara dengan maka lingkungan
kantor menjadi tempat yang nyaman dan sehat untuk bekerja. Di beberapa kantor
pekerjanya dapat mengalami gangguan kesehatan karena ketidakimbangan lingkungan
kantor. Sistim pendingin merupakan penyebab terbanyak SBS karena tidak terjadi
pertukaran udara optimal dan menjadi sumber infeksi mikroorganisme serta menambah
kontaminasi tempat kerja. Melius ( 1984 ), Collet dan Sterling ( 1988 ) mendapatkan SBS
50-68% berhubungan dengan kondisi ventilasi buruk dan polusi udara.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan terbaik adalah pencegahan dan atau menghilangkan sumber kontaminasi penyebab
SBS. Pasien dianjurkan menghindari gedung yang dapat menimbulkan keluhan meskipun tidak
selalu dapat terlaksana karena dapat menyebabkan kehilangan pekerjaan. Menghilangkan sumber
polutan, memperbaiki laju ventilasi dan distribusi udara, membuka jendela sebelum
menggunakan pendingin, menjaga kebersihan udara dalam gedung, pendidikan dan komunikasi
merupakan beberapa cara mengatasi SBS.
Penatalaksanaan untuk SBS ini dapat dibagikan kepada penatalaksanaan medikamentosa dan
nonmedikamentosa.
diperhatikan jumlah supply udara segar yang cukup apabila ada penambahanpenambahan karyawan baru dalam jumlah signifikan.
3. Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan pembersih ruangan
yang tidak akan mencemari lingkungan udara di dalam gedung dan lebih ramah
lingkungan (green washing, non toxic, ecological friendly).
4. Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja dalam
satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memperhitungkan agar setiap bagian ruangan
dan individu mendapat ventilasi udara yang memadai.
5. Jangan hanya membuat sekat ruangan saja, dan jangan terus-menerus menambah jumlah
orang untuk bekerja dalam satu ruangan sehingga menjadi penuh sesak.
6. Alat-alat kantor yang mengakibatkan pencemaran udara, seperti mesin fotokopi,
diletakkan dalam ruangan terpisah.
7. Renovasi kantor dengan menggunakan bahan-bahan bangunan baru, cat baru, lem baru,
agar dipasang exhaust fan yang memadai agar pencemaran dari volatile organic
compounds (VOCs), terutama uap benzene dan formaldehyde yang berasal dari bahanbahan bangunan baru dapat segera dibuang.
Prognosis
Sick Building Syndrome memiliki prognosis yang baik, tergantung dari penanganan yang
dilakukan oleh individu, pihak perusahan dan tenaga medis.
Kesimpulan
1. Sick Building Syndrome merupakan kumpulan gejala yang akut pada pekerja di gedung
perkantoran dapat berupa nyeri kepala, batuk, sesak, iritasi kulit, membrane mukosa dan
gejala lain tetapi bukan merupakan penyakit spesifik dan penyebabnya tidak dapat
diidentifikasi dengan jelas.
2. Sick building syndrome terjadi karena buruknya kualitas udara dalam ruangan ( IAQ ).
3. Pengenalan SBS mencakup penilaian terhadap faktor individu dan lingkungan.
4. Pencegahan dan penatalaksanaan SBS bersifat komprehensif, melibatkan pekerja, manager
dan organisasi.
Saran
1. Kantor atau perusahaan harus mengupayakan agar udara dalam gedung tempat karyawan
bekerja ventilasi dan sirkulasi udaranya harus diatur sedemikian rupa agar semua orang
yang bekerja merasa segar, nyaman dan sehat, jumlah supply udara segar sesuai dengan
kebutuhan jumlah orang yang berada di dalam ruangan.
2. Meletakkan alat-alat kantor yang dapat mengakibatkan pencemaran udara dalam ruangan
terpisah, misalnya mesin fotocopy.
3. Pemeliharaan lingkungan kerja dengan baik, jangan menyalakan AC terus menerus,
sesekali AC dimatikan.
4. Saat pagi hari, matikan AC hingga pukul 10 pagi, biarkan udara dan sinar matahari pagi
masuk melalui jendela dan pintu. Untuk melancarkan sirkulasi udara dan membunuh
kuman di dalam ruangan.
5. Pastikan AC selalu dibersihkan secara rutin agar udara yang keluar dari AC benar-benar
bersih.
6. Minimalkan penggunaan pengharum ruangan atau pencuci karpet yang berbau tajma.
7. Optimalkan kebersihan ruangan dan meja kerja, selalu bersihkan jendela, lantai, meja
kerja, serta buang sampah pada tempatnya.
8. Letakkan tanaman hias dalam ruangan. Tanaman hias mampu mengurangi udara yang
tercemar dalam ruangan. Tanaman yang bisa dipilih yaitu bonsai beringin, palem-paleman
atau kaktus kecil.
9. Meningkatkan kadar oksidan pada karyawan agar kebal terhadap radikal bebas. Seperti
minum vitamin C, E, dan supleman lainnya secara rutin.
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam. J. Koh. D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.h. 5-9
2. Handayani. Occupational Health and Safety. Pekanbaru: Universitas Riau, 2008.
3.