HIPERTENSI EMERGENCY
Oleh :
Ni Ketut Adhi S.Ked
FAB 118 008
Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. KFR
dr. Tagor Sibarani
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik di atas sama dengan 140 mm Hg dan /
atau darah diastolik tekanan sama dengan atau di atas 90 mm. Menurut AHA, persentase
hipertensi lebih tinggi laki-laki daripada wanita pada usia 45. Pada usia 45-54 dan 55-64,
persentase laki-laki dan perempuan sama besar. Orang- orang dengan hipertensi, 69 %
diantaranya mengalami serangan jantung, 77 % mengalami stroke, dan 74 % mengalami
gagal jantung kongestif dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan
hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target.
Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami krisis hipertensi. Menurut
Rikesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara, didiagnosis
tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen,
total prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen sedangkan di Kalimantan Tengah
prevalensi (berdasarkan wawancara) 10,6%, (berdasarkan pengukuran) 26,7%.1,2 Hipertensi
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia, termasuk di
Kalimantan Tengah, yang mana prevalensi hipertensi semakin meningkat (berdasarkan
wawancara) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. 2 Sedikit penderita yang
mendapatkan terapi adekuat, masih banyak penderita yang tidak terdeteksi, serta morbiditas
dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasi hipertensi.
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik > 180/120
mmHg.1 JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti kerusakan
organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi). Hipertensi
emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan
tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang
progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia dan anemia hemolitik
mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus diturunkan secara agresif
dalam hitungan waktu menit sampai jam (Houston, 2009)2-3
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
Tn. I, 57 tahun, L.
I. Vital Sign :
- Nadi : 98 kali/menit, irregular
- Tekanan Darah : 240/120 mmHg
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,4 °C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 22 x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV. Circulation : Denyut nadi 98 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2’’
V. Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 1, Motorik 6), pupil isokor 3mm-3mm.
VI. Exposure : Tampak gelisah.
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam priority sign karena pasien datang dalam keadaan gelisah karena nyeri kepala. Pasien
diberi label kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah, pemberian
oksigen nasal canul 3 liter/menit, dilakukan pemasangan akses infus intravena menggunakan
cairan NaCl 20 tetes/menit.
Survey Sekunder
I. Identitas
Nama :Tn. I
RM : 23-81-90
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : seth adji
Tanggal Masuk RS : 09/05/19 pukul 20.40 WIB
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 09 mei 2019 di ruang IGD
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama : Sakit kepala
b. Keluhan Tambahan: lemas, pandangan kabur
3
c. Riwayat Penyakit Sekarang
• Os datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 9 mei 2019
Os. Datang dengan keluhan sakit kepala terus menerus 6 jam SMRS. Badan terasa
lemas namun tidak ditemukan adanya kelemahan anggota gerak, wajah (-). Pasien
juga mengeluh pandangan mat kabur pandangan mata kabur sudah terjadi 1,5 tahun,
semakin lama keluhan semakin parah, pandangan berkabut seperti awan disangkal, os
masih bisa melihat wajah. Namun saat ini pandangan menjadi berkunang-kunang
bersamaan dengan badan yang terasa melayang. Mual dan muntah disangkal. Napas
terasa sesak (-), dada terasa nyeri (+), seperti ditusuk-tusuk, dirasakan hilang timbul,
dada berdebar (-), keringat dingin (-), nyeri ulu hati (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat hipertensi (+) 4 tahun minum obat (-), DM (-). Gagal ginjal (-), Riwayat
batu saluran kemih (-), Penyakit jantung (-)
4
Inspeksi : Normochest, Simetris +/+, Massa (-), Retraksi (-/-),
Palpasi : Fremitus Vocal (+/+), Massa (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
I. Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), Massa (-), Jejas (-),
Auskultasi : Bising Usus (+) 12 ×/menit
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
J. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Pitting Oedem (-/-)
Status Neurologis
5
- Irama sinus 65x/m regular
- aksis normal
- Lv High Voltage
Foto thorax :
Posisi Posterior-Anterior.
Trakea berada ditengah
Inspirasi cukup: >5.
Sudut costofrenicus: lancip dan diafragma
normal
CTR: 70% à Kardiomegali
Paru dalam batas normal.
MASALAH
1. Cephalgia
2. Kardiomegali
3. Angina
V. Diagnosis Banding
- Hipertensi emergency
- Hipertensi urgency
VI. Diagnosis Kerja
Hipertensi Emergency
VII. Penatalaksanaan
Amlodipine 10mg 0-0-1
Candesartan 80mg 1-0-0
Rawat ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat.
Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
6
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus HT emergensi ditegakkan dengan ditemukannya tensi 240/120 mmHg
disertai pasien mengeluh sakit kepala, badan terasa lemas dan pandangan mata menjadi lebih
kabur, nyeri dada serta bicara cadel.
Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis dimana tekanan darah meningkat secara
progresif melebihi tekanan diastolik 120 mmHg dengan atau tanpa ancaman kerusakan organ
target. Dikelompokan dalam urgensi dan emergensi atas dasar adanya kerusakan organ target
pada hipertensi urgensi belum terdapat kerusakan organ target. Sebagian besar keadaan ini
dapat dicegah, umumnya disebabkan oleh karena pengobatan hipertensi yang tidak adekuat.
Definisi hipertensi
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi hipertensi emergency dan hipertensi
urgency. Hipertensi emergency didefinisikan sebagai situasi yang membutuhkan
pengurangan segera tekanan darah (BP) dengan agen parenteral karena dapat
menyebabkan kerusakan organ target akut . Hipertensi urgency (mendesak) peningkatan
tekanan darah seperti pada hipertensi emergency namun tanpa disertai kerusakan organ
target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. 8
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:
Hipertensi refrakter disebabkan respon pengobatan yang tidak adekuat dan
tekanan darah >200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang
7
efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
Hipertensi akselerasi adalah peningkatan tekanan darah diastolik > 120
mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna
Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.
Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan. 8
Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi 8
Pada pasien didapatkan tekanan darah 240/120 sehingga berdasarkan klasifikasi hipertensi
pasien termasuk kedalam krisis hipertensi
II. 3 Etiologi 8
8
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.
B. Penyakit ginjal
- Penyakit parekim ginjal
1. Pielonefritis kronik
2. Glomerulonefritis
- Vaskular / kelainan pada glomelurus
- Sistematik lupus eritomatosus
- Sistematik sklerosis
- Vaskulitis ginjal ( mikroskopik poliariteritis nodusa, wegener
granulomatosis)
3. Nefritis tubulointersisial
- Penyakit vaskular pada ginjal
1. Stenosis arteri ginjal
- Fibromaskular displasia
- Penyakit Arterosklerosis renovaskular
2. Mikrosopik poliarteritis nodusa
C. Obat – obatan
9
D.Kehamilan
E. Eklamsi berat
F. Endokrin
G. Pheochromocytomo
10
Gambar. II.6.1 Faktor resiko hipertensi11
Hipertensi esensisal adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor –faktor tersebut mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah.
1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stres, ras, obesitas ,merokok, genetik
2. Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Pengaruh sistem otokrin berperan pada sistem renin angiotensin.
Asupan garam berlebih serta jumlah nefron yang berkurang menyebabkan retensi
natrium sehingga volume cairan meningkat kenaikan volume cairan ini mempengaruhi
preload (Derajat regangan otot sebelum mulai berkontraksi) jumlah darah yang masuk ke
ventrikel, otot semakin meregang sehingga kontraktilitas bertambah. Peningkatan
kontraktilitas jantung menyebabkan pengeluaran norepinefrin (berfungsi sebagai agen
vasokontriksi). Peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. (respon otonomi
yang terjadi adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke
volume output (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena selanjutnya,
terjadi venokonstriksi menyebabkan stroke output meningkat
Stres dan perubahan genetis menyebabkan aktivitas berlebih saraf simpatis, terjadi
peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Respon otonom yang terjadi
adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke volume (curah isi
sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena. Selain itu diproduksinya
Angiotensin-converting-enzyme (ACE) mengkatalisis perubahan angiotensin I menjadi II
(terutama terjadi di paru) menyebabkan vasokonstriksi arteriol sehingga resistensi perifer
meningkat dan tekanan arteri meningkat. Faktor lainnya seperti obesitas dan kelainan endotel
akan menyebabkan tahanan perifer juga bertambah.5,11
11
.
12
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan
fungsi autoregulasi.
II.8 Diagnosis
Hipertensi Berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan satu atau
lebih kondisi akut berikut :
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180 / 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel 3.
1. Fundoskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
13
Hipertensi
emergency
Hipertnsi
urgency
14
Tatalaksana 8
15
Fenoldopam Dopamine 0.1 – 0.3 < 5 min 30 min Head, flushing,
- mesylate – I receptor µg/kg/mi tachycardia local
agonist n IV pheblist
ECG changes :
nonspecitic T-wave
changes/ventricular
extra ststoles.
16
venls every 4-6 IM angina.
hr
17
blocker bolus min flushing, headache.
Pada kasus pasien mendapatkan amlodipin 10 mg dan saat di IGD. Terapi anti HT
oral kurang tepat bila diberikan pada pasein HT emergensi, kecuali diberikan pada pasein HT
urgensi. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien adalah nikardipin.
Nikardipin 0,5 mg/kgBB/mnt sampai MAP 25 % / 112,5 dalam 1 jam pertama Rumus
pengenceran :
10
15
200
- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan darah sistolik
tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun Mean Arterial Pressure tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting
aortic aneurysm). Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25% dari Mean Arterial
Pressure ataupun tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke ke otak, jantung dan ginjal
dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan
tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu (Fauci dkk, 2008).
:
BAB IV
KESIMPULAN
18
Telah dilaporkan pasien laki-laki Tn. I usia 57 Tahun datang dengan keluhan nyeri kepala,
nyeri dada dan pandangan mata mengabur, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 240/120 mmHg. Keluhan disertai tekanan darah demikian menunjukkan bahwa pasien
mengalami hipertensi emergensi. Terapi hipertensi emergensi yang diberikan berupa
pemberian amlodipin dan telmisartan. Kurang tepat bila HT emergensi diberikan terapi
antihipertensi oral, harusnya pasien mendapatkan terapi antihipertensi intravena.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson,
J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. 17th ed.
New York: McGraw-Hill Companies
2. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley Blackwell.
pp. 61, 62.
3. Ismail., Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D., Alwi, I.,
Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M., Wardhani, A, 2006, Panduan
Pelayanan Medik. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: halaman 67-71
4. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins 2002: 339-
354
5. Katzung, B.G., 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Editor Agoes,
H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.
6. Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis &
Treatment: fourty-eighth edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
pp.376.
20