Anda di halaman 1dari 4

LO 6

Muliady & Roka Amrini

Penatalaksanaan dan Pencegahan Penyakit Ginjal Kronik


A. Penatalaksanaan

Tabel

Derajat
1

LFG (ml/mnt/1,73m2)
90

60-89

3
4

30-59
15-29

< 15

Rencana tatalaksana
Terapi penyakit dasar
Kondisi komorbid
Evaluasi pemburukan
fungsi ginjal
Memperkecil resiko
kardiovaskuler
Menghambat pemburukan
fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

1.

Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajat


Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG (laju filtrasi glomerulus), sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak
terjadi. Pada ukuran yang masih normal secara USG, biopsy dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat untuk terapi spesifik. Bila
LFG sudah menurun 20-30% dari normalnya, terapi terhadap penyakit dasar sudah
tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LGF pada pasien
penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factor) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid antara lain :
Gangguan keseimbangan cairan
Hipertensi yang tidak terkontrol
Infeksi traktus urinarius
Obstruksi traktus urinarius
Obat-obatan nerfotoksik
Bahan radiokontras
Peningkatan penyakit dasar
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi


glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:
Pembatasan asupan protein

LO 6
Muliady & Roka Amrini
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sdangkan
diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein
nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari.
Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein perlu ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam
tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
diekskresikan melalui ginjal. Pemberian diet dengan tingi protein pada pasien
penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan
ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang
disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Jika terjadi kelebihan protein, akan mengakibatkan
perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus, yang akan meningkatkan progesifitas pemburukan fungsi ginjal.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat
perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Terapi farmakologi
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat hipertensi sangat penting untuk memperlambat pemburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat antihipertensi terutama ACE inhibitor dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler


Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskuler adalah :
Pengendalian diabetes
Pengendalian hipertensi
Pengendalian dyslipidemia
Pengendalian anemia
Pengendalian hiperfosfatemia
Terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
a. Anemia
Anemia terjadi 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia terutama
disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah, masa hidup eritrosit
yang pendek disebabkan hemolysis, defisiensi asam folat, penekanan sum-sum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akur maupun kronik. Evaluasi
anemia dimuali pada saat kadar Hb < 10 gr% atau hematocrit < 30%, meliputi

LO 6
Muliady & Roka Amrini
evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, dll.
Untuk terapi dapat diberikan eritropoitin (EPO) tetapi harus memperhatikan status
besi karena mekanisme kerja EPO memerlukan besi. Transfusi darah juga harus
dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan indikasi karena dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hyperkalemia dan pemburukan fungsi
ginjal. Sasaran Hb yang hendak dicapai adalah 11-12 gr/dl
b. Osteodistrofi renal
Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormone kalsitriol (1,25(OH)2D3).
Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi :
Pembatasan asupan fosfat
Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan yang terlalu ketat tidak
dianjurkan karena dapat terjadi malnutrisi.
Pemberian pengikat fosfat
Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium, aluminium
hidroksida, garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral untuk
menghambat absorbsi fosfat yang berasal dari makanan.

Cara/bahan

Efikasi

Efek samping

Diet rendah fosfat

Tidak selau mudah

Malnutrisi

Al(OH)3

Bagus

Intoksikasi Al

CaCO3

Sedang

Hiperkalsemia

Ca Asetat

Sangat bagus

Mual, muntah

Mg(OH)2/MgCO3

Sedang

Intoksikasi Mg

Pemberian bahan kalsium mimetic


Akhir-akhir dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca
pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidroklorida.

Pemberian hormone kalsitriol :


Pemberian hormone kalsitriol banyak dilaporkan tetapi pemakaiannya tidak begitu
luas karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium di saluran cerna
sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan garam kalsium karbonat di
jaringan. Selain itu, juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan
terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu, pemakaian dibatasi pada pasien
dengan kadar fosfat darah normal.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5. Terapi
pengganti ginjal dapat berupa hemodialysis, peritoneal dialysis atau transplantasi
ginjal.

LO 6
Muliady & Roka Amrini
B. Pencegahan
Dua penyakit penyebab utama gagal ginjal adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Maka
mencegah dua penyakit ini adalah tindakan mencegah GGK. Berikutnya adalah
mencegah gaya hidup agar ginjal tetap sehat seperti:
Berhenti merokok dan hindari asap rokok serta tidak menggunakan narkoba.
Cukupkan minum dan tidak sering menahan kencing.

Mengkoreksi secepat mungkin bila terjadi pembesaran prostat.

Hindari obesitas dan turunkan kadar lemak darah yang tinggi.

Referensi :
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing. 2009. Hal.1037-40.

Anda mungkin juga menyukai