Anda di halaman 1dari 8

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronik sering terjadi
bersama dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes dan diakui sebagai faktor risiko untuk
semua penyebab mortalitas dan penyakit kardiovaskular.
Kriteria penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi :
- Kelainan Patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau tidak lebih
dari 60 ml/menit/1,73m2 , tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :1
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,SLE,dll.

b. Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan ( volume overload ), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida)

Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :1
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan
LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft – Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak
bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam
urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isosteinuria
Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :1
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal
yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjalan bila ada indikasi

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologis Ginjal1


Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal, dimana didiagnosis secara non invasive tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis
dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada
keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan
obesitas.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :1
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition )

3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Hipertensi
Hipertensi sering terkait dengan gagal ginjal kronik. Ini terjadi lebih dari 75% pasien dengan
gagal ginjal kronik pada stadium manapun. Ini merupakan penyebab dan akibat gagal ginjal
kronik.
Diabetes
Pasien dengan diabetes berisiko meningkat untuk terjadinya gagal ginjal kronik dan kejadian
kardiovaskular.

Kontrol glikemik
 Target untuk kontrol glikemik, daiman mereka dapat dicapai dengan aman, seharusnya
mengikuti Canadian Diabetes Association Guideline (hemoglobin A1c<7.0%, kadar glukosa
darah puasa 4-7 mmol/L) (derajat B)
 Kontrol glikemik seharusnya merupakan bagian dari strategi intervention multifaktorial
yang menyebutkan kontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular, dan mendukung
penggunaan ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, statin dan asam asetilsalisilat
(derajat A).

Penggunaan metformin pada diabetes mellitus tipe 2


 Metformin direkomendasi untuk kebanyakan pasien dengan tipe diabetes 2 dengan gagal
ginjal kronik stadium 1 atau 2 yang memiliki fungsi renal stabil yang tidak berubah selama 3
bulan terakhir (derajat A).
 Metformin mungkin dilanjutkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik stabil stadium 3
(derajat B).

 Rekomendasi praktek klinis: Metformin seharusnya dihentikan jika terdapat perubahan


akut dalam fungsi renal atau selama periode penyakit yang dapat menimbulkan perubahan
tersebut (misalnya ketidaknyamanan gastrointestinal atau dehidrasi) atau menyebabkan
hipoksia (misalnya gagal jantung atau respirasi). Perawatan khusus seharusnya dilakukan
untuk pasien yang juga mengkonsumsi ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, obat
antiinflamasi nonsteroid atau diuretik, atau setelah pemberian kontras intravena karena risiko
gagal ginjal akut dan sehingga akumulasi asam laktat, terbesar untuk pasien ini.

Pilihan agen lain yang mengurangi glukosa


 Menyesuaikan pilihan agen lain yang mengurangi glukosa (termasuk insulin) pada pasien
individu, tingkat fungsi renal dan komorbiditas (opini derajat D).
 Risiko hipoglikemia seharusnya dinilai secara teratur untuk pasien yang memakai insulin
atau insulin secretagogue. Pasien ini seharusnya diajarkan bagaimana mengenali,
mendeteksi dan mengobati hipoglikemia (opini derajat D).
 Rekomendasi praktek klinis: Sulfonilurea kerja pendek (misalnya gliclazide) dipilih
melebihi agen kerja panjang untuk pasien dengan chronic kidney disease.
Edukasi pasien
Perubahan pola hidup
- Berhenti merokok
- Mengurangi berat badan
- Kontrol diet protein
- Asupan alcohol
- Olahraga
- Asupan garam
Penilaian dan target terapeutik
 Kadar serum kalsium, fosfat, dan hormone paratiroid seharusnya diukur pada orang dewasa
dengan gagal ginjal kronik stadium 4 dan 5, dan untuk orang dewasa dengan gagal ginjal kronik
stadium 3 dan berkurangnya fungsi renal secara progresif (derajat D, opini).
 Kadar serum fosfat seharusnya dipertahankan dalam kisaran normal (derajat C).
 Kadar kalsium serum seharusnya dipertahankan dalam kisaran normal (derajat D).
 Kadar hormon paratiroid utuh mungkin meningkat di atas nilai normal; kadar target hormone
serum paratiroid utuh tidak diketahui (derajat D).

Pilihan pengobatan
 Restrisi fosfat seharusnya digunakan terus menerus untuk mengobati hiperfosfatemia (derajat
D).
 Terapi dengan pengikat fosfat yang mengandung kalsium (kalsium karbonat atau kalsium
asetat) seharusnya dimulai jika restriksi makanan gagal untuk mengontrol hiperfosfatemia dan
jika tidak ditemukan hiperkalsemia (derajat D).
 Jika terbentuk hiperkalsemia, dosis pengikat fosfat yang mengandung kalsium atau analog
vitamin D seharusnya dikurangi (derajat D).
 Hipokalsemia seharusnya dikoreksi jika pasien memiliki gejala klinis atau jika terkait dengan
meningkatnya kadar hormone paratiroid (derajat D).
 Mempertimbangkan untuk meresepkan analog vitamin D jika kadar serum hormone paratiroid
utauh >53pmol/L. Terapi seharusnya dihentikan jika hiperkalsemia atau hiperfosfatemia
terbentuk atau jika kadar hormon paratiroid <10.6pmol/L. Analog vitamin D seharusnya
digunakan setara dengan spesialis yang berpengalaman dalam meresepkan agen ini (derajat D).
 Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasi penggunaan pengikat fosfat yang tidak
mengandung kalsium, analog vitamin D baru atau kalsimimetik (derajat D).

Anda mungkin juga menyukai