Anda di halaman 1dari 53

FISIOLOGI dan

ANESTESI pada
SISTEM PERNAFASAN

Irham Hanafi (IHA)


TUGAS BACA 1

Pembimbing: dr.Bowo Adiyanto, Sp.An., M.Sc.


Moderator: dr.Bhirowo Yudho P, Sp.An., KAKV
FISIOLOGI dan ANESTESI pada
SISTEM PERNAFASAN
A. Anatomi Fungsional Pernafasan

B. Mekanisme Pernafasan

C. Mekanika Paru-Paru

D. Hubungan Ventilasi - Perfusi

E. Tekanan Gas

F. Transpor Gas

G. Kontrol Pernafasan

H. Fungsi Non Respirasi Paru-Paru


Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan
A. ANATOMI FUNGSIONAL PERNAFASAN
1. Dinding Dada dan Otot Pernafasan

 Diafragma dan otot interkosta eksterna berperan ketika


inspirasi
 Kontraksi diafragma menyebabkan dasar rongga dada turun 1,5-7
cm dan paru-paru mengembang
 Otot bantu: sternokleidomastoideus, scalene, dan pektoralis;

 Ekspirasi merupakan suatu gerakan pasif


 Otot abdomen (rektus abdominis, oblikus eksterna dan interna,
serta transversus) dan otot interkosta internal;

 Otot faring (levator palatum, tensor palatum,


palatopharyngeus, palatoglossus)
 Mencegah palatum molle jatuh
 Menjaga patensi jalan nafas.
2. Tracheobronchial Tree

 Terdiri dari cincin kartilago berbentuk C pada bagian anterior


dan lateral, dihubungkan membran dinding trakea pada
posterior;
 Kartilago krikoid merupakan bagian tersempit dari trakea
dengan diameter pada laki-laki 17 mm, dan wanita 13 mm;
 Bronkus kanan lebih vertikal terhadap trakea, sedangkan
bronkus kiri lebih horizontal.

A: Divisi dikotom jalan nafas. B: Segmen bronchus


2. Tracheobronchial Tree (Alveoli)

 Sisi tipis: epitel alveolar dan endotel


kapiler hanya dipisahkan oleh
membran sel dan membran basalis
 pertukaran gas terjadi;
 Sisi tebal: terdapat ruang interstitial
paru  terjadi pertukaran cairan dan
larutan;
 Pneumosit tipe 1: membentuk tight
junction;
 Pneumosit tipe 2: mengandung
surfaktan.

Kapiler bersinggugan dengan dengan sisi tipis


alveolus (bertukarnya gas) pada sebelah kanan.
Ruang interstitial berada di sisi tebal alveolus pada
sebelah kiri
3. Sirkulasi Pulmonal

 Vaskularisasi : arteri bronkial dan pulmonal;

 Cabang arteri bronkialis mensuplai dinding bronkus sampai


bronkiolus terminalis, beranastomosis dengan sirkulasi arteri
pulmonal;

 Darah terdeoksigenasi mengalir melalui kapiler pulmonal;


Darah teroksigenasi kembali ke atrium kiri;

 Meskipun jumlah aliran sistemik dan pulmonal sama, namun


resistensi vaskular pulmonal lebih rendah, sehingga tekanan
darah pulmonal hanya 1/6 tekanan darah sistemik; sehingga
arteri dan vena pulmonal lebih tipis dibandingkan vaskular
sistemik.
4. Inervasi

 Diafragma dipersarafi N. Phrenicus yang keluar dari radiks


nervus C3-C5;

 Otot interkostalis dipersarafi oleh radiks saraf torakal;

 Nervus vagus menginervasi sensoris trakeobronkial


 Aktivitas Vagal  bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi
bronkial melalui reseptor muskarinik;

 Aktivitas simpatis (T1-T4)  bronkodilatasi dan menurunkan


sekresi melalui reseptor β2.

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan

B. MEKANISME PERNAFASAN
Ventilasi Spontan
 Pada akhir ekspirasi, Pintrapleural -5
cmH2O, dan Palveolar 0 (no flow);

 Aktivasi otot diafragma dan interkostal


menurunkan Pintrapleural dari -5 cmH2O
menjadi -8 atau -9 cmH2O; Palveolar
menjadi -3 dan -4 cmH2O, sehingga
terjadi gradien tekanan jalan nafas
atas-alveoli dan udara mengalir dari
jalan nafas ke alveoli sampai Palveolar
kembali 0;

 Selama ekspirasi, relaksasi diafragma


mengembalikan Pintrapleural menjadi -5
cmH2O, dan elastisitas paru
menyebabkan kebalikan gradien jalan
nafas atas-alveoli, sehingga udara Perubahan pada tekanan intrapleural dan
mengalir keluar alveoli. alveolar selama nafas normal
Ventilasi Mekanik

 Ventilasi mekanik memberikan tekanan positif ke jalan nafas


atas secara intermiten;

 Saat inspirasi, gas mengalir ke alveoli sampai tekanannya


sama dengan jalan nafas atas;

 Selama fase ekspirasi, tekanan positif hilang atau berkurang


 gradien berbalik  gas keluar dari alveoli.

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan

C. MEKANIKA PARU-PARU
1. Resistensi Elastik

 Dinding dada cenderung berekspansi ke arah luar (karena komponen


struktur dan tonus otot), sedangkan paru cenderung kolaps (kandungan
serat elastin dan tegangan permukaan);

 Daya Tegangan Permukaan


 Mengurangi area antarmuka udara-cairan dan menyebabkan alveoli kolaps
 Surfaktan mengurangi tegangan permukaan alveoli  menstabilisasi
alveoli: alveoli kecil dicegah agar tidak makin kecil; alveoli besar dicegah
agar tidak makin besar;

 Komplians adalah perubahan volume dibagi perubahan tekanan


 Pada posisi supine, komplians dinding dada berkurang karena beban
konten abdomen yang menekan diafragma.
2. Volume Paru

Spirogram menunjukkan volume paru

Volume dan Kapasitas Paru


3. Resistensi Non-Elastik

a. Resistensi Jalan Nafas


 Pada volume rendah, jalan nafas kecil akan kolaps dan
menyebabkan resistensi total
 Pada asma (bronkokonstriksi, edema)  jalan nafas kolaps 
resistensi meningkat
 Forced vital capacity (FVC)  bila menurun, menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas;

b. Resistensi Jaringan
 Disebabkan adanya tahanan viskoelastik (friksional) jaringan
terhadap aliran udara.
4. Work of Breathing

 Ada 3 faktor yang mempengaruhi ventilasi: komplians paru


dan dada, tahanan friksi di jalan nafas, dan tahanan friksi
jaringan;

 Pasien dengan penurunan komplians akan menunjukkan


nafas yang cepat dan dangkal;

 Pasien dengan peningkatan resistensi saluran nafas akan


menghasilkan nafas yang pelan dan dalam.
5. Efek Anestesi pada Mekanika Paru
a. Terhadap volume dan komplians paru
 Posisi supine menurunkan FRC 0,8-1 L, dan induksi GA menambah
penurunan FRC 0,4-0,5 L;
b. Terhadap resistensi jalan nafas
 Agen inhalasi memberikan efek bronkodilasi
 Peningkatan resistensi jalan nafas disebabkan oleh faktor-faktor
patologis atau masalah pada alat;
c. Terhadap usaha nafas
 Peningkatan usaha nafas merupakan efek sekunder karena
menurunnya daya regang paru dan dinding dada;
d. Terhadap pola nafas
 Agen inhalasi menghasilkan nafas cepat dan dangkal, sedangkan
nitrous-opioid memberikan pola yang lambat dan dalam.

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan
D. HUBUNGAN VENTILASI - PERFUSI
1. Ventilasi (V)
 Adalah jumlah semua udara yang dihembuskan dalam 1
menit (minute ventilation). Pada dewasa = 5 L/m;
V = RR x Volume Tidal

 Tidak semua udara inspirasi mencapai alveoli. Sebagian tetap


di jalan napas dan dihembuskan tanpa mengalami pertukaran
gas. Bagian dari volume tidal (VT) yang tidak ikut dalam
pertukaran gas alveolar disebut dead space (VD). Ventilasi
alveolar (VA) adalah volume udara inspirasi yang ikut dalam
pertukaran udara selama 1 menit;
VA = RR x (VT-VD).

 Dead space terdiri dari anatomic dead space dan alveolar dead
space. Jumlah kedua ruang mati tersebut disebut physiological
dead space. Dead space pada dewasa = 150 mL (2 mL/kg).
1. Ventilasi (V)
 Distribusi Ventilasi
 Paru kanan menerima ventilasi yang lebih dibandingkan paru kiri
(53% vs 47%) dan bagian bawah paru mendapat ventilasi lebih
besar dibandingkan bagian atas oleh karena gravitasi.

Efek gravitasi terhadap komplians alveolar pada posisi tegak Faktor-faktor mempengaruhi dead space
2. Perfusi (Q)
 5 L/menit darah mengalir melalui paru (70-100 ml/denyut);

 Perubahan postur dari supine ke tegak menurunkan volume


darah paru sekitar 27%;

 Pengaruh perubahan sistemik:


 Vasokonstriksi sistemik mengalihkan darah dari sistemik ke paru
 Vasodilatasi menyebabkan distribusi beralih dari paru ke sistemik;

 Hipoksia merupakan stimulus kuat untuk vasokonstriksi paru,


hiperoksia menimbulkan efek sebaliknya;

 Hiperkapnia dan asidosis mempunyai efek vasokonstriktor,


hipokapna serta alkalosis sebaliknya.
2. Perfusi (Q)
 Distribusi Perfusi > terdapat 4 zona berbeda (West Zones)
 Zona 1 = obstruksi aliran darah dan dead space alveolar
 Zona 2 = aliran darah tergantung pada perbedaan Pa dan PA
 Zona 3 = aliran darah independen terhadap aliran alveolar
 Zona 4 = terjadi atelektasis dan atau edema pulmo.

A: Classic West Zones distribusi


aliran darah pada posisi tegak.
B: Ilustrasi scanning distribusi
aliran darah sentral ke perifer pada
posisi tegak
2. Perfusi (Q)
 Rasio Ventilasi/Perfusi:
 Rentang normal V/Q adalah 0,3 dan 3,0 (secara umum 0,8)
 V/Q dapat berkisar dari 0 (tidak ada ventilasi  shunt/ pintasan)
sampai tidak terhitung (tidak ada perfusi  dead space).

Distribusi rasio V/Q untuk seluruh


paru (A) dan berdasarkan
ketinggian (B) pada posisi tegak.
3. Shunts
 Kondisi dimana darah vena campuran dari jantung kanan
kembali ke jantung kiri tanpa diresaturasi dengan O2 di paru;
 Shunt absolut merujuk pada shunt anatomis dan unit paru di
mana V/Q bernilai nol;
 Shunt relatif merupakan sebuah area pada paru dengan rasio
V/Q yang rendah tapi terbatas.

Model tiga kompartemen pertukaran gas di paru,


menunjukkan ventilasi dead space, pertukaran normal
alveolar-kapiler, dan shunting
4. Efek Anestesi pada Pertukaran Gas

 Terjadi peningkatan rasio V/Q;


 Peningkatan dead space alveolar sering ditemukan selama
ventilasi terkontrol;
 Anestesi umum biasanya meningkatkan vena campuran
hingga 5-10%, akibat atelektasis dan kolaps jalan nafas di
area dependen paru;
 Tekanan O2 inspirasi 30-40% biasanya mencegah hipoksemia;
 PEEP efektif untuk mengurangi vena campuran dan mencegah
hipoksemia selama anestesi umum selama curah jantung
dipertahankan;
 Pemberian konsentrasi inspirasi O2 (>50%) yang lama
berhubungan dengan peningkatan shunt absolut.

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan
E. TEKANAN GAS ALVEOLAR, ARTERI, & VENA
1. Oksigen

a. Tekanan Oksigen Alveolar


 Pada setiap nafas, udara campuran yang diinspirasi dilembabkan
pada suhu 37oC di jalan nafas. PH2O pada 37oC = 47 mmHg,
maka tekanan parsial O2 =
 PAO2= 6 x konsentrasi O2 inspirasi

b. Tekanan Oksigen Akhir Kapiler Pulmonal


 Pc’O2 dianggap identik dengan PAO2
1. Oksigen
c. Tekanan Oksigen Arterial
 PaO2 tidak dapat dikalkuklasi seperti PAO2, namun dapat
diperkirakan dengan rumus , nilai normal 60-100 mmHg.
Bila < 60 mmHg disebut hipoksemia;
Mekanisme Hipoksemia

d. Tekanan Oksigen Vena Tercampur


 Diambil dari kateter arteri pulmonal
 PO2 vena campuran normalnya = 40 mmHg.
2. Karbon Dioksida
a. Tekanan Karbon Dioksida Vena Tercampur
 Tekanan CO2 vena tercampur normal (PCO2) adalah 46 mmHg;
b. Tekanan Karbon Dioksida Alveolar
 Menunjukkan keseimbangan produksi CO2 total (VCO2) dan
ventilasi alveolar (eliminasi);
c. Tekanan Karbon Dioksida Akhir Kapiler Pulmonal
 Tekanan karbon dioksida akhir kapiler pulmoner (Pc'CO2) identik
dengan PACO2;
d. Tekanan Karbon Dioksida Arterial
 Tekanan CO2 arterial (PaCO2), identik dengan Pc'CO2 dan
PACO2. PaCO2 normal adalah 38 ± 4 mmHg
 Rasio V/Q akan mempengaruhi PaCO2;
e. Tekanan Karbon Dioksida End-Tidal
2. Karbon Dioksida

 Pengaruh Ventilasi Alveolar terhadap PCO2:


Efek ventilasi alveolar
terhadap PCO2 pada alveolar
pada dua laju produksi CO2

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan

F. TRANSPOR GAS DALAM DARAH


1. Oksigen

 Oksigen Terlarut
 Hukum Henry, menyatakan bahwa konsentrasi setiap gas
dalam larutan proporsional tehadap tekanan parsialnya
Konsentrasi gas = α x tekanan parsial. αO2 = 0,003 mL/dL/mmHg
Oksigen terlarut maksimum = 0,3 mL/dL;

 Hemoglobin
 Setiap gram hemoglobin dapat membawa O2 sampai 1,39
mL
1. Oksigen

 Kandungan Oksigen
 Total kandungan O2 darah merupakan jumlah dari oksigen
terlarut dan terikat Hemoglobin
 Konten O2 (CaO2) =
([0,003 mlO2/dl darah per mmHg] x PO2)+(SO2 x Hb x 1,31 ml/dl darah)
 Normal CaO2 = 19,5 ml/dl;

 Transpor Oksigen
 Distribusi total O2 ke jaringan tergantung dari konten O2
arteri dan curah jantung
1. Oksigen

 Kurva Disosiasi Oksigen dan Faktor yang Mempengaruhi

Menggeser ke Menggeser ke
Kiri Kanan

Alkalosis Asidosis

Hipotermia Hipertermia

Penurunan 2,3 Peningkatan 2,3


DPG DPG

CO, HCN,
HNO3, NH3

Methemoglobin

Efek perubahan status asam-basa, temperatur tubuh, dan


konsentrasi 2,3-DPG terhadap kurva disosiasi oksigen
TRANSPOR OKSIGEN DALAM DARAH

KURVA DISOSIASI OKSIGEN


Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2
 Faktor yang mempengaruhi ikatan O2 = konsentrasi ion
H, tekanan CO2, suhu, dan konsentrasi 2,3-
diphosphoglycerate (2,3-DPG);
 2,3-DPG adalah produk dari glikolisis, terakumulasi saat
metabolism anaerobik, kompensasi dari anemia kronis.

 Shift ke kanan akan menurunkan afinitas O2, melepas O2


dari Hb, menyediakan O2 lebih banyak untuk jaringan.

Efek perubahan status asam-basa, temperatur tubuh, dan


konsentrasi 2,3-DPG terhadap kurva disosiasi oksigen

Morgan, 2013
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 Pada adanya stressor (hiperkarbia, asidosis), pergeseran


HbO2 ke kanan memberikan efek menguntungkan
dengan meningkatnya pelepasan oksigen ke jaringan;

 COHb menggeser kurva ke ekstrim kiri, sehingga terjadi


hipoksia seluler.

Morgan, 2013;
Collins, 1996
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 Ikatan O2 pada Hb dipengaruhi fator = pH, PCO2, dan


suhu
 Peningkatan suhu atau turunnya pH pada jaringan aktif 
menurunkan afinitas Hb kepada O2 (shift to the right)
 PO2 yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai saturasi
tertentu untuk memfasilitasi pelepasan oksigen ke
jaringan.

Collins, 1996
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 2,3 DPG = hasil glikolisis anaerob


 Peningkatan 2,3-DPG menurunkan afinitas HbO2  shift to
the right
 Setelah penyimpanan darah selama 1 pekan, konsentrasi
2,3-DPG hanya 1/3 dari normal  shift to the left
 Hipoksia kronis (altitude/anemia) menstimulasi produksi
2,3 DPG  shift to the right;

 Kurva disosiasi oksigen pada fetus bergeser ke kiri;

 Methemoglobin (ferric) tidak dapat mengikat oksigen;

 COHb memiliki afinitas 250 kali lebih kuat dibanding


HbO2  shift to extreme left  darah sulit melepas
oksigen.
Collins, 1996
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 Faktor mempengaruhi hemoglobin = tekanan O2 (PO2) darah,


pH darah, suhu, dan aktivitas metabolik dalam RBC
 Jika PO2 meningkat, lebih banyak O2 terikat dengan hemoglobin
(pergeseran ke kanan)
 Jika PO2 menurun, lebih banyak molekul O2 dilepas dari
hemoglobin (pergeseran ke kiri);
 Bohr effect:

 Pengaruh suhu:
 Otot skelet aktif menghasilkan panas  menghangatkan
darah yang mengalir  molekul Hb melepas lebih banyak
O2 yang dapat digunakan oleh serabut otot

 Peningkatan 2,3-DPG  pelepasan O2 meningkat 10%

Martini, 2012
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 Asidosis menghambat glikolisis, sehingga konsentrasi


2,3-DPG menurun ketika pH rendah;
 Konsentrasi 2,3-DPG ditingkatkan oleh hormon thyroid,
growth hormone, dan androgen;
 Exercise meningkatkan 2,3-DPG dalam 60 menit.

Ganong, 2012
Faktor Pengaruhi Ikatan HbO2

 Pergeseran posisi P50 dipengaruhi:

Cross, 2014

Content
1. Oksigen

 Penyimpanan Oksigen
 Pada dewasa ±1500 ml, yaitu: paru-paru (FRC),
hemoglobin, dan mioglobin
 Jika sebelumnya bernapas di udara ruangan (FiO2 0,21),
maka dengan FRC ± 300 mL berarti hanya terdapat 480 mL
O2 dalam paru-paru. Hipoksemia berat dapat terjadi dalam
90 detik
 Bila diberikan O2 100%, maka cadangan O2 dalam paru-
paru ±2300 mL, hipoksemia terjadi dalam 4-5 menit.
2. Karbon Dioksida

 Terdapat dalam tiga bentuk: terlarut, sebagai bikarbonat, dan


dengan protein membentuk komponen karbamino.
 Terlarut: lebih mudah terlarut dalam darah daripada O2,
dengan koefisien kelarutan 0,067 ml/dl/mmHg

 Bikarbonat: CO2 terkombinasi dengan lambat dengan air


untuk membentuk asam karbonat dan bikarbonat
H2O + CO2↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

 Komponen Karbamino: bereaksi dengan kelompok amino


pada protein
R-NH2 + CO2  RNH – CO2- + H+
2. Karbon Dioksida

Komponen transpor karbon dioksida dalam 1liter darah


2. Karbon Dioksida

 Penyimpanan Karbon Dioksida


 Karbon diksida disimpan dalam tubuh dalam jumlah yang
besar (hampir 120 L pada orang dewasa) dan utamanya
dalam bentuk CO2 terlarut dan bikarbonat
 Ketika terjadi suatu ketidakseimbangan antara produksi
dan eliminasi, terbentuknya keseimbangan CO2
membutuhkan waktu 20-30 menit.

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan

G. KONTROL PERNAFASAN
Kontrol Pernafasan

1. Pusat Respirasi Sentral


 Pada medulla oblongata, terdapat kelompok neuron dorsal
(inspiratorik) dan ventral (ekspiratori)
 2 area pons mempengaruhi pusat medulla dorsal, yaitu
lower pontine (apneustik) yang bersifat eksitatorik, dan
upper pontine (pneumotaksik) yang bersifat inhibitorik
 Area pons mengatur laju dan ritme nafas;

2. Sensor Sentral
 Kemoreseptor, respon terhadap perubahan kadar ion
hidrogen dalam CSF (terletak di anterolateral medulla)
 Meregulasi PaCO2, karena perubahan pada CO2 akan
mengakibatkan perubahan pada [H+];
CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3-
Kontrol Pernafasan
1. Sensor Perifer
a. Kemoreseptor Perifer
 Badan karotis dan badan aorta
 Badan karotis sensitif terhadap perubahan PaO2, PaCO2, pH,
dan perfusi arteri (melalui N. Glossopharyngeal)
 Paling sensitif terhadap perubahan PaO2, aktivitas reseptor
tidak meningkat hingga PaO2 di bawah 50 mmHg;
b. Reseptor Paru-Paru
 Stretch receptor: (N.Vagus) respon inhibisi inspirasi jika
paru hiperinflasi (refleks inflasi Hering-Breuer) dan
pemendekan ekspirasi ketika paru deflasi (refleks deflasi)
 Irritant receptor: gas berbahaya, asap, debu  RR ↑,
bronkokonstriksi, dan batuk;
2. Efek Anestesi pada Kontrol Pernafasan
GA  hipoventilasi, oleh karena depresi kemoreseptor dan
otot respirasi intercostal eksterna.
Hubungan normal antara PACO2 dan Hubungan antara PaO2 dan ventilasi per menit saat istirahat
ventilasi per menit dan dengan PaCO2 normal

Content
Fisiologi dan Anestesi pada Sistem Pernafasan
H. FUNGSI NON RESPIRASI PARU-PARU
Fungsi Non Respirasi Paru-Paru
1. Fungsi Filtrasi
• Filter terhadap debris pada aliran darah
• Heparin dan activator plasminogen

2. Fungsi Reservoir
• Reservoir volume darah dalam tubuh

3. Fungsi Metabolik
• Pneumosit mensintesis surfaktan
• Neutrofil dan makrofag menghasilkan O2 radikal bebas
• Endotel memetabolisme vasoaktif (norepinefrin, serotonin,
bradikinin, prostaglandin, leukotrien)
• Sintesis histamin
• Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
Content
Referensi
1. Butterworth, J.F., Mackey, D.C., Wasnick, J.D. 2013. Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology Chapter 23 Respiratory Physiology & Anesthesia,
page 487-525. 5th ed. New York: McGraw Hill Education.
2. Collins, V.J., et.al. 1996. Physiologic and Pharmacologic Bases of
Anesthesia, Chapter 5: Transport of Oxygen and Carbon Dioxide.
Baltimore: Williams & Wilkins.
3. Slinger, P. 2015. Stoelting’s Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice,
Chapter 24: Gas Exchange. 5th ed. Philadephia: Wolters Kluwer.
4. Cross, M., Plunkett, E. 2014. Physics, Pharmacology and Physiology for
Anaesthetists Section 7 Respiratory Physiology. 2nd ed. New York:
Cambridge University Press.
5. Martini, F.H., Nath, J.L. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology
Chapter 23 The Respiratory System. 9th ed. Boston: Benjamin Cummings.
6. Barret, K.E, et.al. 2012. Ganong’s Review of Medical Physiology Section
VI Respiratory Physiology. 24th ed. New York: McGraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai