Diajukan Kepada :
dr. Dedy Hartono, Sp. An
Disusun oleh :
Salasatul Aisiyah
20174011119
REFLEKSI KASUS
ANESTESI SPINAL PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS
Disusun oleh :
Salasatul Aisiyah
20174011119
Pembimbing
a. Anamnesis
Seorang pasien datang dengan keluhan terdapat luka pada jari tengah
kaki kiri. Luka tersebut pertama kali muncul sejak dua minggu sebelum masuk
rumah sakit dan bertambah parah hingga saat ini. Pasien memiliki riwayat
Diabetes Mellitus sejak tahun 2015, tidak terkontrol dengan pengobatan.
Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Asma (-) Alergi (-) Stroke (-) Kejang (-)
b. Pemeriksaan Fisik
Vital sign :
Nafas : 19 kali/menit
Suhu : 36,3°C
VAS score: 1
Mallampati skor :1
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah Lengkap
Hemostasis
PPT : 12,0 [12,0-16,0] detik
APTT : 28,7 [28,0-38,0] detik
Co PTT : 13,5 [11,0-16,0] detik
Co APTT : 30,9 [28,0-36,5] detik
Fungsi Ginjal
Ureum : 32 [17 - 43] mg/dl
Kreatin : 0,55 [0,6 – 1,1] mg/dl
Diabetes
GDS : 428 [<200] mg/dl
Elektrolit
Natrium : 137,2 [137,0 – 145] mmol/l
Kalium : 4,16 [3,50 – 5,10] mmol/l
Klorida : 101,8 [98,0 – 107,0] mmol/l
HbA1c
HbA1c : 8,70 Non diabetes :
<5,7 : Normal
5,7 – 6,4 : Risiko DM
>6,4 : Indikasi DM
Monitoring DM
<7 : Terkontrol
>7 : Tidak Terkontrol
d. Pemeriksaan Radiologi
Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang
menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal atau
ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4 untuk menghasilkan
onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan
parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan
dalam.yang mengalami blockade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar dan
proprioseptif, blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai
bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu
fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang
digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,
lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan,
dan penyebaran obat.
3. Relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sementara pasien
dalam keadaan sadar.
4. Obat yang masuk sedikit dan tidak beredar ke seluruh tubuh, sehingga janin
dalam rahim tidak terkena efek samping obat bius.
Selain keuntungan ada juga kerugian dari cara ini yaitu berupa komplikasi
yang meliputi hipotensi, mual dan muntah, PDPH (Post Dural Puncture
Headache), nyeri pinggang, gatal-gatal, kesemutan, sulit buang air kecil dan
lainnya.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan
khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang
panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak
kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan
daerah teranestesi. Pada anestesi spinal, jika berat jenis obat lebih besar dari
berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan
ke atas. Bila sama (isobaric), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan.
0.75% in 8.25%
Bupivacaine 4–10 12–14 12–18 90–120 100–150
dextrose
1% solution in
Tetracaine 4–8 10–12 10–16 90–120 120–240
10%glucose
Lidocaine 5% in
25–50 50–75 75–100 60–75 60–90
7.5%glucose
Ropivacaine
0.2–1% solution 8–12 12–16 16–18 90–120 90–120
Bupivakain
Bupivakain hidroklorida adalah obat anestesi lokal golongan amida dengan rumus
kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida. Mula
kerjanya lebih lambat daripada lidokain namun lama kerja sampai delapan jam. Oleh
karena lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat anestesi
lokal ini dengan teknik satu kali suntikan.
Obat ini terutama digunakan untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25 – 0,5%)
dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000. Obat ini menghasilkan blockade syaraf
sensorik dan motorik. Bupivakain mempunyai efek penurunan tekanan arteri rerata
lebih sedikit dibanding dengan menggunakan lidokain.
Penegakan Diagnosa
Patofisiologi
Dua teknik yang paling sering pada perioperatif managemen insulin pada penderita DM
4. Kesimpulan
- Pada pasien dengan diabetes melitus perlu untuk dipantau kondisi kadar gula darah.
- Pemilihan anestesi pada pasien dengan diabetes melitus dengan menggunakan
anestesi spinal memiliki respon yang lebih baik untuk mengatasi respon stres
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arauz C, Raskin P. Surgery and Anesthesia in Lebovitz HE ed. Therapy for Diabetes
Mellitus and Related Disorder, American Diabetes Association Inc, Virginia, 1991: 147-
50
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.2018.Morgan and Mikhail’s Clinical
Anesthesiology : Regional anesthesia and pain management (6th ed). United State:
Lange.
Desborough JP. 2000.The stress response to trauma and surgery. Br J Anaesth.
Gieseeke and Lee. Diabetic Trauma Patients in Text Book of Trauma Anesthesia ang Critical
Care, Mosby Year Book Inc, 1993: 663-671.
Karagiannis T, Bekiari E, Manolopoulos K, Paletas K, and Tsapas A. Gestational Diabetes
Mellitus: Why Screen and How To Diagnose. Hippokratia. 2010; 14(3): 151-154.
Singh M.2003.Stress Response and Anaesthesia : altering the peri and post operative
management. Indian JAnaesth.47 (6): 427-34.
Sunatrio, S., 1996, Penatalaksanaan Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus, Makalah
Kursus Penyegaran dan Penambah Anestediologi, Jakarta, Hal. 1-17.
Stoelting, Robert K., ed. et. al. ; Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice; 4th
ed.;
Lippincott Williams Wilkins; Philadelphia; 2006; pp.813-816.
Komplikasi Diabetes Melitus
Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi
insulin absolut atau relatif yang merupakan komplikasi akut diabetes. Manifestasi klinis
utama KAD berupa hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik. KAD pada DM terjadi bila
ada faktor pencetus, misalnya infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, steroid, atau
kurangnya dosis insuln. Selain KAD, komplikasi akut diabetes yang juga dapat
membahayakan adalah hyperglicemic hyperosmolar state (HHS).
Patofisiologi
Kriteria Diagnosis
KAD HHS
Ringan Sedang (glukosa Berat (glukosa Glukosa plasma
(glukosa plasma plasma plasma >600mg/dL
>250mg/dL) >250mg/dL) >250mg/dL)
pH darah arteri 7.25-7.30 7.00-<7.24 <7.00 >7.30
Bikarbonat 15-18 10-<15 <10 >18
serum (mEq/l)
Keton urin + + + Sedikit
Keton serum + + + Sedikit
Osmolarias Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320 mOsm/kg
serum efektif
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi
Status mental Sadar Sadar/somnolen Sopor/koma Sopor/koma
Analisis gas darah (AGD) apabila pH <7, sebaiknya diperiksa setiap 6 jam
hingga pH >7.1. Selanjutnya periksa AGD setiap hari sampai pasien stabil.
Protokol
Referensi :
1. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hypergliemic crises in adult patients
with diabetes. Diabetes Care. 2009;32(7)
2. Perkumpulan endokrinologi Indonesia: Petunjuk praktis pengelolaan diabetes melitus tipe
2. Jakarta: PB PERKENI; 2008