Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), namun Mycobacterium tuberculosis

tidak termasuk sebagai penyebab pneumonia. Pneumonia adalah salah satu masalah

kesehatan utama pada geriatri. Peningkatan frekuensi keparahan pneumonia sebagian

besar disebabkan oleh penuaan sistem organ (khususnya sistem pernafasan, sistem

imun, dan sistem pencernaan) dan faktor komorbid lain yang berkaitan dengan proses

penuaan.1
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi dan

insidensi pneumonia di Indonesia adalah sebesar 4,5% dan 1,8%, sedangkam di

Provinsi Riau berdasarkan diagnosis dan gejala/keluhan penduduk sebesar 2,1% dan

untuk di Pekanbaru period prevalence (dihitung dalam kurun waktu ≤ satu bulan dan

≤ 12 bulan terakhir) dan prevalensinya adalah 0,4% dan 1,8%. Berdasarkan kelompok

umur, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis atau gejala klinis yang tertinggi

terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan ≥ 75 tahun, yaitu 9,4% dan 6,9%.2

Dalam perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan menjadi dua

kelompok utama, yaitu pneumonia yang terjadi di masyarakat (pneumonia

komunitas) dan pneumonia di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial). Kejadian

pneumonia nosokomial di Intensive Care Unit (ICU)lebih sering daripada di ruangan

umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU dan 90% terjadi
2

pada saat ventilasi mekanik (Ventilator Associated Pneumonia = VAP).3 Di Rumah

Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau angka kejadian VAP pada pasien

dengan usia≥60 tahun yang dirawat di ICU dan di ruang Cardiovascular Care

Unit(CVCU) adalah 23,8%.4


Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi

pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotik yang dimulai secara empiris

dengan antibiotik yang spektrum luas. Setelah patogen penyebabnya teridentifikasi,

penggunaan antibiotik diubah menjadi antibiotik berspektrum sempit sesuai patogen.5


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO), pneumonia adalah suatu bentuk

infeksi akut saluran pernapasan yang menyerang paru-paru. Paru-paru terdiri dari

kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, yang terisi oleh udara ketika seseorang

bernapas. Ketika seseorang terserang pneumonia, alveoli akan terisi oleh nanah dan

cairan yang menyebabkan sulit untuk bernapas dan pasokan oksigen berkurang.6
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, yang

mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang dapat menimbulkan

terbentuknya konsolidasi jaringan paru sehingga menyebabkan gangguan pertukaran

gas setempat.8
Klasifikasi pneumonia berdasarkan tempat terjadinya :
1. Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Community-Acquired Pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas

(PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit atau

pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit.8


Berdasarkan laporan dari beberapa pusat paru di Indonesia patogen yang

sering menyebabkan pneumonia komunitas adalah Klebsiella pneumoniae

45,18%, Streptococcus pneumoniae 14,04%, Streptococcus viridans 9,21%,

Staphylococcus aureus 9%, Pseudomonas aeruginosa 8,56%, Steptococcus

hemolyticus 7,89%, Enterobacter 5,26%, dan Pseudomonas spp 0,99%.7


2. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP)
4

Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) atau pneumonia nosokomial (PN)

adalah pneumonia yang terjadi setelah lebih dari 48 jam dirawat di rumah sakit

dan tanpa ada tanda-tanda infeksi sebelumnya pada saat masuk rumah sakit.

Pneumonia nosokomial merupakan salah satu kasus infeksi nosokomial

tersering dengan angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Aspirasi

sekresi dari orofaring memainkan peranan penting dalam perkembangan

penyakit ini. Pneumonia nosokomial dibagi menjadi early-onset HAP (terjadi <

5 hari setelah dirawat di rumah sakit) dan late-onset HAP (lebih dari 5 hari

dirawat di rumah sakit). Penyebab tersering early-onset HAP adalah

Enterobacteraciae, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan

Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus. Sedangkan penyebab sering late-

onset HAP adalah Pseudomonas aeruginosa, Acinobacter baumanii, dan

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).8

2.1.2 Epidemiologi
Pneumonia dan infeksi traktus respiratorius bagian bawah merupakan

penyebab tersering angka kesakitan dan kematian di antara kelompok umur ≥65 tahun

di United Kingdom dan di beberapa negara Eropa.9 Angka kematian pneumonia di

Eropa lebih tinggi pada anak-anak pada kelompok usia sampai dengan 4 tahun dan

pada orang dewasa pada kelompok usia ≥75 tahun, sedangkan di Eropa Barat angka

kematian akibat pneumonia yang paling tinggi adalah pada kelompok usia ≥80 tahun

(278 kematian per 100.000 orang).10


Di Indonesia prevalensi dan insidensi pneumonia pada tahun 2013 adalah

sebesar 4,5% dan 1,8%. Lima provinsi yang mempunyai prevalensi dan insidensi

pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (10,3% dan
5

4,6%), Papua (8,2% dan 2,6%), Sulawesi Tengah (5,7% dan 2,3%);,, Sulawesi Barat

(6,1% dan 3,1%) dan Sulawesi Selatan (4,8% dan 2,4%). Prevalensi dan insidensi

pneuomonia cenderung tinggi seiring dengan pertambahan usia terutama pada pasien

yang lanjut usia. Pada tahun 2013 prevalensi dan insidensi pneumonia pada kelompok

usia 65-74 tahun sebesar 7,7% dan 3,1%, sedangkan usia ≥75 tahun sebesar 7,8% dan

3,2%.6

2.1.3 Etiologi
Etiologi pneumonia dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi pneumonia

berdasarkan tempat terjadinya.


1. Mikroorganisme penyebab Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Patogen tersering penyebab Community-Acquired Pneumonia (CAP)

adalah Streptococcus pneumonia (pneumokokus). Pneumokokus memiliki

beberapa faktor virulensi, salah satu yang terpenting adalah kapsul polisakarida.

Terdapat 93 tipe atau serotipe bahan kimia dan antigenik pada kapsul

pneumokokus, dan hanya sekitar 15 yang terlibat dalam infeksi pneumokokus

invasif. Serotipe 3 merupakan serotipe yang paling sering terlibat dalam infeksi

pada orang dewasa. Beberapa serotipe, seperti 6A, 6B, 9V, 19F, dan 23F lebih

sering pada infeksi yang terjadi pada anak-anak.11


Patogen penyebab tersering kedua adalah mikroorganisme intraseluler.

Patogen intraseluler penyebab CAP adalah Legionella pneumophila,

Mycoplsama pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, Chlamydophila psittaci,

dan Coxiella burnetti.17


Virus-virus saluran pernapasan adalah penyebab ketiga tersering pada

kasus CAP, yaitu virus influenza (A dan B), rinovirus, parainfluenza 1, 2, dan 3,

dan coronavirus. Virus influenza (A/B) bersifat self-limiting, tetapi komplikasi


6

yang berat dapat terjadi terutama pada lanjut usia yang disertai komorbid atau

pada pasien-pasien yang immunosupresif. Dalam 20 tahun terakhir respiratory

syncytial virus (RSV) merupakan penyebab penting pneumoni pada dewasa,

terutama lanjut usia. Orang dewasa yang memiliki riwayat immunodefisiensi

yang berat berisiko tinggi untuk terserang infeksi oleh RSV.17


Pada 6% kasus pada CAP merupakan kasus Multidrug-Resistant (MDR)

dengan patogen penyebab terseringnya adalah S. aureus dan P. aeruginosa. P.

aeruginosa jarang menyebabkan CAP, tetapi dari hasil beberapa penelitian,

pasien dengan CAP berat yang disebabkan oleh P. aeruginosa memerlukan

perawatan di ruang ICU, dengan case-fatality rate antara 50%-100%.17


2. Mikroorganisme penyebab Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan HAP adalah sebagai berikut:
a) Patogen Gram-Negatif
Bakteri gram negatif berimplikasi 50% sampai 80% pada kasus HAP di

ICU. Patogen gram negatif yang tersering adalah Pseudomonas

aeruginosa, Acinobacter baumanii, Haemophilus influenza,

Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae, E. coli, Enterobacter species,

Seratia species, Proteus spesies).17


b) Patogen Gram-Positif
Patogen gram positif bertanggungjawab terhadap 20% sampai 30% kasus

HAP. Methicillin-resistant dan methicillin sensitive S. aureus,

pneumokokus, dan Streptococcus spp. merupakan penyebab tersering.17


c) Mikroba penyebab Early- dan Late-Onset Pneumonia
Early onset pneumonia diartikan sebagai kasus yang berkembang dalam

empat hari pertama perawatan di rumah sakit, dan pada umumnnya

prognosisnya baik. Penyebab Early-onset pneumonia adalah methicillin-

sensitive Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus


7

influenza. Late-onset pneumonia adalah pneumonia yang terjadi setelah

lima hari dirawat di rumah sakit. Patogen utama pada pneumonia jenis ini

adalah methicillin-resistant S. aureus, enteric gram negative bacili, P.

aeruginosa, dan non-fermenting bacteria (A. baumanii, S. maltophilia).17

2.1.4 Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi ketika udara yang terkontaminasi mikroba yang

berasal dari seseorang yang terinfeksi kemudian terinhalasi oleh individu lain. 12

Terdapat 3 faktor yang terkait dalam patofisiologi terjadinya pneumonia, yaitu

keadaan inang (host) atau imunitas tubuh, jenis mikroorganisme yang menyerang,

dan keadaan lingkungan sekitar. Interaksi antara faktor-faktor tersebut dapat

menentukan klasifikasi, manifestasi, berat ringannya penyakit, diagnosis, rencana

terapi, dan prognosis pasien.8


Proses infeksi terjadi bila patogen yang masuk ke saluran napas bagian bawah

mengalami kolonisasi setelah mampu bertahan dari perlawanan yang diadakan oleh

mekanisme pertahanan tubuh berupa pertahanan mekanik (epitel silia dan mukus),

pertahanan humoral (antibodi dan komplemen), dan pertahanan seluler (leukosit,

makrofag, limfosit, dan sitokin). Patogen yang berusaha masuk ke alveolus biasanya

akan dihancurkan oleh sel-sel sistem imun tubuh, hal ini dapat menjelaskan bahwa

pneumonia terjadi pada individu yang memiliki satu atau lebih defisiensi sistem

pertahanan tubuh (sistem imun).8,18

2.1.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis pneumonia berbeda pada pasien lanjut usia, biasanya

manifestasi klinisnya atipikal. Gambaran klinis atipikal pada pneumonia yang harus

diperhatikan termasuk jatuh, kebingungan atau kesadaran berkabut, terjadi


8

inkontinensia atau perburukan dari inkontinensia, dan perburukan dari penyakit

penyerta (misalnya gagal jantung) atau memburuknya fungsi pada aktivitas sehari-

hari pasien (activities daily living). Batuk, demam, dan dispnea tidak selalu

didapatkan atau hanya pada 60% kasus. Pada pasien lanjut usia hanya sedikit

menghasilkan sputum dan batuknya tidak efektif untuk mengeluarkan sputum, oleh

karena itu sulit untuk mendapatkan sampel sputum.13

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi

dengan air broncogram (airspace disease), serta gambaran kaviti. Gambaran

pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa sering terlihat sebagai infiltrat bilateral atau gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia menunjukkan gambaran

konsolidasi pada lobus atas kanan atau dapat juga mengenai beberapa lobus.13
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi leukositosis, biasanya lebih dari

10.000/ul kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul. Leukosit normal/rendah

bisa disebabkan oleh virus/mikoplasma atau pada infeksi berat dan pada orang

tua, sedangkan leukopenia menandakan terjadinya depresi sistem imun, misalnya

neutropenia pada kasus infeksi pada pasien dengan keganasan dan gangguan

kekebalan tubuh.8,13
3. Pemeriksaan bakteriologis
9

Pada banyak pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut (misalnya

pneumonia) dan dahak purulen, pemeriksaan darurat sediaan pulasan Gram dapat

memberi petunjuk kepada klinisi dalam pemilihan terapi antimikroba. Dalam

pembuatan sediaan apus Gram spesimen yang digunakan harus bagian dahak

yang purulen atau mukopurulen. Hasil yang khas pada pemeriksaan Gram

mencakup:14
a) Diplokokus Gram-positif yang dikelilingi rongga kosong kapsul yang

tidak berwarna (sugestif untuk S. pneumoniae);


b) Kokobasil Gram-negatif kecil (sugestif H. Influenzae);
c) Diplokokus Gram-negatif, intraseluler dan ekstraseluler (sugestif untuk

Moraxella catarrhalis);
d) Kokus Gram-positif dalam kelompok mirip anggur (sugestif untuk S.

aureus);
e) Batang Gram-negatif (sugestif untuk Enterobacteriaceae atau

Pseudomonas spp.);
f) Sel-sel Gram-positif besar mirip ragi, seringkali dengan miselium

(sugestif untuk Candida spp.).

2.1.7 Diagnosis
Diagnosa pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisik, foto toraks, dan laboratorium. Diagnosa pasti pneumonia komuniti

ditegakkan jika terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau

lebih gejala di bawah ini:13


1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Suhu tubuh ≥38ºC (aksila) / riwayat demam
4. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas

bronkial dan ronki


5. Leukosit ≥10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan penyakit
10

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan

menggunakan sistem skor menurut penelitian Pneumonia Outcome Research Team

(PORT) seperti tabel berikut:13


Tabel 2.1 Sistem Skor PORT

Karakteristik Pasien Jumlah poin


Faktor demografi
 Usia: Laki-laki Umur (tahun)
Perempuan Umur (tahun) – 10
 Perawatan di rumah + 10
 Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Gagal jantung kongestif + 10
Penyakit serebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
 Perubahan status mental + 20
 Pernapasan > 30 x/menit + 20
 Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg + 20
 Suhu tubuh < 35°C atau > 40°C + 15
 Nadi > 125 x/menit + 10
Hasil laboratorium
 Analisis gas darah arteri: pH 7,35 + 30
 BUN > 30 mg/dL + 20
 Natrium < 130 mEq/L + 20
 Glukosa > 250 mg/dL + 10
 Hematokrit < 30% + 10
 PO2 ≤ 60 mmHg + 10
+ 10
 Efusi pleura

Menurut American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila dijumpai

salah satu atau lebih kriteria yang terdapat pada tabel di bawah ini:13

Tabel 2.2 Kriteria Pneumonia Berat

Kriteria minor Kriteria mayor


1. Frekuensi napas > 30 x/menit 1. Membutuhkan ventilasi mekanik
2. PaO2/FiO2 kurang dari 250 2. Infiltrat ertambah > 50%
11

mmHg 3. Membutuhkan vasopresor > 4 jam


3. Foto toraks paru menunjukkan
(septik syok)
kelainan bilateral
4. Foto toraks paru melibatkan > 4. Kreatinin serum > 2 mg/dL atau

2 lobus peningkatan > 2 mg/dL, pada


5. Tekanan sistolik < 90 mmHg
6. Tekanan diastolik < 60 mmHg penderita riwayat penyakit ginjal

atau gagal ginjal yang

membutuhkan dialisis
Berdasarkan PDPI, kriteria rawat inap pneumonia komuniti adalah:13
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka pasien tetap perlu dirawat inap bila

dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini:


a) Frekuensi napas > 30 x/menit
b) PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
d) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Pasien yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah pasien yang

mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi

mekanik dan membutuhkan vasopresor > 4 jam [syok septik]) atau 2 dari gejala

minor tertentu (PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan

kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang

lain bukan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.13


2.1.8 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi umum pneumonia adalah pemberian antibiotik (AB)

yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab. 8 Pemberian AB


12

pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan dari data hasil pemeriksaan kultur

dan uji kepekaan, tetapi karena beberapa alasan yaitu:


1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia
3. Hasil pembiakan bakteri perlu waktu
maka penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.13
Dalam melakukan terapi penderita pneumonia perlu dilihat keadaan klinisnya.

Jika keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap maka dapat dilakukan

rawat jalan. Selain itu perlu dilihat apakah ada atau tidak faktor modifikasi yaitu

keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan kuman yang spesifik,

misalnya S. pneumonia yang resisten penisilin. Faktor-faktor modifikasi yang

dimaksud adalah:13

Pneumokokus resisten 1. Umur >65 tahun


2. Memakai obat-obatan golongan P laktam
terhadap penisilin
selama 3 bulan terakhir
3. Pecandu alkohol
4. Penyakit penyerta multipel
Bakteri enterik Gram negatif 1. Penghuni rumah jompo
2. Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung

paru
3. Mempunyai kelainan penyakit yang

multipel
4. Riwayat pengobatan antibiotik
Pseudomonas aeruginosa 1. Bronkiektasis
2. Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
3. Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi tiga, yaitu:13
1. Pasien rawat jalan
A. Terapi suportif / simptomatik
a) Istirahat di tempat tidur
b) Minum secukupnya untuk cegah dehidrasi
c) Kompres atau minum obat antipiretik bila demam
13

d) Bila perlu beri mukolitik dan ekspektoran


B. Terapi antibiotik harus diberikan < 8 jam
a) Tanpa faktor modifikasi: Golongan β laktam + anti β laktamase
b) Dengan faktor modifikasi: Golongan β laktam + β laktamase atau

Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin)


c) Bila curigai pneumonia atipik: makrolid baru (roksitromisin,

klaritromisisn, azitromisin
2. Pasien inap di ruang biasa

A. Terapi suportif / simptomatik

a) Pemberian terapi oksigen


b) Pemasangan infus utuk dehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c) Obat simptomatik (antipiretik, mukolitik)

B. Terapi antibiotik harus diberikan <8 jam

Tanpa faktor modifikasi:


a) Golongan β laktam + β laktamase IV, atau
b) Sefalosporin G2, G3 IV, atau
c) Fluorokuinolon respirasi IV

Dengan faktor modifikasi:

a) Sefalosporin G2, G3 IV, atau


b) Fluorokuinolon respirasi IV
C. Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik + makrolid baru
3. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
A. Terapi suportif / simptomatik
a) Pemberian terapi oksigen
b) Pemasangan infus untuk dehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c) Obat simptomatik (antipiretik, mukolitik)
B. Terapi antibiotik harus diberikan <8 jam

Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:

a) Sefalosporin G3 IV non pseudomonas + makrolid baru atau

fluorokuinolon respirasi IV
14

Ada faktor risiko infeksi pseudomonas:


a) Sefalosporin anti pseudomonas IV atau karbapenem IV + fluorokuinolon

anti pseudomonas (siprofloksasin) IV atau aminoglikosida IV


b) Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik sefalosporin anti pseudomonas

IV atau karbapenem IV + aminoglikosida IV + makrolid atau

fluorokuinolon respirasi IV
Dalam hal penatalaksanaan pneumonia nosokomial terdapat beberapa hal yang

harus diperhatikan yaitu:15


1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang

harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang

mungkin menjadi penyebab.


2. Pada kasus yang berat terapi awal antibiotik empiris dibutuhkan dosis dan

cara pemberian yang adekuat. Pemberian terapi empiris harus intravena

dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respon klinis dan

fungsi saluran pencernaan yang baik.


3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus diperhatikan setelah

ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada

perbaikan respon klinis.


4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi

kuman MDR.
5. Jangan mengganti antiobiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis

memburuk.
6. Data mikroba dan sensitivitas dapat digunakan untuk mengubah pilihan

empirik apabila respon klinis awal tidak memuaskan.


Rekomendasi penggunaan antibiotik empirik pada pasien yang secara klinis

diduga ventilator-associated pneumoia (VAP) adalah sebagai berikut:16


a. Antiobitik untuk Gram-positif dengan aktivitas MRSA (tabel 2.3)
1) Glikopeptida
15

Vankomisin 15 mg/kg IV setiap 8-12 jam (pertimbangkan loading dose 25-30

mg/kg x 1 untuk penyakit berat), atau


2) Oxazolidinones
Linezolid 600 mg IV setiap 12 jam
b. Antibiotik untuk Gram-negatif dengan aktivitas antipseudomonal: β-Lactam-

Based Agents
1) Antipsedomonal penisilin
Piperasilin-tazobaktam 4,5 g IV setiap 6 jam, atau
2) Sefalosporin
Sefepim 2 g IV setiap 8 jam
Seftazidim 2 g IV setiap 8 jam, atau
3) Karbapenem
Imipenem 500 mg IV setiap 6 jam
Meropenem 1 g IV setiap 8 jam, atau
4) Monobaktam
Aztreonam 2 g IV setiap 8 jam
c. Antibiotik untuk Gram-negatif dengan aktivitas antipseudomonal: Non-β-Lactam

Based Agents
1) Fluorokuinolon
Siprofloksasin 400 mg IV setiap 8 jam
Levofloksasin 750 mg IV setiap 24 jam, atau
2) Aminoglikosida
Amikasin 15-20 mg/kg IV setiap 24 jam
Gentammisin 5-7 mg/kg IV setiap 24 jam
Tobramisin 5-7 mg/kg IV setiap 24 jam, atau
3) Polimiksin
Kolistin 5 mg/kg IV x 1 (loading dose) dilanjutkan dengan 2,5 mg x (1,5 x

crCl + 30) IV ssetiap 12 jam (maintenance dose)


Polimiksin B 2,5-3,0 mg/kg/hari dibagi 2 dosis IV
Tabel 2.3 Faktor risiko untuk patogen Multidrug-Resistant (MDR)

Faktor risiko untuk MDR VAP\


Mendapat antibiotik intravena 90 hari sebelumnya
Syok septik saat VAP
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang mendahului VAP
Dirawat di rumah sakit 5 hari atau lebih sebelum terjadinya VAP
Mendapat terapi acute renal replacement therapy sebelum onset VAP
Faktor risiko untuk MDR HAP
Mendapat antibiotik intravena 90 hari sebelumnya
Faktor risiko untuk MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus)
Lanjutan tabel 2.3

16

VAP/HAP
Mendapat antibiotik intravena 90 hari sebelumnya
Faktor risiko untuk MDR Pseudomonas aeruginosa VAP/HAP
Mendapat antibiotik intravena 90 hari sebelumnya

Rekomendasi untuk terapi awal antibiotik empirik pada HAP (Hospital-Aquired

Pneumonia) Non-VAP:22
a. Tidak berisiko tinggi kematian (tidak membutuhkan dukungan ventilasi dan

tidak ada syok septik) dan tidak ada faktor yang meningkatkan kemungkinan

MRS, yaitu salah satu dari:


1) Piperasilin-tazobaktam 4,5 g IV setiap 6 jam, atau
Sefepim 2 g IV setiap 8 jam, atau
Levofloksasin 750 mg IV per hari
2) Imipenem 500 mg IV setiap 6 jam
Meropenem 1 g Iv setiap 8 jam
b. Tidak berisiko tinggi kematian tetapi memiliki faktor yang meningkatkan

kemungkinan MRSA, yaitu salah satu dari:


1) Piperasilin-tazobaktam 4,5 g IV setiap 6 jam, atau
2) Sefepim atau seftazidim 2 g IV setiap 8 jam, atau
3) Levofloksasin 750 mg IV per hari
Siprofloksasin 400 mg IV setiap 8 jam, atau
4) Imipenem 500 mg IV setiap 6 jam
Meropenem 1 g IV setiap 8 jam, atau
5) Aztreonam 2 g IV setiap 8 jam
Ditambah dengan:
1) Vankomisin 15 mg/kg IV setiap 8-12 jam dengan target melewati tingkat 15-

20 mg/ml (pertimbangkan loading dose 25-30 mg/kg x 1 untuk penyakit

berat), atau
2) Linezolid 600 mg IV setiap 12 jam
c. Berisiko tinggi kematian (membutuhkan dukungan ventilasi dan adanya syok

septik) atau menerima antibiotik intravena sebelumnya selama 90 hari, yaitu dua

dari:
1) Piperasilin-tazobaktam 4,5 g IV setiap 6 jam, atau
2) Sefepim atau seftazidim 2 g IV setiap 8 jam, atau
3) Levofloksasin 750 mg IV per hari
Siprofloksasin 400 mg IV setiap 8 jam, atau
17

4) Imipenem 500 mg IV setiap 6 jam


Meropenem 1 g IV setiap 8 jam, atau
5) Amikasin 15-20 mg/kg IV per hari
Gentamsin 5-7 mg/kg IV per hari
Tobramisin 5-7 mg/kg IV per hari
6) Aztreonam 2 g IV setiap 8 jam
Ditambah dengan:
1) Vankomisin 15 mg/kg IV setiap 8-12 jam dengan target melewati tingkat 15-

20 mg/ml (pertimbangkan loading dose 25-30 mg/kg x 1 untuk penyakit

berat), atau
2) Linezolid 600 mg IV setiap 12 jam
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,

penyebabnya bukan P. aerugonisa dan respon klinis baik serta terjadi resolusi

gambaran infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas.

Bila P. aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapinya 14-21 hari.21


Dalam rangka pelaksanaan pengendalian resistensi antibiotik Rumah Sakit

Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau, RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

menerbitkan buku Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan Pola Resistensi

Kuman Tahun 2016. Pedoman tersebut menjadi dasar pemilihan antibiotik empiris

sesuai dengan diagnosis, sebelum hasil kultur dan resistensi diperoleh. Di dalam

pedoman tersebut dapat dilihat penggunaan antibiotik empiris untuk penyakit

pneumonia seperti yang disajikan pada tabel 2.4.17


Tabel 2.4 Penggunaan antibiotik empiris pada penyakit pneumonia23

CAP (Community Acquired Pneumonia)


Durasi
Etiologi Pilihan Utama Pilihan Alternatif Terapi
Lanjutan tabel 2.4

18

 CAP K Tidak ada faktor Jika ada faktor  Azitro


rawat pneumoniae komorbid: komorbid: micin
jalan (28,8%),  Azitromicin  Co amoxiclav (5 hari)
S aureus 500 mg PO per 1000/62.5 PO per  Levo/
(14,4%), 24 jam, 12 jam ATAU Moxi
A baumanii kemudian 250  Amoxicillin 1 gr (5-14
(9,8%), mg PO per 24 PO per 8 jam (+) hari)
P aeruginosa jam, atau Azitromicin 500
(7%)  Claritomicin mg PO per 24
500 mg PO per jam, kemudian
12 jam 250 mg PO per
Jika ada faktor 24 jam, atau
komorbid: Claritromicin
 Moxifloxacin 500 mg PO per
400 mg PO per 12 jam.
24 jam, atau
 Levofloxacin
750 mg PO per
24 jam
Faktor Komorbid: pernah menggunakan antibiotik
dalam 3 bulan sebelumnya
 CAP K  Levofloxacin  Ceftazidime 7 – 21
rawat pneumoniae 750 mg IV per 1 gr IV per 8 hari
inap non (18%), 24 jam, atau jam, atau
ICU A baumanii  Moxifloxacin  Ampicillin
(13%), 400 mg IV per sulbactam 3 gr
C albicans 24 jam IV per 6 jam
(11%), (+)Azitromicin
S aureus 500 mg PO per
(6%), 24 jam,
P aeruginosa kemudian 250
(4%) mg PO per 24
jam, atau
 Claritromicin
500 mg PO per
12 jam

Evaluasi post 48-72 jam pemberian antibiotik.

 CAP  Ceftazidime 1  Ceftazidime 1 gr 7 – 21


rawat gr IV per 8 jam, IV per 8 jam, hari
inap ICU atau atau
 Ampicilin  Ampicilin
sulbactam 3 gr sulbactam 3 gr
19

IV per 6 jam IV per 6 jam (+)


(+)Azitromicin Levofloxacin
500 mg PO per 750 mg PO per
24 jam. 24 jam, atau
Kemudian 250 Moxifloxacin
mg PO per 24 400 mg PO per
jam, atau 24 jam
Claritromicin
500 mg PO per
12 jam
Hospital K Early onset/ tanpa 14 – 21
Acquired pneumoniae faktor MDR: hari
Pneumonia (26,7%),  Levofloxacin
(HAP)/ A baumanii 750 mg PO per
Lanjutan tabel 2.4
Ventilation (21,9%), 24 jam, atau
Acquired P aeruginosa Moxifloxacin
Pneumonia (10%), 400 mg PO per
(VAP)/ C albicans 24 jam
Healthcare (7,6%),  Ampicillin
associated S maltophilia sulbactam 3 gr
Pneumonia (6,7%) IV per 6 jam
(HCAP) Late onset/
dengan faktor
MDR:
 Amikacin 20
mg/kg IV per 24
jam (+)
Meropenem 1
gr IV per 8 jam
 Amikacin 20
mg/kg IV per 24
jam (+)
Tigecyclin
loading 100 mg
single dose
kemudian 50 mg
IV per 12 jam
Untuk mengoptimalkan kerja farmakodinamik
antibiotik, Meropenem drip dalam 3 jam.
20

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. MJ
NO RM : 01026924
Umur : 46 tahun
Alamat : Pangkalan tanduk, Kerumutan, Pelalawan
Pekerjaan : Mandor PT Perkebunan Sawit
Tanggal masuk RSUD : 17 Oktober 2019

Keluhan Utama
Batuk darah sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas, sesak tidak disertai
bunyi mengi dan dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktifitas, makanan
dan cuaca. Saat sesak, pasien hanya beristirahat dirumah. Selain itu terdapat keluhan
batuk berdahak berwarna putih yang telah dirasakan sejak 1 tahun sebelumnya.
Pasien juga sering mengeluhkan keringat pada malam hari dan demam yang
hilang timbul serta penurunan berat badan yang drastis sebanyak 15 kg dalam 2 bulan
terakhir. Keluhan mual, muntah, trauma, gangguan BAK dan BAB disangkal, pasien
tidak berobat ke dokter dan hanya beristirahat dirumah, namun keluhan tidak
berkurang.

Sejak 1 minggu SMRS, keluhan sesak nafas dirasakan semakin sering. Selain
itu pasien mulai mengalami batuk yang disertai darah sebanyak 2-3 sendok teh.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada kedua dada yang dirasakan terutama saat
batuk, nyeri tidak menjalar. Pasien tidak berobat ke dokter dan hanya membeli obat di
apotik, namun keluhan tidak berkurang. Akibat keluhan semakin berat, pasien
berobat ke puskesmas terdekat dan kemudian di rujuk ke RSUD Arifin Achmad.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat minum obat OAT (-)


- Asma (-)
21

- Tekanan darah tinggi (-)


- Kencing manis (-)
- Penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
- Kencing manis (-)
- Tekanan darah tinggi (-)
- Penyakit jantung (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


- Pasien bekerja sebagai mandor perusahaan perkebunan
- Riwayat konsumsi NAPZA sejak usia 20-35 tahun jenis inex
- Riwayat konsumsi alkohol sejak usia 20 tahun hingga sekarang
- Merokok (+) sejak usia 17 tahun hingga 1 tahun yang lalu. Merokok 2,5
bungkus/hari, IB: 870 (Berat)
- Pasien suka memakan makanan yang berlemak dan bersantan
- Riwayat pajanan zat kimia (-)

Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Kompomentis
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 92 x/menit
• Suhu : 36,5 °C
• Napas : 28x/ menit
• Berat Badan : 154 kg
• Tinggi Badan : 41 cm
• IMT : 17,28 (Underweight)

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, reflex
cahaya (+/+),
- Hidung : sekret (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : keluar cairan (-)penurunan pendengaran (-)
- Mulut : pursed lips breathing (-) sianosis (-) candidiasis oral (-)
- Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)
22

Toraks
 Paru:
- Inspeksi : Normochest, gerakan dinding dada normal, simetris kiri dan
kanan, penggunaan otot bantu pernapasan (-), retraksi
intercostal(-), pelebaran sela iga ().
- Palpasi : Vocal fremitus simetris dan normal kanan-kiri(+)
- Perkusi : Redup di hemithoraks sinistra
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) ronkhi (+/+), wheezing(-/-),

 Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat dengan posisi miring
- Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5,
- Perkusi : Batas kanan jantung linea parasternalis dextra.
batas kiri jantung linea midclavicularis sinistra.
- Auskultasi : S1 dan S2 normal regular, murmur(-),gallop (-). HR:
92x/menit

Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak datar,venektasi vena (-), scar(-)
- Auskultasi : BU (+) 10x/menit
- Palpasi : Nyeri tekan (-), organo- megali(-), refluks hepatojugular (-), massa
(-)
- Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen, shifting dullnes (-)

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-).
23

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Hb : 10,5 g/dl
Leukosit : 12,83 103/ul
Hematokrit : 32,9 %
Trombosit : 580 x 103/ul
Eritrosit : 4,29 x 106/ul
MCV : 76,7 fL
MCH : 24,5/ pg
MCHC : 31,9 g/dl

Hitung jenis
B/E/N/L/M: 0,3 %/0 %/82,2 %/9,4 %/8,1 %

Kimia darah
AST : 65 U/L

ALT : 57 U/L

GDS : 114 mg/dl

Ureum : 12 mg/dl
Interpretasi
Kreatinin : 1,00 mg/dl
Identitas sesuai
Marker R
Foto diambil secara AP
Kekerasan foto keras
Jaringan lunak >2 cm
Costae,clavicula, dan scapula intak
Sela iga kiri dan kanan tidak melebar
Trakea midline
Tampak gambaran infiltrate disertai garis
fibrotic pada pulmo sinistra dan
Foto Toraks (17 Oktober dan 18 Oktober 2019)
perselubungan inhomogen pada pulmo
dekstra
Diafragma kiri dan kanan licin
Sudut kostofrenikus kiri dan kanan Lancip
CTR <50%
Kesan : Proses spesifik pulmo bilateral
24

Interpretasi
Identitas sesuai
Marker R
Tampak infiltrate pada pulmo sinistra
Diafragma kiri dan kanan licin
RESUME Sudut kostofrenikus kiri dan kanan Lancip
Anamesis
Kesan : Pneumonia sinistra
a. Sesak nafas sejak 2 minggu dan tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, makanan
b. Batuk berdahak berwarna putih sejak 1 tahun sebelumnya
c. Keringat pada malam hari, demam yang hilang timbul dan penurunan berat
badan sebanyak 15 Kg dalam 2 bulan terakhir
d. Batuk berdarah sejak 1 minggu
e. Nyeri dada saat batuk
Pemeriksaan Fisik

a. TD : 110/70 mmhg
b. RR : 28x/menit
c. Pemeriksaan thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Redup di hemithoraks sinistra
25

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)

DAFTAR MASALAH
1. Sindroma dyspepsia
2. Peningkatan enzim transaminase
3. Hipoalbuminemia (3,2)
4. Hiponatremia (130)
5. Anemia ringan (10,5)

DIAGNOSIS KERJA
1. Community acquired pneumonia (CAP) SP 66
2. TB Paru kasus baru
RENCANA PENATALAKSANAAN
 Non farmakologis
• Bed rest
• Oksigen 3 l/ menit
 Farmakologis
• IVFD NaCl 0,9%/ 12 jam
• Inj ceftriaxone IV 1 x 2 gr
• Inj Omeprazole IV 1 x 40 mg\
• Azitromisin tab 500 mg 1x1
• Ambroxol tab 30 mg 3x1
• Hemafort tab 500 mg 1x1
• Vip albumin tab 500 mg 1x1
• Curcuma tab 500 mg 3x1

RENCANA PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan BTA, perwarnaan gram, kultur dan gene expert sputum
 Evaluasi foto thoraks elang serial
 Evaluasi DPL
26

BAB IV

PEMBAHASAN
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Janssens JP, Krause KH. Pneumonia in the very old. The Lancet Infectious

Diseases. 2004 Feb;4(2):112-24.


2. Kementerian Kesehatan; Republik Indonesia, Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Nasional. Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar

Provinsi Riau (RISKESDAS), 2013. Republik Indonesia: Kementerian

Kesehatan: 2013.
3. Dahlan Z. Pneumonia. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p. 2196-206.


4. Nency C, Irawan D, Andrini F. Gambaran kejadian ventilator-associated

pneumonia pada pasien yang dirawat di ICU dan CVCU RSUD Arifin Achmad

periode Januari 2013 s/d Agustus 2014. Jom FK. 2015 Okt;2(2):1-9.
5. Departemen Kesehatan; Republik Indonesia, Direktorat Bina Farmasi Komunitas

dan Klinik. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.

Republik Indonesia: Departemen Kesehatan: 2005.


6. World Health Organization. The 10 leading causes of death in the world, 2000 and

2015. The top 10 causes of death. Fact sheet No 310. Diakses dari:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas : Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 2003.


8. Kieninger AN, Lipset PA. Hospital-acquired pneumonia pathophysiology,

diagnosis, and treatment. Surg Clin N Am. 2009;89:439-61.


9. Millett ERC, Quint JK, Smeeth L, Daniel RM, Thomas SL. Incidence of

community-acquired lower respiratory tract infections and pneumonia among


28

older adults in the United Kingdom: A population-based study. Plos ONE.

2013;8(9):1-11.
10. Tong N. Background paper 6.22 pneumonia.Priority medicines for Europe and the

world “a public health approach to innovation”. 2013.


11. Cilloniz C, Loeches IM, Vidal CG, Jose AS, Torres A. Microbial etiology of

pneumonia: epidemiology, diagnosis and resistance patterns. International Journal

of Molecular Science. 2016 Des 16;2120:1-18.


12. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC.

Infectious disease society of America/American thoracic society consensus

guidelines on the management of community-aquired pneumonia in adults. CID.

2007;44:27-72.
13. Tipping B, Villiers LD. Pneumonia in elderly-diagnosis and treatment in general

practice. South African Family Practice. 2006;48(5):24-8.


14. Verhagen J, Vandepitte J, Engbaek K, Rohner P, Diot P, Heuck C. Prosedur

laboratorium dasar untuk bakteriologi klinins. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2010.
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial : pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 2003.


16. Kalil AC, Metersky ML, Klompas M, Muscedere J, Sweeney DA, Palmer LB, et

al. Management of adults with hospital-acquired and vantilator-associated

pneumonia: 2016 clinical practice guidelines by the Infectious Disease Society of

America and the America Thoracic Society. Clinical Infectious Disease.

2016;63(5):e61-111.
17. Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau. Pedoman Penggunaan

Antibiotik Empirik, 2016.


29

Laporan kasus

PNEUMONIA
30

Disusun Oleh :
MUHAMMAD RAFI SYAHPUTRA
NIM. 1708436511

Pembimbing:
dr. Sri Indah Indriani, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU

2019
1
1. Janssens JP, Krause KH. Pneumonia in the very old. Lancet Infect Dis 2004; 4(2): 112-24
2

3
Buku ipd fkui
4
Dr andin
5
PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN
6
Pneumonia, fact sheet. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/
7
pnkomunit
8
Hospital-Acquired Pneumonia: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment
9
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artcles/PMC3770598/
10
Priority Medicines for Europe and the World "A Public Health Approach to Innovaton"
11
Microbial Etology of Pneumonia: Epidemiology, Diagnosis and Resistance Patterns (etologi)
12
Pneumonia. Chapter 15. Thoracic.
13
Pneumonia in the elderly – diagnosis and treatment in general practce
14
kulturrrrrrrrrrr
15
Pdpi pneumonia nosokomial
16
848. Idsa 2016 VAP dan HAP
17
PPAB RSUD Arifin Achmad

Anda mungkin juga menyukai