Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI

KERAJINAN GERABAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Kasihan I Bantul Yogyakarta

Disusun Oleh :
Yullytia Franika Maryati (201740110)
Muhammad Faizal Herliansyah (201740100)
Muhammad Shiddiq Dwisurya (2017401045)
Salasatul Aisiyah (2017401119)
Roshynta Linggar Andatu (20174011)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di bidang
kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai
(Dinas Kesehatan, 2007).
Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan lingkungan yang
kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit, pelayanan kesehatan yang berhasil dan
berdaya guna tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi pada
kenyataanya, pembangunan kesehatan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan.
Permasalahan-permasalahan kesehatan masih banyak terjadi, salah satunya masalah
kesehatan kerja.
Setiap jenis dan tempat pekerjaan baik pada pekerja formal maupun informal
memiliki risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pada umumnya, para
pekerja sektor informal kurang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang bahaya
di lingkungan kerjanya.
Selain masalah gizi, penyakit tidak menular, dan penyakit menular, para
pekerja informal juga memiliki risiko keselamatan dan kesehatan terkait pekerjaannya
yang dapat mengganggu produktifitas mereka seperti kondisi lingkungan kerja yang
berbahaya, masalah kesehatan seperti gangguan otot rangka, gangguan mata dan
gangguan kesehatan kulit. Para pekerja informal terpapar potensi bahaya pekerjaan
dengan kecenderungan tidak ada badan usaha ataupun pemilik yang secara langsung
bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan kerja mereka terutama yang
berhubungan dengan berbagai penyakit dan gangguan akibat kesehatan dan
kecelakaan kerja.
Data BPS tahun 2013 menunjukkan sebanyak 114 juta penduduk merupakan
pekerja, atau 48% dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan yakni 237,64
juta orang. Dari angka tersebut, 68,4 juta (60%) bekerja di usaha skala mandiri, mikro
dan kecil, serta 45,6 juta (40%) ada di usaha skala menengah dan besar.
Pelaksanaan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kejadian kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja suatu perusahaan atau tempat kerja.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang telah mengamanatkan antara lain bahwa setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah penyakit
dan kecelakaan yang dapat timbul sehubungan dengan proses industri di Jumirah
Keramik.

C. Tujuan Pengamatan
1. Mengetahui proses produksi dan mengidentifikasi penyakit yang mungkin
terjadi selama proses produksi.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja.
3. Mengetahui beban kerja yang ada.
4. Memberikan solusi jika terdapat faktor resiko yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.

D. Manfaat Pengamatan
1. Bagi Pengamat
Untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh proses
beroperasinya industri Jumirah Keramik.
2. Bagi Pemilik Industri
 Memberikan masukan terhadap masalah kesehatan, beban kerja kepada
pekerja dan pemecahan permasalahan yang ada.
 Memberikan informasi kesehatan dan meminimalisasi terjadinya
kecelakaan yang dimungkinkan guna meningkatkan hasil produksi,
kualitas produksi, dan produktifitas kerja.

E. Pencegahan terhadap Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja


Gangguan pada kesehatan dan daya kerja berbagai faktor dalam pekerjaan
dapat dihindarkan, jika pekerja dan pemimpin perusahaan bekerjasama membuat
sistem yang baik untuk mencegahnya. Cara mencegah gangguan-gangguan tersebut
dengan cara sebagai berikut :
1. Substitusi, yaitu dengan cara mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan
bahan yang tidak terlalu berbahaya atau tidak membahayakan.
2. Isolasi, yaitu memberikan ruang khusus untuk suatu proses atau operasi dalam
perusahaan yang membahayakan seperti mesin, generator dan lainnya.
3. Memakai alat pelindung diri seperti masker, kacamata, sepatu bot, sarung
tangan, dan lainnya.
4. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, yaitu pemeriksaan calon pekerja
untuk mengetahui fisik, mental, maupun sosial.
5. Pemeriksaan berkala, untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab yang
ada di tempat kerja menimbulkan gangguan atau kelalaian pada pekerja.
6. Pengarahan sebelum bekerja agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan
yang berlaku dan lebih meningkatkan kedisiplinan dalam bekerja.
7. Pemberian pendidikan kesehatan dan keselamatan pekerja secara kontinyu.

F. Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Akibat Kerja


Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dalam lingkungan kerja biasanya terdapat
faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyakit akibat kerja, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Faktor fisik, seperti panas yang menyengat dikarenakan atap tempat industri
berbahan seng, yang menyebabkan kehilangan konsentrasi dan kelembaban
yang berlebihan pada pekerja.
Faktor resiko fisik yang ditemukan pada tempat industri ini antara lain, udara
panas yang menyengat menyebabkan kelembaban tinggi dan bahan baku yang
tidak di cek ulang oleh produsen sehingga kadang pekerja terluka karena
terkena pecahan kaca atau paku pada bahan baku tanah liat.
2. Faktor kimia, seperti asap pembakaran yang dapat menyebabkan gangguan
pernafasan jika di hirup dalam jangka waktu yang lama dan meningkatkan
resiko terjadinya kanker nasofaring dan paru-paru.
Pada industri ini, faktor risiko kimia yang ditemukan adalah asap pada proses
pembakaran gerabah dan sisa abu pembakaran.
3. Faktor biologi, seperti gigitan nyamuk, makanan yang tidak steril, infeksi
menular dari pekerja lain yang sebelumnya sudah terinfeksi seperti batuk pilek
dan lain sebagainya.
Faktor biologi yang dapat ditemukan adalah cacing atau hewan-hewan kecil
yang berada di bahan baku tanah lembung dan tangan yang kotor karena
pekerja jarang cuci tangan menggunakan sabun sehingga saat makan kuman
dapat masuk ke tubuh. Penyakit menular yang sering terjadi adalah influenza.
4. Faktor ergonomi, seperti hubungan pekerjaan dengan tempat bekerja, misalkan
pada posisi duduk para pekerja yang tidak nyaman sehingga sering
penyebabkan pegal-pegal pada leher, bahu, punggung dan pinggang bawah.
Faktor ergonomi pada pekerja gerabah yaitu, sebagian besar pekerja
melakukan pekerjaannya sambil duduk pada kursi kecil tanpa senderan dan
sering pada posisi membungkuk karena posisi perbot (alat pemutar gerabah)
yang terlalu rendah sehingga sering merasa pegal-pegal. Selain itu pekerja juga
sering mengangkat barang-barang yang berat seperti hasil gerabah dan bahan
baku tanah liat yang belum jadi.
5. Faktor psikososial, seperti hubungan antar pekerja, jam bekerja yang terlalu
lama, penghasilan yang tidak berbanding lurus dengan beratnya pekerjaan,
masalah-masalah pribadi baik didalam lingkungan kerja maupun diluar
lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan, dan adanya
hari libur dan cuti pada kondisi tertentu.
Faktor psikosisial yang ditemui pada industri ini adalah penghasilan yang tidak
menentu pada pekerja karena penghasilan tergantung pada banyaknya orderan
yang di terima.

G. Profil Industri
Pemilik usaha industri rumahan wayang ini bernama Griya Wayang Kulit.
Pemiliknya adalah Bapak Sagio. Beliau mulai menekuni usahanya sebagai pengrajin
wayang sejak tahun 1974, dan merupakan pendiri usaha tersebut. Pusat kerajinan
gerabah ini terletak di daerah...., Yogyakarta. Luas tanah tempat industri sekaligus
rumah pemilik kurang lebih 430 m² dan merupakan bangunan permanen. Lantai dari
keramik dan atap dari genting. Pemilik mengatakan pekerja yang ada sekitar 5 orang
dan sisanya adalah mahasiswa seni jurusan kesenian kulit. Pembagian tugas ada di
bagian pemotongan atau pencetakan kulit, pemahat kulit, pewarnaan kulit, dan
finisihing
Pada proses pembuatan gerabah terdiri dari beberapa tahapan, tahap yang
pertama adalah menyiapkan bahan baku yaitu kulit sapi, kerbau, atau kambing namun
yang sering dipakai adalah kulit kerbau kaeran alasan kualitas dan didapat dari pihak
lain. Tahap yang kedua adalah proses perendaman . Teknik yang dipakai adalah
teknik putar dan teknik cetak. Pada teknik putar, pekerja menggunakan alat perbot
(alat untuk memutar gerabah) untuk membentuk badan gerabah sesuai yang
diinginkan, sedangkan pada teknik cetak pekerja menggunakan cetakan dari gypsum
yang sudah ada. Tahap ketiga adalah pengeringan hasil gerabah yang sudah di bentuk
dengan cara di angin-angin kan di depan rumah yang menggunakan atap seng untuk
mempercepat pengeringan, biasanya memelukan waktu 1 minggu hingga 1 bulan
tergantung keadaan cuaca. Tahap ketiga adalah pembakaran menggunakan tungku
pembakaran berbahan bakar kayu yang diletakan di bagian belakang tempat kerja,
biasanya memerlukan waktu ±12 jam. Dalam satu waktu tungku pembakaran dapat
menampung kurang lebih 50 pot gerabah ukuran sedang.
Dalam proses pengerjaan gerabah ini, pemilik mengaku tidak ada standar
operasional khusus. Pengrajin terkadang memakai masker saat banyak asap dari
tungku pembakaran namun jarang. Di tempat kerja sebenarnya menyediakan masker
namun terkadang pemilik beserta pengrajin lainnya merasa tidak nyaman memakai
masker sehingga jarang digunakan. Untuk sarung tangan memang pernah mencoba
untuk menggunakan karena pernah mendapat edukasi pentingnya menggunakan
sarung tangan namun pengrajin merasa sulit untuk membentuk gerabah sesuai
keinginannya sehingga hingga sekarang tidak pernah lagi mencoba memakai sarung
tangan. Tidak ada aturan atau keharusan dalam penggunaan alat pelindung diri dalam
proses pembuatan gerabah ini walaupun mereka mengetahui resiko dalam pembuatan
gerabah, seperti terkena paku atau pecahan kaca saat mengambil bahan baku tanah liat
dan bahaya asap pembakaran tungku bagi kesehatan.
Untuk pekerja tidak disediakan program cek kesehatan rutin. Bila pekerja
merasakan ada keluhan dalam hal kesehatan baru memeriksakan diri ke puskesmas
atau RS terdekat. Dalam hal pembiayaan, masing-masing pekerja membiayai
pemeriksaan ke puskesmas / RS secara mandiri dan telah terdaftar dalam jaminan
kesehatan nasional (pekerja tidak didaftarkan oleh perusahaan namun didaftarkan
secara mandiri). Menurut pekerja, selama ini tidak ada kecelakaan kerja yang
berakibat fatal, dimungkinkan bila terjadi penyakit akibat kerja atau kecelakaan saat
kerja yang berakibat fatal biaya pengobatan tetap di tanggung pekerja.
Pemilik dan beberapa pekerjanya hanya sering mengeluhkan badan pegal-
pegal karena duduk pada kursi kecil tanpa senderan dan sering pada posisi
membungkuk karena posisi perbot (alat pemutar gerabah) yang terlalu rendah. Pekerja
juga sering mengangkat barang-barang yang berat seperti hasil gerabah dan bahan
baku tanah liat yang belum jadi sehingga terkadang punggung bawah terasa sakit.
Selain itu pekerja beberapa kali terkena pecahan kaca atau paku saat mengambil
bahan baku tanah liat.
Dalam proses pembuatan gerabah yang dilakukan di rumah Bapak Jumirah
tidak terdapat limbah / sisa karena limbah dapat digunakan lagi sebagai bahan baku
pembuatan gerabah dan untuk kayu sisa pembakaran biasanya diambil oleh pekerja
bangunan untuk bahan baku membuat bangunan.

H. Kelebihan dan Kekurangan


Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat dilihat kekurangan dan kelebihan
dari industri ini, yaitu:
Kelebihan :
 Industri gerabah merupakan salah satu daya tarik kerajinan di Yogyakarta yang
dapat menarik perhatian turis lokal maupun asing.
 Industri ini mampu mengolah limbah menjadi bahan baku sehingga dapat
digunakan kembali.
 Pemilik sudah menyediakan salah satu APD yaitu masker untuk digunakan saat
proses pembakaran.
Kekurangan :
 Peningkatan resiko kecelakaan kerja pada industri ini terletak pada tidak adanya
SOP wajib dan aturan dalam pemakaian APD dalam bekerja.
 Kurangnya kesadaran pemilik dan pekerja untuk menilai resiko dan menerapkan
prinsip-prinsip keselamatan kerja dapat berakibat turunnya efisiensi dan
produktifitas kerja.
I. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan:
- Ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki yang dipaparkan dalam saran
agar menghasilkan lingkungan kerja yang kondusif dan sehat.
- Pengrajin sudah mengetahui beberapa resiko dari pekerjaannya namun masih
belum terbiasa untuk memakai APD.
Saran:
Untuk Puskesmas
- Puskesmas lebih aktif dalam melakukan penyuluhan APD, dengan menjelaskan
resiko dan juga bahaya yang dapat ditimbulkan jika bekerja tanpa menggunakan
APD.
- Memberikan penyuluhan dan pengarahan pada industri tentang pengolahan dan
pembuangan limbah agar tidak membahayakan kesehatan.
- Menyarankan kepada pemilik agar memberikan kesempatan pada pekerja untuk
melakukan cek kesehatan rutin.
- Memberikan edukasi pada pekerja dan pemilik tentang perawatan luka akibat
kerja maupun kapan harus segera di bawa ke RS atau puskesmas terdekat.
Untuk Industri
- Pemilik membuat SOP APD yang harus di tepati pekerja dan bila melanggar
akan dikenakan sanksi, namun hal tersebut harus di mulai dari ketaatan pemilik
industri itu sendiri.
- Pemilik perlu mengawasi pekerjanya agar pekerja dapat menaati SOP
penggunaan APD yang tepat.
- Pemilik dapat memberikan jaminan khusus jika pekerja mengalami kecelakaan
kerja.
- Bekerjasama dengan puskesmas setempat untuk melakukan cek kesehatan rutin
bagi pekerja.
- Untuk lingkungan yang panas, disarankan untuk banyak menyediakan air
minum bagi pekerja untuk menghindari terjadinya dehidrasi yang
mengakibatkan produktifitas kerja menurun.

Anda mungkin juga menyukai