“ PABRIK TEKSTIL “
Disusun Oleh :
SEMARANG
2014
ABSTRAK
Kemajuan industri terus menerus mengalami peningkatan yang begitu pesat, hal ini
dapat dilihat dengan semakin banyaknya industri yang berkembang di Indonesia
baik yang bergerak di bidang komunikasi, teknologi, pertanian, bahan bangunan
maupun yang bergerak dibidang industri tekstil.
Pabrik Tekstil yang sebagian besar produksinya memakai bahan baku kapas
mempunyai resiko paparan debu kapas pada saluran pernafasan pekerja, bahaya
yang dapat ditimbulkan karena penghisapan debu kapas, hemp, atau flax sebagai
bahan dasar tekstil.
The progress of the industry continuously increased so rapidly, it can be seen with
the growing number of industries that developed in Indonesia, whether in the field of
communication, technology, agriculture, building materials as well as those engaged
in the textile industry. Textile mills are mostly wearing cotton raw material production
involves the risks of exposure to cotton dust in the respiratory tract of workers, the
dangers that can be caused due to vacuuming cotton, hemp or flax as a textile base
material. Therefore, the Government gives assurances to employees by making laws
About the crash in 1947 the number 33, which occurred on 6 January 1951, then
followed by government regulations About the enactment of regulations Statement
crash in 1947 (PP No. 2 1948), which is evidence of the significance of he safety
within the company
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pabrik Tekstil yang sebagian besar produksinya memakai bahan baku kapas
mempunyai resiko paparan debu kapas pada saluran pernafasan pekerja, bahaya
yang dapat ditimbulkan karena penghisapan debu kapas, hemp, atau flax sebagai
bahan dasar tekstil adalah Bysinosis. Bysinosis adalah suatu penyakit yang khas
ditandai oleh adanya “rasa hari senin”, dari semua jenis penyakit yang ditimbulkan
akibat kerja di pabrik tekstil Bysinosis merupakan penyakit yang paling penting
dalam perindustrian tekstil. Di Indonesia Bysinosis didasarkan atas kekhawatiran
akan cacat paru – paru yang hebat.
Pada Industri tekstil baik yang sistem kerjanya secara tradisional maupun
modern mempunyai berbagai faktor risiko potensi bahaya. Salah satunya berasal
dari zat kimia yang digunakan sebagai pewarna bahan. Bahan kimia yang digunakan
berupa bahan organik maupun anorganik yang digunakan dalam industri termasuk
produk natural, menyebabkan daftar bahan kimia berbahaya tidak akan berakhir.
Kontak tubuh dengan bahan kimia dapat terjadi pada berbagai tahapan proses kerja
penggunaan bahan kimia, mulai dari proses awal sampai pada pengepakan. Proses
produksi pada pabrik tekstil dimulai dari mendesain, mengikat benang sesuai
dengan desain, mewarnai / cucuk, mencelup, mencatri, malet dan akhirnya
menenun. Dengan menggunakan berbagai bahan yang pernah dilaporkan, bahan
tersebut mempunyai beragam jenis penyakit yaitu, penyakit umum dan penyakit
akibat kerja.
Adanya berbagai tuntutan tentang masalah kesehatan dan keselamatan
kerja, perusahaan harus dapat memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan
perlindungan pada karyawan dengan melakukan program-program tentang
kesehatan dan keselamayan kerja. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan jaminan
kepada karyawan dengan menyusun Undang undang Tentang Kecelakaan Tahun
1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian
disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan
kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang
disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan
(Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan, 2002). Lalu, menurut penjelasan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa
sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung
jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi,
bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi
para karyawan juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai
kesejahteraan bersama
Masalah yang terjadi pada tenaga kerja di industri tekstil yang terkait dengan
ergonomi seperti posisi tubuh dan pergelangan tangan yang tidak baik dan harus
melakukan pekerjaan yang berulang-ulang pada hanya satu jenis otot sehingga
sangat berpotensi menimbulkan cumulative trauma disorder (CTD)/ Repetitive
Strain Injuries (RSI) (Work Safe bulletin:1997 dan FoCUS:1999). Zvonko Gradcevic
dkk (2002) mengungkapkan bahwa operasi kerja di bagian penjahitan adalah dari
tangan-mesin-tangan dan sub operasi mesin berdasarkan cara kerja dan bagian
(piece) yang dijahit menurut struktur produk garmennya.
(Cvetko Z. Trajković, Dragan M. Djordjević, (1999). The Sources Of
Dangers And The Character Of Injuries At Work In The Garment Industry. The
scientific journal FACTA UNIVERSITATIS Series: Working and Living Environmental
Protection Vol. 1, No 4, 1999, pp. 107 – 113. UNIVERSITY OF NIŠ)
PERMASALAHAN
TUJUAN
1) Mengetahui Penyakit Akibat Kerja (PAK) di pabrik tekstil
2) Mengetahui standart Pelayanan dan fasilitas kerja di Pabrik Tekstil
METODE
(http://www.bimbingan.org/langkah-menulis-kti-metode-studi-literatur.htm)
Penyakit yang di derita karyawan dalam hubungan dengan kerja baik faktor
resiko karena komdisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang di pakai,
prose produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. (Harjono)
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja, berikut
beberapa jenisnya yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada
di tempat kerja.
1. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan
2. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan,
kabut
3. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, Dll
4. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
5. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan, Dll
(Misbakhul Ulum, Makalah Penyakit Akibat Kerja, 2012.)
Pabrik tekstil merupakan salah satu industri yang mempunyai faktor resiko
terkena penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja di industri tekstil diantaranya :
a. Faktor Fisik
Suara tinggi/bising: menyebabkan ketulian
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil antara, hasil samping, hasil
(produk), sisa produksi atau bahan buangan.
d. Faktor Fisiologi
Akibat: cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah,
Kontruksi salah.
Pabrik tekstil yang baik harus memilki standar pelayanan dan fasilitas kesehatan
sesuai yang ditetapkan oleh Keputusan Menkes RI No.261/MENKES/SK/II/1998
yaitu sebagai berikut :
1. PELAYANAN DAN FASILITAS KESEHATAN
a. Pelayanan Kesehatan Kerja, meliputi:
o Pemeriksaan kesehatan badan awal, berkala dan khusus
o Pengobatan, perawatan, vaksinasi, dan imunisasi
o Asuransi Kesehatan.
o Pendidikan Kesehatan kepada Tenaga Kerja
o Penyelenggaraan Makanan
o Fasilitas Keluarga Berencana
b. Fasilitas Kesehatan:
o Sarana Kesehatan : Balai Pengobatan, Poliklinik, Pelengkapan P3K
o Tenaga Kesehatan: Dokter dan Para Medis
c. Fasilitas Sanitasi:
o WC, Kamar madi
o Tempat Cuci tangan
o Kantin
o Tempat istirahat dan pertemuan
Sumber: SNI 19 – 1961 – 1990
d. Persyaratan Jenis dan Jumlah Sarana Sanitasi
Jumlah Karyawan Jumlah Wastafel Jumlah Jamban
1 – 15 1 1
16 – 30 2 2
31 – 35 3 3
46 – 60 4 4
61 – 80 5 5
81 - 100 6 6
KESIMPULAN
Penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada pekerja di pabrik tekstil ada 3
macam diantaranya adalah penyakit akibat kerja yang umum terjadi seperti : TBC,
infeksi saluran pernafasan, pneumopathia, kanker kulit dan jari-jari tangan; penyakit
paru-paru akut, byssionis pada pekerja-pekerja pemintalan; penyakit antraks pada
pekerja pengolahan wool. Penyakit akibat kerja di pabrik tekstil itu sendiri seperti :
gangguan kesehatan, kelelahan, dan kecelakaan kerja. Serta penyakit akibat kerja
dilihat dari segi ergonomi dari berbagai faktor seperti : faktor fisik (kebisingan,
tekanan, getaran), faktor kimia (bahan baku, bahan tambahan, hasil antara, hasil
samping, hasil produk, sisa produksi atau bahan buangan yang digunakan), faktor
biologi (Bakterial Diseases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus), faktor
fisiologi (cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, Kontruksi
salah), dan faktor mental psikologi {Organisasi kerja (type kepemimpinan, Hubungan
kerja, Komunikasi, keamanan), Type kerja (monoton, berulang-ulang, kerja
berlebihan, kerja kurang, kerja shif, terpencil)}.
Penyakit akibat kerja tersebut dapat di cegah atau di atasi dengan adanya
pelayanan serta fasilitas kesehatan yang sesuai dengan Keputusan Menkes RI
No.261/MENKES/SK/II/1998.
SARAN
Di setiap tempat kerja termasuk pabrik tekstil perlu memperhatikan segala aspek
yang dapat menghindarkan para pekerjanya terkena penyakit akibat kerja
khususnya pada fasilitas dan pelayanan kesehatan yang disediakan di tempat kerja
tersebut. Sehingga apabila terjadi kecelakaan akibat kerja dapat segera dilakukan
tindakan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Riska denie irwandi, penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja, 2007