Anda di halaman 1dari 14

Kategori : Ilmu Kedokteran Jiwa

Judul : F20 Skizofrenia

ABSTRAK
Nama : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pedagang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Bangsa/suku : Indonesia/Jawa
Alamat : Candi Srihantono, Pundong, Bantul
No. RM : 63-14-xx
Tanggal diperiksa : 15 Agustus 2018

ISI
A. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Pasien merupakan rujukan dari RSJ Ghrasia dengan keluhan mendengar
bisikan-bisikan yang tidak ada wujudnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien datang bersama dengan ayah datang ke Poli Psikiatri RSUD Panembahan
Senopati untuk periksa. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Ghrasia dengan
keluhan mendengar bisikan-bisikan yang tidak ada wujudnya.
Pasien mengatakan bisikan-bisikan dimulai pada tahun 2006 setelah pasien lulus
sarjana. Awalnya pasien mempunyai masalah dengan pacarnya. Hubungan pasien
dan pasangan tidak direstui oleh kedua orang tua. Kedua orangtua tidak menceritakan
alasan menolak hubungan tersebut, namun mereka bersikeras menolak dan pasien
harus memutuskan hubungan tersebut. Pasien pun dengan terpaksa memutuskan
hubungan cinta pasien. Pasien merasa sedih akan keputusan tersebut dan merasa
bahwa dirinya tidak mungkin disukai orang lain. Pasien juga tidak berminat untuk
bekerja dan menjalankan hobinya berternak.
Setelah itu, pasien berkenalan dengan perempuan lain, kemudian menjadikan
perempuan tersebut sebagai pelampiasan. Setelah mengenalkan perempuan kedua ini
dengan orangtua, keluarga pasien setuju. Namun, keluarga pihak perempuan kurang
setuju karena melihat pasien sebagai orang yang mempunyai gangguan jiwa. Pasien
kemudian membicarakan hal ini dengan pasangannya, setelah pembicaraan itu,
pasien merasa dirinya ada yang mengikuti.
Bisikan-bisikan itu terus muncul di hari-hari setelahnya. Terkadang, bisikan itu
mengancam akan memotong alat kelamin pasien, mencongkel mata pasien, menusuk
dada pasien dan meminta pasien bunuh diri dengan berbagai cara. Pasien sadar
bahwa bisikan-bisikan ini hanya halusinasi dan tidak ada yang mendengar selain
pasien. Pasien tidak pernah menuruti atau melakukan apa yang bisikan-bisikan itu
minta. Pasien menganggap bisikan-bisikan itu merupakan “kiriman” dari dua
perempuan yang pernah pasien sakiti sebelumnya.
Saat ini pasien tinggal di rumah bersama ayah dan ibu dan adik pertamanya.
Hubungan pasien dengan keluarga baik. Hubungan pasien dengan tetangga kurang
baik. Pasien menganggap tetangga-tetangganya tahu apa yang pasien pikirkan dan
mereka membicarakan pasien serta berencana mencelakakan pasien. Pasien juga
merasa tetangganya tidak suka dan mengirimkan santet pada pasien, sehingga pasien
sering sakit pinggang dan kaki pegal-pegal.
Pasien berobat rutin sejak tahun 2006 ke dokter spesialis jiwa, dan obat diminum
rutin. Namun, sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien pindah berobat ke RS
Ghrasia karena pasien kecewa dengan dokter sebelumnya yang mengatakan obat
harus diminum seumur hidup.
Alloanamnesis: Tn. A (Ayah Pasien)
Pasien datang dengan ayahnya. Ayah mengatakan bahwa sakit pasien dimulai
ketika tahun 2006 setelah pasien lulus sarjana karena bingung tidak kunjung
mendapatkan pekerjaan. Ayah mengatakan bahwa pasien sering bercerita kalau
mendengar bisikan-bisikan yang tidak ada wujudnya. Bisikan tersebut menyuruh
pasien untuk menceburkan diri ke sumur dan lain sebagainya. Sejak saat itu, pasien
lebih terlihat murung, diam dan tidak mau banyak bergaul.
Ayah mengatakan bahwa beberapa bulan ini pasien lebih sering mengeluh akan
bisikan-bisikan tersebut. Bisikan dirasa semakin sering meminta pasien untuk bunuh
diri.
3. Hal-Hal yang Mendahului Penyakit
 Faktor Organik
- Trauma Kepala : Pasien pernah mengalami kecelakaan pada tahun 1993.
Dari kecelakaan tersebut, kepala pasien terbentur dan hilang kesadaran
selama 1 hari. Pasien didiagnosa Cedera Kepala dan dilakukan
craniotomy pada pasien dikarenakan ada pendarahan di otak.
- Kejang (-)
- Demam (-)
- Penyakit tumor diotak (-)
- Penyakit kronis atau sistemik lainnya (-)
 Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus)
- Psikososial (Stressor Psikososial)
 Pada tahun 2006, hubungan cinta pasien tidak direstui oleh
kedua orang tuanya, pasien kemudian memutuskan
pasangannya karena alasan tersebut. Pasien kemudian
menjalin hubungan dengan wanita lain dan hubungan ini
tidak direstui oleh keluarga pasangan.
 Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung)
- Kepribadian premorbid schizoid
- Hubungan sosial dengan tetangga kurang baik
4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Penyakit Serupa Sebelumnya
Pasien merupakan pasien rutin psikiatrik sejak tahun 2006.
 Riwayat Sakit Berat/Opname
Cedera kepala pada tahun 1993.
5. Riwayat Keluarga
 Pola Asuh Keluarga
Pola asuh yang diterapkan oleh keluarga adalah pola asuh otoriter, dimana pola
pengasuhan ini bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan
membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa
mau tahu perasaan sang anak..
6. Riwayat Pribadi
 Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal dengan usia kehamilan cukup bulan di dukun beranak.
 Latar Belakang Perkembangan Mental
Tidak didapatkan informasi.
 Perkembangan Awal
Tidak didapatkan informasi.
 Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah S1 Sarjana Pendidikan. Saat menempuh
pendidikan sampai dengan sarjana, tidak ada kesulitan mengikuti pelajaran.
 Riwayat Pekerjaan
Pada tahun 2015-sekarang : usaha jamu merpati yang dipasarkan secara online
 Riwayat Perkembangan Psikoseksual
Pasien tidak pernah mengalami kekerasan seksual semasa kanak-kanak
 Sikap dan Kegiatan Moral Spiritual
Agama Islam, sholat 5 waktu, kadang ditambah sholat sunah, pasien rutin pergi
ke pengajian setiap hari selasa
 Riwayat Perkawinan
Pasien belum pernah menikah.
 Riwayat Kehidupan Emosional (Riwayat Kepribadian Premorbid)
Pasien merupakan orang yang pendiam, jarang bercerita tentang masalah
pribadinya.
Pasien jarang bersosialisasi dengan tetangga sekitar, hanya ada satu keluarga di
tetangga pasien yang dekat dengan pasien.
Pasien dekat dengan ibu kandungnya.
 Hubungan Sosial
Pasien mengatakan hubungan dengan tetangga-tetangganya kurang baik.
Hubungan dengan masing-masing anggota keluarga baik, tetapi pasien kurang
edkat dengan ayahnya.
 Kebiasaan
Pasien mengatakan memiliki kebiasaan merokok, dalam satu hari bisa
menghabiskan sampai dengan dua bungkus rokok @12 batang. Kebiasaan
merokok sudah lebih dari lima tahun. Pasien tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi alkohol maupun obat-obatan (kecuali yang diberikan dokter).
 Status Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pedagang jamu merpati yang dipasarkan secara online
keuntungan per hari tidak menentu, ± 20-100 rb/hari. Pasien merasakan
pendapatan cukup dan tidak merasa kekurangan. Pasien dapat menabung. Pasien
tinggal bersama kedua orang tua dalam satu rumah.
 Riwayat Khusus
Pengalaman militer (-)
Urusan dengan polisi atau hukum (-)
7. Tingkat Kepercayaan Autoanamnesis
Autoanamnesis : dapat dipercaya
B. Pemeriksaan Fisik
 Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign
 TD : 100/70 mmHg
 HR : 86x/menit
 RR : 20x/menit
 T : 36,3° C
 Pemeriksaan Head to Toe
 Kepala : dbn
 Thorax : dbn
 Abdomen : dbn
 Ekstremitas : dbn

C. Status Psikiatri
1. Kesadaran
Hasil : Kuantitatif: GCS E4V5M6, Kualitatif : Compos mentis
Ket : Pasien sadar penuh
2. Gambaran Umum
 Penampilan / rawat diri
Hasil : Baik
Ket : Pakaian pasien rapi, sesuai umur, rambut rapi, dan cukup bersih
 Perilaku dan aktivitas
Hasil : Normoaktif
Ket : Perilaku dan aktivitas normal
 Sikap terhadap pemeriksa
Hasil : Kooperatif
Ket : Pasien dapat diajak berbicara ketika diwawancarai
 Pembicaraan
Hasil : Kuantitas cukup, kualitas koheren dan relevan
Ket : Pasien berbicara cukup, dapat dimengerti, menjawab sesuai dengan yang
ditanyakan saat wawancara
 Perhatian
Hasil : Mudah ditarik, mudah dicantum
Ket : Pasien memperhatikan pemeriksa saat ditanya dan tetap fokus
3. Mood dan Afek
 Mood
Hasil : Eutimik
Ket : Suasana perasaan dalam rentang normal, menyatakan tidak ada mood
yang tertekan atau melambung
 Afek
Hasil : Afek luas
Ket : afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas dengan
sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara, maupun gerakan
tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.
 Keserasian Afek
Hasil : Appropriate
Ket : Kondisi irama emosiaonal yang harmonis (sesuai, sinkron) dengan
gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.
4. Pembicaraan
 Kualitas : Koheren dan relevan
 Kuantitas : Pasien bicara cukup dan menjawab dengan sopan
 Kecepatan produksi : normal
5. Sensorium dan Kognitif
 Orientasi
Orang : baik, Pasien dapat mengenali dokter yang memeriksa, ayah yang
mengantar
Waktu : baik, Pasien dapat mengetahui tanggal dan jam hari itu saat diperiksa
Tempat : baik, Pasien dapat menyebutkan lokasi rumah sakit tempat pasien periksa
Situasi : baik, Pasien dapat mengatakan kondisi saat itu ramai.
 Daya Ingat
Memori segera : Pasien dapat mengingat nama pemeriksa yg baru
dikenalnya.
Memori jangka pendek : Pasien dapat menceritakan aktivitas apa yang dilakukan
sebelum ke RS.
Memori jangka tengah : Pasien ingat kejadian beberapa bulan yang lalu saat
lebaran.
Memori jangka panjang : Pasien ingat kapan pertama kali mengeluhkan bisikan-
bisikan yang tidak berwujud
 Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi : baik, Pasien dapat melakukan pengurangan dan penjumlahan
Perhatian : baik, Pasien diminta untuk mengeja huruf dari belakang dari kata
“Bantul”
 Kapasitas membaca dan menulis
Membaca : baik, pasien dapat membaca kalimat dengan baik
Menulis : baik, pasien dapat menulis kalimat dengan baik
 Pikiran abstrak
Baik, Pasien dapat mengerti peribahasa ada udang di balik batu.
 Pengetahuan umum
Baik, Pasien mengetahui berapa umur Indonesia ini
6. Persepsi
 Halusinasi auditorik + Waham curiga +
 Pasien mendengar bisikan-bisikan tanpa ada wujudnya, menyangkal melihat
bayang-bayang. Pasien merasa mantan pacar dan tetangganya melakukan santet
pada dirinya.
7. Pikiran
 Bentuk pikir : Non realistik
 Isi pikir : Ide kebesaran (-), Waham curiga (+), Fobia (-), gagasan bunuh
diri (-)
8. Insight
Derajat tiga, Pasien menyadari bahwa dirinya sakit, namun menyalahkan faktor eksternal.
D. Diagnosa Kerja
AKSIS I (Gangguan jiwa, kondisi yang menjadi fokus perhatian)
F20 Skizofrenia
AKSIS II (Gangguan kepribadian, retardasi mental)
Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
AKSIS III (Kondisi Medik Umum)
Post Cedera Kepala
AKSIS IV (Stressor Psikososial)
Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
AKSIS V (Fungsi Sosial)
GAF 80-71 = gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social, pekerjaan,
sekolah dll.
E. Penatalaksanaan
 Risperidon 2x2 mg
 Trihexyphenidil 2x5 mg
 Psikoterapi

DISKUSI
SKIZOFRENIA
Definisi
PPDGJ-III mendeskripsikan bahwa skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya skizofrenia
ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Pedoman Diagnosis
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a– Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda, atau
–Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (Withdrawal) dan
–Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umumnya mengetahuinya.
b. – Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau
– Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatantertentu dari luar atau
– Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
– Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
– Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien .
– Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
– Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terus menerus.
2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation)
yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
3. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
4. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang
menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika. adapun gejala-gejala khas
tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Klasifikasi
A. F.20.0 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostic
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
* Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
B. F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
1. Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
3. Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini
- – Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2
atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :perilaku yang tidak bertanggung
jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan
untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan
hampa perasaan. Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar
(inaproriate), sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas
diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai,
(grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-
ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi
dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak
menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations, dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud
(empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of
puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifatdibuat-buar
terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikirannya.
C. F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
1. Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
2. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.’
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skiszofrenia
D. F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi
semua:
- Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang
buruk.
- Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
- Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
- Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya,
depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
E. F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostic :
Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari: (1) gejala negatif
yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik. Dan (2) disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia
lainnya.
Epidemiologi
Studi Epidemiologi Catchmen Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental
Health (NIMH) di Amerika Serikat menyebutkan bahwa prevalensi skizofrenia seumur hidup
sekitar 1 persen, yang berarti bahwa 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama
masa hidupnya. (1) Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1%. Menurut
Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, daerah dengan jumlah penduduk dengan
gangguan jiwa berat yang terbanyak adalah Aceh dan DI Yogyakarta yaitu 2,7%.Laki-laki
mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Puncak onset untuk laki-laki
adalah 15-25 tahun, untuk wanita adalah 25-35 tahun.
Etiologi
Menurut Kaplan et al (2007) walaupun skizofrenia dibicarakan seakan-akan merupakan
penyakit tunggal, kategori diagnostik dapat termasuk berbagai gangguan yang tampak dengan
gejala perilaku yang agak mirip. Skizofrenia kemungkinan merupakan suatu kelompok
gangguan dengan penyebab yang berbeda dan secara pasti memasukkan pasien yang
gambaran klinisnya, respon pengobatannya, dan perjalanan penyakitnya adalah bervariasi.
1. Model Diastesis-Stres
Mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis)
yang, jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkn stres,
memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Pada model diastesis-stres yang
paling umum diastesis atau stres dapat biologis atau lingkungan atau mungkin
keduanya. Komponen lingkungan dapat biologis (contoh : infeksi) atau psikologis
(contoh :situasi keluarga yang tegang atau kematian teman dekat). Dasar biologis lebih
lanjut yang dibentuk diatesis lebih lanjut adalah oleh pengaruh epigenetik, seperti
penyelahgunaan zat, stres psikologis, dan trauma (Kaplan et al .,2007)
2. Faktor Biologis Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Seiring dengan berkembangnya
jaman selama dekade yang lalu semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan
patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk sistem limbik, korteks frontalis,
dan ganglia basalis. Tentu saja, ketiga daerah itu saling berhubungan, sehingga
disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi primer didaerah lainnya
(Kaplan et al .,2007).
3. Genetika Banyak penelitian yang telah dilakukan menyatakan dengan kuat bahwa suatu
komponen genetika terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik awal pada tahun
1930-an menemukan, jika ada salah satu anggota menderita skizofrenia maka
seseorang dari anggota keluarga tersebut kemungkinan besar akan menderita
skizofrenia pula dan hal ini berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan,
sebagai contoh sanak saudara derajat pertama atau derajat kedua. Kembar monozigotik
memiliki angka kesesuain yang tertinggi (Kaplan et al .,2007).
4. Faktor Psikososial Karena perkembangan pemahaman tentang biologi dan pengobatan
farmakologis skizofrenia yang aman dan efektif, maka telah menekankan bahwa untuk
pentingnya mengerti masalah individu, keluarga, dan sosial yang mempengaruhi
pasien. Jika skizofrenia adalah penyakit yang menyerang otak, maka diduga penyakit
ini sejalan dengan penyakit yang menyerang organ lain seperti infark miokardium dan
diabetes dimana penyakit ini dipengaruhi oleh stres psikososial. Juga tak lupa dengan
penyakit kronis seperti penyakit paru-paru kongestif kronis, dimana terapi obat saja
kurang mendapatkan perbaikan klinis yang maksimal. Jadi penting disini untuk juga
mempertimbangkan faktor psikologis juga dapat mempengaruhi skizofrenia (Kaplan et
al .,2007)
Gejala Klinis
Gejala Klinis Menurut Kaplan et al (2007) menyebutkan 3 masalah inti yang ditimbulkan
dari gejala dan tanda dari skizofrenia. Pertama, tidak ada gejala/tanda yang patogmonomik
pada skizofrenia, jadi setiap tanda atau gejalanya dapat ditemukan di gangguan psikotik atau
neurologis lainnya. Kedua, gejala pada pasien berubah seiring dari berjalannya waktu. Ketiga,
tidak lupa mempertimbangkan tingkatpendidikan, intelektual, dan keanggotaan kultural dan
subkultural pada pasien.
Gambaran klinis pada skizofrenia yakni :
1. Tanda dan gejala pramorbid.
2. Pemeriksaan status mental.
3. Mood, perasaan, dan afek.
4. Gejala afektif lainnya yaitu yang paling sering terjadi adalah halusinasi auditorik,
halusinasi kinestetik, ilusi.
5. Gangguan pikiran.
6. Impulsive, bunuh diri, dan pembunuhan.
7. Sensorium dan kognisi (orientasi terganggu).
8. Daya ingat: intak.
9. Pertimbangan dan tilikan: buruk
10. Kehilangan minat yang menyolok, malas, menarik diri secara sosial, tidak ada inisiatif,
sikap pasif
Gejala-gejala Skizofrenia berdasarkan Hawari (2001):
1. Gejala Negatif
Berikut gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebagai berikut:
a. Afek tumpul dan mendatar. Gambaran ini terlihat pada dari wajahnya yang
tidak memperlihatkan ekspresi.
b. Menarik diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun.
c. Kontak emosional sangat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berfikir abstrak.
f. Pola pikir stereotip.
2. Gejala positif
Gejala-gejala positif yang tampak pada penderita skizofrenia adalah sebagai
berikut:
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional atau masuk akal,
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional,
namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Kekacauan alam pikir, dapat dilihat dari isi pembicaraan si pasien. Misalnya,
kacau sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
c. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam. Mondar-mandir agresif. Bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
d. Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya
e. Penuh kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya
f. Menyimpan rasa permusuhan
g. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indra tanpa disertai dengan adanya
stimulus atau rangsangan. Misalnya, penderita mendengar adanya bisikan atau
suara-suara ditelinganya padahal tidak ada sumber suara atau bisikan disekitar
penderita.
1. RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN
9.1 FARMAKOTERAPI
1. Risperidon 2 x 2 mg  Antipsikotik atipikal, dievaluasi setiap bulan
Pada Algoritma pemberian APG :
 STEP 1 yang diberikan adalah risperidon merupakan gologngan atipikal
diberikan dosis 2mg/hari dibagi 2 dosis pemberian (2x1mg) dievaluasi tiap
bulan sampai 6 bulan. Bisa dinaikkan dosisnya maksimal 6 mg/hari, kalau
gejalanya masih timbul dan tidak berkurang maka beralih ke
 STEP 2 : diberikan golongana tipikal yang lebih misalnya apripirazol,
paliperdon), jika gejala tidak berkurang maka ke
 STEP 3 : diberikan golongan tipikal yaitu Haloperidol 2x1,5 mg/hari,
kemudian jika gejalanya masih maka bisa berlanjut ke
 STEP 4 : Kombinasi obat
 Tipikal-Tipikal
 Atipikal-Atipikal
 Tipikal-Atipikal / Atipikal-Tipikal obat utamanya yang mana ? obat
kedua di tapering terlebih dahulu kalau sudah masuk remisi
 STEP 5 : Semua obat diganti Clozapin dosis maksimal 400 mg/hari
 STEP 6 : Clozapin + Atipikal/Tipikal/Anti cemas ; sesuai dengan gejala)
 STEP 7 : Semua obat dihentikan ganti ECT, kalau dengan ECT masih, maka
pikirkan gangguan organik
Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole merupakan antagonis
monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2
dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik.
Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidone
merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif, hal tersebut
menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding
neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat
mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas
aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif
2. Trihexyphenidyl (THP) 2 x 5 mg  Penatalaksaan EPS
Gangguan ekstrapiramidal terkait antipsikotik :
 Akatasia : perasaan subjektif tidak bisa diam, gelisah, salah satu EPS yang
tersering
 Diskenesia tardif : gerakan mengecap-ngecap mulut
 Distonia akut : leher terpuntir, mata mendelik
 Sindroma neuroleptik :gangguan tanda vital
Secara umum penatalaksanaan EPS berupa pengurangan dosis, disertai (atau
tanpa) pemberian triheksilfenidil (agen antikolinergik). Trihexyphenidyl adalah
antagonis selektif reseptor acetylcholine M1 muscarinic. Oleh sebab itu hanya bekerja
pada M1 (kortikal atau neuronal) dan bukan subtipe muskarinik perifer (jantung dan
kelenjar). Mekanisme kerja Trihexyphenidyl yaitu dengan cara memblokir impuls
saraf dan melemaskan otot-otot sehingga gangguan gerakan yang tidak normal atau
tak terkendali akibat efek samping obat menjadi bisa dikendalikan.
9.2 NON-FAMAKOTERAPI
1. Psikoterapi
Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi yang
efektif untuk gangguan bipolar. Terapi ini memberikan dukungan, edukasi, dan
petunjuk untuk seorang dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
a. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar untuk
mengubah pola pikir dan perilaku negative. Tujuan dari terapi ini adalah memperbaiki
depresi dan mencegah kekambuhannya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognitif negatif, mengembangkan skema alternatif dan lebih fleksibel, serta
melatih kognitif dan respon perlakuan. Mengubah cara berpikir orang dapat memperbaiki
gangguan depresif. Terapi ini berfokus untuk mengoreksi pikiran negatif, perasaan
bersalah yang tidak rasional dan rasa pesimis pasien.
b. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga
memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
c. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar
meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian mereka.
Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai
penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini
membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun
depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin
2. Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga
melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya
meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga
kualitas hidupnya.
 Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
 Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama
tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya
perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
 Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya
 Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

Kesimpulan :
Saat dilakukan anamnesis pasien dapat menceritakan dengan jelas runtutan yang ia
rasakan berupa bahwa pasien mempunyai gejala skizofrenia, berupa :
b. Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya  Halusinasi auditorik
c. Merasa bahwa tetangga dan mantan pacarnya menyantet dirinya  waham curiga
d. Merasa bahwa tetangga membicarakan dirinya dan ingin mencelakainya  waham curiga
e. Merasa bahwa tetangga dapat membaca pikirannya  waham siar pikir

Referensi :

Kaplan - Sadock, 2014. Skizofrenia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jilid 2. Jakarta : EGC
Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosa Gangguan Jiwa, PPDGJ III. Jakarta: Direktorat Kesehatan
Republik Indonesia.

Penulis :
Salasatul Aisiyah
20174011119
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Pembimbing : dr. Vista Nurasti P., Sp.KJ

Anda mungkin juga menyukai