Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

Mata Kuliah : Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Dosen : dr.M.Furqaan Naiem M.Sc, Ph.D

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ASMA AKIBAT KERJA

DISUSUN OLEH :

NURFADILAH SYARIF
(P1804215022)

BAGIAN EPIDEMIOLOGI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya karena penulisan makalah
yang berjudul “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ASMA AKIBAT KERJA” dapat terselesaikan
dengan baik yang sekaligus menjadi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
sebagai mahasiswa Konsentrasi Epidemiologi Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Hambatan dan tantangan dihadapi dalam menyelesaikan penulisan makalah ini,
namun berkat bantuan berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Secara
khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dr. Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D yang telah
mengajarkan mata kuliah tersebut khususnya mengenai judul makalah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca,
khususnya mengenai salah satu topik masalah dalam kesehatan dan keselamatan kerja
yaitu rancangan surveilans manajemen risiko kecelakaan kerja. Namun, penulis sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan penulis
kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima Kasih.

Makassar, Desember 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........…………....………………………………. 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 3
C. Tujuan....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyakit Akibat Kerja............................................................... 4
B. Penyakit Asma ........................................................................ 5
C. Epidemiologi Penyakit Asma Akibat Kerja .............................. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 15
B. Saran........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan
dengan lingkungan kerja3. Lingkungan kerja tidak hanya terbatas pada tempat kerja formal
seperti pabrik atau tempat kerja lain yang terorganisir dengan baik tetapi dapat juga tempat
kerja informal seperti industri rumah tangga, industri tekstil yang dikelola secara
sederhana, pengelolaan timbal aki bekas,penggunaan pestisida oleh petani, penggunaan
solder timah pada jasa perbaikan alat elektronik dan lain-lain 3. Penyakit akibat kerja yang
tersering adalah yang mengenai saluran nafas yaitu asma dan rhinitis 1. Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan
khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini
menyebabkan episode wheezing berulang,sesak nafas,rasa dada tertekan khususnya pada
malam atau dini hari. Berat dan frekuensi serangan asma pada tiap penderita bervariasi.
Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak
nafas yang singkat dan ringan yang terjadi sewaktu-waktu2.
Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara
umum dan peningkatan frekuensi perawatan penderita asma di RS atau kunjungan ke unit
emergensi. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan kontak dan interaksi dengan
allergen di rumah (asap, merokok pasif) dan allergen di atmosfer (debu kendaraan
bermotor). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5%
pada orang dewasa, dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar 50%. Prevalensi asma di
Jepang dilaporkan meningkat hampir 3 kali lipat jika dibandingkan dengan prevalensi tahun
1960, yaitu dari 1,2% menjadi 3,14%, lebih banyak terjadi pada usia muda2.
Sampai saat ini, penyakit asma masih menujukkan prevalensi yang tinggi 1.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan
terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma
mencapai 400 juta. Selain itu setiap 250 orang, ada satu orang meninggal karena asma
setiap tahunnya.
Sementara asma pada pekerja merupakan penyakit akibat kerja yang sering
dijumpai di masyarakat. Prevalensi asma akibat kerja berbeda antara satu negara dengan
yang lain tergantung pada lingkungan pekerjaannya, secara umum terjadi sekitar 5-10%
penduduk.Dari hasilobservasi American Thoracis society (ATS) dinegara maju, para

1
pekerja 15 % menderita asma akibat kerja dan merupakan penyakit tersering akibat
kerja.Dari penelitian The Surveillance of Work Occupational Respiratory Disease (SWORD)
penderita asma akaibat kerja sekitar 26 % di Inggris dan diperkirakan 52 % terdapat di
Columbia. Di Amerika Serikat diperkirakan 15% penderita asma akibat kerja. Di Jepang
15 % dari kasus asma adalah asma akibat kerja, makin lama penderita asma akibat
kerja semakin meningkat, terlihat dari laporan di Kanada, dimana tahun 1977 asma kerja
peringkatnya dibawah penderita asbetosis dan silikosis, namun tahun 1986 berada
4
diurutan teratas . Di Indonesia belum ada data pasti tentang penyakit asma akibat
kerja namun diperkirakan 2-10% penduduk dan 2 % dari seluruh penderita asma tersebut
adalah asma akibat kerja, sedangkan Karnen melaporkan bisinosis pada 30 %
karyawan pemintalan dan 19,25 % karyawan pertenunan1.
Kesehatan pekerja sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. Berkaitan
dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan, dalam melakukan pekerjaan perlu
dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta risiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja
atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan di samping faktor
manusianya. Di samping itu, kenyamanan dan keamanan di tempat kerja merupakan suatu
hal yang mutlak dan harus diciptakan, sehingga akan menumbuhkan rasa aman bagi siapa
saja yang bekerja pada lingkup kerjanya.Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang
telah menghasilkan bahan berupa logam,bahan kimia,pelarut,plastik,karet,pestisida,gas
dan sebagainya, yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan
memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi manusia, namun bahan–bahan tersebut
dapat menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit1. Adapun akibat dari dari
penyakit akibat kerja tidak hanya berdampak pada pekerja yang menderita tetapi juga akan
berdampak pada pengusaha karna pekerjanya terjangkit penyakit-penyakit yang dapat
mempengaruhi kinerja dan produktivitas perusahaan sehingga berdampak pada
pemasukan penghasilan perusahaan5.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas tentang penyakit asma akibat kerja,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran epidemiologi
penyakit asma akibat kerja.
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang gambaran epidemiologi penyakit asma akibat kerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyakit Akibat Kerja


Dalam bekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga, dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir penyakit akibat kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban yang terpapar penyakit akibat kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.11
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita pekerja dalam hubungan dengan
kerja baik faktor risiko karena kondisi tempat, peralatan kerja, material yang dipakai, prosese
produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. 5 Faktor keselamatan kerja menjadi
penting karena sangat terkait dengan kinerja pekerja. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dikalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di Indoneseia belum terekam dengan
baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang memadai. Banyak pekerja meremehkan resiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat –alat pengaman walaupun sudad tersedia.
Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajaan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilmiah
tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk
mencegahnya. Misalnya antara penyakit yang telah jelas penularannya dapat melalui darah
dan pemakaian jarum suntik yang berulang, atau perlindungan yang belum baik pada pekerja
di Rumah Sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung 5. Untuk itu diperlukan
suatu bentuk antisipasi untuk mencegah permasalahan timbulnya penyakit akibat kerja,
beberapa langkah awal yang dapat dilakukan seperti pengenalan lingkungan kerja, evaluasi
lingkungan kerja, dan pengendalian lingkungan kerja.

B. Penyakit Asma
Kata asma berasal dari kata “azo” atau “azin” yang berarti bernafas dengan sulit. Asma
adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiolus)
pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiolus sehingga

3
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma didefinisikan juga sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak
sel yang berperan khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan,
inflamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan
khususnya pada malam atau dini hari.
Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh kombinasi faktor genetika dan
lingkungan.[4] Diagnosis biasanya didasarkan atas pola gejala, respons terhadap terapi pada
kurun waktu tertentu, dan spirometri. Asma diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa
sering gejala muncul, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran
ekspirasi.1 Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau non-atopik
(intrinsik)7 dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi perkembangan reaksi hipersensitivitas
tipe 1.
Asma juga merupakan suatu keadaan di mana saluran napas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paruparu normal tidak akan mempengaruhi saluran
pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Bagi penderita asma melakukan
aktivitas fisik atau kegiatan yang berat dapat menjadi pencetus terjadinya serangan 10.
a. Jenis Penyakit Asma.
Asma dapat dikelompokkan jadi beberapa jenis yaitu : asma alergi, asma non-
alergi/idiopatik dan asma campuran/mixed.
1. Asma Alergi/Ekstrinsik.
Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen (misalnya bulu
binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dll). Alergen yang paling umum
adalah allergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (airborne) dan
allergen yang munculnya secara musiman (seasonal). Penderita dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit pada keluarga dan riwayat pengobatan eczema
atau rhinitis alergik.Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma pada umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Asma Idiopatik atau Non-allergic asthma atau Asma Intrinsik.
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan allergen
spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas,
emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma.
Beberapa agen farmakologi antagonis, beta adrenergic, dan agen sulfide (penyedap

4
makanan) juga dapat berperan sebagai factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau
non-alergik dapat menjadi lebih beratnya dan sering kali dengan berjalannya waktu
dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa penderita asma
jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya terjadi
pada saat dewasa (>35 tahun).
3. Asma Campuran (mixed asthma).
Merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikkan dengan
bentuk kedua jenis asma yaitu asma alergi dan non-alergik.

b. Patogenesis Asma
Asma ringan sampai sedang dikarakteristikkan dengan kontraksi otot polos
saluran napas, edema mukosa, infiltrasi selular, dan sumbatan mukus dalam
lumen saluran napas, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada
bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini dihasilkan dari
hiperrespons otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan mekanik, kimia,
lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau rangsangan yang tidak
diketahui. Hipotesis Mc Fadden (1986) menyatakan bahwa pada perangsangan
saluran napas penderita asma akan terjadi reaksi pada sel-sel sasaran, yaitu sel
mastosit dan basofil yang membebaskan mediator aktif reaksi alergi yang
menyebabkan terjadinya reaksi lambat dan reaksi cepat pada saluran napas.
1. Reaksi cepat, timbul beberapa menit sampai 2 jam (maksimum) berupa
pembebasan mediator reaksi alergi dari sel mast. Reaksi cepat terutama
menyebabkan bronkospasme.
2. Reaksi lambat, timbul setelah 3-5 jam kemudian. Pada reaksi lambat ini juga
terjadi spasme bronkus yang disertai dengan edema mukosa dan inflamasi
saluran napas, mencapai maksimum setelah 4-8 jam dan menghilang setelah
8-12 jam atau lebih lama. Reaksi lambat ini berupa reaksi inflamasi
(peradangan saluran napas karena infiltrasi sel radang terutama sel eosinofil),
hiperreaktivitas saluran napas dan br onkospasme. Peningkatan hiperreaktivitas
saluran napas timbul 8 jam setelah perangsangan dengan alergen atau
stimulus lain dan menetap atau bertambah berat sampai beberapa hari,
bahkan dapat sampai beberapa minggu. Bila terjadi peningkatan
hiperreaktivitas bronkus, akan terjadi peningkatan sensitivitas terhadap stimulasi
non alergik, seperti asap, debu, udara dingin, kerja fisik, emosi, histamine,

5
metakolin, dan toluene diisosianat. Inilah yang menyebabkan penyakit asma
makin memberat.

 Asma Sebagai Suatu Penyakit Inflamasi


Sekarang terdapat bukti yang meyakinkan bahwa beberapa jenis sel
inflamasi, seperti sel mastosit, makrofag, eosinophil, limfosit, dan sel -sel
epitel termasuk dalam patogenesis asma. Banyak sekali mediator inflamasi
yang telah dilibatkan dalam asma, termasuk histamin, produk sikloolsigenase
(prostaglandin, leukotriene, dan sitokin), produk lipooksigenase, platelet
activating factors, kinin, adenosine, komplemen, serotonin, faktor kemotaktik,
dan oksigen radikal, yang memperantarai respons awal asmatik, termasuk
bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi mukus, dan respons asma akhir
berupa infiltrasi selular, kerusakan epitel, dan hiperaktivitas saluran napas. Pada
asma berat terjadi hipertrofi otot polos saluran napas dan kelenjar
sekretori, pengelupasan epitelium, dan terlihat pula adanya penebalan
lamina propria. Mekanisme yang mendasari patogenesis asma bersifat
multifactorial, tetapi sebagian besar dipicu oleh degranulasi sel mastosit
dan diikuti dengan pembebasan mediator-mediator inflamasi.
Pada asma ekstrinsik, mekanisme yang mendasari bronkokonstriksi
berawal ketika pemicu pertama menyebabkan pasien mengalami sensitisasi
terhadap suatu allergen, seperti inhalasi polen yang kemudian dicerna oleh
lisozim mukosa membebaskan protein yang larut dalam air. Absorpsi protein-
protein ini menghasilkan pembebasan imunoglobin spesifik (IgE) oleh sel-sel
plasma jaringan limfoid dalam saluran napas. IgE yang terbebas ini
menempel pada permukaan sel-sel mastosit dan sel basofil. Pada pemaparan
beri kutnya terhadap polen yang sama pada pasien atopik akan
menimbulkan reaksi alergik. Pada waktu ini terjadi, dengan adanya antigen,
sel-sel mastosit yang mengandung IgE yang telah disensitisasi membebaskan
zat-zat farmakologik aktif (mediator), seperti histamin slow reaction
substance of anaphylaxis (SRS-A) eosinophilic chemotactic factor of
anaphylaxis, serotonin, kinin, dan prostaglandin. Zat ini memberikan efek
vasodilatasi, sekresi mukus yang kental, edema mukosa (vasodilatasi),
inflamasi, bronkokonstriksi, dan kombinasi dari faktor-faktor ini menimbulkan
obstruksi bronkial diikuti oleh gejala- gejala khas asma bronkial. Infeksi
juga mempunyai potensi untuk menimbulkan bronkokonstriksi yang

6
disebabkan oleh edema dan inflamasi. Senyawa seperti kromolin nat rium
yang mencegah pembebasan mediator merupakan zat profilaksis yang sangat
berguna dalam pengelolaan asma.

c. Penyebab Penyakit Asma.


Sampai saat ini, penyebab asma belum diketahui dengan pasti. Namun satu hal
yang seringkali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronchus. Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologik
maupun non imunologik.. Karena sifat tersebut, serangan asma mudah terjadi akibat
berbagai rangsangan baik fisik, metabolisme, kimia, alergi, infeksi dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor Predisposisi
Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
Alergen Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
 Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang, bakteri
dan  polusi.
 Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.
 Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan,
logam,dan jam tangan.
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan  berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
4. Stress.
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati  penderita asma yang mengalami stress perlu diberi

7
nasehat untuk menyelesaikan masalah  pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Lingkungan Kerja.
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti. 
6. Olah raga atau aktivitas yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas  jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

d. Faktor-faktor Risiko Penyakit Asma.


Secara umum faktor risiko penyakit asma dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
1. Faktor Genetik, meliputi :
a. Hiperaktivitas
b. Atopi/alergi bronchus disebabkan karena ada allergen yang masuk ke dalam
bronchus, sehingga terjadi penebalan dan mengeluarkan cairan yang dapat
menyebabkan asma
c. Jenis kelamin. Prevalensi pada pria lebih banyak daripada wanita oleh
karena kebiasaan merokok pada pria.
2. Faktor Lingkungan, meliputi :
a. Alergen dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, coklat,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (golongan aspirin, NSAID, β blocker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
f. Ekspresi emosi berlebih
g. Asap rokok (perokok aktif dan pasif)
h. Exercised induced asthma. Mereka yang asmanya kambuh ketika
melakukan aktivitas tertentu, tergantung jenis aktivitas yang dilakukan serta
keadaan udara di tempat melakukan aktivitas

8
i. Perubahan cuaca
j. Tempat tinggal. Orang yang tinggal di daerah industri lebih berisiko terkena
asma karena tingkat pencemaran udara yang lebih tinggi.
d. Gejala Klinis Asma.
Berat dan frekuensi serangan asma pada tiap penderita bervariasi. Beberapa
penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak
nafas yang singkat dan ringan yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau terpapar oleh allergen atau iritan,
menangis atau tertawa juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu serangan
asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing),
batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita
menghembuskan nafasnya. Serangan dapat pula terjadi secara perlahan dengan
gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut,
yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas,
batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit
atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

C. Epidemiologi Penyakit Asma akibat kerja


Asma akibat kerja adalah suatu penyakit yang ditandai oleh gangguan aliran nafas dan
hipereaktiviti bronkus yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan kerja dan tidak
terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja. Dalam mendiagnosis asma akibat kerja harus
mencakup diagnosis asma dan harus terdapat hubungan dengan paparan bahan
ditempat kerja. Asma Akibat Kerja Suatu penyakit yang ditandai oleh gangguan aliran nafas
dan hipereaktiviti bronkus yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan kerja dan tidak
terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja. Sifat-sifat agen penyebab Asma akibat kerja
disebabkan oleh penyebab zat sensitisasi (contoh (tumbuhan: padi-padian, bulu teh, kayu cedar
merah); (hewan: tikus, marmut); (senyawa organik: formaldehid, isosianat, toluen diisosianat,
resin-resin epoksi); obat-obatan khususnya antibiotik; dan enzim (detergen yang berasal dari
Bacillus subutilis, papain, pepsin,dll) maupun zat perangsang yang dikenal berada dalam
pekerjaan atau lingkungan kerja.
Asma akibat kerja tersebut adalah asma bronkhial tetapi etiologinya bukan hanya allergen
melainkan juga zat kimia perangsang (iritan). Meliputi: agen-agen alkali, asam dan oksidan
kuat, dan debu inert dalam kadar sangat tinggi. Sumber dan kegunaan Agen-agen tadi banyak

9
dipakai pada proses industri, beberapa diantaranya terdapat sebagai campuran yang tidak
diinginkan. Zat-zat tersebut ditemukan pada: produksi dan pengolahan makanan, industri kayu
dan mebel, penangkaran hewan, industri kimia, pekerjaan konstruksi, industri farmasi, produksi
deterjen. ekanisme Kerja Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh agen-agen sensitisasi dan
iritan ditandai dengan obstruksi saluran napas akut yang reversibel akibat bronkokonstriksi,
edema dan peradangan saluran napas dan ekskresi mukus yang diinduksi oleh paparan terhadap
agen-agen yang terkait dengan pekerjaan tersebut.

a. Klasifikasi Asma Akibat Kerja


Klasifikasi asma ditempat kerja menurut The American College of Chest Physicians tahun
1995 adalah : 1,9
1. Asma Akibat Kerja
Asma yang disebabkan paparan zat ditempat kerja, dibedakan atas 2 jenis tergantung
ada tidaknya masa laten :
 Asma akibat kerja dengan masa laten yaitu asma yang terjadi melalui mekanisme
imunologis. Pada kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa sejak awal
pajanan sampai timbul gejala. Biasanya terdapat pada orang yang sudah
tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan
menimbulkan asma.
 Asma akibat kerja tanpa masa laten yaitu asma yang timbul setelah pajanan
dengan bahan ditempat kerja dengan kadar tinggi dan tidak terlalu
dihubungkan dengan mekanisme imunologis. Gejala seperti ini dikenal dengan
istilah Irritant induced asthma atau Reactive Airways dysfunction
Syndrome(RADS). RADS didefinisikan asma yang timbul dalam 24 jam
setelah satu kali pajanan dengan bahan iritan konsentrasi tinggi seperti gas,
asap yang menetap sedikitnya dalam 3 bulan.
2. Asma yang diperburuk ditempat kerja
Asma yang sudah ada sebelumnya atau sudah mendapat terapi asma dalam 2 tahun
sebelumnya dan memburuk akibat pajanan zat ditempat kerja. Pada karyawan yang
sudah menderita asma sebelum bekerja, 15 % akan memburuk akibat pajanan bahan /
faktor dalam lingkungan kerja. Meskipun hal ini dapat meningkatkan risiko bagi
seseorang untuk menderita asma akibat paparan kerja, banyak orang yang memiliki
alergi atau asma dan harus bekerja di lingkungan yang sensitif untuk memicu peradangan

10
paru namun mereka tidak pernah mengalami gejala asma yang diakibatkan oleh
lingkungan pekerjaan 7.

b. Etiologi Asma Akibat Kerja


Paparan partikel yang terhirup ditempat kerja merupakan salah satu sebab timbulnya
asma akibat kerja. Berat ringannya gangguan tergantung intensitas dan durasi
paparan bahan hirupan. Disamping itu ukuran partikel dan konsentrasi debu diudara juga
ikut menentukan progresi gangguan napas 12. Bahan atau zat yang dapat menimbulkan
asma akibat kerja dapat dikelompokkan atas 2 yaitu 1 :
a. Bahan penyebab asma akibat kerja melalui mekanisme imunologis
1. Penyebab asma akibat kerja yang IgE dependent
 Bahan yang berasal dari hewan
Pajanan dengan hewan laboratorium terjadi pada industri farmasi, tempat riset
dan pada fasilitas pembiakan hewan. Hewan di laboratorium yang sering
menyebabkan asma akibat kerja adalah binatang mengerat, tikus dan kelinci,
yang biasanya disebabkan oleh sekret dan kotorannya. Beberapa serangga
misalnya laba–laba dan kutu unggas juga dilaporkan menimbulkan asma akibat
kerja pada petani dan pekerja unggas. Di Inggris diperkirakan sepertiga dari
pekerja yang menangani hewan di laboratorium memiliki gejala alergi
mempunyai gejala asma. Secara klinis gejala timbul setelah pajanan 2 – 3
tahun dan akan lebih cepat pada orang dengan riwayat atopi9.
 Bahan yang berasal dari tanaman
Bakers asthma merupakan asma akibat kerja yang sering terjadi yang
disebabkan oleh tepung gandum, diperkirakan 10 -20 % terjadi pada tukang
roti. Suatu penelitian dari 318 tukang roti, 13 % menderita asma akibat kerja 9.
Bahan dari tanaman yang juga sering menimbulkan asma akibat kerja
adalah lateks. Prevalensi asma akibat kerja karena lateks diperkirakan 5-18 %
terjadi pada pekerja rumah sakit1.
 Enzim
Enzim proteolitik dari Bacillus subtilis dipakai pada industri deterjen dan
banyak menyebabkan asma akibat kerja Suatu penelitian dari 461 pekerja
dipabrik detergen 4% menderita asma akibat kerja. Enzim lain dari tanaman
seperti papain dari pepaya, bromelin dari nanas dan enzim dari binatang
seperti hog tripsin sering digunakan pada industri makanan dan juga
diidentifikasikan sebagai bahan penyebab asma akibat kerja9.
11
 Ikan dan makanan laut
Pengolahan makanan laut juga dapat mengakibatkan asma akibat kerja,
pekerja yang menghirup uap saat perebusan kepiting dan ikan laut dapat
menimbulkan sensitisasi. St.Lawrence melaporkan dari 313 pekerja, 33
1
orang menderita asma kerja setelah test provokasi bronkus spesifik .

Beberapa bahan dengan berat molekul rendah seperti asam anhidrid dan metal juga
bisa melalui mekanisme imunologis ini
1. Asam Anhidrida
Asam Anhidrida ini adalah bahan dasar pembuatan alkyd resins dan epoxi
resins. Alkyd resins dipakai pada pembuatan cat, vernis dan plastik,
sedangkan epoxi resins dipakai pada pembuatan bahan perekat dan
pelapis. Suatu penelitian mendapatkan dari 474 tukang cat yang terpajan
dengan trimellitic anhydride 6,8 % menderita asma akibat kerja9.
2. Metal
Paparan terhadap metal tidak hanya terjadi pada pabrik metal, tetapi dapat juga
terjadi pada pekerja penyolderaan dan pengelasan. Metal yang menyebabkan
asma dapat dibedakan:
- Transition metals seperti, vanadium,chromium,nickel, zinc
- Precious metals seperti, platinum dan palladium
- Hard metals seperti, tungsten carbide dan cobalt
Yeung MC di Canada mendapatkan 14 % dari 107 pekerja industri kimia
yang menggunakan platinum sebagai katalisator menderita asma akibat kerja1.

b. Penyebab Asma Akibat Kerja yang Non IgE dependent


Penyebabnya adalah bahan dengan berat molekul rendah yaitu:
- Diisocyanate
- Asam plikatik dari western red cedar
- Colophony
- Antibiotik seperti sepalosporin, penisilin dll.
- Persulphate salts.
Mekanisme kerja asma disebabkan oleh bahan dengan berat molekul
rendah belum diketahui, karena tak ditemukan antibodi IgE spesifik atau
ditemukan, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Toluen Diisosianat ( TDI ),
Hexametilen Diisosianat (HDI) dan Metilen difenil Diisosianat (MDI) digunakan

12
pada industri busa, pelapis kabel elektronik dan pengecatan. Prevalensi asma
akibat kerja karena TDI berkisar antara 5–10 %. Bila terjadi asma akibat kerja
karena TDI, gejalanya kebanyakan menetap, meskipun telah dipindahkan dari
pajanan. Beberapa kasus juga telah dilaporkan mengenai asma yang
dicetuskan setelah pajanan TDI dalam kadar yang tinggi melalui mekanisme
RADS. 10.27. Asam plikatik adalah salah satu bahan kimia yang terkandung
dalam kayu western red cedar dan telah diketahui merupakan bahan yang
menyebabkan asma akibat kerja terbanyak di Pasifik Barat Laut, kayu ini
digunakan secara luas, baik untuk konstruksi bangunan maupun perabot
rumah tangga. Asma yang disebabkan karena kayu ini didapatkan pada 4–14 %
pekerja yang terpapar 9. Colophony banyak digunakan pada industri elektronik
sebagai bahan pencair pada proses penyolderan.
Bahan ini berasal dari pohon cemara yang mengandung asam abietik yang
berperan sebagai alergen dalam menyebabkan asma akibat kerja, dengan
prevalensi mencapai 22 % dari 446 pekerja elektronik 9. Persulfate Salts merupakan
bahan kimia yang banyak digunakan pada pabrik tekstil, fotografi, makanan
dan khususnya pada industri kosmetik. Blainey mendapatkan 4 dari 23 penata
rambut menderita asma akibat kerja 3 sedangkan Moscato di Italia mendapatkan
24 orang dari 47 penata rambut menderita asma akibat kerja, orang diantaranya
juga menderita rinitis akibat kerja1

c. Pencegahan Asma Akibat Kerja


1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan / zat paparan yang
ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar tidak mengenai pekerja,
sehingga pekerja tetap sehat selama dan setelah bekerja. Kegiatan yang
dilakukan adalah Health Promotion (Promosi Kesehatan ) yaitu :
- Penyuluhan tentang prilaku kesehatan dilingkungan kerja.
- Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi bahan, memperbaiki ventilasi,
automatis proses (robot ), modifikasi proses untuk menurunkan sensitisasi,
mengurangi debu rumah dan tempat kerja.
- Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat
kesehatan dan menentukan individu dengan resiko tinggi
- Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat kerja
dengan rotasi pekerjaan dan cuti.

13
- Menggunakan alat proteksi pernapasan. Dengan menggunakan alat proteksi
pernapasan dapat menurunkan kejadian asma akibat kerja 10-20 %. Suatu
penelitian dipabrik yang menggunakan acid anhydride dengan konsentrasi tinggi,
dari 66 pekerja yang menggunakan alat proteksi pernapasan, hanya 3
pekerja yang menderita asma akibat kerja1.
2. Pencegahan sekunder.
Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja pada
pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya. Usaha
yang dilakukan adalah : Pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan berkala.
Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini penyakit asma akibat kerja. Usaha
yang dilakukan adalah pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan bahan
yang berisiko tinggi menyebabkan asma akibat kerja. Pemeriksaan berkala
ditekankan pada 2 tahun pertama dan bila memungkinkan sampai 5 tahun. Bila
terdeteksi seorang pekerja dengan asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus
harus dievaluasi apakah memungkinkan bagi pekerja untuk tetap bekerja ditempat
tersebut atau pindah ketempat lain.
3. Pencegahan tersier
Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja dan
diagnosis kearah asma akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan penting yang
dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan lebih lanjut, untuk mencegah
penyakit menjadi buruk atau menetap.Bagi mereka yang belum pindah kerja
harus diberitahu bahwa, apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan
tambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan
derajat hiperaktiviti bronkus, maka penderita seharusnya pindah kerja sesegera
mungkin. Pada pekerja yang telah pindah kerja ketempat yang bebas pajanan harus
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2 tahun untuk menilai
7
kemungkinan penyakit menetap atau tidak .

BAB III
PENUTUP

14
A. Kesimpulan
1. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita pekerja dalam hubungan dengan
kerja baik faktor risiko karena kondisi tempat, peralatan kerja, material yang dipakai,
proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. Penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja pekerja.
2. Asma akibat kerja adalah suatu penyakit yang ditandai oleh gangguan aliran nafas
dan hipereaktiviti bronkus yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan kerja dan
tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja..
3. Asma akibat kerja berbeda dengan asma yang diperburuk oleh kerja. Asma yang
diperburuk oleh kerja mengacu pada keadaan asma yang memburuk saat kerja,
sementara asma akibat kerja adalah kondisi medis yang berpotensi mempengaruhi
kesehatan pekerja karna terpapar oleh faktor risiko terjadinya asma di lingunagn kerja.
4. Pencegahan terjadinya Asma akibat kerja di bagi atas 3 yaitu, pencegahan primer
meliputi tahap dimana bahan / zat paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu
atau bahan kimia agar tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat
selama dan setelah bekerja. Pencegahan sekunder yaitu mencegah terjadinya asma
akibat kerja pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan
pekerjaannya dengan pemeriksaan berkala, dan pencegahan tersier yaitu dilakukan
pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja dan diagnosis kearah
asma akibat kerja sudah ditegakkan.

B. Saran
1. Diperlukan suatu bentuk antisipasi untuk mencegah permasalahan timbulnya penyakit
akibat kerja, beberapa langkah awal yang dapat dilakukan seperti pengenalan
lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja, dan pengendalian lingkungan kerja.
2. Diharapkan kepada perusahaan agar lebih memperhatikan nasib pekerja dengan
melakukan upaya-upaya pencegahan untuk meinimalisir terjadinya penyakit asma
akibat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Alimudiarnis. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja. Sub Bagian Pulmonologi
Bagian Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas ; 2008.
2. Review Ruang Lingkup Penyakit Asma. Kelompok 2-D. 2013. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Diponegoro..
3. Karjadi T, Djauzi S. Dasar- Dasar Penyakit Akibat Kerja.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I edisi IV.Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2006;122-123.
4. Yeung MC. Malo JL.Occupational Asthma.The New England Journal of Medicine.vol 333 no
2, 2007;107-112.
5. Buchari. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. [Tesis].Sumatra: Universitas
Sumatra;2007.
6. Sakdiyah Khalimatus, Triyanto. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri (Masker) Dengan
Frekuensi Kekambuhan Asma Pada Pekerja Industri Batik Tradisional Di Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan. [Skripsi]. Pekalongan ; Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Pekajangan ; 2013.
7. Dokter Digital. Asma Akibat Paparan Kerja.
http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/292_asma-akibat-paparan-kerja.html. tanggal 30
Desember 2015.
8. Badraningsih, L dan Enny Zulny K. Kecelakaan Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.
[Materi Ajar].Yogyakarta: Universitas Yogyakarta ; 2015.
9. Yeung MC, Malo JL.Aetiological agents in occupational asthma.Eur
10. Respir J.1994;7:346-371Nugroho, Sigit. Terapi Pernapasan pada Penderita Asma.
Yogyakarta: UNY ; 2009.
11. Badraningsih, L dan Enny Zulny K. Kecelakaan Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.
[Materi Ajar].Yogyakarta: Universitas Yogyakarta ; 2015.
12. Oemati Ratih, dkk. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Di Indonesia.
Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 1 ; 2010.
13. Anonim.Penyakit Asma .Diakses pada http://penyakitasma.org/ tanggal 29 Desember 2015.
14. Siregar, Sjwatri.. Faktor Atopi dan Asma Bronkial pada Anak. Sari Pediatri, Vol, 2.No 1 23-
28, Juni ; 2000.
15. Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja. Pedoman Bersama ILO/WHO tentang Pelayanan
Kesehatan dan HIV/AIDS. Jakarta : Organisasi Perburuhan Internasional dan Organisasi
Kesehatan Dunia 2005 Penerbitan pertama ; 2005.
16. Anonim. Faktor Risiko Asma. http://www.slideshare.net/lenawahyu/definisi-etiologi-dan-
faktor-resiko-asma 30 Desember 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai