Anda di halaman 1dari 8

REFERAT

PARALISIS HIPOKALEMI

Oleh :

Oleh :

Widyawati Glentam 201810330311105

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium
yang rendah (< 3,5 mmol/L) pada saat serangan, disertai kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal. Angka kejadiannya sekitar 1 diantara 100.000 orang,
dengan pria lebih sering daripada wanita dan biasanya lebih berat. Frekuensi
serangan terbanyak di usia 15 sampai 35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
Parlaisis hipokalemi mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Paralisis Hipokalemi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium
yang rendah (< 3,5 mmol/L) pada saat serangan, disertai kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal. Angka kejadiannya sekitar 1 diantara 100.000 orang,
dengan pria lebih sering daripada wanita dan biasanya lebih berat. Frekuensi
serangan terbanyak di usia 15 sampai 35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.

2.2 Etiologi
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol
dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak
penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada
saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke
dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar
kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap
individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar
kalium serum dengan beratnya paralisis atau kelemahan otot skeletal. Serangan
dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam
serangan dapat general atau fokal. Penderita dapat mengalami serangan hanya
sekali, tetapi dapat juga serangan berulang dengan interval waktu serangan juga
bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-
kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di
mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.
2.3 Patofisiologi
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa
dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi
gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan
sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang
terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot
tersebutkurang menonjol, hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior
medulla spinalis.

2.4 Manifestasi klinis


Paralisis hipokalemia merupakan kelainan yang ditandai dengan kelemahan
otot atau paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang intraselular otot
rangka. Manifestasi klinis berupa kelemahan atau paralisis pada tungkai,
kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat tetapi
dapat dicetuskan oleh latihan fisik. Diagnosis ditegakkan apabila timbul
kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang rendah (< 3,0 mEq/L) dan
kelemahan otot membaik setelah pemberian kalium. Kelainan elektrokardiografi
(EKG) dapat berupa pendataran gelombang T, supresi segmen ST, munculnya
gelombang U, sampai dengan aritmia berupa fibrilasi ventrikel, takikardia
supraventrikular, dan blok jantung.

2.5 Diagnosis
Diagnosa kelainan paralisis hipokalemi ditegakkan berdasarkan kadar
kalium darah rendah (kurang dari 3,5 mmol/L) pada waktu serangan, mengalami
flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang
terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi juga
tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir sebelum 24 jam,
pada elektromiografi (EMG) dan biopsi otot dapat ditemukan miotonia, kekuatan
otot normal diluar serangan.6-8 Diagnosis periodik paralisis hipokalemi (PPH)
harus dipertimbangkan ketika suatu serangan kelemahan terjadi episodik dan
berkaitan dengan hipokalemia. Kadar kalium serum akan kembali menjadi
normal diantara serangan, dan apabila hipokalemi menetap harus dipikirkan
penyebab lain dari periodik paralisis, seperti penurunan kadar kalium pada
kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan metabolisme lain.

2.6 Tatalaksana
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan
EKG, harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/kg selama 1 jam, infus
kontinu, dengan pemantauan ketat. Pasien yang memiliki penyakit jantung atau
dalam terapi digoksin juga harus diberi terapi kalium IV dengan dosis lebih besar
(1 mEq/kgbb) karena memiliki risiko aritmia lebih tinggi.17 Faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam pemberian kalium ialah kadar kalium plasma, gejala
klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien. Suplementasi kalium dibatasi jika
fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih aman karena risiko hiperkalemia
lebih kecil.
Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat
diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan
episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Asetazolamide
merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125
mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan
maksimum 1500 mg/hari.9-13 Dikatakan bahwa asetazolamide dapat mencegah
serangan pada beberapa kasus, kemungkinan karena dapat menurunkan aliran
kalium dari sirkulasi darah masuk ke dalam sel. Asetazolamide mudah diserap
melalui saluran cerna, pemberian asetazolamide per oral akan cepat diserap dan
kadar dalam plasma dicapai maksimal dalam 2 jam. Kadar asetazolamide yang
tinggi akan dipertahankan selama 4-6 jam kemudian dengan cepat akan menurun
karena ekskresi asetazolamide melalui ginjal. Pemberian asetazolamide yang
paling efektif dan efisien adalah dosis tunggal 500 mg. Pemberian asetazolamide
juga membutuhkan pemberian suplemen kalium, karena asetazolamide dapat
menyebabkan pembuangan kalium lewat ginjal menjadi lebih besar, sehingga
perlu perhatian khusus pada penderita dengan kelainan ginjal. Triamteren atau
spironolakton dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti efektif membantu
mencegah terjadinya serangan pada penderita yang tidak memberikan respon
dengan pemberian asetazolamide. Hipokalemik periodik paralisis biasanya
berespon baik terhadap pengobatan, pengobatan dapat mencegah bahkan
sebaliknya dapat juga menyebabkan kelemahan otot yang progresif.18 Sebuah
penelitian acak terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa diklorfenamid
dosis 50- 200 mg/hari terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan
plasebo. Triamteren bermanfaat karena dapat meningkatkan ekskresi natrium dan
menahan kalium di tubulus ginjal. Di beberapa negara, eff ervescent kalium sitrat
adalah sediaan yang paling efektif dan ditoleransi dengan baik oleh saluran
cerna. Pada pasien ini tidak diberikan pengobatan asetazolamide maupun
triamteren karena dengan pemberian kalium per oral dan intravena sudah dapat
mengatasi keadaan paralisis hipokaleminya. Edukasi pasien sangat penting
karena berhubungan dengan gaya hidup, pola makan, dan aktivitas fisik. Oleh
karena itu konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi sangat dianjurkan
untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
BAB III
KESIMPULAN

Ada beberapa faktor risiko paralisis hipokalemi seperti intake yang rendah,
pergeseran kalium antara ekstrasel dan intrasel, dan ekskresi kalium melalui ginjal
dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang menjadi sumber acuan.
Manajemen paralisis hipokalemia dilakukan dengan tatalaksana medikamentosa dan
nonmedikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinata, G. S., & Syafrita, Y. (2018). Profil Pasien Periodik Paralisis Hipokalemia
Di Bangsal Saraf RSUP DR M Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(Supplement
2), 91. https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.835
2. Pertiwi, A. S., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2015). Penatalaksanaan Paralisis
Hipokalemia pada Pria 46 Tahun Management of Hypokalemia Paralysis in Man
Ages 46 Years. 4, 17–22.

Anda mungkin juga menyukai