Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar payudara merupakan suatu seri peristiwa
yang melibatkan interaksi berbagai macam tipe sel yang berbeda yang dimulai sejak
kelahiran dan terus berlangsung di bawah pengaruh siklus menstruasi dan proses gestasi.
Rangkaian peristiwa tersebut diatur oleh interaksi yang kompleks antara berbagai hormon
steroid dan faktor pertumbuhan, baik dari sel yang berdekatan dengannya maupun dari
komponen dalam lingkungan sel tersebut (faktor pertumbuhan). Stimulasi tersebut akan
mempengaruhi perubahan morfologi dan metabolismenya. Kerentanan kelenjar payudara
terhadap tumorigenesis dipengaruhi oleh perkembangan normal dari kelenjar itu sendiri yang
dikarakterisasi dengan berbagai perubahan dalam proliferasi dan diferensiasi sel payudara
(Guyton and Hall, 1996; Kumar, et al., 2000).
Penelitian menunjukkan bahwa sistem endokrin yang mengontrol perkembangan
payudara mempengaruhi risiko terjadinya kanker payudara. Keseimbangan antara proliferasi,
diferensiasi dan kematian sel-sel kelenjar payudara berperan penting dalam proses
perkembangan tersebut. Gangguan dalam keseimbangan ini akan dapat mengakibatkan
terjadinya kanker (Kumar et al., 2000).
Beberapa faktor endokrin yang berkaitan dengan faktor risiko adalah obesitas, karena
dalam keadaan obesitas terdapat peningkatan produksi estrogen jaringan adipase payudara;
peningkatan kadar estrogen endogen dalam darah; kadar androstenedion dan testosteron
dalam darah yang lebih tinggi dari normal yang bisa diubah menjadi estrogen estron dan
kemudian estradiol; peningkatan kadar estrogen dan androgen dalam urin.
Estrogen merupakan suatu hormon steroid yang memberikan karakteristik seksual pada
wanita, mempengaruhi berbagai organ dan jaringan di antaranya terlibat pada regulasi
proliferasi sel dan diferensiasi baik pada wanita atau pria. Estrogen menyebabkan
perkembangan jaringan stroma payudara, pertumbuhan sistem duktus yang luas, dan deposit
lemak pada payudara (Guyton and Hall, 1996). Diduga paparan yang berlebihan dari
estrogen endogen dalam fase kehidupan perempuan berkontribusi dan mungkin merupakan
faktor penyebab terjadinya kanker payudara (Yager and Davidson, 2006).
Selain itu, kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai
prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, hanya saja
prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006 di Amerika, terdapat
2

212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720 kasus baru pada pria, dengan
40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus kematian pada pria (Anonimc, 2006). Di
Indonesia, kanker payudara menempati urutan ke dua setelah kanker leher rahim
(Tjindarbumi, 1995). Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh
kejadian kanker (Siswono, 2003).
1.2.Tujuan
Penulisan makalah ini ditujukan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
pathogenesis, tanda, gejala, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
glomerulonefritis akut yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya gagal
ginjal.

























3



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi
Payudara dewasa masing-masing terletak di torak depan dengan dasarnya terletak dari kira-
kira iga kedua sampai iga keenam. Medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral
setentang garis mid aksilaris dan meluas keatas ke aksila melalui suatu ekor aksila berbentuk
piramid. Payudara terletak diatas lapisan fasia otot pektoralis mayor pada dua pertiga
superomedial dan sepertiga lateral bawah otot seratus anterior. Pada 15 % kasus jaringan
payudara meluas kebawah garis tepi iga dan 2 % melewati pinggir anterior otot latissimus
dorsi. Payudara yang asimetri sering dijumpai diantara wanita normal dan penderita tidak
begitu menyadarinya atau mungkin menerimanya sebagai variasi normal. Separuh wanita
mempunyai perbedaan volume 10 % antara 2 payudara kiri dan kanan dan seperempatnya
dengan perbedaan 20 %. Payudara kiri selalu lebih besar dibanding yang sebelah kanan.

Midline
clavicle
1
2
3
4
5
6
Nippleareola
complex
between the
4th
and the 5th ribs
Natural lines
(Langer
lines) of skin
tension

Mammae terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, lemak, pembuluh darah,
saraf, saluran getah bening, otot dan fascia. Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-
20 lobus yang masing-masing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya dan
4

bermuara pada puting susu. Tiap lobus dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-masing
terdiri dari 10-100 asini grup. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari mammae
(Schwartzs, 2006).

Gambar 1. Milky line
(Schwartzs, 2006)
Jaringan ikat subcutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk septa diantara
kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar mammae. Mammae dibungkus
oleh fascia pectoralis superficialis dimana permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh
ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga (Schwartzs, 2006).
Setengah bagian atas mammae, terutama quadran lateral atas mengandung lebih banyak
komponen kelenjar dibandingkan dengan bagian lainnya. Mammae terletak diantara fascia
superficialis dinding thorax anterior dan fascia profunda (pectoralis), antara mammae dan
dinding thorax terdapat bursa retromammaria yang merupakan ruang antara fascia superficialis
dengan fascia profunda (pectoralis), dengan adanya bursa ini menjamin mobilitas mammae
terhadap dinding thorax (Schwartzs, 2006).
5


Gambar 2. Potongan sagital mammae
(Skandalakis)
Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae berkembang
tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan ductus yang pendek, serta
terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, areola dan parenkhimnya (Schwartzs, 2006).
Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang kompleks. Pada wanita
dewasa, mammae terletak di anterior dinding thorax setinggi costa 2 atau 3 sampai dengan
costa ke 6 atau ke 7, dan terbentang antara linea parasternalis sampai dengan linea axillaris
anterior atau media. Mammae pada wanita dewasa berbentuk hemisphere yang khas dengan
ukuran, kontur, konsistensi dan densitas yang sangat bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor
hormonal, genetic dan diet (Schwartzs, 2006).
Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm. Berat
mammae bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi, namun dapat mecapai
500 gram pada mammae laktasi (Schwartzs, 2006).
6


Gambar 3. Mammae tampak anterior
(Sobotta)
Jaringan payudara terletak diantara jaringan lemak subcutaneous dan fascia pectoralis
mayor dan otot-otot seratus anterior. cabang-cabang kelenjar bening dan pembuluh darah
melewati ruang retromammary diantara permukaan posterior jaringan payudara dan fascia
M.pectoralis mayor; oleh karena itu, tindakan mastectomy total yang benar adalah dilakukan di
bawah fascia M. pectoralis. Dari dermis sampai fascia yang terdalam terdapat ligamentum
Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Oleh karena itu, jika terdapat tumor pada
payudara yang melibatkan ligamentum Cooper dapat menyebabkan penyusutan (penarikan)
pada kulit dan retraksi kulit (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005). Lebih dalam lagi dari M.
pectoralis mayor terdapat M. pectoralis minor. M. pectoralis minor dilapisi oleh fascia
clavipectoral yang menyatu dengan fascia axilla.
a. Sistem Lobus dan Duktus
Payudara terdiri dari lobus-lobus berjumlah sekitar 15 20 %. Jumlah yang banyak
tampak pada potongan transvers dari nipel. Masing masing lobus dialiri oleh sistem
duktus dari sinus laktiferous (bila distensi mempunyai diameter 5 8 mm) terbuka pada
nipel, dan masing-masing sinus menerima suatu duktus lobulus dengan diameter 2 mm atau
kurang. Didalam lobus mencapai 40 atau lebih lobulus. Satu lobulus mempunyai diameter
23 mm dan dapat terlihat dengan mata telanjang. Masing-masing lobulus mengandung 10
sampai 100 alveoli (Acini) yang merupakan unit dasar sekretori. Payudara laktasi
mempunyai berat 150-225 gr.sedangkan payudara laktasi >500gr.
b. Sistem Aliran Darah
7

Suplai darah payudara berasal dari arteri aksilaris melalui arteri torakobrakialis, arteri
torasik lateral dan arteri subskapularis dan dari arteri subklavia melalui arteri torasik interna
(arteri mammari).
Arteri torasik interna mensuplai 3 cabang besar keanterior melalui celah interkostal dua,
tiga dan empat. Sistem vena melalui pleksus sub areolar dan mengalir ke vena interkostal,
vena aksilaris dan ke vena torasik interna.
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A. thoracica interna)
Cabang lateral dari A. intercostalis posterior
Cabang-cabang dari A. Axillaris
A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A. Subscapularis
2. Vena
Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna
Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-acromialis, V. thoracica
lateralis dan V thoraco dorsalis
Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis
c. Sistem Aliran Limfe
Drainase sistem limfe payudara sangat penting dalam penyebaran pada keganasan tapi
sedikit berperan pada penyakit jinak. Beberapa pleksus limfe dari bagian parenkim
payudara dan regio subareolar mengalir ke kelenjar getah bening regional yang kebanyakan
terletak di aksila. Kebanyakan aliran limfe dari masing-masing payudara melewati
sepanjang kelenjar getah bening aksila ipsilateral yang merupakan suatu rantai yang
bermula pada kelenjar getah bening aksila anterior (pektoral) dan berlanjut ke group
kelenjar getah bening aksila sentral dan apikal. Selanjutnya drainase ke group kelenjar
getah bening sub skapular dan interpektoral. Dalam jumlah kecil drainase limfe
menyeberang ke payudara kontralateral dan juga turun ke bungkus rektus. Beberapa bagian
medial payudara mengalir ke limfe yang bergabung dengan pembuluh darah torasik interna
dan mengalir ke group torasik interna dari kelenjar getah bening torak dan mediastinal.
d. Kelenjar Getah Bening Regional
Ada tiga rute drainase kelenjar getah bening aksila yaitu : Aksilari, transpektoral dan
mamari interna. KGB intramammari ditandai untuk keperluan staging. KGB
supraklavikular diklasifikasi sebagai KGB regional juga untuk maksud staging. Metastase
ke KGB yang lain termasuk servikal atau KGB mammari interna kontralateral di
8

klassifikasikan sebagai metastase jauh (M1). Kelenjar getah bening regional adalah sebagai
berikut:
1. Aksilar (ipsilateral) : KGB interpektoral (Rotters) dan KGB sepanjang vena aksilaris
dan cabang-cabangnya di bagi kedalam beberapa level :
Level I (Low axilla) : KGB terletak di sisi lateral dari otot pektoralis minor.
Level II (Mid axilla) : KGB terletak sisi lateral dan medial otot pektoralis minor dan
interpektoral ( Rotters node ).
Level III (Apical axilla) : KGB terletak di sisi medial otot pektoralis minor.
2. Mammari interna (ipsilateral) : KGB terletak di celah interkostal sepanjang tepi sternum
di dalam fasia endotorasik.
3. Supraklavikular : KGB di fossa supraklavikular yang didefinisikan sebagai suatu
segitiga yang di bentuk oleh otot omohioideus dan tendon (bagian superior dan lateral),
vena jugular interna (bagian medial), klavikula dan vena subklavia (bagian bawah).
Diluar dari KGB sekitar segitiga dianggap sebagai KGB lower cervical (M1). (AJCC,
2002)
Adanya pembesaran kelenjar getah bening belum tentu terdapat metastase tumor ganas
payudara ataupun sebaliknya pada tumor dengan kelenjar getah bening yang unpalbable
belum tentu tidak ada metastas.
Faktor prognostik yang paling penting pada pasien dengan kanker payudara adalah
adanya keterlibatan metastase KGB aksila. Aliran KGB dari payudara penting dalam
hubungannya dengan penyakit keganasan melalui kelenjar aksila dan kelenjar mamari
interna. Kelenjar aksila menerima kira-kira dari total aliran KGB., dan ini
menggambarkan besarnya frekwensi metastase tumor ke kelenjar ini.
Ada 20 jumlah KGB diaksila, dengan 13 KGB di level I, 5 KGB di level II, dan
2 KGB dilevel III. Beberapa studi menunjukkan bahwa metastase yang sering terjadi
adalah pada level I, hanya sebagian kecil yang melibatkan level II dan sejumlah kecil (0-9
%) terjadi pada level III. Diseksi aksila direkomendasikan antara lain untuk pengangkatan
dan pemeriksaan patologi KGB aksila yang merupakan prosedur standard pada pasien
dengan karsinoma mamma invasif dini, untuk staging yang akurat dan mengurangi
rekurensi di aksila.
Pengetahuan tentang keterlibatan daerah ini dan kepentingannya perlu dalam
merencanakan terapi. KGB aksila merupakan daerah prinsipal dari metastase regional
kanker payudara dan 40 % dari pasien menunjukkan bukti penyebaran ke KGB aksila.
Metastase KGB aksila dapat dilihat pada 12 37 % dari tumor yang berukuran 1
cm atau kurang. Silverstein dan kawan kawan melaporkan metastase KGB aksila hanya 3
9

% dari 96 pasien dengan tumor berukuran 0,5 cm atau lebih kecil, tapi 50 % pasien-pasien
ini menderita karsinoma insitu intraduktal dengan ditemukannya daerah-daerah yang
didapati karsinoma mikroinvasif. Data sebelumnya dari penulis juga menyatakan bahwa
tumor dengan ukuran 0,5 1 cm, maka resiko keterlibatan KGB aksila berhubungan
dengan metode deteksi tumor, tumor yang terdeteksi dengan mamografi memiliki insidensi
adanya metastase KGB 7 % dan tumor yang teraba memiliki tingkat insidensi adanya
metastase sebanyak 24 %.
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pembesaran KGB antara lain:
Besar tumor
Tumor dengan diferensiasi jelek (grade III).
Adanya invasi ke sistem limfatik dan vaskular di dalam dan sekitar tumor
Kemungkinan keterlibatan KGB aksila tampaknya berhubungan langsung dengan
ukuran tumor primer. Deteksi keterlibatan KGB aksila dengan pemeriksaan fisik
menunjukkan fals (+) dan false (-) yang tinggi. Jika KGB aksila dapat dipalpasi, bukti
histologis dari metastase tidak ditemukan pada 25 % pasien. Sebaliknya jika KGB aksila
tidak teraba, keterlibatan histologis terdeteksi pada 30 % pasien. Keterlibatan histologi
KGB aksila mempunyai korelasi dengan prognosis. Pasien dengan tanpa keterlibatan KGB
aksila kemungkinan hidup lebih besar dari pada yang terlibat KGB aksilanya.
Klasifikasi patologi memerlukan reseksi sekurang-kurangnya pada KGB aksila (level I).
Suatu reseksi biasanya meliputi 6 atau lebih KGB.(Hermanek dkk, 1997).Mathiesen
menunjukkan bahwa indentifikasi mikro metastase yang potensial mencapai 10 KGB pada
pengangkatan KGB aksila.
e. Sistem Persarafan
Pada prinsipnya persarafan payudara oleh nervus sensori somatik dan otonom
bergabung pembuluh darah. Secara umum areola dan nipel disuplai oleh sistem otonom
yang muncul semata-mata menjadi simpatis. Tidak ada aktivitas parasimpatis yang
ditunjukkan pada payudara.
Suplai nervus sensori somatik superior dan lateral berasal dari nervus supraklavikular
(C3 dan C4) dari cabang lateral nervus interkostal torasik (34 ). Aspek medial dari
payudara menerima suplai dari cabang anterior nervus interkostal torasik yang menembus
pektoralis mayor mencapai kulit payudara.Suplai terbesar dari kwadran lateral atas
payudara melalui nervus interkostobrakialis ( C8 dan T1 ) .Nervus pektoralis lateralis
mempersarafi m,pektoralis mayor & minor,berjalan medial terhadap m.pektoralis
minor,harus dilindungi sewaktu melakukan mastoidektomi radikal dimodifkasi.untuk
mencegah atrofi m.pektoralis mayor.
10

Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2
sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem saraf otonom. Pada
prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV, V, VI dan cabang dari plexus
cervicalis (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005).
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah penting guna
mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N. thoracalis berada di
sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus ini mempersarafi M. serratus
anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat melakukan ekstensi lengan. Cedera
pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan deformitas pada scapula. N. thoracodorsal
mempersarafi M. latissimusdorsi. Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan
ketidakmampuan lengan untuk melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang
axilla terdapat Nervus sensoris intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana
cedera pada saraf ini dapat mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang
permukaan medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang
dinding dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga
sering terjadi mati rasa pasca bedah (Sjamsyhidajat, Wim de Jong, 2005).

2.2 Tumor Jinak Payudara
1. Fibrokistik
Fibrokistik digambarkan sebagai variasi dari morfologi payudara yang berespon
terhadap perubahan fisiologis pada jaringan payudara. Biasanya gejala timbul sebelum
menopause. Gejala dapat menetap jika wanita diberikan terapi hormon pada periode
postmenopause (Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
2. Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor yang biasa terjadi pada populasi wanita. Biasa terjadi
pada wanita berumur 20-30 tahun. Teraba sebagai massa kenyal, lobulasi, berbatas tegas,
sangat mobil. Pada wanita postmenopausal, fibroadenoma dapat berinvolusi, hyalinisasi atau
mengkalsifikasi dan pada mamografi kalsifikasinya tebal atau gambaran seperti popcorn
(Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002). Fibrodenoma biasanya tumbuh dengan diamater
1-2 cm dan stabil, walaupun dapat berkembang lebih besar. Fibroadenoma kecil (1 cm atau
kurang) dianggap normal, walaupun fibroadenoma yang lebih besar (hingga 3 cm) dianggap
kelainan (disorder) dan giant fibroadenoma (lebih dari 3 cm) dianggap penyakit (disease).
3. Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak berhubungan
dengan FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau tanpa struktur stroma.
11

Secara klinis dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation adenoma terjadi selama kehamilan
dan laktasi, membesar saat dipengaruhi hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat
analisis PA. Sekali lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow
M, Osborne K, 2000).
4. Sklerosing Adenosis
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis)
berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil (adenosis). Biasanya
merupakan komponen fibrocystic disease dan bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi yang
ditemukan saat screening mammogram. Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah
diagnosis pastinya. Terapi lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi
mikrokalsifikasi saat biopsy (Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
5. Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak adalah inflamasi jinak non supuratif yang sering terjadi akibat trauma
atau iatrogenik payudara. Karena bukan kelainan epithelial, maka tidak mempunyai potensiasi
menjadi ganas. Nekrosis lemak muncul sebagai massa atau densitas mamografi dengan distorsi
jaringan sekeliling sekunder disebabkan oleh inflamasi kronis, sehingga menstimulasi Ca.
Dapat diikuti episode trauma, intervensi bedah atau pendulous breast. Biasanya dibiopsi untuk
membedakan dengan Ca (Harris, 2000., Evans A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
6. Intraductal Papilloma
Solitary intraductal papilloma adalah lesi papillary breast. Biasanya terjadi pada wanita
usia 35-55 tahun, sebagai lesi tunggal, pada ductus subareolar, dan bermanifestasi sebagai
bloody nipple discharge. Papiloma intraductal pada ductus perifer muncul sebagai massa yang
teraba atau dalam mamografi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000).
7. Kista
Jika gambaran kista dapat diduga melalui pemeriksaan klinis ataupun gambaran
sonografi, maka FNA merupakan tindakan diagnostik dan terapi. Kista dapat diklasifikasikan
sebagai simplex dan komplex berdasarkan gamabran sonografinya. Kista simplex berupa
struktur bulat, berbatas tegas, berdinding halus yang hipoechoic, tanpa internal echo. Kista
komplex memiliki septasi sentral, batas yang tidak tegas, atau internal echo. Kista
asimptomatik, simpleks ditemukan secara insidentil saat evaluasi. Kista simplex yang besar,
nyeri dan gambaran radologis yang tidak jelas harus diaspirasi. Kista komplex harus diaspirasi
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Area abnormal harus diidentifikasi dengan jelas jika
sewaktu-waktu biopsi eksisional diperlukan setelah aspirasi kista. Indikasi untuk biopsi eksisi
setelah aspirasi kista bila ditemukan cairan kemerahan yang banyak, residual massa post
ispirasi, atau reakumulasi kista pada tempat yang sama setelah 2-3 kali aspirasi. Sehingga,
12

pemeriksaan lanjuttan harus dilakukan 4-6 minggu post aspirasi. Analisis sitologi pada cairan
jernih berwarna kemerahan tidak diperlukan; namun jika penampakan cairan tidak biasa, hars
dilakukan analisis sitologi (Doherty G.M et all).
Tabel. ANDI Classification of Benign Breast Disorder
Normal Disorder Disease
Early reproductive
years (15-25 tahun
Lobular
development.
Stromal
development.
Nipple eversion.
Fibroadenoma.

Adolescent
hypertrophy.
Nipple eversion.
Giant
fibroadenoma.
Gigantomastia.

Subareolar abscess.
Mammary duct
fistula.
Later reproductive
years (25-40 tahun)
Cyclical changes of
menstruation.
Epithelial
hyperplasia of
pregnancy.
Cyclical mastalgia.

Nodularity.
Bloody nipple
discharge.
Incapacitating
mastalgia.
Involution age (35-
55 tahun)
Lobular involution.
Duct involution
- Dilation
- Sclerosis
Epithelial turnover
Macrocytes.
Sclerosing lesions.
Duct ectasis.
Nipple retraction.
Epithelial
hyperplasia


Periductal mastitis.

Epithelial
hyperplasia with
atypia.

2.3 Tumor Ganas Payudara
1. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu
sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita
tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca
mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali
ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).


13

2. Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat
mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
a. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar
ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
b. Pernah menderita kanker payudara.
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer
mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral.
Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada mammae kontralateral meninggi pada
wanita yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka
risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
c. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki risiko 3
kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
d. Hormonal
WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens Ca
mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan
kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit
meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima
Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan
benigna pada mammae-nya
e. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari
Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua
kali lipat.
f. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita
penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu
dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).
14

g. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun.
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche
sebelum usia 12 tahun.
h. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan
selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae
dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui.
Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca
mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum
usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya
pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia
kurang dari 35 tahun.
i. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan
karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Penelitian membuktikan bahwa
resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca
mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese.
j. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah
menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang
pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang
relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
k. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan
melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali
dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun.
Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan
kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan
melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita
Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.
15


Gambar 5. Kuadran mammae (Skandalakis)
3. Staging Ca Mammae
TNM Staging
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak terbukti adanya tumor
Tis Carcinoma in situ : Ca intraductal, Ca lobular in situ, atau Pagets
disease pada nipple tanpa tumor.
T1 Ukuran terbesar tumor 2 cm
T1a Ukuran terbesar tumor 0,5 cm
T1b Ukuran terbesar tumor 0,5 cm tetapi tidak melebihi 1 cm
T1c Ukuran terbesar tumor 1 cm tetapi tidak melebihi 2 c
T2 Ukuran terbesar tumor 2 cm tetapi tidak melebihi 5 cm
T3 Ukuran terbesar tumor 5 cm
T4 Tumor dengan ukuran berapapun dengan ekstensi langsung terhadap
dinding dada atau kulit.
T4a Ekstensi ke dinding dada
T4b Edema (termasuk Peau dorange) atau ulserasi kulit mammae atau
satelit KGB kulit teraba pada mammae yang sama
T4c T4a dan T4b
T4d Inflamatory carcinoma
16

KGB Regional (N)
Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke KGB
N1 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, dapat digerakan.
N2 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, melekat terhadap KGB atau struktur lain
N3 Metastasis ke KGB mammae internal, ipsilateral
Metastasis jauh (M)
Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh (metastasis ke KGB supraclavicular ipsilateral)
Stage Grouping
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0
T1
T2
N1
N1*
N0
M0
M0
M0
Stage IIB T2
T3
N1
N0
M0
M0
Stage IIIA T0
T1
T2
T3
T3
N2
N2
N2
N1
N2
M0
M0
M0
M0
M0
Stage IIIB T4
T berapapun
N berapapun
N3
M0
M0
Stage IV T berapapun N berapapun M1

17

Histopatologic grade
Grade cannot be assesses
G1: Well-differentiated
G2: Moderately differentiated
G3: Poorly differentiated
G4: Undifferentiated
(Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000., Morris J.P, Wood W.C,
2000).
f. Histopatologis Ca Mammae
1. Carcinoma In Situ
Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)
Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal dan
hanya berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan distensi dan
distorsi ductus lobular terminal oleh sel kanker, dimana membesar namun dengan ratio
nucleus dan sitoplasma yang normal. Gambaran mikroskopis dan makroskopis Ca
lobularis invasif sering tidak dapat dibedakan dengan adenocarcinoma konvensional,
variable prognosis dan survival rate-nya juga hampir sama. Insidensi Ca lobularis
belum pasti. Diduga Ca lobularis in situ merupakan 3 % dari seluruh tumor mammae,
sedangkan jenis infiltratif-nya merupakan 10 % dari semua Ca mammae (Schwartzs,
2006).
Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)
Secara histologis, DCIS dikarakteristik sebagai proliferasi epitel, menghasilkan
pertumbuhan papilla dari ductus lumina. Pada awal perkembangan, sel kanker tidak
menunjukkan pleomorphism, mitosis, atau atipia, yang memungkinkan sulitnya
membedakan antara DCIS dengan hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat
mikroskopik keganasan, tetapi tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika
dibiarkan tanpa diterapi, selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu
untuk perkembangan neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau dasawarsa
(Schwartzs, 2006).
2. Carcinoma Mammae Invasive
Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart membagi
klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:
I. Paget's disease of the nipple
II. Invasive ductal carcinoma
18

A. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
B. Medullary carcinoma 4%
C. Mucinous (colloid) carcinoma 2%
D. Papillary carcinoma 2%
E. Tubular carcinoma (and ICC) 2%

III. Invasive lobular carcinoma 10%
IV. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Penyakit Paget
Paget disease of the nipple adalah invasi dermis papilla mammae oleh
carcinoma ductal, berupa suatu lesi kronis pada areola dan nipple dengan erupsi
eczematoid, krusta, bersisik, dan hiperemis. Tumor primernya dapat tidak teraba pada
palpasi dan erosi atau krusta sering terkacaukan dengan dermatitis. Angka kejadiannya
adalah sekitar 2 % dari seluruh Ca mammae dan hampir selalu timbul bersama-sama
dengan Ca ductal atau invasive. Gejalanya berupa nyeri, gatal, panas dan kadang
berdarah. Penting sekali untuk dilakukan biopsi papilla mammae. Penyakit paget harus
diterapi sebagai carcinoma ductal invasive, biasanya masih pada stadium 1.
Carcinoma ductus menginfiltrasi dengan fibrosis produktif
(Infiltrating adenocarcinoma with productive fibrosis)
Neoplasma ini mewakili 75-78 % carcinoma mammae invasive dan disertai
dengan desmoplasia dan fibrosis. Tersering timbul pada wanita usia perimenopause
atau postmenopause (decade VI) sebagai suatu massa soliter, tidak nyeri, konsistensi
keras, berbatas tidak tegas. Carcinoma ini menginfiltrasi kulit secara diffuse dengan
keterlibatan ligamentum Cooper yang menghasilkan peau dorange atau edema kulit
yang luas.
Carcinoma Medullare
Sekitar 3-5 % keganasan mammae, neoplasma ini dianggap berasal dari ductus
yang besar dan ditandai oleh penampilan makroskopik hemorrhagic yang lunak.
Biasanya mobile dan terletak profunda di dalam mammae. Saat diagnosis, kulit sering
tertarik diatas massa sferis besar yang berdiameter lebih dari 3 cm. Riwayat
progresifitas lambat, walaupun tumor dapat membesar dengan cepat, sekunder terhadap
perdarahan atau nekrosis. Hanya kurang dari 20 % kasus Ca medullare ini yang timbul
19

bilateral dan kurang dari 10 % yang mengandung esterogen dan progesteron reseptor.
Carcinoma ini mempunyai 5 year survival rate lebih baik dibandingkan Ca ductus atau
lobolus invasif. Prognosis terpenting pada Ca medullare adalah keterlibatan metastase
ke KGB axillaris.
Comedo carcinoma
Salah satu bentuk Ca invasif yang berasal dari ductus, sekitar 5-10 % dari semua
Ca mammae. Seperti varian in situ nya, ia mempunyai sumbat materi seperti pasta yang
dapat dikeluarkan dari permukaan neoplasma. Pertumbuhannya lambat, dapat meluas
dalam waktu beberapa tahun. Lesinya berukutan sekitar 5 cm, yang pada sepertiga
pasien dapat metastase ke KGB axillaris. Pada terapi dini, survival rate 5 dan 10
tahunnya masing-masing 73 % dan 58 %, setelah mastectomy yang adekuat. Secara
makroskopis, tumor ini berbatas tegas, kenyal, dan berwarna keabu-abuan.
Colloid / mucinous carcinoma
Merupakan suatu adenocarcinoma yang secara tipikal membentuk materi gelatin
yang menjadi bagian utama carcinoma ini. Angka kejadiannya sekitar 2 % dari seluruh
Ca mammae. Neoplasma jenis ini mempunyai potensi pertumbuhan yang lambat
dengan metastasis lanjut. Survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 59
%. Secara makroskopik tumor ini berbatas tegas tetapi tidak berkapsul. Bila dipotong,
benang materi mukoid melekat pada scalpel.
Papillary carcinoma
Angka kejadiannya kurang dari 2 % dari seluruh Ca mammae, sering ditemukan
pada usia 70-an, dan mempunyai 5 year survival rate terbaik. Lesi biasanya kecil,
jarang melebihi 2-3 cm dan berbatas tegas. Dapat timbul nekrosis, perdarahan sentral,
dan menghasilkan sekret yang keluar dari papilla.
Tubular carcinoma
Merupakan suatu lesi yang berasal dari ductus, berdiferensiasi baik, yang
digambarkan membentuk tubulus. Ca ini merupakan 2 % dari semua Ca mammae.
Neoplasma jenis ini sering menyerupai Scleroticans adenosis maupun penyakit
fibrokistik mammae dan harus dibedakan dari hyperplasia atipik fokal. Survival rate-
nya mendekati 100 %.





20


g. Diagnosis
Inspeksi
Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran dan
bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau dorange), retraksi papilla mammae, eritema
(Schwartzs, 2006).

Gambar 6. Inspeksi dan Palpasi mammae
(Schwartz, 2006)
Palpasi
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati.
Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli bedah
akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa seluruh kuadran
payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi, dan dari clavicula
inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis mencari pembesaran KGB
(Schwartz, 2006).
h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil pemeriksaan
laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat menujukkan adanya metastasis
pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat terjadi hiperkalemia. Pemeriksaan
laboratorium lain meliputi:
Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
21

BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King- didukung ole The
Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari kromosom 13 (tahun 1994 oleh
Michael Stratton dan college-Sutton, dipetakan secara lengkap tahun 1996)
Gen AM (ataxia-telangiectasia) : ditemukan gen ini pada pasien bias sebagai
predisposisi timbulnya Ca mammae
Radiologi
X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan mendeteksi
adanya metastase ke paru-paru
Mammografi
Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau tidak.
Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun yang secara
palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Adanya
proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda
primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran
klinik dan rontgenologis dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa
retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan
areola, adanya bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler
tidak teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya metastasis ke
kelenjar.
USG (Ultrasonografi)
Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat
membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae yang
klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur
tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae terdapat suatu Shadowing.
Selain itu USG juga dapat membantu staging tumor ganas mammae dengan
mencari dan mendeteksi penyebaran lokal (infiltrasi) atau metastasis ke tempat
lain, antara lain ke KGB regional atau ke organ lainnya (misalnya hepar).
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology)
merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari
hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG. FNAB
sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cutting needle biopsy
karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang traumatic, tidak menimbulkan hematoma
dan lebih cepat menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak
22

adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum
biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsy eksisi tetap diperlukan
untuk konfirmasi hasil negative tersebut (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y., 2006).
i. Terapi
1. Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak
Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum, yang
dapat mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan syringe 10 mL
ditusukkan secara langsung ke massa, yang difiksasi dengan tangan yang tidak
dominant. Volume dari kista tipikal adalah 5-10 mL, tapi dapat mencapai 75 mL atau
lebih. Jika cairan yang teraspirasi tidak mengandung darah, makan dilakukan aspirasi
hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan pemeriksaan sitologi. Setelah aspirasi,
mammae dipalpasi lagi untuk menentukan adanya massa residual. Jika ada, dilakukan
USG untuk menyingkirkan adanya kista persisten, dan dapat dilakukan reaspirasi. Bila
masa solid, dilakukan pengambilang spesimen jaringan. Bila pada aspirasi ditemukan
darah, makan diambil 2 mL untuk dilakukan pemeriksaan sitologi. Massa kemudian
dilihat dengan USG dan adanya area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum.
Adanya darah biasanya dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu
dilakukan occult blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua
aturan kardinal dari aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara
komplit setelah aspirasi, (2) cairan harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu
dari ketentuan tersebut tidak ditemukan, makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi
eksisi direkomendasikan.
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan terlepas
dari usia pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada wanita muda
biasanya diangkat untuk menghilangkan kecemasan pasien. Walaupun begitu,
kebanyakan fibroadenoma bersifat self-limitting dan banyak yang tidak terdiagnosis,
sehingga pendekatan konservatif lebih digunakan. Pemeriksaan USG dan core-needle
biopsy dapat memberikan diagnosis yang akurat. Kemudian, pasien dijelaskan mengenai
hasil biopsi, dan eksisi fibroadenoma dapat dihindari.
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma.
Oleh karena itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada pemeriksaan
fisik, mammography, dan pemeriksaan patologi makroskopis. Biopsi eksisi dan
pemeriksaan histology seringkali diperlukan untuk menyingkirikan diagnosis carcinoma.
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi
dengan 21-gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang terambil
23

dilakukan pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium transport yang sesuai
untuk deteksi bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai dari Metronidazol dan
Dicloxacillin sambil menunggu hasil kultur. Kebanyakan kasus berrespon dengan baik,
tetapi bila ditemukan pus, maka tindakan operatif harus dilakukan. Abses subareolar
biasanya unilocular dan sering mengenai satu sistem duktus. USG preoperative dapat
membantu menentukan daerah perluasannya. Ahli bedah dapat mengambil tindakan
simple drainage (ada risiko problem berulang lagi) atau pembedahan definitive. Pada
wanita child-bearing age, simple drainage lebih dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob,
infeksi berulang sering terjadi. Abses berulang dengan fistula merupakan masalah yang
sulit dan diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision (tergantung keadaan).
Bila abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama dan terbentuk
fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila subareolar
sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makan total duct excision lebih
dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang setalh eksisi fistulasi, dan
dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum total duct excision.
Nipple inversion: lebih banyak wanita yang meminta koreksi dari congenital
nipple inversion daripada nipple inversion sekunder dari duct ectasia. Walaupun
biasanya hasilnya memuaskan, wanita yang melakukannya untuk alasan kosmetik harus
selalu diberitahukan mengenai komplikasi operasi yaitu perubahan sensasi puting,
nekrosis puting, dan fibrosis postoperative dengan retraksi puting. Oleh karena nipple
inversion disebabkan oleh pemendekan duktus subareolar, pemisahan komplit dari
duktus-duktus ini cukup untuk memberikan koreksi permanen dari kelainan ini.
2. Terapi untuk carcinoma mammae
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat
adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau
modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae
24

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk
mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang
dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh
modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer
adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.
Modified radical mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation).Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang
biasa digunakan oleh para ahli bedah.
Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan
kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi
prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor,
sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral
dari otot mayor dipertahankan.
Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar
limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis.
Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan
terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB
merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak
diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-
sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
Segmental Mastectomy
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
25

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan
untuk Ca mammae
Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor untuk
meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung tumor
dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien
dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy
segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko
kekambuhannya tinggi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006).
Hormonal terapi
30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi adalah terapi
utama pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita premenopause terapi
hormonal berupa terapi ablasi yaitu bilateral oophorectomy. Untuk post menopause
terapinya berupa pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause
jenis terapi tergantung dari aktivitas efek esterogen. Efek esterogen positif dilakukan
terapi ablasi, efek esterogen negative dilakukan pemberian obat-obatan anti
esterogen (Schwartzs, 2006).
Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada
Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya
diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini
menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.
Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi
tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak
dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di
mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara.
Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa
ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah
kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis
kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga
26

menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek
samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
Kanker yang didukung oleh estrogen
Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun
setelah terdiagnosis
Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40
tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam
jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause.
Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan
pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan
pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran
untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah
pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon
yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan
untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu
hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena
aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.
Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi.
Dengan adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah
konservatif pada Ca mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah untuk
menyusutkan tumor yang besar sehingga dapat dilakukan bedah konservatif untuk
mengangkat tumor Tindakan bedah konservatif adalah yang dikenal dengan nama
Breast Conserving Treatment yaitu tindakan bedah dengan hanya mengangkat
tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi kuratif.
27

Sentinel lymph nodes biopsy
Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel
kanker yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy adalah
prosedur diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah sudah terdapat
metastasis Ca mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya tidak
perlu lagi mengangkat kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla (Jatoi
I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006).
Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan lumpectomy
atau partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel tumor yang tersisa yang
terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan tergantung dari besar tumor, jumlah
KGB axilla yang terkena. Kadang terapi radiasi diberikan sebelum tindakan bedah
untuk menyusutkan ukuran tumor yang besar sehingga mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae pada
kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling banyak
digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari sumber yang
berada diluar tubuh yang dikenal dengan nama external-beam radiation therapy.
Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara menanamkan pil ke dalam area
tumor (internal radiation therapy) (Schwartzs, 2006).
j. Prognosis
5-year survival rate untuk stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu 85%, untuk
stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%, stadium IIIb yaitu 48%
dan untuk stadium IV yaitu 18% (Schwartzs, 2006).

Anda mungkin juga menyukai