Anda di halaman 1dari 16

SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF

RSUD dr. DORIS SYLVANUS

Manajemen Jalan Napas Yang Sulit Selama


Anestesi: Tinjauan Insiden dan Solusi
Zhiyong Zeng, Woo C Tay, Tomoyuki Saito, Kyu Kyu Thinn dan Eugene H Liu

Pembimbing :
dr. Abdul Samad Amin, Sp.An
Oleh
Ni Ketut Adhi, S.Ked
Abstrak
Latar Belakang

Tujuan dari penelitian


Prediksi manajemen jalan ini  menentukan
nafas yang sulit dan persiapan Oleh karena itu insiden dan faktor
peralatan canggih dan digunakan penilaian penyebab masalah jalan
keterampilan untuk
menggunakannya dapat jalan napas pra operasi nafas, dan peralatan
meminimalisir hasil yang standar dari semua yang digunakan untuk
buruk ketika ditemukan pasien memecahkan masalah
kesulitan pada pasien dengan
anestesi umum.
Abstrak
Studi deskriptif dengan meninjau laporan kasus- Metode
kasus jalan nafas yang sulit

kasus yang dilaporkan manajemen jalan nafas


selama dilakukan anestesi umum sebanyak
37.805 periode Mei 2011 hingga Oktober 2013.

Melakukan pengelompokan penyulit


manajemen jalan napas

Hasil utama adalah perbandingan total ventilasi


supraglotik airway yang sulit, intubasi trakea
yang sulit, ventilasi masker yang sulit
Abstrak
Hasil

Faktor risiko utama dari


jalan napas yang sulit
adalah jarak tiromental
yang pendek dan ekstensi
Ada 885 (2,3%) pasien leher terbatas
dengan masalah jalan nafas
yang sulit. Masing-masing
insiden 4,7% kesulitan
dalam intubasi trakea,
ada 37.805 0,4% kesulitan dalam
pasien yang supraglotik airway dan 1,0%
dilakukan kesulitan dalam ventilasi
anestesi umum menggunakan masker
dan intervensi
jalan nafas.
Pendahuluan
Prediksi manajemen jalan nafas yang sulit dan
persiapan peralatan canggih dan keterampilan
untuk menggunakannya dapat meminimalisir hasil
yang buruk ketika ditemukan kesulitan

penilaian jalan napas pra operasi terdiri dari


Mallampati, pergerakan leher,jarak thyromental,
mulut terbuka dan ada yang longgar gigi atau celah
gigi, untuk memungkinkan persiapan yang
memadai.

Terdapat peralatan yang dapat digunakan


mengatasi jalan nafas yang sulit: bougies, supraglotti
saluran udara, videolaryngoscopes dan
bronchoscopes fleksibel.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari


kejadian managemen jalan nafas yang sulit selama
anestesi umum, prediksi kesulitan, dan metode yang
memungkinkan jalan napas yang aman
Material dan Metode
• Dilakukan pendataan semua kasus manajemen jalan nafas yang sulit
sebanyak 37.805 kasus periode Mei 2011 hingga Oktober 2013
• Informasi tambahan diperoleh dari catatan kasus, dan jika perlu dari
komunikasi dengan ahli anestesi yang terlibat dalam kasus.

• Pencatatan tingkat ventilasi SGA yang sulit, trakea yang sulit intubasi,
ventilasi mask sulit, gagal memasukkan SGA, dan gagal intubasi trakea.

• mencatat metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah jalan


napas yang sulit, keberhasilan manajemen jalan napas, dan apa pun
komplikasi yang terjadi selama manajemen jalan napas.
Hasil
• Ada 885 (2,3%) pasien dengan masalah jalan nafas yang sulit. Masing-masing
insiden 4,7% kesulitan dalam intubasi trakea, 0,4% kesulitan dalam supraglotik
airway dan 1,0% kesulitan dalam ventilasi menggunakan masker
Intubasi Trakea
• Ada 805 pasien dengan intubasi trakea yang
sulit
• Terdapat 704 pasien gagal di intubasi
menggunakan laringoskop Macintosh.
• Penggunaan videolaryngoscop dapat
digunakan setelah gagal dengan laringoskop
Macintosh dan intubasi berhasil pada 76,9%.
Jalan napas supraglotik
• Di antara semua pasien, SGA adalah metode
yang direncanakan untuk manajemen jalan
napas, tapi terdapat 63 (0,4%) pasien yang
mengalami kesulitan dalam pemasangan SGA.
• Pemasangan SGA gagal terjadi pada 34 (0,2%)
pasien, di mana upaya lebih lanjut dihentikan,
dan saluran udara pasien dikelola dengan
ventilasi masker atau intubasi trakea.
Ventilasi masker
• Terdapat pada 17 (1,0%) pasien yang
mengalami kesulitan dalam pemakaian
ventilasi dengan masker
• Faktor risiko manajemen jalan napas sulit :
Mallampati derajat tinggi, jarak tiromental
pendek, gerakan leher terbatas, pembukaan
mulut terbatas, pertumbuhan gigi buruk, IMT
tinggi/ obesitas.
Pembahasan
• Ulasan kami menemukan terdapat 2,3%
pasien yang di anestesi umum mengalami
manajemen saluran napas yang sulit, sebagian
besar adalah sulit intubasi.
• 4,7% dari intubasi sulit sebanding dengan
5,8% dalam meta-analisis.
• insiden 0,06% gagal intubasi trakea sebanding
dengan data sebelumnya sebesar 0,05%
dalam populasi bukan ibu hamil.
Pembahasan
• Kasus intubasi yang sulit dapat berhasil
dikelola menggunakan sejumlah kecil
perangkat.
• Bougies adalah paling umum digunakan
• Apabila lubang laring tidak dapat dilihat sama
sekali, videolaryngoscopes dapat digunakan.
Videolaryngoscope
Sedikit ekstensi dan fleksi kepala
dan leher, tekanan pada leher, dan
distorsi jalan nafas atas.

Videolaryngoscope memungkinkan
operator dan asistennya secara
bersamaan melihat jalan napas.

Minimal trauma saluran napas


yang disebabkan oleh
videolaryngoscope
Pembahasan
• Untuk meminimalisir jalan napas yang sulit dapat
diantisipasi dengan evaluasi pra operasi, dan
dikonfirmasi pada "time out" sebelum induksi
anestesi.
• Jarak thyromental pendek adalah prediktor terkuat
dari penyulit jalan napas.
• Jarak tyromental dianggap sebagai indikator ruang
mandibula dan mencerminkan apakah perpindahan
lidah oleh laringoskop akan mudah atau sulit.
• Pasien yang memiliki saluran napas sulit atau
memiliki anatomi variasi dapat dikelola dengan
bougies dan videolaryngoscopes.
Kesimpulan
• Insiden jalan nafas yang sulit dapat dikelola
dengan menggunakan sejumlah kecil metode
• Menghindari banyak mencoba pipa trakea
atau pemasangan SGA.
• Bougies dan videolaryngoscope memungkinkan
intubasi berhasil dalam skala besar pada pasien
yang sulit di intubasi
• Untuk meminimalisir kejadian jalan napas yang
sulit dapat diantisipasi dengan evaluasi pra
operasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai