Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi paru-paru yang saat ini menjadi ancaman
global. Pneumonia menjadi penyebab pertama angka kematian anak tertinggi di dunia
dibandingkan dengan kasus infeksi lainnya. Saat ini di dunia tengah mengalami pandemi
COVID 19 dengan jumlah kematian yang tinggi di semua kalangan umur. Pneumonia dengan
COVID 19 memiliki kaitan yang erat, sebab salah satu manifestasi pasien yang terinfeksi
virus ini memiliki gambaran klinis berupa pneumonia.
. Pada laporan kasus ini, dilaporkan seorang pasien anak berusia 3 bulan merupakan
rujukan dari klinik spesialis anak dengan keluhan sesak napas yang tidak bisa teratasi. Sesak
napas merupakan salah satu manifestasi dari berbagai macam penyakit, misalnya pneumonia.
Sesak napas merupakan gejala gangguan respiratorik yang terjadi pada pneumonia. Selain
sesak napas, gejala respiratorik lain yang dialami oleh pasien berupa batuk yang semakin
memberat hingga kesulitan bernafas yang dialami pasien. Pada pasien ini kondisi awal pasien
adalah dikatakan ibu memiliki pilek sekitar 5 hari sebelum masuk rumah sakit, namun
keluhan memberat 3 hari yang lalu saat pasien mulai batuk hingga mengalami kesulitan
bernafas. Sejak kesulitan bernafas kondisi pasien juga disertai demam. Akan tetapi, demam
pada pasien turun setelah diberikan obat paracetamol. Kondisi pasien dengan batuk, pilek dan
demam hingga kesulitan bernafas menandakan pasien kemungkinan besar mengalami
pneumonia. Hal ini diperkuat dengan temuan hasil pemeriksaan fisik, yaitu saat pasien
datang pertama kali ke IGD rumah sakit pasien sesak dengan frekuensi nafas 62 kali per
menit, dengan tampakan tarikan dinding dada (retraksi subcostal) minimal dan saturasi
oksigen yang menurun hingga diangkat 91%. Saturasi oksigen pasien bertambah menjadi
97% setalh diberikan bantuan oksigen dengan nasal kanul 1 lpm. Pada pemeriksaan
auskultasi lapang paru terdengar crackles di kedua lapang paru (+/+), dan tidak ditemukan
wheezing pada kedua lapangan paru. Kondisi-kondisi tersebut mengarahkan pasien lebih
kuat mengalami pneumonia. Selanjutnya pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
memastikan kembali kecurigaan pneumonia pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan antara lain, pemeriksaan laboratorium berupa swab antigen, darah lengkap dan
GDS. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan adanya peningkatan angka leukosit pada pasien
yaitu hingga 19.890/uL. Hal ini meningkatkan dugaan terjadi proses infeksi pada pasien.
Akan tetapi pemeriksaan swab antigen menunjukkan hasil non reaktif, sehingga pasien
ditatalaksanai dengan tatalaksana pasien pneumonia pada umumnya berupa pemberian obat-
obatan antibiotik yaitu ceftriaxone dan gentamisin untuk mengatasi pneumonia pada pasien.
Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan penunjang lain berupa rontgen thoraks AP dan
didapatkan hasil bahwa adanya ground glass opacity pada kedua lapangan paru terutama
lapangan atas dan tengah kedua paru yang terkesan berupa pneumonia berat yang mengarah
pada infeksi COVID 19, sehingga diberikan usul pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan
swab PCR. Proses pemeriksaan swab PCR pada pasien dilakukan pada hari ke 6 sejak awal
gejala muncul atau hari ke 4 sejak kondisi pasien memberat, namun hasil pemeriksaan
memerlukan waktu cukup lama sehingga sementara menunggu hasil pemeriksaan PCR
pasien masih tetap diberikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana pneumonia berupa
pemberian terapi simptomatik dan antibiotik empiris. Terapi antibiotik pada kasus
pneumonia yang digunakan adalah golongan obat betalaktam dan aminoglikosida. Akan
tetapi, pada pasien bayi kecil resiko sepsis dan meningitis lebih tinggi sehingga antibiotik
yang diberikan lebih agresif dengan pemberian obat antibiotik spectrum luas berupa
kombinasi golongan sefalosporin dan aminoglikosida. Pada pasien ini terapi antibiotik yang
diberikan yaitu dengan kombinasi ceftriaxone dan gentamisin dengan dosis sesuai dengan
berat badan pasien. Selain itu, pemberian antibiotik berupa azitromisin juga diberikan pada
pasien, karena penyebab pneumonia atipikal pada pasien juga mungkin terjadi.
Hasil swab PCR pasien keluar sekitar 5 hari sejak pasien MRS atau sekitar 10 hari dari
awal munculnya gejala dan hasil menunjukkan reaktif. Pemeriksaan tersebut menegakkan
diagnosis pneumonia pada pasien disebabkan oleh COVID 19. Akan tetapi setelah hasil
pemeriksaan keluar, orang tua pasien menolak untuk anaknya dilakukan perawatan lanjutan
di ruang isolasi dan memutuskan pulang paksa. Terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan
swab antigen dan swab PCR pada pasien hal ini menandakan, kemungkinan saat dilakukan
pemeriksaan swab antigen kondisi pasien sedang berada pada kondisi window period
sehingga belum terdeteksi dengan pemeriksaan swab antigen.
Faktor risiko terjadinya pneumonia antara lain adalah seringnya anak mendapatkan
paparan polusi dari dalam rumah, seperti pada ayah dan kakeknya yang merupakan perokok
aktif. Paparan asap rokok yang didapatkan oleh pasien dari lingkungan rumah menyebabkan
kondisi pasien rentan mengalami gangguan saluran nafas hingga pneumonia.
Tatalaksana pneumonia lainnya yang dilakukan adalah pemberian oksigen sesuai kondisi.
Monitor SpO2 sangat penting karena dapat mengindikasikan ancaman gagal napas. Pada
pasien diberikan mulai dari 1 lpm yang dilihat dan dicocokkan dari klinisnya. Pemberian
cairan intravena bertujuan untuk pemberian nutrisi dan jalur pemberian obat. Pemberian
cairan juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan memenuhi kebutuhan
cairan yang meningkat pada pasien dengan kondisi infeksi. Pada pasien cairan yang
diberikan berdasarkan perhitungan kebutuhan cairan pasien dengan rumus holiday segar
maka kebutuhan cairan pasien yaitu sebesar 740 cc/hari yang diberikan dengan jalur
intravena dari infus sebanyak 240 cc (10 tpm mikro) dan asupan dari ASI dan susu formula
sebesar 500cc.
Setelah proses perawatan selama 7 hari di rumah sakit kondisi pasien sudah semakin
membaik namun belum pulih secara total sehingga seharusnya perawatan pasien bisa
dilanjutkan dengan memberikan treatment untuk penatalaksanaan COVID 19 pada pasien
dengan pemberian antivirus. Akan tetapi perawatan pada pasien tidak bisa dilanjutkan karena
orang tua pasien memutuskan pulang paksa karena menolak untuk menerima perawatan di
ruang isolasi COVID 19.
BAB 5

KESIMPULAN

Pneumonia merupakan infeksi pada paru-paru yang menjadi penyebab kematian pada
anak terbanyak di dunia. Pneumonia bisa disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti
bakteri, virus dan jamur. Pada pasien ini setelah dilakukan pemeriksaan disimpulkan bahwa
pasien mengalami pneumonia yang disebabkan oleh infeksi corona virus sehingga diagnosis
akhir pasien menjadi COVID 19 terkofirmasi dengan gejala berat dan pneumonia berat.

Penatalaksanaan pada pasien sudah dilakukan secara komprehensip, yang dapat dilihat
dari progresifitas kondisi pasien yang kian membaik setelah beberapa hari perawatan. Akan
tetapi kondisi pasien belum sembuh sepenuhnya sehingga perlu mendapatkan terapi lebih lanjut
dalam hal ini terapi antiviral. Akan tetapi pada pasien tidak dilakukan karena setelah hasil
pemeriksaan gold standar untuk menegakkan COVID 19 berupa swab PCR dilakukan orang tua
pasien memutuskan untuk pulang paksa dan melanjutkan sendiri perawatan di rumah.

Anda mungkin juga menyukai