Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 : BAB I

BAB 2 : PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Skizofrenia merupakan bentuk gangguan psikotik kejiwaan kronik yang
sering disertai dengan halusinasi, pikiran kacau dan perubahan perilaku. 1 Kejadian
skizofrenia hampir mencapai 1% pada penduduk di dunia. Skizofrenia biasanya
menimbulkan gejala pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Prevalensi
skizofrenia pada laki-laki berkisar antara 15-25 tahun sedangkan pada perempuan
biasanya antara 25-35 tahun.2
Hasil Riskesdas tahun 2013 didapatkan angka kejadian skizofrenia di Indonesia
sebesar 1,7 per seribu orang dari populasi pada semua tingkatan umur.1
Sedangkan pada tahun 2018 data Riskesdas menunjukkan prevalensi skizofrenia
mencapai 7 per seribu orang dari populasi seluruh populasi, Bali adalah daerah
dengan prevalensi skizofrenia tertinggi yaitu 1,1%.3 Skizofrenia dapat diobat
diobati, tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Semakin cepat dideteksi
dan diobati, semakin baik prognosis untuk pemulihannya. Pengobatan skizofrenia
telah banyak berkembang dan mengalami kemajuan. Fokus terapinya telah
berubah, awalnya dari menangani gejala psikosis hingga mengendalikan fungsi
kerja dan sosial.4

1
BAB 3 : BAB II
BAB 4 : TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Pengobatan Skizofrenia


Farmakoterapi pada skizofrenia diawali oleh penemuan antipsikotik
klorpromazin pada tahun 1950 dan pengembangan klozapin pada tahun 1960.
Selama setengah abad terakhir, antipsikotik digunakan dalam pengobatan
skizofrenia dan telah menjadi pengobatan andalan untuk mengurangi keparahan
gejala psikotik dan kejadian relaps pada penderita skizofrenia.4

Terapi biologi

Pengobatan penyakit skizofrenia dengan menggunakan antipsikotik (AP)


dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu antipsikotik generasi pertama dan antipsikotik generasi kedua. Kedua
kelompok antipsikotik tersebut memiliki aktivitas farmakologi yang sama, yaitu
memblokir reseptor dopamin D2. Antipsikotik generasi pertama efektif
menangani gejala-gejala positif. Sedangkan antipsikotik generasi kedua efektif
dalam menangani gejala-gejala negatif. Antipsikotik generasi kedua diketahui
memiliki risiko efek samping ekstrapiramidal yang lebih rendah dibandingkan
antipsikotik generasi pertama.2,4

Antipsikotik Generasi Pertama atau Dopamine Receptor Antagonist

Kimiawi APG-1

1. Fenotiazine

Berdasarkan substitusi posisi atom nitrogen cincin tengah, fenotiazin


diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu subtitusi rantai alifatik, piperidin dan
piperazin. Substitusi rantai alifatik, seperti khlorpromazine menimbulkan
turunnya potensi AP sehingga menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek
antikolinergik pada dosis terapeutiknya. Khlorpromazine mempunyai atom
khlorine pada posisi dua. Apabila atom khlorine dibuang, akan dihasilkan
promazine yaitu suatu AP lemah. Mensubstitusi piperidine pada posisi sepuluh

2
dapat menghasilkan kelompok AP seperti tioridazine. Obat ini mempunyai potensi
dan efek samping yang sama dengan fenotiazine alifatik. Flufenazine dan
trifluoperazine merupakan AP dengan kelompok piperazin yang disubstitusi pada
posisi sepuluh. Efek otonom dan antikolinergik pada piperazin lebih rendah, tetapi
memiliki afinitas yang tinggi terhadap D2 sehingga efek samping
ekstrapiramidalnya (EPS) lebih tinggi.

a. Khlorpromazine

Indikasi:
Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia,
waham, halusinasi
Psikosis manic-depresif
Gangguan kepribadian
Psikosis involusional
Psikosis pada anak,
Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun
cegukan atau gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah,
cemas dan insomnia.

Dosis:
Dosis permulaan 25-100 mg/hari
Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari
Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga
600-900mg/hari

Cara Pemberian :
Diberikan per oral dengan dosis terbagi
Untuk efek cepat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam
posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hypotension yang
sering terjadi)

Efek samping :
Lesu dan ngantuk
Hipotensi ortostatik
Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita

3
Kontraindikasi :
Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan seperti :
Koma
Keracunan alcohol, barbiturate dan narkotika
Hipersensitif (allergic

b. Trifluoperazine

Indikasi :
- Skizofrenia
- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap )
- Psikosis manic-depresif
- Gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental

Dosis :
- Dosis awal 2 – 3 x 2,5mg
- Dosis pemeliharaan 3 x 5- 10 mg

Efek samping :
- Ngantuk, pusing lemas
- Gangguan ekstra piramidalis
- Occulogyric crisis
- Hiperefleksi
- Kejang-kejang grandmal

Kontra indikasi :
- Depresi SSP
- Koma
- Gangguan liver
- Dycrasia darah
- Hipersensitif

c. Flufenazine

Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam


bentuk tablet dan injeksi.
Dosis :
- 2,5-10 mg/hari dengan dosis terbagi
- Bila diperlukan dosis dapat dinaikan sampai 20 mg/hari
4
Untuk kasus-kasus kronis diberikan Fluphenazine decanoat (fluphenazine
silarutkan dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic ---Modecate
injeksi (25 mg/amp).
Dosis :
- Awal : 12,5 mg/ 2minggu
- Bila efek samping ringan / tidak ada, ditingkatkan 25 mg/3-6 minggu

Efek samping :
- Tersering gangguan EPS
- Tardive diskinesia persistent
- Ngantuk
- Mimpi-mimpi aneh

Kontra indikasi :
- Hipersensitif
- Depresi SSP berat

2. Tioxantine

Tioxantine mempunyai persamaan pada struktur cincin tiga dengan


fenotiazin tetapi nitrogen pada posisi sepuluh disubstitusi dengan atom karbon.
Klorprotixine merupakan tioxantine alifatik potensi rendah dengan profil efek
samping sama dengan khlorpromazine.

3. Butirofenon

Butirofenon mempunyai cincin piperidine yang melekat pada kelompok


amino tertier. Haloperidol merupakan piperidine yang bersifat D2 antagonis dan
sangat poten. Efek terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat
minimal.

4. Dibenzoxazepine

Loxapine merupakan satu-satunya obat dari golongan ini yang tersedia di


Amerika Serikat. Clozapine, dibenzodizepin berbeda dengan loxapine karena
adanya nitrogen sebagai pengganti oksigen di cincin tengah.

5. Dihidronidol

5
Molindone satu-satunya dihidronidol yang tersedia di Amerika Serikat.

6. Difenilbutil Piperidine

Difenilbutil Piperidine memiliki struktur yang sama dengan butirofenon,


contonya pimozide.

Farmakokinetik

Fenotiazin dan tioxantine mempunyai persamaan struktur dan cara


metabolisme, sama halnya butirofenon dengan difenilbutil piperidine. Konsentrasi
obat kerja pendek meningkat dengan cepat selama fase absorbsi dan menurun
selama fase distribusi, metabolisme dan eliminasi.

Absorbsi

Obat antipsikotik biasanya diberikan peroral atau parenteral. Absorbsi


pemberian oral kurang dapat diprediksi jumlahnya dibanding pemberian
parenteral. Obat dalam bentuk cairan diabsobsi lebih cepat daripada tablet. Puncak
konsentrasi plasma obat-obat antipsikotik dicapai 1-4 jam setelah pemberian oral
dan 30-60 menit setelah pemberian intra muskulus (IM). Obat IM mencapai
konsentrasi puncak dan awitan kerja yang lebih cepat daripada obat oral. Faktor
yang mempengaruhi farmakokinetik antipsikotik adalah umur, genetik,
penyalahgunaan zat, kondisi medik, penghambat klirens, penginduksi enzim dan
perubahan protein pengikat.

Anda mungkin juga menyukai