Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI EMERGENCY

Oleh :
Ni Ketut Adhi S.Ked
FAB 118 008

Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. KFR
dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE


FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik di atas sama dengan 140 mm Hg dan /
atau darah diastolik tekanan sama dengan atau di atas 90 mm. Menurut AHA, persentase
hipertensi lebih tinggi laki-laki daripada wanita pada usia 45. Pada usia 45-54 dan 55-64,
persentase laki-laki dan perempuan sama besar. Orang- orang dengan hipertensi, 69 %
diantaranya mengalami serangan jantung, 77 % mengalami stroke, dan 74 % mengalami
gagal jantung kongestif dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan
hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target.
Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami krisis hipertensi. Menurut
Rikesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara, didiagnosis
tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen,
total prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen sedangkan di Kalimantan Tengah
prevalensi (berdasarkan wawancara) 10,6%, (berdasarkan pengukuran) 26,7%.1,2 Hipertensi
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia, termasuk di
Kalimantan Tengah, yang mana prevalensi hipertensi semakin meningkat (berdasarkan
wawancara) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. 2 Sedikit penderita yang
mendapatkan terapi adekuat, masih banyak penderita yang tidak terdeteksi, serta morbiditas
dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasi hipertensi.

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik > 180/120
mmHg.1 JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti kerusakan
organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi). Hipertensi
emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan
tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang
progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia dan anemia hemolitik
mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus diturunkan secara agresif
dalam hitungan waktu menit sampai jam (Houston, 2009)2-3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Survey Primer
Tn. I, 57 tahun, L.
I. Vital Sign :
- Nadi : 98 kali/menit, irregular
- Tekanan Darah : 240/120 mmHg
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,4 °C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 22 x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV. Circulation : Denyut nadi 98 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2’’
V. Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 1, Motorik 6), pupil isokor  3mm-3mm.
VI. Exposure : Tampak gelisah.

Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam priority sign karena pasien datang dalam keadaan gelisah karena nyeri kepala. Pasien
diberi label kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah, pemberian
oksigen nasal canul 3 liter/menit, dilakukan pemasangan akses infus intravena menggunakan
cairan NaCl 20 tetes/menit.

Survey Sekunder
I. Identitas
Nama :Tn. I
RM : 23-81-90
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : seth adji
Tanggal Masuk RS : 09/05/19 pukul 20.40 WIB
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 09 mei 2019 di ruang IGD
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama : Sakit kepala
b. Keluhan Tambahan: lemas, pandangan kabur

3
c. Riwayat Penyakit Sekarang
• Os datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 9 mei 2019
Os. Datang dengan keluhan sakit kepala terus menerus 6 jam SMRS. Badan terasa
lemas namun tidak ditemukan adanya kelemahan anggota gerak, wajah (-). Pasien
juga mengeluh pandangan mat kabur pandangan mata kabur sudah terjadi 1,5 tahun,
semakin lama keluhan semakin parah, pandangan berkabut seperti awan disangkal, os
masih bisa melihat wajah. Namun saat ini pandangan menjadi berkunang-kunang
bersamaan dengan badan yang terasa melayang. Mual dan muntah disangkal. Napas
terasa sesak (-), dada terasa nyeri (+), seperti ditusuk-tusuk, dirasakan hilang timbul,
dada berdebar (-), keringat dingin (-), nyeri ulu hati (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat hipertensi (+) 4 tahun minum obat (-), DM (-). Gagal ginjal (-), Riwayat
batu saluran kemih (-), Penyakit jantung (-)

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi pada keluarga
dan riwayat diabetes mellitus disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 9 mei 2019 dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit : Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis ( E4M6V5)
B. Tanda Vital
a. Frek. Nadi : 90x/menit, iregular, kuat angkat, isi cukup
b. Tekanan Darah : 240/120 mmHg
c. Frek. Nafas : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5 °C (aksila)
e. Spo2 : 98%
f. Skala nyeri :6
C. Kepala : Normocephal
D. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), oedema palpebra (-/-)
E. Hidung :Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-).
F.Mulut : Mukosa mulut pucat (-), caries dentis (-)
G. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, JVP tidak meningkat
H. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi: SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
b. Pulmo :

4
Inspeksi : Normochest, Simetris +/+, Massa (-), Retraksi (-/-),
Palpasi : Fremitus Vocal (+/+), Massa (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
I. Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), Massa (-), Jejas (-),
Auskultasi : Bising Usus (+) 12 ×/menit
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
J. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Pitting Oedem (-/-)
Status Neurologis

Ekstremitas superior Ekstremitas inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5555 5555 5555 5555
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi eutrofi Eutrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -
Refleks Fisiologis + 2 +2 +2 +2
Refleks Patologis - - - +
Tremor - - - -

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium darah :
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 16,0g/dl 11-16 g/dl Normal
Leukosit 10.310/uL 4000-10.000/uL Normal
Trombosit 249.000/uL 150000-450000/uL Normal
Hematokrit 48,5 % 37-54% Normal
Gula darah 134 mg/dL <200 mg/dL Normal
sewaktu
Creatinine 1.89 mg/dL 0,17-1,50 mg/dL Meningkat

5
- Irama sinus 65x/m regular
- aksis normal
- Lv High Voltage

Foto thorax :
­ Posisi Posterior-Anterior.
­ Trakea berada ditengah
­ Inspirasi cukup: >5.
­ Sudut costofrenicus: lancip dan diafragma
normal
­ CTR: 70% à Kardiomegali
­ Paru dalam batas normal.
MASALAH

1. Cephalgia
2. Kardiomegali
3. Angina
V. Diagnosis Banding
- Hipertensi emergency
- Hipertensi urgency
VI. Diagnosis Kerja
Hipertensi Emergency
VII. Penatalaksanaan
Amlodipine 10mg 0-0-1
Candesartan 80mg 1-0-0
Rawat ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat.
Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.

VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia

6
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus HT emergensi ditegakkan dengan ditemukannya tensi 240/120 mmHg
disertai pasien mengeluh sakit kepala, badan terasa lemas dan pandangan mata menjadi lebih
kabur, nyeri dada serta bicara cadel.
Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis dimana tekanan darah meningkat secara
progresif melebihi tekanan diastolik 120 mmHg dengan atau tanpa ancaman kerusakan organ
target. Dikelompokan dalam urgensi dan emergensi atas dasar adanya kerusakan organ target
pada hipertensi urgensi belum terdapat kerusakan organ target. Sebagian besar keadaan ini
dapat dicegah, umumnya disebabkan oleh karena pengobatan hipertensi yang tidak adekuat.

Definisi hipertensi

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi hipertensi emergency dan hipertensi
urgency. Hipertensi emergency didefinisikan sebagai situasi yang membutuhkan
pengurangan segera tekanan darah (BP) dengan agen parenteral karena dapat
menyebabkan kerusakan organ target akut . Hipertensi urgency (mendesak) peningkatan
tekanan darah seperti pada hipertensi emergency namun tanpa disertai kerusakan organ
target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. 8

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:


Hipertensi refrakter disebabkan respon pengobatan yang tidak adekuat dan
tekanan darah >200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang

7
efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

Hipertensi akselerasi adalah peningkatan tekanan darah diastolik > 120
mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna

Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.

Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan. 8
Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi 8

Kategori Sistolik Diastolik


tekanan darah

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi Stage Atau


140 – 159 90 – 99
1

Hipertensi Stage Atau


> 160 100/ >100
2

Krisis hipertensi Atau


> 180 > 120

Pada pasien didapatkan tekanan darah 240/120 sehingga berdasarkan klasifikasi hipertensi
pasien termasuk kedalam krisis hipertensi

II. 3 Etiologi 8

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa disfungsi


endotel, remodeling, dan arterial striffness. Faktor penyebab hipertensi emergensi

8
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.

Tabel II.4.1 Tabel etiologi hipertensi emergency8

A. Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik


(hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek
primer pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik
maupun lingkungan.

B. Penyakit ginjal
- Penyakit parekim ginjal
1. Pielonefritis kronik
2. Glomerulonefritis
- Vaskular / kelainan pada glomelurus
- Sistematik lupus eritomatosus
- Sistematik sklerosis
- Vaskulitis ginjal ( mikroskopik poliariteritis nodusa, wegener
granulomatosis)
3. Nefritis tubulointersisial
- Penyakit vaskular pada ginjal
1. Stenosis arteri ginjal
- Fibromaskular displasia
- Penyakit Arterosklerosis renovaskular
2. Mikrosopik poliarteritis nodusa

C. Obat – obatan

- Abrupi withdrawal of a centrally acting a2 adrenergic agonist


(clonidine methyldopa)
- Phencyclidme cocame or other sympathommetic drug mioxicanon
interaction with monoomine inhibitors (tanycypromine, pheneshine
and selegiline

9
D.Kehamilan

E. Eklamsi berat

F. Endokrin

G. Pheochromocytomo

Pada pasien etiologi hipertensi brdasarkan anamnesis tidak diketahui kemungkinan


penyebab hipertensi diakibatkan hipertensi idiopatik, dimana s embilan puluh
persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial). Beberapa
faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi esensial, dan
mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Beberapa faktor genetic dan
lingkungan adalah sebagai berikut :

10
Gambar. II.6.1 Faktor resiko hipertensi11

Hipertensi esensisal adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor –faktor tersebut mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah.

1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stres, ras, obesitas ,merokok, genetik
2. Sistem saraf simpatis
 Tonus simpatis
 Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Pengaruh sistem otokrin berperan pada sistem renin angiotensin.

Asupan garam berlebih serta jumlah nefron yang berkurang menyebabkan retensi
natrium sehingga volume cairan meningkat kenaikan volume cairan ini mempengaruhi
preload (Derajat regangan otot sebelum mulai berkontraksi) jumlah darah yang masuk ke
ventrikel, otot semakin meregang sehingga kontraktilitas bertambah. Peningkatan
kontraktilitas jantung menyebabkan pengeluaran norepinefrin (berfungsi sebagai agen
vasokontriksi). Peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. (respon otonomi
yang terjadi adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke
volume output (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena selanjutnya,
terjadi venokonstriksi menyebabkan stroke output meningkat
Stres dan perubahan genetis menyebabkan aktivitas berlebih saraf simpatis, terjadi
peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Respon otonom yang terjadi
adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke volume (curah isi
sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena. Selain itu diproduksinya
Angiotensin-converting-enzyme (ACE) mengkatalisis perubahan angiotensin I menjadi II
(terutama terjadi di paru) menyebabkan vasokonstriksi arteriol sehingga resistensi perifer
meningkat dan tekanan arteri meningkat. Faktor lainnya seperti obesitas dan kelainan endotel
akan menyebabkan tahanan perifer juga bertambah.5,11

11
.

Gambar II.7 Patofisiologi hipertensi emergency10

Faktor-faktor penyebab anatara lain obat-obatan, hipertensi essensisal,


kehamilan, kerusakan ginjal akan menyebabkan peningkatan tekanan darah secara
cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang

12
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan
fungsi autoregulasi.

II.8 Diagnosis

Tanda dan gejala8

Tabel II.8.1 Hipertensi Emergency (Darurat)

Hipertensi Berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan satu atau
lebih kondisi akut berikut :

1. Perdarahan intra kranial atau perdarahan subaraknoid


2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsi
6. Feokhromositoma
7. Funduskopi KW I atau IV
8. Insufisiensi ginjal akut
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain : sindrome withdrawal obat
antihipertensi

Tabel II.8.2 Hipertensi Urgensi9

Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180 / 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel 3.

1. Fundoskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif

13
Hipertensi
emergency

Hipertnsi
urgency

Gambar II.8.3 Diagnosis hipertensi emergency8

Berdasarkan kriteria diagnosa hipertensi emergency, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri dada,
kadar kreatinin meningkat, pandangan kabur yang seharusnya dilakukan pemeriksaan
pennjang berupa funduskopi, s pasien didiagnosa mengalami hipertensi emergency

14
Tatalaksana 8

Pengobatan hipertensi emergency bertujuan menurunkan <25% MAP pada jam


pertama, dan menurunkan pelan-pelan, setelah itu. Obat yang digunakan awalnya intravena
dan selanjutnya secara oral. Hal ini diakarenakan batas terendah dari autoregulasi otak adalah
kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis,
penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah
emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun
edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih
cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut
ataupun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam)
dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

Pengobatan hipertensi emergency

Agent Mechanism Dose Onset Duratio Adverse Effects /


of Action n of Precautions
Action

Sodium Nurric odde 0.25 – Immediat 2 – 3 Nausea, vomiong,


nitro compound, 1.0 e min thiocyanate and
direct µg/kg/mi after cyaride intoxiaction
Prusside arterial and n IV infusion increased
(hypertensiv venous Infusion
intracranial pressure
encepalhopa vasodilator Methemogloomemta
ty) Delivry sets must be
lighter resistant.

15
Fenoldopam Dopamine 0.1 – 0.3 < 5 min 30 min Head, flushing,
- mesylate – I receptor µg/kg/mi tachycardia local
agonist n IV pheblist

Infusion Mid tolerence after


prodorged infusion
may reduce serum
potassium

ECG changes :
nonspecitic T-wave
changes/ventricular
extra ststoles.

Nitrogylceri Nitric oxide 5 – 100 2 – 5 min 5 – 10 Headache,


n compound ; µg/kg/mi min tachycardia, flushing
direct n IV methemoglobinemia
( pulmonary arterial and requeires spesial
edema , venodibilat Infusion delivery system due
cardiac or (mainy to drug binding to
iskemia ) venous) tubing.

Enalaprilat ACE 0.625 - . Within 12 – 24 Acute renal failure


inhibitor 5 mg 30 Min hr in patients with
every 6 bilateral renal artery
hr IV scenosis prolonged
half – life.

Hydralazine Direct 5 – 20 10 min 1 – 4 hr Tachycardia,


yasodilatio mg IV IV IV flushing, headache
(Eklampsia) n of bolus or sodium and water
arterioles 10-40 20-30 retentaon increased
with little mg IM : min intracranial pressure
effeet on repeat aggravation of

16
venls every 4-6 IM angina.
hr

Nicardipine Calcium 5 – 15 1 – 5 min 15 – 30 Tachycardia,


chamel mg/hr IV min, headache, flushing
bloker infusion but may local phlebits
exceed agragarian of angna.
4 hr
after
pronolo
g
infusion

Esmold β– 500 1 – 2 mm Hyphotonsion,


Adrenergic µg/kg/mi nausea
blocker n infus 10 – 30
IV or 50 min Asthma. First –
100 degree
µg/kg/mi atrioventrikuler
n by block heatc failure
infusion.
May
repeat
bolus
after 5
min or
increace
infusion
rate to
300
µg/kg/mi
n

Labetalol -β – 20 – 80 5 – 10 3 – 6 hr Broncoconstriction


Adrenergic mgIV min heart block vomting,
blocker bolus scap tinging heart
every 10 failure exacerbation
min ; 0.5
– 2.0 Tachycarda,
mg/min flushing,
IV
infusion

Phentolamin -β – 5 – 15 1 – 2 min 10 – 30 Tachycarda,


o Adrenergic mg IV

17
blocker bolus min flushing, headache.

Pada kasus pasien mendapatkan amlodipin 10 mg dan saat di IGD. Terapi anti HT
oral kurang tepat bila diberikan pada pasein HT emergensi, kecuali diberikan pada pasein HT
urgensi. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien adalah nikardipin.

Nikardipin 0,5 mg/kgBB/mnt sampai MAP 25 % / 112,5 dalam 1 jam pertama Rumus
pengenceran :

10

= 0,2 mg = 200mcg 1cc= 200mcg BB = 60 kg

15

kecepatan SP : 0,5 x60 x60 =9cc/jam

200

- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan darah sistolik
tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun Mean Arterial Pressure tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting
aortic aneurysm). Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25% dari Mean Arterial
Pressure ataupun tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke ke otak, jantung dan ginjal
dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan
tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu (Fauci dkk, 2008).
:

BAB IV
KESIMPULAN

18
Telah dilaporkan pasien laki-laki Tn. I usia 57 Tahun datang dengan keluhan nyeri kepala,
nyeri dada dan pandangan mata mengabur, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 240/120 mmHg. Keluhan disertai tekanan darah demikian menunjukkan bahwa pasien
mengalami hipertensi emergensi. Terapi hipertensi emergensi yang diberikan berupa
pemberian amlodipin dan telmisartan. Kurang tepat bila HT emergensi diberikan terapi
antihipertensi oral, harusnya pasien mendapatkan terapi antihipertensi intravena.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson,
J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. 17th ed.
New York: McGraw-Hill Companies
2. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley Blackwell.
pp. 61, 62.
3. Ismail., Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D., Alwi, I.,
Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M., Wardhani, A, 2006, Panduan
Pelayanan Medik. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: halaman 67-71
4. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins 2002: 339-
354
5. Katzung, B.G., 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Editor Agoes,
H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.
6. Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis &
Treatment: fourty-eighth edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
pp.376.

20

Anda mungkin juga menyukai