Anda di halaman 1dari 8

Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi


penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan
bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.2
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.2
Pada hemokromatosis, flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan.2
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.2
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MlU, tiga
kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.2
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MlU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin

memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis, Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.2
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol / hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.2
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.2
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.2
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida.2
Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.2
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.2
Sirosis Laennec

Sirosis dan hepatitis alkoholik merupakan penyakit serius yang memerlukan pengawasan
medis dan.penatalaksanaan cermat jangka panjang. Terapi penyakit hati yang mendasari
umumnya bersifat suportif. Terapi spesifik ditujukan kepada komplikasi tertentu misalnya
perdarahan varises dan asites. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa pemberian prednison
atau prednisolon dengan dosis sedang dapat membantu pada pasien hepatitis alkoholik yang
berat dan ensefalopati. Namun, penggunaan glukokortikoid pada hepatitis alkoholik masih
diperdebatkan dan sebaiknya dicadangkan untuk pasien yang penyakitnya parah. Walaupun
sejumlah penelitian menyarankan penggunaan propiltiourasil pada penatalaksanaan hepatitis
alkoholik akut, cara kerja obat tersebut masih belurn diketahui, dan efektivitasnya belum benarbenar dipastikan. Yang lebih baru, pada satu penelitian jangka panjang diperlihatkan bahwa
terapi pemeliharaan dengan kolkisin (0,6 mg per oral dua kali sehari) dapat memperlambat
perkembangan penyakit dan memperpanjang usia pasien penyakit hati alkoholik. Obat lain,
misalnya penisilamin dan infus intravena insulin dan glukagon pernah digunakan secara
eksperimental, tetapi efektivitas dan keamanannya belum dipastikan.4
Pada ketiadaan tanda koma hepatik yang akan datang, pasien sebaiknya dianjurkan
melakukan diet yang mengandung paling sedikit 1 g protein per kilogram berat badan dan 8.50012.500 kJ (2000 sampai 3000 kkal) per hari. Penggunaan diet yang diperkaya asam amino rantaicabang dianjurkan.pada pasien yang diprediposisi ensefalopati hati, tetapi diet yang berharga ini
pada pasien dengan sirosis terkompensasi tidak terbukti. Tambahan multivitamin setiap hari
sebaiknya diresepkan, dengan tambahan dosis tiamin parenteral yang besar pada pasien dengan
penyakit Weruicke-Korsakoff. Pasien tersebut sebaiknya disadarkan bahwa tidak ada obat yang
akan melindungi hati terhadap efek pencernaan alkohol lebih lanjut. Oleh karena itu, alkohol
sebaiknya sama sekali dihindari. Komponen perawatan lengkap yang penting dari pasien seperti
itu didesak untuk menjadi terlibat dalam program penyuluhan alkohol yang tepat.4
Pada pasien sirosis semua obat harus diberikan dengan hati-hati, terutama obat yang
dikeluarkan atau dimodifikasi melalui metabolisme hati atau jalur empedu. Harus dihindari
pemakaian obat berlebihan yang dapat secara langsung atau tidak langsung mencetuskan
komplikasi sirosis. Misalnya, pengobatan asites yang berlebihan dengan diuretik dapat
menimbulkan gangguan elektrolit atau hipovolemia, yang dapat menimbulkan koma. Demikian
juga, sedatif dosis rendah pun dapat memperparah ensefalopati.4

Sirosis Pascanekrotik
Penatalaksanaan biasanya terbatas pada pengobatan untuk komplikasi hipertensi portal,
termasuk mengatasi asites, menghindari obat atau masukan protein berlebihan yang dapat
mencetuskan koma hepatikum, dan pemberian terapi segera bila terjadi infeksi. Pada pasien
sirosis asimtomatik, penatalaksanaan yang bersifat menunggu saja cukup. Pada pasien yang telah
mengalami sirosis pascanekrosis akibat penyakit yang dapat diobati, terapi yang ditujukan
kepada penyakit primer dapat menghambat perkembangan penyakit (misal penyakit Wilson,
hemokromatosis).4
Sirosis Biliaris
Tidak terdapat terapi spesifik untuk sirosis biliaris primer. Glukokortikoid tidak efektif
dan bahkan dapat memperparah kelainan tulang. D-Penisilamin pernah dicoba karena
kemampuannya

mengikat

tembaga

dan

karena

kemungkinan

sifat

antifibrotik

dan

imunomodulatornya. Namun, obat ini tampaknya tidak efektif dan menyebabkan banyak
insidensi efek samping. Sebagian menyarankan bahwa pemberian azatioprin mungkin dapat
memperlambat perkembangan penyakit, tetapi hal ini belum dibuktikan. Kolkisin diperlihatkan
memiliki efektivitas terbatas dalam memperlambat perkembangan penyakit pada pasien
simtomatik dan harus dicoba (dosis 0,6 mg per oral dua kali sehari) kecuali bila ada keluhan
gastrointestinalis. Pemberian metotreksat dosis rendah dilaporkan dapat memperlambat atau
membalikkan proses perkembangan sirosis biliaris primer. Diperlukan uji klinis terkontrol untuk
memastikan peran obat ini dalam penatalaksanaan sirosis biliaris primer. Siklosporin pernah
dianjurkan untuk memperlambat perkembangan penyakit pada sebuah penelitian yang relatif
kecil. Namun, keuntungan terapi ini harus dibandingkan dengan nefrotoksisitas yang relatif
sering terjadi sebelum obat ini dianjurkan untuk kelainan yang akan menetap seumur hidup ini.
Baru-baru ini, terapi ursodiol (13 sampai 15 mg/kg per hari) juga dilaporkan menghasilkan
perbaikan simtomatik dan perbaikan dalam penanda-penanda biokimiawi serum pada pasien
sirosis biliaris primer. Mekanisme kerja asam ursodeoksikolat dalam mencapai hasil ini belum
jelas. Sementara menunggu konfirmasi lebih lanjut, obat ini umumnya aman dan ditoleransi
baik.4

Pengobatan biasanya ditujukan untuk menghilangkan gejala. Walaupun mekanisme


pruritus tidak seluruhnya jelas, kolestiramin, suatu resin oral untuk sekuestrasi garam empedu,
dengan dosis 8 sampai 12 g/hari dapat digunakan untuk menurunkan pruritus dan
hiperkolesterolemia. Steatore dapat dikurangi dengan diet rendah lemak dan mengganti
trigliserida rantai panjang dalam diet dengan trigliserida rantai-sedang. Vitamin A dan K yang
larut lemak harus diberikan secara parenteral dan teratur masing-masing untuk mencegah atau
memperbaiki buta senja dan hipoprotrombinemia. Suplemen Zn mungkin diperlukan untuk
mengatasi buta senja bila refrakter terhadap vitamin A. Osteomalasia dan osteoporosis dapat
diatasi dengan suplemen kalsium bersama vitamin D oral. Pada penyakit tahap lanjut, lebih baik
digunakan 25 (OH)D3 atau 1 ,25(OH2)D3 daripada vitamin D, karena gangguan fungsi hati dapat
mengurangi konversi vitamin D menjadi metabolit aktif. Perkembangan sirosis biliaris primer
menimbulkan komplikasi yang lazim dijumpai pada penyakit hati tahap lanjut.4
Penatalaksanaan asites, perdarahan varises, dan ensefalopati juga dilakukan. Selama
beberapa dekade terakhir, telah dibuktikan bahwa transplantasi hati ortotopik merupakan
pengobatan yang sangat efektif bagi pasien sirosis biliaris primer. Analisis berjenjang terhadap
pasien dengan beragam derajat risiko menggunakan model prognostik telah memperlihatkan
adanya peningkatan kesintasan pada semua pasien. Bila tersedia, transplantasi hati merupakan
pengobatan pilihan bagi sirosis biliaris primer tahap lanjut.4
Pembebasan obstruksi aliran empedu, baik dengan pembedahan maupun cara endoskopis,
adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan terapi sirosis biliaris sekunder.
Dekompresi saluran empedu yang efektif menyebabkan perkembangan gejala dan ketahanan
hidup yang mencolok, bahkan pada pasien dengan sirosis yang ditetapkan. Bila obstruksi tidak
dapat dibebaskan, seperti pada kolangitis sklerosis, antibiotic mungkin membantu secara akut
dalam mengendalikan infeksi yang melapisi atau bila diberikan atas dasar kronik, seperti terapi
profilaksis pada penekanan episode kolangitis asendens yang berulang. Tanpa pembebasan
obstruksi, terdapat progresi yang terus menerus terhadap sirosis stadium akhir dan manifestasi
terminalnya.4

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.2

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Dua puluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya
sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun
dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.2
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.2

Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait lain yang menyertai. Klasifikasi Child
Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan
untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.2

Daftar Pustaka
1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price SA, Wilson LM,
editor. Patofisiologi. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2006.h.472-7; 493-7.
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati
S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam,2009.h.668-72.
3. David CW. Cirrhosis. Available from:

http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm.

Accessed on September 11, 2012.


4. Podolsky DK, Isselbacher KJ. Penyakit hati ynag berkaitan dengan alcohol dan sirosis.
Dalam: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, editor.

Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: EGC,
2000.h.1665-71.
5. Sutadi SM. Sirosis hepatis. Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalamsrimaryani5.pdf. Accessed on September 12, 2012.
Jeffrey AG. Cirrhosis. Available from: http://www.emedinehealth.com/cirrhosis/article.htm.
Accessed on September 11, 2012

Anda mungkin juga menyukai