“Penyakit Akibat Kerja Yang Terjadi Pada Pekerja Tambang dan Pekerja Bangunan ”
Disusun Oleh :
AMELIA PUTRI
1914401001
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penyakit Akibat Kerja Yang
Terjadi Pada Pekerja Tambang, Pekerja Textile, dan Pekerja Bangunan”. Makalah ini kami susun
dengan tujuan untuk penambahan pengetahuan serta dalam pembuatan tugas yang di berikan
Dalam mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, kami tidak terlepas
dari berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi, baik dari penyusunan kalimat maupun
sistematikanya. Namun akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu kami berharap
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,kami
mengharapkan berbagai masukkan yang bersifat membangun dari semua pihak,guna
kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam kelancaran tahap demi tahap dalam penyusunan hingga penyelesaian makalah ini. Sekian
dan terima kasih.
Yuni Fransiska
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Menurut Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2016, yang dimaksud penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja termasuk penyakit
terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab
dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor
risiko lainnya.
Industri tekstil menggunakan berbagai bahan baku seperti sutra, kapas, asbes, wool, dan
sebagainya. Bahan baku yang digunakan dalam industri tekstil dapat menyebabkan penyakit
bagi para pekerja. Dalam higiene industri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
1. Antisipasi
Antisipasi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperkirakan peluang atau
potensi-potensi bahaya yang ada ditempat kerja khususnya bahaya kesehatan kerja
(Safetynet.Asia, 2017), yang bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih
dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata; mempersiapkan tindakan
yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki; meminimalisasi
kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area
dimasuki.
2. Rekognisi
Rekognisi adalah rangkaian aktivitas dalam mengetahui serta mengukur seluruh
aspek lingkungan kerja agar didapat suatu metoda yang logis sistematis untuk
memungkinkan suatu permasalahan dievaluasi dengan cara obyektif. Merekognisi bahaya
bisa dilakukan dengan metode job safety analysis, HIRA, Preliminary Hazard Analysis
dan lainnya. Dengan metode ini kita bisa melihat sebuah proses kerja dan menganalisi
seberapa besar tingkat bahaya yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut secara detail.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan sampling dan mengukur bahaya dengan
metode yang lebih spesifik, contohnya : mengukur kebisingan dengan sound level meter ,
pengukuran kadar debu/ partikel dengan menggunakan digital dust indicator , melakukan
pengukuran pencahayaan dengan menggunakan lux meter dan sebagainya, hasil dari
pengukuran ini dibandingan dengan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku,
apakah melibihi nilai ambang batas (NAB) atau tidak.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja disebutkan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) adalah
standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/ instensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011
4. Pengendalian
Tujuan dari pengendalian untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja.
Adapun cara untuk pengendalian risiko penyakit akibat kerja pada industri tekstil antara
lain adalah sebagai berikut :
a. Eliminasi :
Pembuatan SOP pada setiap kegiatan yang dilakukan
Pengaturan suhu ruangan dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan
kondisi lingkungan
Posisi pekerja dibuat ergonomis sehingga tidak mengganggu produktifitas
dan pekerja tidak mudah lelah
Pemeriksaan awal pada mesin yang akan digunakan untuk mengurangi
kebisingan akibat kerusakan mesin
Penyediaan APAR (Alat Pemadam Kebakaran) diletakkan disetiap
ruangan untuk mencegah terjadinya kebakaran. b.
b. Substitusi :
Mengganti mesin yang sudah layak pakai dengan yang lebih baik untuk
meminimalisir penyakit akibat kerja bagi para pekerja
Pencahayaan ruangan dibuat lebih terang untuk mengurangi risiko pekerja
mengalami bahaya akibat kerja
Penggantian AC ruangan yang sudah tidak berfungsi dengan yang masih
layak pakai sehingga ruangan terasa nyaman untuk bekerja bagi pekerja
c. Rekayasa teknik
Suatu langkah memodifikasi bahaya, baik memodifikasi lingkungan kerja,
ataupun memodifikasi alat-alat kerja
d. Administrasi
Mengatur jadwal kerja
Memberikan pelatihan kepada pekerj
Memberikan penyuluhan bidang kesehatan.
e. APD (Alat Pelindung Diri )
Pekerja diwajibkan untuk selalu mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) saat
bekerja. Adapun APD yang digunakan antara lain sebagai berikut :
Penutup kepala/ topi keselamatan (helmet )
Kacamata keselamatan
Masker
Sarung tangan
telinga (earplug )
Pakaian/ seragam (unifor)
Sepatu keselamatan seperti sepatu boots
Penyakit-penyakit yang bisa menyerang pekerja dalam industri tekstil antara lain :
1. Penyakit saluran pernapasan seperti bronkitis, influenza,byssinosis (penyakit
pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara
yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru). TBC, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis, bakteri ini menyerang siapa saja
baik pria maupun wanita, dan biasanya penyakit TBC sering menyerang pada usia
produktif yaitu pada usia 15-35 tahun. Pada umumnya penyakit TBC menular melalui
udara,
2. Penyakit akibat kerja seperti pneumopathia pada pekerja yang mengolah vlas yang sudah
terlalu lama disimpan; kanker kulit dan jari-jari tangan; penyakit paru-paru akut pada
para pekerja yang menggunakan kapas berwarna dan berkualitas rendah byssionis pada
pekerja-pekerja pemintalan; penyakit antraks pada pekerja pengolahan wool.
3. Gangguan kesehatan akibat pengaruh fisik seperti pernafasan dan kebisingan (pada
pekerja bagian karding atau blowing ), juga kelembapan sering menimbulkan gangguan
kesehatan para pekerjaan.
4. Kebakaran akibat pemakaian aliran listrik, ledakan dari mesin-mesin yang berputar
5. Human error (kesalahan manusia/ pekerja) terjadi akibat dari kelelahan. Kelelahan ini
bisa disebabkan karena pada umumnya
Untuk meminilisasikan penyakit akibat kerja di industry bias dicegah melalui beberapa
cara,adapun caranya adalah sebagai berikut :
1) Disetiap ruangan tempat kerja terdapat standar operasional prosedur ( SOP)
2) Pemakaian alat pelindung diri bagi para pekerja
3) Pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala
4) Rotasi pekerja secara berkala
5) Pemeliharaan alat produksi secara berkala
6) Tersedianya alat penghisap debu di kawasan industri tekstil
7) Tersedianya poli kesehatan bagi para pekerja
8) Tersedianya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi setiap pekerja
9) Pemberian sanksi bagi pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat
bekerja
10) Pemberian sanksi bagi pekerja yang tidak melaksanakan peraturan yang ada
b. Kuli Bangunan
Hadirnya tukang bangunan atau kuli bangunan dalam proses membangun atau
merenovasi rumah merupakan pendukung penting dalam membangun rumah atau
merenovasi rumah karena tanpa adanya tukang siapa yang akan mengerjakan apa
yang telah di desain oleh arsitek.
Para pekerja bangunan dituntut bekerja dengan maksimal dan menghasilkan
produk yang diharapkan. Para pekerja melakukan pekerjaan yang kurang nyaman
seperti mengaduk bahan bangunan secara membungkuk, memecahkan batu
dilakukan secara membungkuk, menata batu bata yang dilakukan dengan berdiri,
mengecat tembok dengan miring. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri,
membungkuk dapat menyebabkan terjadinya kelelahan, ketegangan otot, dan
akhirnya rasa sakit selain itu tulang tidak jadi lurus, otot-otot, ruas serta ligamen
pun akan tertarik lebih keras
Kuli bangunan adalah orang yang bekerja di bidang pembangunan suatu
proyek dengan mengandalkan kekuatan fisik serta keahlian dan kuli bangunan
merupakan suatu pekerjaan yang memiliki resiko tinggi. Situasi dalam lokasi
proyek pembangunan, mencerminkan karakter yang keras dan kegiatannya
terlihat sangat kompleks sulit dilaksanakan sehingga dibutuhkan stamina dari
pekerja yang melaksanakannya. Menjadi seorang kuli bangunan bukan lah hal
yang mudah, disamping fisik dan stamina yang kuat, pola fikir juga harus
diperhatikan dalam keselamatan kerja. Seorang kuli bangunan dan seorang
mandor memiliki tanggung jawab yang sama dalam kegiatan pembangunan suatu
proyek, tetapi faktanya seorang mandor hanya bisa menyuruh-nyusuh
bawahannya (kuli bangunan) dan seorang mandor hanya bisa duduk-duduk santai
tanpa menghiraukan laporan dari pekerja (kuli bangunan) sehingga berdampak
kecelakaan.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki, terjadi pada waktu
melakukaan pekerjaan dan menimbulkan akibat kerugian personil, harta benda
atau kedua-duanya. Kebutuhan K3 yang semakin meningkat tidak hanya pada
masyarakat industri (sektor formal) tetapi juga penting bagi masyarakat
khususnya pelaku sektor usaha skala kecil dan menengah (small medium
enterprise). Fakta menunjukkan bahwa seorang mandor tidak memenuhi
tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan yang seharusnya menjaga
keselamatan jiwa anak buahnya (kuli bangunan). Bukan hal yang asing jika kita
mendengar berita di televisi atau media masa tentang kecelakaan kerja pada
kegiatan pembangunan proyek.
Penyebab kecelakaan kerja itu sendiri bukan hanya akibat kelalaian
mandornya, tetapi juga terjadi karena kurangnya pendidikan kuli bangunan akan
K3 sehingga mereka bekerja tanpa mempedulikan bahaya yang mungkin terjadi
selama proses pembangunan. Meski mereka mengerti akan peralatan kerja, tetapi
mereka selalu beranggapan bahwa sebelumnya selalu aman meski tanpa peralatan
kerja sehingga mereka tidak mau mengenakannya. Hal inilah yang banyak
menyebabkan kecelakaan kerja.
Maka dari itu setiap tenaga kerja termasuk kuli bangunan di lindungi oleh
Undang-Undang tentang perlindungan tenaga kerja, seperti :
1. UU RI No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air
maupun diudara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia
2. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan
bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal
dunia.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: Per.05/Men/1996 mengenai sistem
manajemen K3 Sistern Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang selanjutnya disebut Sistern Manajemen K3 adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian risiko, yang berkaitan dengan kegiatan keja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif
b. Peralatan kerja dijaga mutunya (jangan sampai usang dan kondisinya rusak)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk mengantisipasi penyakit akibat kerja di industri tekstil, bukan hanya
tanggungjawab pihak perusahaan saja namun juga tanggungjawab dari pekerja itu sendiri.
SOP yang sudah dibuat oleh perusahaan, wajib dilaksanakan oleh pekerja dan perusahaan
harus memberikan sanksi pada pekerja yang melanggar SOP tersebut. Penataan ruang
kerja harus memperhatikan kenyamanan bagi pekerja. Penggunaan APD harus selalu
diperhatikan.
Perlu dilakukan olahraga teratur bagi pekerja, setidaknya pekerja melakukan
gerakan peregangan paling tidak setiap 4 jam sekali selama 5 sampai 10 menit, agar
pekerja terhindar dari sakit akibat kerja. Bila terjadi penyakit akibat kerja, maka perlu
ditinjau ulang setiap aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisa diidentifikasi. Selain
itu, perlu penegakan disiplin pekerja terhadap pemakaian alat pelindung diri terutama
masker dan sumbat telinga. Untuk meningkatkan pengetahuan dari para pekerja, maka
perlu adanya penyuluhan bidang kesehatan dan keselamatan kerja, serta keterampilan
para pekerja
Masih terabaikannya keselamatan dan kesehatan kerja oleh pekerja pada proses
pembangunan rumah di Kecamatan Lubuk Batu Jaya Desa Tasik Juang SP3 jalur 5.
Dikarenakan para pekerja mendapat keahlian membangun rumah berdasarkan keahlian
secara otodidak dan tidak pernah mengikuti pelatihan dan seminar tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Ditambah lagi para pekerja buruh atau kuli bangunan berada di
daerah yang jauh dari perkotaan.
3.1 Saran
Sebaiknya para pekerja lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya,,
serta membuat fasilitas pendukung yang lebih aman baik saat naik, bekerja diatas dan
turun. Selain itu para pekerja harus benar-benar memanfaatkan fasilitas yang tersedia
dalam melakukan pengangkatan beban berat dan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri
saat bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, Atie. (2010). Peningkatan Keahlian Tukang Bangunan Guna Menunjang Program K3
Dan Iso 9002 Dalam Bidang Pekerjaan Jasa Konstruksi. Program Studi Teknik
Arsitektur, FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta Vol. 3
No. 3 September 2010.
Miftahudin, Hanif. (2016). Hubungan Antara Sikap Kerja Membungkuk Dengan Perubahan
Kurva Vertebra Pada Kuli Bangunan. Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mennakertrans, RI, 2011, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja,Jakarta.
Anwar, 2018, Mendag : Pertumbuhan Industri Tekstik Indonesia Luar Biasa, dikutip pada
stanggal 17 Desember 2018, Jakarta