Anda di halaman 1dari 11

Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

Julianti Dewisarty Ranyabar


102011167
Fakulitas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Anty_sarty@yahoo.com

Pendahuluan
Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk menyambung hidup tetapi tanpa disadari
bekerja tanpa istirahat atau diforsir dapat mengakibatkan kerugian. Kerugian yang dialami
salah satunya adalah terganggunya kesehatan pekerja. Banyak sekali penyakit akibat kerja
yang terutama dialami para pekerja tetapi banyak yang tidak menyadari, sehingga seringkali
masalah tersebut akan terus muncul atau eksaserbasi. Mencari tahu penyebab atau etiologi
dari suatu penyakit sangatlah penting sehingga dapat ditegakan diagnosis yang benar
dengan usaha kuratif dan preventif yang bermanfaat bagi pasien. Oleh sebab itu diperlukan
perhatian khusus untuk hal ini, seperti pada kasus pada makalah ini seorang ibu yang
merasakan nyeri pada tangan kanannya yang diduga dikarenakan faktor pekerjaannya
sebagai tukang uleg.

Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi


Ada tujuh langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut
dengan 7 langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan
terpenting bagi manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya
hak atas manfaat jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan
kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter
yang kompeten membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang
menetapkan suatu penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit
akibat kerja sangat tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat
kerja dilaksanakan oleh dokter yang bersangkutan.1
Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila
dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat
kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi
diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan
dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna
memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja
yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada
masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya
paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mentalpsikologis.

1. Diagnosa klinis
a. Anamnesis penyakit

Menanyakan sejak kapan gejala muncul

Apakah sakit semakin membaik ataupun memberat

Adakah keluhan tambahan

Apakah mempunyai sakit menahun

Menanyakan apakah seorang perokok dan sejak kapan merokok

Menanyakan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama

Menanyakan adakah keluhan yang dialami seperti batuk berdarah, dahak


banyak.1

b. Anamnesis riwayat pekerjaan


Berapakah lama waktu kerja dalam sehari
Sudah berapa lama bekerja sekarang
Riwayat pekerjaan sebelumnya
Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
Barang yang diproduksikan/dihasilkan
APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai
Hubungan gejala dan waktu kerja
Adakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama1
Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk
mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau
lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara
lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan
penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan
atau lingkungan kerja.1
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari
permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya
mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus
dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit
akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari
pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat wkatu ,
perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau
lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner
yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.1
Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala
dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan
kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda
itu timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu
sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis
atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan
kesehatan khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja. Akan

lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika

tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1
c. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan umum dan khusus
Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai
untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.

Kesadaran

TTV(tanda-tanda vital) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan


frekuensi napas.

Tinggi dan berat badan

Kepala dan muka : rambut, mata (strabismus, refleks pupil, kornea dan
konjungtiva), hidung (mukosa, penciuman, epistaksis, tenggorokan, tonsil,
suara), rongga mulut (mukosa, lidah, gigi), leher (kelenjar gondok), toraks
(bentuk, pergerakan, paru, jantung), abdomen (hati, limpa), genetalia,
tulang punggung, ekstremitas(refleks:fisiologis/patologis, koordinasi otot :
tremor, tonus, paresis, paralisis dan lain-lain).

d. Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantumelihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna
untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scandan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgem, spirometer, audiometer, dsb.


Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya
penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja
yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat
kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang
adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya
atau pembuktian secara kuantitatif. Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan
darah, urin, tinja, serta pemeriksaan tambahan /monitoring biologis berupa
pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit di dalam tubuh tenaga kerja
misalnya kadar dalam urin, darah dna sebagainya.

Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) sering sangat membantu dalam menegakkan


diagnosis penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan
penimbunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya sinar tembus
baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil
pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja.
2. Pajanan yang dialami
Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari
anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan
kerja.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan
yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Kemudian
perlu diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, pendapat pekerja (apakah
keluhan/gejala ada hubungan dnegan pekerjaan).
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Mencari tahu patofisiologis penyakitnya, bukti epidemiologis, kualitatif beurpa cara
atau proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat
dan lingkungan kerja, pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan,
data ,monitoring biologis serta hasil surveilans.
5. Peranan faktor individu
Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga,
serta bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higine
perorangan.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) pajanan di rumah serta pekerjaan
sambilan yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita.

7. Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referensi atau bukti
ilmiah yang menujukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.
Berdasarkan skenario, maka didapatkan :
1. Diagnosis Klinis

Anamnesis

o Nama : Ny nn.
o Umur : 30 tahun.
o Pekerjaan : Tukang rujak ulek
o Keluhan Utama : nyeri pada tangan kanan.
o Keluhan tambahan : kesemutan pada jari jari
o Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang perempuan 30 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan nyeri pada tangan kanan, keluhan sudah dirasakan
sejak 1 minggu terakhir, dirasakan terutama saat bekerja dan selesai bekerja,
kesemutan pada jari tangan, pada pemeriksaan tanda-tanda vital hasil yang
didapatkan normal. Status look fell move kemerahan nyeri pada manus dextra.
Pasien bekerja sebagau tukang rujak ulek.
o Riwayat Penyakit Dahulu : o Riwayat Penyakit Keluarga : o Riwayat Sosial :

Pemeriksaan Fisik
o TTV : Normal
o Status gizi : o Tingkat kesadaran dan keadaan umum :

Kesadaran : compos mentis

2. Pajanan yang dialami


3. Hubungan pajanan dengan penyakit
4. Pajanan yang dialami cukup besar
5. Faktor Individu
-

Dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat alergi, dan sebagainya.

6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan


-

Dari hasil anamnesis tidak ditemukan penyebab faktor lain diluar pekerjaan yang
berhubungan dengan keluhan pesien.

7. Diagnosis Okupasi
Dari hasil kaji dapat yang didapat dengan anamnesis pasien dan melihat evidence based yang
ada dapat dipastikan bahwa pasien ini menderita Gangguan Trauma Kumulatif.

Diagnosis Okupasi
Dari data-data khasus terlihat dari gejala-gejalanya maka diagnosis okupasi yang

diambil adalah Ganguan Trauma Kumulatif / Cumulatif Trauma Disorder (CTDs). Gejala
CTDs biasanya muncul pada pekerjaan yang monoton, sikap kerja yang tidak alamiah,
pengguanaan atau pergerakan otot yang berlebihan. CTDs biasanya terjadi akibat kombinasi
dari beberapa faktor resiko. Trauma kumulatif tidak terjadi pada satu waktu atau kejadian
seperti LBP yang dirasakan tiba-tiba ketika mengangkat beban yang berat atau mengetik satu
surat dan terjadi carpal tunnel syndrome, tetapi merupakan akumulasi trauma pada bagian
tubuh setelah melalui beberapa periode waktu, trauma yang dirasakan tidaklah kuat tetapi
ringan atau minor stressors dan jika diterima secara berulang-ulang akan berakumulasi dan
menyebabkan gejala. Efek akumulasi dapat mengenai semua bagian tubuh yang bergerak.
CTDs dapat terjadi pada ibu jari, siku, bahu atau persendian tubuh lainnya.
Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling
rentan terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data
menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaanpekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan
timbulnya CTDs.
Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat
timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini
berlangsung tiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan
kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Semua gangguan akut
dan kronis tersebut merupakan bentuk dari gangguan muskuloskeletal yang biasanya muncul
sebagai :
a. Arthritis pada sendi akibat tekanan mekanis.
b.

Inflamasi pada sarung pelindung tendon (tendinitis, peritendinitis)

c.

Inflamasi pada titik sambungan tendon.

d. Gejala-gejala arthrosis (degenerasi sendi kronis)


e. Kejang dan nyeri otot.
f.

Gangguan pada diskus intervertebral pada tulang belakang.


Seringkali CTDs tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang

nyata. CTDs terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang jaringan-jaringan lunak seperti
otot, tendon, syaraf dan lain-lain. Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal
disorders (MSDs). Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs.

Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut,
atau aliran darah tersumbat. CTDs biasanya muncul dalam bentuk sindrom terowongan
carpal (carpal tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.
Selain musculoskeletal disorders (MSDs), beberapa istilah lain yang sering digunakan
untuk menyebut CTDs adalah Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs),Repetitive
Strain Injuries (RSI) atau Overuse Syndrome.
Faktor Penyebab CTDs
Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk
dijelaskan. Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau
memberikan kontribusi terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor resiko tersebut bisa
diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.

A. Faktor pekerjaan
Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab timbulnya CTDs adalah :
1. Gerakan berulang
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat
bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat
risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu
yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang.
2. Sikap paksa tubuh
Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan
meningkatkan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan
meningkatkan tekanan pada otot, tendon dan syaraf.
3. Manual handling
Salah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah pekerjaan manual
handling. Manual handling adalah pekerjaan yang memerlukan penggunaan tenaga
yang besar oleh manusia untuk mengangkat, mendorong, menarik, menyeret,
melempar, dan membawa.
4. Peralatan kerja tidak sesuai
Penggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan menimbulkan iritasi
pada tendon bisa menyebabkan terjadinya CTDs. Cara memegang alat atau benda
dengan menekankan jari-jari ke ibu jari atau membawa benda dengan posisi pegangan
pada titik yang jauh dari pusat gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs.

B. Faktor lingkungan
1. Getaran mekanis
Getaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area frekuensi infrasonik
dan sebagian dalam rentang frekuensi suara yang bisa didengar manusia. Respon
tubuh manusia terhadap getaran sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota
tubuh yang terpapar. Semakin kecil bentuk anggota tubuh maka semakin cepat
gerakan atau getaran yang ditimbulkan dan semakin tinggi frekuensi resonansinya.
2. Mikroklimat
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit
bergerak dan kekuatan otot menurun.

C. Faktor manusia/pekerja
1, Umur
Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan
semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara alamiah
pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko
terjadinya keluhan pada otot meningkat.
2. Jenis kelamin
Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya dua
pertiga (60%) daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan kaki.
Dengan kondisi alamiah yang demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko
terkena CTDs lebih tinggi. Perbandingan keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3
dibanding 1.
3. Ukuran tubuh / antropometri
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk mempunyai
risiko keluhan otot dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang
tinggi pada umumnya juga sering menderita sakit punggung. Kemudian orang-orang
yang mempunyai ukuran lingkar pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap
timbulnya CTDs.
4. Kesehatan / kesegaran jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang mempunyai
cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Laporan dari NIOSH

menyebutkan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah mempunyai tingkat


keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh
tinggi sebesar 0,8%.
Diagnosis Banding

Reumatik Arthritis
Reumatik arthritis (RA) adalah penyakit infalmasi sistemik kronik pada jaringan ikat

difus yang diperantarai oleh imunitas yang tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi
pada sendi perifer dan sering melibatkan organ ekstra-artikular seperti kulit, jantung, paruparu, dan mata. Reumatik arthritis dibagi dalam beberapa tipe yaitu
1. Tipe I: mampu melakukan aktivitas hidup sehari-harisecara komplet.
2. Tipe II: mampu melakukan aktivitas perawatan diri dan kegiatan pekerjaan tapi terbatas pada
kegiatan hobi
3. Tipe III: mampu melakukan aktivitas perawatan diri sendiri tetapi terbatas pada kegiatan
pekerjaan dan .hobi.
4. Tipe IV: kemampuan terbatas untuk melakukan aktivitas perawatan diri, pekerjaan dan hobi

- Manifestasi Klinis
a. gejala konstitusional, : lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
b. poliartritis simetris, : melibatkan sendi perifer (sendi ditangan)semua sendi diartrodial dan
tidak melibatkan sendi interfalangs.
c. kekakuan dipagi hari, : bersifat generalisata terutama pada sendi dan menyerang selama lebih
dari satu jam.
d. arthritis erosive, :peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang dan dapat
dilihat diradiogram.
e. deformitas, : kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.lokasi yang
sering dari deformitas ini adalah sendi siku

de Quervain diseases

Penyakit de Quervain adalah peradangan menyakitkan tendon di ibu jari yang meluas ke
pergelangan tangan (tenosinovitis). Tendon bengkak dan penutup mereka bergesekan terowongan
sempit yang mereka lalui. Hasilnya adalah rasa sakit di pangkal ibu jari dan memperluas ke
lengan bawah. Gejala berupa Nyeri di sepanjang bagian belakang ibu jari, langsung di atas dua
jempol tendon, adalah umum di de Quervain. Kondisi ini dapat terjadi secara bertahap atau tiba

tiba; dalam kedua kasus, rasa sakit dapat melakukan perjalanan ke ibu jari atau sampai lengan
bawah. Gerak Thumb mungkin sulit dan menyakitkan, terutama ketika mencubit atau
menggenggam benda. Beberapa orang juga mengalami pembengkakan dan rasa sakit di sisi
pergelangan tangan di pangkal jempol. Rasa sakit dapat meningkat dengan ibu jari dan gerakan
pergelangan tangan.Beberapa orang merasa sakit jika tekanan langsung diterapkan ke daerah.
Penatalaksanaan
a. Terapi Rehabilitasi
-

Terapi fisik

Terapi fisik dapat membantu dengan membuat latihan khusus untuk membeuat
pergalangan tangan dan tangan lebih kuat, terapi yang dilakukan antara lain pijat, yoga,
akupuntur dan ultrasound. Penggunaan modalitas (dalam terapi ultrasound tertentu) dapat
memberikan bantuan jangka pendek pada beberapa pasien. Selain itu yoga dan teknik
mobilisasi tulang karpal memiliki beberapa bukti yang lemah untuk mengurangi gejala
dalam jangka pendek.
-

Terapi Okopasi

Anda mungkin juga menyukai