Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Napas Akut

Gagal napas merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat


ketidakmampuan sistem pulmoner untuk mencukupi kebutuhan
metabolisme (eliminasi CO 2 dan oksigenasi darah). Peristiwa yang
terjadi adalah sistem pernapasan gagal untuk mempertahankan suatu
keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel -sel tubuh yang
sesuai dengan kebutuhan normal. Gagal napas akut secara numerik
didefinisikan sebagai kegagalan pernapasan bila tekanan parsial
oksigenasi arteri (PaO 2 ) kurang dari 60 mmHg tanpa atau dengan
tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO 2 ) 50 mmHg atau lebih besar
dalam keadaan istirahat pada ketinggian permukaan la ut saat menghirup
udara ruangan.

2.2 Fisiologi Pernapasan

Fungsi primer dari sistem pernapasan adalah untuk menyediakan


oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai
tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional
pertama, yaitu ventilasi paru (masuk dan keluarnya udara antara
atmosfer dan alveoli paru), difusi oksigen dan karbondioksida antara
alveoli dan darah, transport oksigen dan karbondioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel, dan pengaturan ventilasi dan hal -hal lain
dari pernapasan.

Ventilasi merupakan suatu proses perpindahan masa udara dari luar


tubuh ke alveoli dan pemerataan distribusi udara kedalam alveoli -
alveoli. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Paru-paru dapat dikembang kempiskan melalui dua cara, yaitu diafragma

1
naik turun untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, serta
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil
diameter anteroposterior rongga dada. Ventilasi alveolar adalah salah
satu bagian yang penting oleh karena oksigen pada tingkat alveoli inilah
yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar
berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk atau keluar paru,
laju napas, udara dalam jalan napas serta keadaan metabolik. S etelah
alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam proses
pernapasan adalah difusi Oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru
dan difusi karbondioksida dari arah sebaliknya melalui membran tipis
antara alveolus dan kapiler.

Gambar 1. Pertukaran Udara di Alveolus

Transport oksigen dan karbondioksida terjadi bila oksigen telah


berdifusi dari alveoli kedalam darah paru. Oksigen terutama ditranspor
dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana
oksigen dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Oksigen diangkut ke
jaringan dari paru melalui dua jalan, yaitu secara fisik larut dalam
plasma, kira-kira hanya 3% dan secara kimiawi berikatan dengan
hemoglobin (Hb) sebagai oksihemoglobin, kira -kira 97% oksigen
ditranspor melalui cara ini. Sedangkan transpor CO 2 dari jaringan ke
paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara, yaitu sekitar 10% CO 2
secara fisik larut dalam plasma, 20% berikatan dengan gugus amino pada

2
Hb (Karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan 70 % dalam
bentuk bikarbonat plasma (HCO 3 - ).

2.3 Klasifikasi Gagal Napas Akut

Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi gagal napas hiperkapnia


dan gagal napas hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi
menjadi gagal napas akut berkembang dalam waktu menit sampai jam
dan gagal napas kronik berkembang dalam beberapa hari atau lebih lama,
terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dan meningkatkan
konsentrasi bikarbonat, oleh karena itu biasanya pH hanya akan menurun
sedikit.

Gambar 4. Klasifikasi Gagal Napas

2.3.1 Gagal Napas Hipoksemia / Gagal Napas Tipe I / Gagal


Oksigenasi

Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas


hiperkapnia. Pasien tipe ini mempunyai nilai PaO 2 yang rendah tetapi
PaCO 2 normal atau rendah. Derajat PaCO 2 tersebut membedakannya dari

3
gagal napas hiperkapnia, yang masalah utamanya adalah hipoventilasi
alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak biasa, diamana atmosfer
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah, seperti pada k etinggian,
atau saat oksigen digantikan oleh udara lain, gagal napas hipoksemia
menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru atau
sirkulasi paru.

Contoh klinis yang umum menunjukan hipoksemia tanpa peningkatan


PaCO 2 adalah pneumonia, aspirasi isi lambung, emboli paru, asma dan
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome )

2.3.2 Gagal Napas Hiperkapnia / Gagal Napas Tipe II / Gagal


Ventilasi

Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia


mempunyai kadar PaCO 2 yang abnormal tinggi. Karena CO 2 meningkat
dalam ruang alveolus, O 2 tersisih dialveolus dan PaO 2 menurun. Maka
pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan hipoksemia bersama -
sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Paru
mungkin normal atau tidak pada pasi en dengan gagal napas hiperkapnia,
terutama jika penyakit utama mengenai bagian nonparenkim paru seperti
dinding dada, otot pernapasan atau batang otak. Penyakit paru obstruktif
kronik yang parah sering mengakibatkan gagal napas hiperkapnia.
Pasien dengan asma berat, fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS ( Acute
Respiratory Distress Syndrome) berat dapat menunjukan gagal napas
hiperkapnia.

2.4 ETIOLOGI GAGAL NAPAS AKUT

Langkah pertama yang penting untuk mengenali kemungkinan


terjadinya gagal napas adalah kewaspadaan terhadap keadaan dan situasi
yang dapat menimbulkan gagal napas. Penyebab gagal napas ini dibagi
menjadi gangguan ekstrinsik paru dan gangguan intrinsik paru. Untuk
gangguan ekstrinsik paru terdiri dari : Penekanan pusat pernapasan (over
dosis obat, trauma serebral/infark, poliomielitis bulbar, dan ensefalitis),

4
gangguan neuromuskular (cedera medulaspinalis, sindroma Guillain -
Barre, Miastenia Gravis, Distrofi muskular), gangguan pada pleura
(cedera dada/flail chest, pneumotoraks, efusi pleura, k ifoskoliosis,
obesitas/sindroma pickwickan).

Sedangkan untuk gangguan intrinsik paru terdiri dari : gangguan


obstruktif difus (emfisema, penyakit paru obstruktif kronik, asma, dan
fibrosis kistik), gangguan restriktif paru (fibrosis interstitial,
sarkoidosis, skleroderma, edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik,
ateletaksis, pneumonia konsolidasi), gangguan pembuluh darah paru
(emboli paru, emfisema berat).

Meskipun gangguan diluar paru, atau ekstrinsik merupakan sebab


penting gagal napas, namun ganggu an intrinsik paru lebih penting.
Obstruksi saluran napas kronik mengakibatkan kegagalan ventilasi
dengan PPOK sebagai penyebab tersering. Faktor pencetus gagal napas
akut pada pasien dengan penyakit paru kronik terdiri dari : infeksi pada
percabangan trakeobronkial, pneumonia, perubahan sekret
trakeobronkial, bronkospasme, gangguan kemampuan membersihkan
sekret, sedatif, narkotik, anestesi, terapi oksigen (FIO 2 tinggi), trauma,
kelainan kardiovaskular (gagal jantung, emboli paru) dan pneumotoraks.

2.5 GAMBARAN KLINIS GAGAL NAPAS

Manifestasi klinis gagal napas hipoksemik merupakan kombinasi dari


gambaran hipoksemia arterial dan hipoksemia jaringan. Hipoksemia
arterial meningkatkan ventilasi melalui stimulus kemoreseptor glomus
karotikus, diikuti dispneu, takipneu dan biasanya hiperventilasi. Derajat
respon ventilasi tergantung kemampuan mendeteksi hipoksemia dan
kemampuan system pernapasan untuk merespon. Pada pasien yang fungsi
glomus karotikusnya terganggu maka tidak ada respon ventilasi terhadap
hipoksemia. Mungkin didapatkan sianosis, terutama di ekstremitas
distal, tetapi juga didapatkan pada daerah sentral disekitar membran
mukosa dan bibir.

5
Derajat sianosis tergantung pada konsentrasi hemoglobin dan
keadaan perfusi pasien. Manifestasi lain dari hipoks emia adalah akibat
pasokan oksigen ke jaringan yang tidak mencukupi atau hipoksia.
Hipoksia menyebabkan pergeseran metabolisme ke arah anaerob disertai
pembentukan asam laktat. Peningkatan kadar asam laktat didarah
selanjutnya akan merangsang ventilasi. Hi poksia dini yang ringan dapat
menyebabkan gangguan mental, terutama untuk pekerjaan kompleks dan
berpikir abstrak. Hipoksia yang lebih berat dapat menyebabkan
perubahan status mental yang lebih lanjut, seperti somnolen, koma,
kejang dan kerusakan otak hipoksik permanen.

Aktivitas system saraf simpatis meningkat. Sehingga menyebabkan


terjadinya takikardi, diaphoresis dan vasokonstriksi sistemik, diikuti
hipertensi. Hipoksia yang lebih berat lagi, dapat menyebabkan
bradikardi, vasodilatasi, dan hipotensi, se rta menimbulkan iskemia
miokard, infark, aritmia dan gagal jantung. Manifestasi gagal napas
hipoksemik akan lebih buruk lagi jika ada gangguan hantaran oksigen ke
jaringan (tissue oxygen delivery). Pasien dengan curah jantung yang
berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi dapat diprediksi akan
mengalami hipoksia jaringan global dan regional pada hipoksemia yang
lebih dini. Misalnya pada pasien syok hipovolemi yang menunjukan
tanda-tanda asidosis laktat pada hipoksemia arterial ringan.

Gambaran klinis hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem


saraf pusat. Peningkatan PaCO 2 merupakan penekanan sistem saraf
pusat, mekanismenya terutama melalui turunnya pH cairan serebrospinal
yang terjadi karena peningkatan akut PaCO 2 . Karena CO 2 berdifusi
secara bebas and cepat kedalam serebro spinal, pH turun secara cepat
dan hebat karena hiperkapnia akut. Peningkatan PaCO 2 pada penyakit
kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat serum dan cairan
serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis
respiratorik kronik. Kadar pH yang rendah lebih berkorelasi dengan

6
perubahan status mental dan perubahan klinis lain daripada nilai PaCO 2
mutlak.

Gejala hiperkapnia dapat bersama -sama dengan gejala hipoksemia.


Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang norm al, pasien dengan
hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau
menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal
napas. Jadi gejala-gejala seperti dispneu, takipneu, bradipneu dapat
ditemukan pada gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan gagal napas
hiperkapnea akut harus diperiksa untuk menentukan mekanisme
penyebabnya, dengan diagnosis banding utama ialah gagal napas
hiperkapnea karena penyakit paru dan penyakit non paru.

Oleh karena pasien dengan penyakit paru seringkali menunjukan


hipoksemia yang tidak sesuai dengan derajat hiperkapnia. Hal ini dapat
dinilai menggunakan perbedaan PO 2 alveolar-arterial. Tetapi pasien
dengan masalah non paru dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder
sebagai efek kelemahan neuromuscular yang mengakibatkan atelektasis
atau pneumonia aspirasi. Kelainan pada paru berhubungan dengan
peningkatan VD/VT dan karenanya sering menunjukan peningkatan VE
dan frekuensi pernapasan. Tetapi pasien yang mengalami kelumpuhan
otot pernapasan sering ditemukan ta kipneu, sehingga efek dari
hiperkapnea dan hipoksemia dapat menyamarkan gangguan neurologis,
juga pada pengobatan berlebih dengan sedatif, mix edema dan trauma
kepala.

2.6 DIAGNOSIS GAGAL NAPAS

Tidak mungkin untuk memperkirakan tingkat hipoksemia dan


hiperkapnia dengan mengamati tanda dan gejala pasien. Gambaran klinis
gagal napas sangat bervariasi pada setiap pasien. Hipoksemia dan
hiperkapnia ringan sangat sulit terdeteksi dan kadang tidak terdiagnosis.
Kandungan oksigen dalam darah harus jatuh tajam u ntuk dapat terjadi
perubahan dalam bernafas dan irama jantung. Untuk itu, cara

7
mendiagnosa gagal napas adalah dengan mengukur gas darah arteri
(arterial blood gas), PaO 2 dan PaCO 2 . Selain itu dapat dilakukan
pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada anemia
yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis underlaying disease (penyakit
yang mendasarinya).

Selain itu pemeriksaan fungsi pernapasan tidak boleh diabaikan


dalam diagnosis dan terapi perawatan yang adekuat, karena dengan
pemeriksaan ini kita menapatkan informasi yang berharga bukan hanya
untuk menentukan berat dan jenis gagal napas tetapi juga untuk
mengenali mekanisme yang terlibat. Sejumlah pemeriksaan fungsi
ventilasi di samping tempat tidur juga sering dilakukan untuk menilai
cadangan ventilasi dan perlunya ventilasi mekanis. Status ventilasi dan
status asam-basa dinilai dengan memeriksa PaCO 2 , bikarbonat (HCO 3 - )
dan pH.

Anda mungkin juga menyukai