Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH K3

“Penyakit Akibat Kerja Yang Terjadi Pada Pekerja Tambang dan Pekerja Bangunan ”

Dosen Pengampu : Ns. Roni Saputra, M. Kes

Disusun Oleh :

AMELIA PUTRI

1914401001

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penyakit Akibat Kerja Yang

Terjadi Pada Pekerja Tambang, Pekerja Textile, dan Pekerja Bangunan”. Makalah ini kami susun

dengan tujuan untuk penambahan pengetahuan serta dalam pembuatan tugas yang di berikan

oleh dosen mata kuliah.

Dalam mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, kami tidak terlepas
dari berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi, baik dari penyusunan kalimat maupun
sistematikanya. Namun akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu kami berharap
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,kami
mengharapkan berbagai masukkan yang bersifat membangun dari semua pihak,guna
kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam kelancaran tahap demi tahap dalam penyusunan hingga penyelesaian makalah ini. Sekian
dan terima kasih.

Pekanbaru, 2 Juni 2021

Yuni Fransiska

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pekerja mempunyai risiko terhadap masalah kesehatan yang disebabkan oleh
proses kerja, lingkungan kerja serta perilaku kesehatan pekerja. Pekerja tidak hanya
berisiko menderita penyakit menular dan tidak menular tetapi pekerja juga dapat
menderita penyakit akibat kerja dan/atau penyakit terkait kerja. Penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk
penyakit akibat hubungan kerja (Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2016). Berdasarkan data
International Labour Organization.
(ILO) tahun 2013 diketahui bahwa setiap tahun ditemukan 2,34 juta orang
meninggal terkait pekerjaan baik penyakit maupun kecelakaan dan sekitar 2,02 juta kasus
meninggal terkait penyakit akibat kerja. Di Indonesia, gambaran penyakit akibat kerja
saat ini seperti fenomena “Puncak Gunung Es”, penyakit akibat kerja yang diketahui dan
dilaporkan masih sangat terbatas dan parsial berdasarkan hasil penelitian sehingga belum
menggambarkan besarnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena sumber daya manusia yang mampu melakukan diagnosis penyakit
akibat kerja masih kurang sehingga pelayanan untuk penyakit akibat kerja belum optimal
(Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2016).
15 September 2018, pertumbuhan industri tekstil Indonesia luar biasa. Industri
tekstil dan produk tekstil (TPT) diprediksi kembali menggeliat karena pasar ekspor dan
kebutuhan domestik tumbuh. Kondisi usaha tekstil Indonesia kini tengah maju. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya yang mengalami penurunan. Permintaan global
meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil naik 5% pada tahun 2017 kemudian naik
lagi 8% pada tahun 2018. Target mulai sekarang yaitu memenuhi kebutuhan domestik
hinggal 100% dan nilai ekspor mencapai US$ 30 miliar, sedangkan pendapatan usaha
industri tekstil Indonesia kini baru sebesar US$13 miliar. Perkembangan industri tekstil
di Indonesia tidak lepas dari timbulnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Dampak yang timbul dari perkembangan industri tekstil di Indonesia salah satunya
penyakit akibat kerja bagi para pekerja. Industri tekstil merupakan industri yang sebagian
proses produksinya menggunakan mesin dengan teknologi tinggi, misalnya mesin
winding, warping, zising, riching , dan weaving . Pengoperasian mesin-mesin yang
digunakan dalam proses produksi akan menimbulkan berbagai masalah bagi para
pekerjaannya.
Penambangan batu bara merupakan salah satu sum- ber pencemaran udara yang
dihasilkan dari partikel debu batu bara. Partikel debu tersebut dapat menyebabkan
gangguan pernapasan bila terhirup manusia. Risiko ker- ja yang sering terjadi dan banyak
menimbulkan kerugian adalah penyakit paru kerja yang timbul akibat pajanan debu batu
bara dalam jangka waktu lama, yaitu pnemokoniosis, bronkitis kronis, dan asma kerja.2,3
Setiap tahun di seluruh dunia, dua juta orang meng- alami penyakit akibat kerja. Dari
jumlah tersebut, terda- pat 40.000 kasus baru pneumokoniosis.
International Labor Organization (ILO) tahun 2013, 2,34 juta orang meninggal
setiap tahunnya karena penyakit akibat kerja. Di Jepang, pada tahun 2011, salah satu
penyakit akibat kerja yang paling besar angkanya adalah pneumokoniasis, sama halnya
dengan di Inggris.5 Angka sakit di Indonesia mencapai 70% dari pekerja yang terpapar
debu tinggi. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja memiliki akibat yang serius, yaitu
terjadinya gangguan fungsi paru dengan gejala utama yaitu sesak napas
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang melibatkan berbagai unsur
keilmuan diantaranya, sumber daya manusia (tenaga kerja), teknologi yang mencakup
peralatan, bahan dan tenaga kerja, dan disimplin ilmu sosial serta sistem pengelolaan
yang mendukung terlaksananya pekerjaan konstruksi. Upaya pengendalian kecelakaan
kerja konstruksi harus memperhatikan semua unsur yang ada diatas. Walaupun
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja konstruksi telah didukung, oleh peraturan
dan perundang-undangan, standar nasional dan internasional lainnya, namun kecelakaan
di bidang konstruksi masih cukup tinggi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dengan seluruh kebijakan
perusahaan yang telah mendukung kesehatan dan keselamatan kerja ternyata dari
20 orang yang diteliti, hanya 12 pekerja atau 60% pekerja yang memakai Alat
Pelindung Diri (APD) lengkap dan 8 pekerja atau 40% pekerja lainnya tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap selama bekerja sehingga
menimbulkan kecelakaan kerja. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor yaitu dari
internal dan eksternal ditinjau dari sudut pandang pekerja.

1.3 Tujuan penelitian


Menganalisis factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ).

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi
mengenai factor perilaku dalam penggunaan APD. Serta dapat melakukan upaya
pencegahan terhadap risiko dan bahaya kecelakaan di tempat kerja
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pekerja Textil

Menurut Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2016, yang dimaksud penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja termasuk penyakit
terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab
dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor
risiko lainnya.

Industri tekstil menggunakan berbagai bahan baku seperti sutra, kapas, asbes, wool, dan
sebagainya. Bahan baku yang digunakan dalam industri tekstil dapat menyebabkan penyakit
bagi para pekerja. Dalam higiene industri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

1. Antisipasi
Antisipasi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperkirakan peluang atau
potensi-potensi bahaya yang ada ditempat kerja khususnya bahaya kesehatan kerja
(Safetynet.Asia, 2017), yang bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih
dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata; mempersiapkan tindakan
yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki; meminimalisasi
kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area
dimasuki.

Kegiatan antisipasi bahaya kerja pada industry tekstil, antara lain :


a. Berdasarkan lokasi atau unit :
1) Tempat pemotongan, bahaya yang mungkin terjadi adalah jari tangan
terpotong oleh alat pemotong dan tersengat arus listrik
2) Tempat menjahit, bahaya yang mungkin terjadi adalah jari terkena jarum
dan tersengat arus listrik
3) Pasang kancing, bahaya yang mungkin terjadi adalah jari tergencet mesin
kancing dan tersengat arus listrik
4) Setrika, bahaya yang mungkin terjadi adalah tergores, kebakaran,
tersengat arus listrik
5) Pencahayaan ruang kerja yang kurang
6) Sanitasi lingkungan yang kurang.

b. Berdasarkan kelompok pekerja :


1) Pekerja yang mendapat jadwal malam memiliki kemungkinan mengalami
bahaya kerja lebih besar daripada pekerja yang mendapat jadwal pagi
2) Pekerja yang bekerja pada tempat yang sama dengan penderita penyakit
menular
3) Pekerja yang sering terpapar bahan kimia atau zat-zat berbahaya lainnya
4) Pekerja yang masuk dalam kelompok kurang produktif karena kondisi
tubuh ataupun karena usia.

c. Berdasarkan jenis potensi bahaya :


1) Terjepit
2) Terpotong
3) Tertusuk jarum
4) Terpeleset atau terjatuh
5) Tersengat arus listrik
6) Terbakar

d. Berdasarkan tahapan proses produksi :


Proses Produksi dalam industri tekstil yang perlu diperhatikan adalah faktor
Ergonomi, antara lain :
1) Pemotongan Kain, yang harus diperhatikan : ukuran meja kerja, kursi
duduk, kesesuaian sikap dan posisi pekerja
2) Mesin jahit, obras, border, yang harus diperhatikan : ukuran meja, kursi
duduk, kesesuaian sikap dan posisi pekerja
3) Seterika, yang perlu diperhatikan : ukuran meja kerja, kursi duduk,
kesesuaian sikap dan posisi pekerja
4) Pengepakan/ packing, yang perlu diperhatikan : posisi pekerja saat angkat
junjung, sikap dan cara kerja serta ruang gerak dari pekerja.

2. Rekognisi
Rekognisi adalah rangkaian aktivitas dalam mengetahui serta mengukur seluruh
aspek lingkungan kerja agar didapat suatu metoda yang logis sistematis untuk
memungkinkan suatu permasalahan dievaluasi dengan cara obyektif. Merekognisi bahaya
bisa dilakukan dengan metode job safety analysis, HIRA, Preliminary Hazard Analysis
dan lainnya. Dengan metode ini kita bisa melihat sebuah proses kerja dan menganalisi
seberapa besar tingkat bahaya yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut secara detail.

3. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan sampling dan mengukur bahaya dengan
metode yang lebih spesifik, contohnya : mengukur kebisingan dengan sound level meter ,
pengukuran kadar debu/ partikel dengan menggunakan digital dust indicator , melakukan
pengukuran pencahayaan dengan menggunakan lux meter dan sebagainya, hasil dari
pengukuran ini dibandingan dengan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku,
apakah melibihi nilai ambang batas (NAB) atau tidak.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja disebutkan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) adalah
standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/ instensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011
4. Pengendalian
Tujuan dari pengendalian untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja.
Adapun cara untuk pengendalian risiko penyakit akibat kerja pada industri tekstil antara
lain adalah sebagai berikut :
a. Eliminasi :
 Pembuatan SOP pada setiap kegiatan yang dilakukan
 Pengaturan suhu ruangan dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan
kondisi lingkungan
 Posisi pekerja dibuat ergonomis sehingga tidak mengganggu produktifitas
dan pekerja tidak mudah lelah
 Pemeriksaan awal pada mesin yang akan digunakan untuk mengurangi
kebisingan akibat kerusakan mesin
 Penyediaan APAR (Alat Pemadam Kebakaran) diletakkan disetiap
ruangan untuk mencegah terjadinya kebakaran. b.

b. Substitusi :
 Mengganti mesin yang sudah layak pakai dengan yang lebih baik untuk
meminimalisir penyakit akibat kerja bagi para pekerja
 Pencahayaan ruangan dibuat lebih terang untuk mengurangi risiko pekerja
mengalami bahaya akibat kerja
 Penggantian AC ruangan yang sudah tidak berfungsi dengan yang masih
layak pakai sehingga ruangan terasa nyaman untuk bekerja bagi pekerja

c. Rekayasa teknik
Suatu langkah memodifikasi bahaya, baik memodifikasi lingkungan kerja,
ataupun memodifikasi alat-alat kerja

d. Administrasi
 Mengatur jadwal kerja
 Memberikan pelatihan kepada pekerj
 Memberikan penyuluhan bidang kesehatan.
e. APD (Alat Pelindung Diri )
Pekerja diwajibkan untuk selalu mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) saat
bekerja. Adapun APD yang digunakan antara lain sebagai berikut :
 Penutup kepala/ topi keselamatan (helmet )
 Kacamata keselamatan
 Masker
 Sarung tangan
 telinga (earplug )
 Pakaian/ seragam (unifor)
 Sepatu keselamatan seperti sepatu boots

Penyakit-penyakit yang bisa menyerang pekerja dalam industri tekstil antara lain :
1. Penyakit saluran pernapasan seperti bronkitis, influenza,byssinosis (penyakit
pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara
yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru). TBC, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis, bakteri ini menyerang siapa saja
baik pria maupun wanita, dan biasanya penyakit TBC sering menyerang pada usia
produktif yaitu pada usia 15-35 tahun. Pada umumnya penyakit TBC menular melalui
udara,
2. Penyakit akibat kerja seperti pneumopathia pada pekerja yang mengolah vlas yang sudah
terlalu lama disimpan; kanker kulit dan jari-jari tangan; penyakit paru-paru akut pada
para pekerja yang menggunakan kapas berwarna dan berkualitas rendah byssionis pada
pekerja-pekerja pemintalan; penyakit antraks pada pekerja pengolahan wool.
3. Gangguan kesehatan akibat pengaruh fisik seperti pernafasan dan kebisingan (pada
pekerja bagian karding atau blowing ), juga kelembapan sering menimbulkan gangguan
kesehatan para pekerjaan.
4. Kebakaran akibat pemakaian aliran listrik, ledakan dari mesin-mesin yang berputar
5. Human error (kesalahan manusia/ pekerja) terjadi akibat dari kelelahan. Kelelahan ini
bisa disebabkan karena pada umumnya
Untuk meminilisasikan penyakit akibat kerja di industry bias dicegah melalui beberapa
cara,adapun caranya adalah sebagai berikut :
1) Disetiap ruangan tempat kerja terdapat standar operasional prosedur ( SOP)
2) Pemakaian alat pelindung diri bagi para pekerja
3) Pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala
4) Rotasi pekerja secara berkala
5) Pemeliharaan alat produksi secara berkala
6) Tersedianya alat penghisap debu di kawasan industri tekstil
7) Tersedianya poli kesehatan bagi para pekerja
8) Tersedianya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi setiap pekerja
9) Pemberian sanksi bagi pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat
bekerja
10) Pemberian sanksi bagi pekerja yang tidak melaksanakan peraturan yang ada

2.3 Pekerja Bangunan


a. Pengertian Bangunan
Yang Dimaksud Dengan Bangunan Adalah Ilmu Pengetahuan Yang
Mempelajari Hal-Hal Yang Berhubungan Dengan Perencanaan Dan Pelaksanaan
Pembuatan Maupun Perbaikan Bangunan. Dalam Penyelenggaraan Bangunan
Diusahakan Ekonomis Dan Memenuhi Persyaratan Tentang Bahan, Konstruksi
Maupun Pelaksanaannya. Bangunan Merupakan Hasil Karya Orang Yang
Mempunyai Tujuan Tertentu Untuk Kepentingan Perorangan Maupun Untuk
Umum. Bangunan Yang Bersifat Penambahan Atau Perubahan Dan Telah Ada
Menjadi Sesuatu Yang Lain/Berbeda, Tetapi Juga Dengan Tujuan Tertentu Dan
Untuk Kepentingan Perorangan Maupun Untuk Umum.
Bangunan rumah tinggal dibuat orang untuk kepentingan tempat tinggal
dalam arti yang luas. Untuk masa sekarang tidak hanya sekedar tempat
berlindung atau berteduh tetapi sebagai tempat pembinaan keluarga.Kantor
dibuat untuk pelayanan masyarakat, sedangkan jembatan dan bendungan dibuat
orang untuk tujuan prasarana kemakmuran rakyat. Kesemua hal di atas disebut
dengan bangunan karena tidak dapat dengan mudah dipindahkan mengingat berat
kecuali bila dibongkar.
Dalam pembuatannya bangunan tidak cukup hanya satu orang pekerja saja,
tetapi kadang-kadang memerlukan ratusan sampai ribuan pekerja tergantung
besar kecilnya bangunan yang dibuat. Pekerja dalam mengerjekan pembangunan
suatu rumah, kantor dan fasiltas masyarakat dapat disebut sebagai kuli ban b
gunan.

b. Kuli Bangunan
Hadirnya tukang bangunan atau kuli bangunan dalam proses membangun atau
merenovasi rumah merupakan pendukung penting dalam membangun rumah atau
merenovasi rumah karena tanpa adanya tukang siapa yang akan mengerjakan apa
yang telah di desain oleh arsitek.
Para pekerja bangunan dituntut bekerja dengan maksimal dan menghasilkan
produk yang diharapkan. Para pekerja melakukan pekerjaan yang kurang nyaman
seperti mengaduk bahan bangunan secara membungkuk, memecahkan batu
dilakukan secara membungkuk, menata batu bata yang dilakukan dengan berdiri,
mengecat tembok dengan miring. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri,
membungkuk dapat menyebabkan terjadinya kelelahan, ketegangan otot, dan
akhirnya rasa sakit selain itu tulang tidak jadi lurus, otot-otot, ruas serta ligamen
pun akan tertarik lebih keras
Kuli bangunan adalah orang yang bekerja di bidang pembangunan suatu
proyek dengan mengandalkan kekuatan fisik serta keahlian dan kuli bangunan
merupakan suatu pekerjaan yang memiliki resiko tinggi. Situasi dalam lokasi
proyek pembangunan, mencerminkan karakter yang keras dan kegiatannya
terlihat sangat kompleks sulit dilaksanakan sehingga dibutuhkan stamina dari
pekerja yang melaksanakannya. Menjadi seorang kuli bangunan bukan lah hal
yang mudah, disamping fisik dan stamina yang kuat, pola fikir juga harus
diperhatikan dalam keselamatan kerja. Seorang kuli bangunan dan seorang
mandor memiliki tanggung jawab yang sama dalam kegiatan pembangunan suatu
proyek, tetapi faktanya seorang mandor hanya bisa menyuruh-nyusuh
bawahannya (kuli bangunan) dan seorang mandor hanya bisa duduk-duduk santai
tanpa menghiraukan laporan dari pekerja (kuli bangunan) sehingga berdampak
kecelakaan.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki, terjadi pada waktu
melakukaan pekerjaan dan menimbulkan akibat kerugian personil, harta benda
atau kedua-duanya. Kebutuhan K3 yang semakin meningkat tidak hanya pada
masyarakat industri (sektor formal) tetapi juga penting bagi masyarakat
khususnya pelaku sektor usaha skala kecil dan menengah (small medium
enterprise). Fakta menunjukkan bahwa seorang mandor tidak memenuhi
tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan yang seharusnya menjaga
keselamatan jiwa anak buahnya (kuli bangunan). Bukan hal yang asing jika kita
mendengar berita di televisi atau media masa tentang kecelakaan kerja pada
kegiatan pembangunan proyek.
Penyebab kecelakaan kerja itu sendiri bukan hanya akibat kelalaian
mandornya, tetapi juga terjadi karena kurangnya pendidikan kuli bangunan akan
K3 sehingga mereka bekerja tanpa mempedulikan bahaya yang mungkin terjadi
selama proses pembangunan. Meski mereka mengerti akan peralatan kerja, tetapi
mereka selalu beranggapan bahwa sebelumnya selalu aman meski tanpa peralatan
kerja sehingga mereka tidak mau mengenakannya. Hal inilah yang banyak
menyebabkan kecelakaan kerja.

Maka dari itu setiap tenaga kerja termasuk kuli bangunan di lindungi oleh
Undang-Undang tentang perlindungan tenaga kerja, seperti :
1. UU RI No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air
maupun diudara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia
2. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan
bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal
dunia.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: Per.05/Men/1996 mengenai sistem
manajemen K3 Sistern Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang selanjutnya disebut Sistern Manajemen K3 adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian risiko, yang berkaitan dengan kegiatan keja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif

c. Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pembangunan


Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer. Maka dari itu kita harus
sangat memperhatikan kebutuhan kita yang satu ini. Dalam pembuatan rumah
ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar dalam pembangunan tersebut
sesuai dengan yang diharapkan.
Keadaan tempat tinggal didalam lokasi proyek
1. Kebersihan tempat kerja
2. Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus
dipindahkan ke tempat yang aman
3. Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan
4. Peralatan dan benda-benda kecil tidak boleh dibiarkan karena benda-
benda tersebut dapat menyebabkan kecelakaan, misalnya membuat orang
jatuh atau tersandung (terantuk)
5. Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan bertumpuk
ditempat kerja
6. Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau sebab lain
harus dibersihkan atau disiram pasir, abu atau sejenisnya
7. Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus
dikembalikan pada tempat penyimpanaan semula.

Pembuangan kotoran limbah diatur perletakannya agar tidak menggangu


kesehatan Peralatan kerja
A Peralatan kerja harus lengkap, yaitu:
1) Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda
keras selama bekerja
2) Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena
licin atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya
3) Kacamata keselematan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada
lokasi pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya
4) Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator
telah tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
5) Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang
berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan
baut dan sebagainya

b. Peralatan kerja dijaga mutunya (jangan sampai usang dan kondisinya rusak)

c. Adanya penyuluhan jika menggunakan mesin berat dan peralatan


elektronika dengan benar

d. Adanya pengaman pada mesin berat dan peralatan elektronika


3. Fisik Pekerja
a. Stamina pekerja
b. Kondisi emosi pekerja yang labil
c. Pola fikir pekerja yang biasanya kurang memperhatikan keselamatan kerja
d. Motivasi dalam bekerja
e. Pengetahuan pekerja tentang standar K3, penggunakan fasilitas kerja, dan
berbagai hal dalam pekerjaan konstruksi
4. Pengaturan Lain
a. Jumlah pekerja
b. Pengaturan jam kerja dan jam lembur
c. Penerapan shift kerja
d. Umur pekerja
e. Jenis kelamin pekerja
f. Pengelolaan tempat tinggal di dalam proyek
D. Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah pengelolaan resiko dengan menerapkan secara
sistematis suatu kebijakan manajemen, prosedur dan aktifitas dalam kegiatan
identifikasi, analisa, penilaian, pengendalian bahaya dan pemantaun serta review
resiko.
Adapun tujuan dari manajemen resiko adalah sebagai berikut:
1. Meminimalkan kerugian dan meningkatkan produktifitas
2. Memotong mata rantai kejadian kerugian, sehingga efeknya tidak terjadi.
3. Mencegah terjadinya kerugian berupa cidera dan penyakit akibat hubungan
kerja.
Manfaat manajemen resiko adalah sebagai berikut :
1. Pemenuhan perundangan
2. Mencegah kerugian finansial
3. Meningkatkan nilai saham
4. Menekan gangguan bisnis
5. Memelihara kelangsungan usaha.
E. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya potensial pada
petugas pengelolaan limbah medis padat di lingkungan rumah sakit. Bahaya
potensial atau hazards yang akan di identifikasi adalah:
1. Bahaya potensial fisik
2. Bahaya potensial kimia
3. Bahaya potensial biologi
4. Bahaya potensial ergonomi
5. Bahaya potensial psikologi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk mengantisipasi penyakit akibat kerja di industri tekstil, bukan hanya
tanggungjawab pihak perusahaan saja namun juga tanggungjawab dari pekerja itu sendiri.
SOP yang sudah dibuat oleh perusahaan, wajib dilaksanakan oleh pekerja dan perusahaan
harus memberikan sanksi pada pekerja yang melanggar SOP tersebut. Penataan ruang
kerja harus memperhatikan kenyamanan bagi pekerja. Penggunaan APD harus selalu
diperhatikan.
Perlu dilakukan olahraga teratur bagi pekerja, setidaknya pekerja melakukan
gerakan peregangan paling tidak setiap 4 jam sekali selama 5 sampai 10 menit, agar
pekerja terhindar dari sakit akibat kerja. Bila terjadi penyakit akibat kerja, maka perlu
ditinjau ulang setiap aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisa diidentifikasi. Selain
itu, perlu penegakan disiplin pekerja terhadap pemakaian alat pelindung diri terutama
masker dan sumbat telinga. Untuk meningkatkan pengetahuan dari para pekerja, maka
perlu adanya penyuluhan bidang kesehatan dan keselamatan kerja, serta keterampilan
para pekerja
Masih terabaikannya keselamatan dan kesehatan kerja oleh pekerja pada proses
pembangunan rumah di Kecamatan Lubuk Batu Jaya Desa Tasik Juang SP3 jalur 5.
Dikarenakan para pekerja mendapat keahlian membangun rumah berdasarkan keahlian
secara otodidak dan tidak pernah mengikuti pelatihan dan seminar tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Ditambah lagi para pekerja buruh atau kuli bangunan berada di
daerah yang jauh dari perkotaan.

3.1 Saran
Sebaiknya para pekerja lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya,,
serta membuat fasilitas pendukung yang lebih aman baik saat naik, bekerja diatas dan
turun. Selain itu para pekerja harus benar-benar memanfaatkan fasilitas yang tersedia
dalam melakukan pengangkatan beban berat dan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri
saat bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, Atie. (2010). Peningkatan Keahlian Tukang Bangunan Guna Menunjang Program K3
Dan Iso 9002 Dalam Bidang Pekerjaan Jasa Konstruksi. Program Studi Teknik
Arsitektur, FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta Vol. 3
No. 3 September 2010.

Miftahudin, Hanif. (2016). Hubungan Antara Sikap Kerja Membungkuk Dengan Perubahan
Kurva Vertebra Pada Kuli Bangunan. Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mennakertrans, RI, 2011, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja,Jakarta.

Anwar, 2018, Mendag : Pertumbuhan Industri Tekstik Indonesia Luar Biasa, dikutip pada
stanggal 17 Desember 2018, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai