Anda di halaman 1dari 26

REFRESHING

PNEUMONIA

Disusun Oleh :

Yenda Cahya Endang Putra


(2009730117)

Pembimbing:

dr. Tety Suratika, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pertolongan-Nya

penulis dapat menyelesaiakan refreshing yang berjudul Pneumonia dengan tujuan sebagai materi

pembelajaran pada kepaniteraan ilmu penyakit dalam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Tety suratika, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam

mengerjakan makalah ini

2. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

kontribusi kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

pembuatan tulisan ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Semoga

makalah yang penulis sampaikan ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.

Cianjur, Maret 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru. Pneumonia dapat disebabkan

berbagai spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit. Pneumonia

bukan penyakit tunggal melainkan sekelompok infeksi spesifik yang masing-masing dengan

epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis dan perjalanan klinis yang berlainan. Identifikasi

mikroorganisme yang menjadi penyebabnya sangat penting karena sifat infeksi tersebut yang

serius dan pasien umumnya memerlukan terapi antimikroba yang harus segera diberikan sebelum

kepastian mikroorganisme penyebabnya ditentukan melalui hasil pemeriksaan laboratorium.

Etiologi mikroba yang spesifik masih membingungkan pada sekitar sepertiga pasien, misalnya

jika tidak terdapat sputum untuk pemeriksaan, hasil kultur darahnya steril dan tidak terdapat

cairan pleura. Pilihan awal terapi antimikroba seringkali dilakukan secara empiris berdasarkan

keadaan ketika infeksi tersebut didapat, gambaran klinis, corak abnormalitas pada hasil foto

toraks, hasil pewarnaan sputum atau cairan tubuh yang terinfeksi lainnya dan pengetahuan

mengenai pola kerentanan pasien terhadap berbagai preparat antimikroba. Setelah

mikroorganisme penyebabnya diketahui, terapi antimikroba yang khusus dapat dipilih.1

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari referat ini adalah agar kita khususnya penyusun dapat lebih

memahami tentang Pneumonia, patofisiologi, klinis dan terapinya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan

oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)

disebut pneumonitis. Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru. Pneumonia dapat

disebabkan berbagai spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit.

Pneumonia bukan penyakit tunggal melainkan sekelompok infeksi spesifik yang masing-masing

dengan epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis dan perjalanan klinis yang berlainan.

Secara klinis, dagnosis pneumonia didasarkan atas tanda-tanda kelainan fisis dan

adanya gambaran konsolidasi pada foto dada. Namun diagnosis lengkap haruslah mencakup

diagnosis etiologi dan anatomi. Pendekatan diagnosis ini harus didasarkan kepada pengertian

patogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, bertanya

proses penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi

empiris dan pemilihan anti biotic yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.

Pneumonia komunitas (PK) adalah infeksi akut pada parenkim paru pada individu yang

tidak dirawat di rumah sakit atau tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang sebelum

timbulnya gejala. Pneumonia nosokomial (PN) adalah pneumonia yang terjadi > 48 jam atau

lebih setelah dirawat di rumah sakit baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang

memakai ventilator. Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah

pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
EPIDEMIOLOGI

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di

seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi

saluran nafas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit

(pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah

akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia nosokomial di ICU lebih

sering daripada diruangan umum yaitu 42%: 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47 terjadi

pada pasien yang menggunakan alat Bantu mekanik. Kelompok pasien ini merupakan bagian

terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat PN.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun

pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih

penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut usia dan sering terjadi pada

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit yang

lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan,

insufisiensi renal, penyakit syaraf kronik dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain

adalah kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes mellitus, imunodefisiensi, kelainan atau

kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasive seperti

infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu di teliti juga factor lingkungan

khususnya tempat kediaman misalnya panti jompo, pengguanaan antibiotic, dan obat suntik IV.
KLASIFIKASI PNEUMONIA

Community Acquired Pneumonia (CAP):

Suatu infeksi akut parenkim paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan

infltrat pada foto toraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia. Pasien tidak pernah dirawat atau

berada difasilitas kesehatan lebih dari 14 hari sebelum timbul gejala.

9% S.pneumoniae
4%
H.influenza
4%
5%
Chlamydia
Legionella spp
6%
56% S.aureus
6% Mycoplasma
10% Gram Neg bacilli
Viruses
FAKTOR RISIKO

Altered Mental Status


Smoking
Alcohol consumption
Malnutrition
Immunosuppression
Underlying lung disease
Age 65 years
DIAGNOSIS

Berdasarkan pada : anamnesis, gangguan klinis, pemeriksaan fisik, foto toraks dan

laboratorium

Diagnosis pasti:

Foto torak terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif + 2 atau lebih gejala sbb :

Batuk-batuk bertambah

Ekspektorat sputum purulen dan mukoid

Suhu tubuh > 38 derajat / demam

Pemeriksaan fisik : ada tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial, ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500.

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram

(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (Segmental

disease) oleh antara lain Staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial

(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus

bawah atau interior lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi

pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa di mana saja. Infiltrat di lobus atas sering

ditimbulkan Klebsiella, tuberculosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi atau

amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeki

anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efosi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S.

pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S. pyogenes, E.coli dan Staphylociccus (pada

anak). Kadang-kadang oleh K. pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada

pneumonia nekrotikans/ supurativa, abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan dan
fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman, S. Aereus, K. pneumoniae dan

kuman-kuman anaerob (Streptococus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan foto perlu

dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta

yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan

foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.

Diagnosis Sputum Gram Stain/Culture

Optional for routine output evaluation

Culture-positive rates range from 2-50%

If require admission, obtain sputum Gram stain & culture and blood cultures

Ideally obtain sputum before antibiotic, but do not delay antibiotic waiting for a sputum

sample

Diagnosis Special Tests

Urinary Legionella Antigen

Serotype 1 only

Sensitivity: 70%; specificity: >90%

Urinary Pneumococcal Antigen


Sensitivity: 60-90%, specificity: 100%

Recent study found 10% of specimens from patients with non-pneumococcal

pneumonia were positive

Pneumonia berat bila dijumpai satu atau lebih kriteria dibawah ini :

Sistem Skor CAP berdasar PORT-PSI


Derajat Skor Risiko Menurut PORT PSI

Pada pneumonia komunitas, terdapat stratifikasi untuk perawatan di rumah sakit. Salah

satu metode yang digunakan adalah Pneumonia Severity Indeks (PSI).

Skor Pneumonia Severity Index


Karakteristik Penderita Skor
Faktor demografi
Usia: laki-laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun)
Perawatan di rumah 10
Penyakit penyerta +10
Keganasan
Penyakit hati +30
Gagal jantung kongestif +20
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10
+10
Pemeriksaan fisik
Perubahan status mental +20
Frekuensi nafas 30x/menit +20
TD sistolik <90 mmHg +20
Suhu tubuh <35oC atau 40oC +15
Frekuensi nadi 125x/menit +15
Hasil laboratorium/radiologi
Analisis gas darah arteri: pH 7,35 +30
BUN 30 mg/dL +20
Natrium <130 mEq/liter +20
Glukosa 250 mg/dL +10
Ht <30% +10
PO2 <60 mmHg atau SaO2 <90% +10
Efusi pleura +10

Tabel 3. Skor Pneumonia Severity Index

Stratifikasi Risiko Berdasarkan Total Skor PSI


Risiko Kelas Skor PSI Mortalitas Keterangan
I (ringan) Lihat algoritma 0,1% Tidak perlu dirawat di rumah
sakit
II (ringan) 70 0,6% Tidak perlu dirawat di rumah
sakit
III (ringan) 71-90 0,9% Tidak perlu dirawat di rumah
sakit atau rawat dalam waktu
singkat
IV (sedang) 91-130 9,3% Perlu dirawat di rumah sakit
V (berat) >130 27% Perlu dirawat di rumah sakit

Tabel 3. Stratifikasi Risiko Berdasarkan Total Skor PSI


Indikasi rawat inap di rumah sakit adalah bila Skor PSI > 70, dan pneumonia pada penderita

NAPZA, akan tetapi bila skor PORT < 70, penderita tetap di rawat inap bila:

1. Frekuensi nafas > 30x/mnt

2. Pa)2/ FiO2 kurang dari 250

3. Foto thoraks menunjukkan kelainan bilateral atau lebih dari 2 lobus

4. Tekanan sistolik < 90 mmHg

5. Tekanan diastolik < 60 mmHg

Selain menggunakan skor Pneumonia Severity Indeks (PSI), ada juga yang menggunakan

skor CURB-65. Kriteria nya meliputi : Confusion (waktu, tempat, orang), BUN level > 20 mg/dl,

Respiration rate > 30 kali per menit, Blood Pressure systolic >90 mm/Hg or diastolic <60mm/Hg

dan Umur 65 tahun. Pasien diindikasikan untuk di rawat inap apabila skor CURB-65 >2.

Pasien berindikasi untuk di rawat di ICU menggunakan criteria dari American Thorasic

Society adalah bila bila pasien PK sakit berat terdapat 1 dari 2 kriteria mayor, atau 2 dari kriteria

minor.

1. Kriteria mayor : butuh ventilator dan syok septik

2. Kriteria minor : tensi sistolik < 90 mmHg, mengenai multilobar, PaO2/ FI O2 ratio >

250, Confusion (waktu, tempat, orang), BUN level > 20 mg/dl, Respiration rate > 30 kali

per menit, lekopenia, trombositopenia, hipotermia.


TERAPI

Antibiotic initiated in the emergency dept, ideally within 4 hrs

Quick administration has been associated with reduced mortality

Use of empiric guidelines have reduced costs, mortality, LOS

Based upon severity of illness and host immune status

Target regimen based upon culture results

IDSA-ATS Treatment Guidelines

Stratify empiric outpatient treatment based on


Drug-resistant S. pneumonia risk
> 25% resistance rate
Presence of co-morbidities
Alcoholism/Aspiration risk
Bronchiectasis/COPD
IVDA
Post-influenza
Prior antibiotic use in the preceding 3 months
Empiric Treatment Outpatient:
No confounding factors Previously healthy and no use of antimicrobials within the
previous 3 months :
macrolide (azithromycin 500mg x 1 day then 250mg Qday or clarithromycin 500mg po
Q12hrs) or doxycycline 100mg Q12hrs.
Empiric Treatment Outpatient:
Confounding factors present chronic heart, lung, liver or renal disease; diabetes
mellitus; alcoholism; malignancies; asplenia or use of antimicrobials within the previous
3 months:
respiratory fluoroquinolone (levofloxacin 750mg Qday, moxifloxacin 400mg Qday) or
beta-lactam (amoxicillin 1g Q8hrs, cefpodoxime 200mg Q12hrs, cefdinir 300mg Q12hrs,
etc)+ macrolide or beta-lactam + doxycycline.

Empiric Treatment Hospitalized, non-ICU:


Beta-lactam (ampicillin, ceftriaxone, cefotaxime, or ertapenem) + macrolide or
doxycycline or Respiratory fluoroquinolone (levofloxacin, moxifloxacin, gemifloxacin).
Empiric Treatment Hospitalized, ICU:
Beta-lactam (ceftriaxone, cefotaxime, or ampicillin/sulbactam) + macrolide or respiratory
quinolone
Penicillin-allergic = resp quinolone + aztreonam
Recommended antimicrobial therapy for specific pathogens
Oral Antibiotic Therapy
Switch to POantibiotic when
Hemodynamically stable
Clinically improving
Able to tolerate PO
Have normal GI tract fxn
Criteria for Clinical Stability
Temperature <37.8C
Heart rate <100 beats/min
Respiratory rate <24 breaths/min
Systolic blood pressure >90 mm Hg
Arterial oxygen saturation > 90% or pO2 > 60 mm Hg on room air
Ability to maintain oral intake
Normal mental status
EVALUASI PENGOBATAN

KRITERIA DIAGNOSIS PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Pada penderita pneumonia nosokomial, criteria diagnostic yang digunakan menurut CDC

adalah sebagai berikut :

1. Ronki atau dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu :

a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya


b. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi transtrakeal, biopsi atau

sapuan bronkus.

2. Gambaran radiologis berupa infitrat baru yg progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi

pleura, dan salah satu dari :

a. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi

b. Titer antibodi tunggal yg diagnostik (IgM) atau peningkatan 4x titer IgG dari

kuman.

c. Bukti histopatologis kuman

3. Pasien sama atau <12 thn dgn 2 dari gejala-gejala :

apneu,takipneu,bradikardia,wheezing,ronki,atau batuk disertai salah satu dari :

a. Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no.2 di atas.

4. Pasien sama atau < 12 thn yg menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi,

konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak ditambah salah satu dari kriteria no.3 di atas.

Definisi (ATS & IDSA)

Hospital Acquired Pneumonia (HAP) : pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jam
setelah rawat inap dan tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) : pneumonia dalam 48-72 jam setelah intubasi
endotrakeal
Health Care Associated Pneumonia (HCAP) : pasien yang dirawat dalam perawatan
akut, selama > 2 hari karena infeksi dalam waktu 90 hari terakhir; tinggal di panti wreda /
fasilitas perawatan jangka panjang; menerima AB IV / kemoterapi / perawatan luka dlm
30 hari terakhir / HD.

ETIOLOGI

Gram - : P. aeruginosa, Esherichia coli, Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter


species
Gram + : Staphylococcus aureus, methicillin-resistant S. Aureus (MRSA)
Fungi : Aspergillus fumigatus transpalantasi organ . Pasien
imunocompromised
Virus : HAP, VAP, HCAP juga berhubungan dengan virus influenza,
parainfluenza, measles
FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA)


Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
Dirawat di rumah sakit 5 hari
Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi

DIAGNOSIS
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia
nosokomial adalah sebagai berikut :
Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
- suhu tubuh > 38OC
- sekret purulen
- leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O 2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi
organ yaitu :
Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
Memerlukan vasopresor > 4 jam
Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Pemeriksaan:
Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi
sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi: Dua set kultur darah aerobik dan
anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Jika hasil
kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain.
Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan
yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel <
10 / lpk.
Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan
pemeriksaan secara invasif: bronchoalveolar lavage (BAL) / aspirasi transtorakal.

Penatalaksanaan Pasien HAP/VAP

Algoritma antibiotik empirik

Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan
semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA).
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA)

Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan
onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada
ATS/IDSA )
EVALUASI TERAPI

LAMA TERAPI
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya
bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari
infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya
adalah P.aeruginosa maka lama terapi 14 21 hari.
RESPON TERAPI
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons
klinis terlihat setelah 48 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak merubah jenis
antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis yang diukur
dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik.

PENYEBAB PERBURUKAN
PROGNOSIS

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di instalasi perawatan intensif
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter
spp. atau MRSA)
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan
usus
BAB III

PENUTUP

Pneumonia merupakan bentuk utama ISNBA yang menimbulkan angka kesakitan dan

kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Pneumonia dapat terjadi secara primer

atau merupakan tahapan lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai peruasan

bronkiektasis yang terinfeksi.

Pneumonia dapat berupa pneumonia komunitas yang terjadi di masyarakat dan

pneumonia nosokomial yang terjadi di rumah sakit. Penyakit ini menyebabkan angka kematian

di antara pasien terutama yang terinfeksi di ICU. Berbagai aspek penyakit ini perlu dipahami

untuk dapat mengatasinya dengan baik. Terapi empirik perlu segera diberikan dengan pemilihan

antibiotik yang tepat dan selanjutnya dilakukan penyesuaian pemberian AB untuk mendapatkan

hasil yang maksimal, hingga biaya obat dapat ditekan seoptimal mungkin dengan risiko angka

mortalitas yang sekecil-kecilnya. Tindakan pencegahan perlu diambil untuk mengurangi angka

morbiditas penyakit, khususnya dengan mengurangi faktor risiko untuk terjadinya pneumonia

tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired


pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir
Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

2. American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for the
Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated
Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.

3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.

4. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82

5. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired


pneumonia in adults, CID 2007;44:S27

6. Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553

7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 2007;132:1348

8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient,


Chest 2007;131;1205

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia


Komuniti.2003

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia
Nosokomial.2003

Anda mungkin juga menyukai