Anda di halaman 1dari 23

Pendahuluan

 Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara anatomis sudah ada.
 Empyema dapat terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan nama empyema thoraks, dan dapat juga terjadi di
kandung empedu dan pelvic.
 Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali melakukan
torakosintesis dan drainase pada pleural empyema
 Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh:
 Trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema)
 Pecahnya abses dari paru-paru ke dalam rongga pleura
 Perluasan suatu infeksi yang bukan dari paru-paru (misalnya: madiastinitis, peritonitis)
 Trauma pada esofagus
 Iatrogenie infeksi saat merawat luka di sekitar daerah dada.
 Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat dari kegagalan bernafas dan sepsis
 Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada perbaikan teknik pembedahan dan penggunaan
antibiotik baru yang lebih efektif.
 Empyema dapat terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain, untuk itu perlu dilakukan pengobatan yang adekuat
terhadap semua penyakit yang dapat menimbulkan penyulit pada empyema
DEFINISI

 Empyema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di suatu
rongga tubuh.
 Kata ini berasal dari bahasa Yunani “ empyein “ yang artinya menghasilkan nanah (supurasi).
 Empyema paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru
(rongga pleura). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau
rongga pelvic.
 Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk membedakan dengan
empyema di rongga tubuh lain.
ETIOLOGI
Infeksi berasal dari paru Infeksi berasal dari luar paru
 trauma thoraks
 pneumonia
 pembedahan thoraks
 abses paru
 torakosentesis
 bila timbul di perifer paru dan  masuknya jarum ke dinding dada untuk
berdekatan dengan plura mengalirkan cairan di rongga pleura, biasanya
visceralis, kadang-kadang jarang terjadi
dinding abses bias pecah serta  abses subfrenik,missal abses hati karena amuba
ikut pula merobek pleura
 Penyebab tersering ialah kuman staphylococcus,
visceralis yang pada akhirnya kadang-kadang pneumococcus dan streptococcus
menjadi empyema jarang sekali, kuman-kuman gram negative seperti
 fistel bronkopleura hemophilus influenza.
 Empyema pelvic pada wanita biasanya disebabkan
 bronkiektasis strain Bacteroides atau pseudomonas aeruginosa.
 tuberculosis paru  Pada empyema kandung empedu biasanya
EPIDEMIOLOGI

 Hampir 90 % kasus empyema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus,


 Insiden empyema menurun seiring ditemukannya pemakaian antibiotik secara adekuat.
 Di Amerika terjadi, lebih dari satu juta kasus terjadi, penyebab infeksi pluera, 70% kasus
terjadi sebagai parapneumonic effusion murni, 5-10% sebagai parapneumoic effusion
sederhana dengan komplikasi, sekitar 5% terjadi akibat trauma dada
 Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat, oleh karena berbagai macam penyakit
paru, terdapat 57 penderia pria (77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria
dan wanita adalah 3,4 : 1 (3,6)
 Secara internasional; Timbulnya infeksi rongga pleura atau empyema tidak diketahui
KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya empyema thoraks dapat dibagi dua :


 Empyema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya peradangan akut
yang diikuti pembentukan eksudat
 Empyema kronis
Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Empyema
disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan
The American Thoracis Society membagi
empyema
Eksudat thoraks menjadi tiga :
Dimana cairan pleura yang steril di dalm rongga pleura merespons proses inflamasi di pleura

Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura yang bisa
melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.

Organisasi
Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga abses
berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan dikelilingi
oleh bungkusan tebal, tidak elastic.
PATOGENESIS
Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :

 Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus pulmonum, oleh
karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura visceralis
 Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada trauma
thoracis, abses dinding thorax.
 Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati dan
meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan
fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah
menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thoraks dan keluar melalui
kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut empyema akut yang lama-lama akan
menjadi kronis (batas tak jelas)
 Biasanya empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-
kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi
perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar, maka akan
menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan fistula.
MANIFESTASI KLINIK
 Tanda-tanda gejala awal terutama pada empyema thoraks adalah tanda dan gejala
pneumonia bacteria.
 Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat
dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya
empyema.
 Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi, dyspneu,
sianosis, batuk-batuk.
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion umumnya.
 Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan nafas
pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong kearah
yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising nafas
pada bagian yang sakit melemah sampai hilang.
 Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada
infeksi akut umumnya.
DIAGNOSIS

 Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan laboratorium
didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal.
 Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis.
 Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat
dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis
supuratif.
 diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduran
atau tegak, yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan
yang homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga melebar.
 Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan
keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril
10/20 ml serta menghisap sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan
pemeriksaan biokimia : tes rivalta. Kolesterol dan LDH (lactate
dehydroginase). Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan kolesterol dan LDH
cairan pleura akan sangat mempermudah untuk membedakan antara eksudat
dan transudat. Kolesterol > 45 mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat
 Untuk mengetahui kumam penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan
laangsung dari pus secara mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman
(secara tak langsung) dan uji resistensi.
DIAGNOSA BANDING

Empyema thoraks harus dapat dibedakan dengan :


1. pleural effusion
 adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating dengan nyeri dada pada sisi
yang sakit, bila sudah berlanjut, karena nyeri ini pasien tak dapat miring lagi ke sisi
yang sakit. pada pemeriksaan radiologis tampak suatu kesuraman yang menutupi
gambaran paru normal yang dimulai dari diaphragma. hasil pemeriksaan pleura akan
dapat memberikan diagnosis pasti.
2. schwarte
 adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura parietalis
setempat. schwarte ini tentunya akan menurunkan kemampuan nafas penderita
karena gangguan retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru
akan lebih parah lagi.
KOMPILKASI

Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada


infeksi Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks.
Komplikasi lokal lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis
akibat robekan melalui diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis
seperti meningitis , arthritis, dan osteomielitis dapat juga terjadi secara
hematogen. Pada empyema Stapiloccocus, septikimia jarang terjadi; komplikasi
ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :
A. Pengosongan rongga pleura
 Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan cara membersihkan
rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.
 Pengosongan pleura dilakukan dengan cara : (3,6)
 Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan indikasi:
 Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
 Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
 Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan penghisapan bertekanan negative
sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetapi tidak menunjukkan kemajuan, maka
harus ditempuh dengan cara lain, seperti pada empyema thoraks kronis.
 Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase
terbuka ini dikerjakan pada empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak
adekuat atau mungkin sebab lain, yaitu drainase kurang bersih.
open window thoracostomy :
open window thoracostomy: claggette procedure eloesser flap
B. Pemberian antibiotik yang sesuai
 Mengingat kematian utama empyema karena terjadinya sepsis, maka antibiotik memegang
peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus
adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan
selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.(3,6)
 Empyema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral atau bila dapat
diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi Pneumoccocus berespon terhadap penisilin,
seftriakson atau sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi terhadap penisilin.
H. influenza berespon terhadap sefotaksim, seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.
 Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase , urokinase secara intrapleural
juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja
menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga akan mempermudah drainase dari
cairan pleura.
Nama Obat Penisilin G (pfizerpen) Nama Obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)
Golongan Interferon
Dosis 1-4 mU/4-6j
Kontraindi Hipersensitifitas Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif dan
kasi spesies Enterococcus
Perhatian Penggunaan pada penyembuhan
Dosis 30 mg/kgbb/hari
fungsi ginjal
Keteranga Interaksi dengan probenecid dapat
n meningkatkan efektivitas obat, Kontraindik Hipersensitifitas

sedangkan dengan tetracycline asi


Efek Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
dapat menurunkan efektivitas obat
Samping
Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal
ginjal dan neutropenia

C. Penutupan rongga empyema

Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan
pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :
Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar


yaitu : mengelupas jaringan pleura
pleura yang menebal. Indikasi
dekortikasi ialah :
 Drainase tidak berjalan baik,
karena kantung-kantung yang
berisi nanah.
 Letak empyema sukar dicapai
oleh drain
 Empyema totalis yang mengalami
organisasi pada pleura visceralis
(peel sangat tebal
Rujukan

 Apley, A. Graham, APLEY’S SYSTEM OF ORTHOPAEDICS AND FRACTURE


7th edition, Great Britain, Bath Press.
 Rasjad, Chairuddin, PENGANTAR ILMU BEDAH ORTOPEDI, Edisikedua, Ujung
Pandang, BintangLamumpatue.
 Salter, Robert Bruce, TEXBOOK OF DISORDERS AND INJURIES OF THE
MUSCULOSKELETAL SYSTEM, 2nd edition, Baltimore, U.S.A
Torakoplasti

 Tindakan ini dilakukan apabila


empyema tidak dapat sembuh
karena adanya fistel bronkopleura
atau tidak mungkin dilakukan
dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan
memotong iga subperiosteal
dengan tujuan supaya dining
thoraks dapat jatuh ke dalam
rongga pleura akibat tekanan
udara luar.(
Pengobatan kausal Pengobatan tambahan
 Pengobatan kausal ditujukan pada  Pengobatan ini meliputi perbaikan
penyakit-penyakit yang keadaan umum serta fisioterapi
menyebabkan terjadinya empyema untuk membebaskan jalan nafas
, misalnya abses subfrenik. Apabila dari sekret (nanah), latihan
dijumpai abses subfrenik, maka gerakan untuk mengalami cacat
harus dilakukan drainase tubuh (deformitas).
subdiafragmatika. Selain itu masih
perlu diberikan pengobatan
spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, aktinomikosis dan
sebagainya.(3,6)

Anda mungkin juga menyukai