Anda di halaman 1dari 2

Penatalaksanaan

Terapi paralisis hipokalemi biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan


gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemi. Terapinya mencakup pemberian
kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta
farmakoterapi. Di beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis
20-30 mEq/L setiap 15-30 menit sampai kadar kalium mencapai normal. Kalium
klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk sediaan oral. Suplementasi kalium harus
diberikan hati-hati karena hiperkalemia akan timbul saat proses redistribusi
trans-selular kalium berhenti. Sediaan kalium oral dapat menyebabkan keluhan
gastrointestinal dan tablet bersalut enterik dilaporkan menyebabkan tukak usus halus.
Sediaan garam kalium mikroenkapsulasi mungkin tidak begitu menimbulkan keluhan
gastrointestinal.
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan EKG,
harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/kg selama 1 jam, infus kontinu,
dengan pemantauan ketat. Pasien yang memiliki penyakit jantung atau dalam terapi
digoksin juga harus diberi terapi kalium IV dengan dosis lebih besar (1 mEq/kgbb)
karena memiliki risiko aritmia lebih tinggi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam pemberian kalium ialah kadar kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan
toleransi pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu.7
Pemberian oral lebih aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil. Pemberian
obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat diberikan untuk
menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik dan memperbaiki
kekuatan otot diantara serangan. Asetazolamide merupakan obat jenis tersebut yang
banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan
hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Dikatakan bahwa
asetazolamide dapat mencegah serangan pada beberapa kasus, kemungkinan karena
dapat menurunkan aliran kalium dari sirkulasi darah masuk ke dalam sel.
Asetazolamide mudah diserap melalui saluran cerna, pemberian asetazolamide per
oral akan cepat diserap dan kadar dalam plasma dicapai maksimal dalam 2 jam.
Kadar asetazolamide yang tinggi akan dipertahankan selama 4-6 jam kemudian
dengan cepat akan menurun karena ekskresi asetazolamide melalui ginjal. Pemberian
asetazolamide yang paling efektif dan efisien adalah dosis tunggal 500 mg.
Pemberian asetazolamide juga membutuhkan pemberian suplemen kalium, karena

1
asetazolamide dapat menyebabkan pembuangan kalium lewat ginjal menjadi lebih
besar, sehingga perlu perhatian khusus pada penderita dengan kelainan ginjal.
Triamteren atau spironolakton dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti efektif
membantu mencegah terjadinya serangan pada penderita yang tidak memberikan
respon dengan pemberian asetazolamide. Hipokalemik periodik paralisis biasanya
berespon baik terhadap pengobatan, pengobatan dapat mencegah bahkan sebaliknya
dapat juga menyebabkan kelemahan otot yang progresif. Sebuah penelitian acak
terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa diklorfenamid dosis 50- 200 mg/hari
terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan plasebo. Triamteren bermanfaat
karena dapat meningkatkan ekskresi natrium dan menahan kalium di tubulus ginjal.
Di beberapa negara, eff ervescent kalium sitrat adalah sediaan yang paling efektif dan
ditoleransi dengan baik oleh saluran cerna. Pada pasien ini tidak diberikan
pengobatan asetazolamide maupun triamteren karena dengan pemberian kalium per
oral dan intravena sudah dapat mengatasi keadaan paralisis hipokaleminya.7
Edukasi pasien sangat penting karena berhubungan dengan gaya hidup, pola
makan, dan aktivitas fisik. Oleh sebab itu konsumsi makanan dengan kadar kalium
tinggi sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Penelitian yang
berkembang saat ini lebih berfokus pada penelitian biomolekuler untuk mencari dasar
kelainan chanellopathy di tingkat gen, tidak banyak berpusat pada aspek tata laksana.
Terapi gen sebagai terapi definitif untuk PPH saat ini belum ada. Alat yang dapat
dipakai untuk pemantauan mandiri adalah cardy potassium ion meter, sebuah alat
pengukur kadar kalium saliva. Kadar kalium saliva mencerminkan kadar kalium
plasma. Pemantauan mandiri ini bermanfaat untuk deteksi perpindahan (shift)
kalium, identifikasi faktor pencetus, penyesuaian gaya hidup atau diet, penyesuaian
dosis kalium, dan dapat mengurangi risiko timbulnya kelemahan otot. Paralisis
hipokalemi akut perlu dibedakan dengan penyebab kelemahan sistemik akut lainnya
pada bagian kegawatdaruratan termasuk penyebab neurologik, metabolik, dan
penyebab infeksi. Pada paralisis hipokalemi biasanya berespon baik terhadap terapi.
Terapi dapat mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Komplikasi akut meliputi aritmia
jantung, kesulitan bernapas, bicara, dan menelan, serta kelemahan otot progresif.
Komplikasi hipokalemia kronis berupa kerusakan ginjal, batu ginjal (akibat
pemberian asetazolamide), nefritis interstisial, dan kista ginja8l

Anda mungkin juga menyukai