Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Kegawatan Obstetri (Retentio Plasenta, Distosia Bahu, Atonia Uteri)

Nama : Widyawati Glentam


NIM : 201810330311105

Kelompok Skill: 7

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
KEGAWATDARURATAN OBSTETRI

Kegawatdaruratan obstetri merupakan kondisi klinik yang terjadi dalam kehamilan atau
selama dan sesudah kelahiran yang apabila tidak segera tertangani dapat mengancam nyawa
ibu dan janin.

A. RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta merupakan kondisi dimana plasenta belum lahir dalam setengah jam
setelah kelahiran janin. Normalnya, beberapa menit setelah janin lahir akan dimulai proses
pelepasan plasenta yang disertai dengan sedikit perdarahan. Retensio plasenta dibagi
menjadi 3 berdasarkan etiologinya, yaitu :
1. Plasenta Adhesiva, yaitu plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim
oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Selain karena
kontraksi rahim yang lemah, pada kondisi ini plasenta juga susah terlepas dikarenakan
letaknya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis),
dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
2. Plasenta akreta, yaitu plasenta yang belum lahir dab masih melekat di dinding rahim
oleh karena vili korialisnya menembus desidua sampai miometrium.
3. Plasenta Inkaserata, yaitu plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum
lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim.

Gejala-gejala yang biasanya timbul pada retensio plasenta antara lain :

1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit


2. Perdarahan segera (P3)
3. Uterus berkontraksi baik

Selain 3 gejala tersebut, terdapat gejala lain yang mungkin bisa terdapat pada retensio
plasenta, antara lain :

1. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan


2. Inversio uteri akibat tarikan
3. Perdarahan lanjutan

Tatalaksana pada kasus retensio plasenta sama halnya dengan kasus kegawatdaruratan
lainnya, yaitu dengan melakukan stabilisasi hemodinamik, terutama pada pasien yang
disertai dengan perdarahan hebat.
a. Tatalaksana Awal
Penanganan awal pada kasus retensio plasenta adalah melakukan stabilisasi
hemodinamik secara cepat, dengan melakukan resusitasi cairan dan pemasangan dua
jalur intravena dan dapat diberikan transfusi darah apabila memang diperlukan.

b. Traksi Tali Pusat Terkendali


Apabila ditemukan kasus plasenta yang tidak lahir secara spontan, langkah awal
yang bisa dilakukan adalah traksi tali pusat terkendali dengan menggunakan metode
Brandt-Andrews maneuver, yaitu dengan cara :
- Setelah bayi lahir, klem tali pusat mendekati vulva. Kemudian lakukan palpasi
uterus secara hati-hati untuk menilai kontraksi dari uterus.
- Setelah muncul tanda pelepasa plasenta, pegang klem dekat vulva dengan satu
tangan, dan jari tangan lainnya pada abdomen, dan tekan antara fundus dan
simfisis untuk mengangkat uterus. Jika plasenta telah terlepas, tali pusat akan
meluncur ke arah vagina.
Apabila tindakan ini tidak berhasil, maka baru dilakukan tindakan atau terapi
medis dengan cara yang lain.

c. Manual Plasenta
Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual
(menggunakan sarung tangan panjang) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri. Alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain :

Bahan: 7. Cairan infus RL 2 buah


8. 2 kain bersih
1. Sarung tangan DTT (handskun
9. 1 handuk
manual)
10. APD (kacamata, masker,
2. Larutan klorin 0,5%
celemek, dan alas kaki yang
3. Air DTT
tertutup).
4. Obat-obatan: petidin,
diazepam, ampisilin 2g, Alat:
metronidazole 500mg,
1. Partus set/ bak instrumen
oksitosin
(Berisi kateter)
5. Spuit 3cc 2 buah
2. Arteri klem
6. Infus set
3. Tempat plasenta

Langkah-langkah:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan serta berikan penjelasan kepada
ibu (informed concent)
2. Cuci tangan dengan air mengalir
3. Memasang infus
4. Berikan sedatif dan analgetik melalui karet infus serta anti biotik dosis
tunggal

 Yaitu petidin dan diazepam


 Antibiotik yang diberikan adalah ampicillin 2 g IV ditambah
Metronidazol 500 mg IV
 Matikan dulu infus, atau jepit tali infus pada saat penyuntikan.

5. Memakai sarung tangan DTT


6. Lakukan kateterisasi kandung kemih
7. Jepit tali pusat dengan kocher, tegangkan tali pusat dengan tangan kiri
8. Masukkan tangan melalui introitus vagina secara obstetrik dengan menelusuri
tali pusat hingga serviks.
9. Tangan kiri menahan fundus, tali pusat dipegang oleh asisten
10. Lanjutkan penetrasi tangan kanan ke kavum uteri, temukan implementasi dan tepi
plasenta
11. Siapkan yjung jari diantara plasenta dan dinding uterus
12. Setelah penyisipan berhasil, gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan sehingga secara
bertahap seluruh plasenta dapat dilepaskan dengan tepi luar jari-jari tangan dalam.
13. Gunaan tangan luar atau minta asisten untuk menarik tali pusat untuk
mengeluarkan plasenta dan sementara tangan dalam masih di dalam kavum uteri.
Lakukan pemeriksaan plasenta untuk memastikan tidak ada sisa plasenta.
14. Lahirkan plasenta dan letakkan pada tempat yang telah tersedia
15. Bersihkan ibu. Pastikan ibu merasa nyaman
16. Bereskan semua alat dekontaminasi.
17. Buka sarung tangan, Masukkan kedalam larutan clorin 0,5 %
18. Cuci tangan dengan air mengalir

B. DISTOSIA BAHU
Distosia bahu merupakan keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior
tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis, dengan kata lain adalah kondisi tersangkutnya
bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin lahir. Kejadian distosia bahu ini
bisa disebabkan antara lain pada bayi makrosonia (>4000gr), diabetes gestasional, riwayat
distosia bahu sebelumnya, serta pada kehamilan post term.

Gejala yang bisa timbul pada kondisi distosia bahu antara lain :

1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat lahir
2. Kepala bayi sudah lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar
3. Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign)
4. Kala II memanjang

Alat dan bahan yang diperlukan pada tatalaksana kasus distosia bahu antara lain :

1. Partus set: salep mata tetrasiklin, vit K,


Hepatitis B
 Arteri klem kocher
4. Spuit 3 cc 3 buah
 Gunting tali pusat
5. Kom kapas kering
 Doek steril
6. Kom air DTT
 Handschoen 2 pasang
7. Betadine
 Benang tali pusat
8. Clorin spray
 Kassa secukupnya 9. Nierbekken : 2 buah

2. Monoral 10. Lampu sorot / head light

3. Kom obat berisi oksitosin 6 11. Kapas alkohol dalam tempatny

ampul, lidokain, ergometrin,

Tindakan yang dapat dilakukan pada distosia bahu adalah : “ALARMER”

Ask for help

Lift - The buttocks


 Mc Robers Maneuver
- The legs

Anterior disimpaction of shoulder - Suprapubic pressuure  Massanti

- Rotate to oblique  Rubin


Rotation of the posterior shoulder
 Woodscrew Maneuver
Manual removal of posterior arm
 Schwartz
Episiotomy + consider
Roll over  onto 2-4 or knee
 Gaskin
chest
a. Maneuver McRobert (paha difleksikan ke arah
abdomen) : minta ibu melipat kedua paha
sehingga kedua lutut berada sedekat mungkin
dengan dada. Gunakan kedua tangan untuk
membantu fleksi maksimal paha.

b. Maneuver Massanti (penekanan pada daerah suprapubik) :


tidak boleh melakukan tekanan pada daerah fundus.
Dilakukan dengan pendekatan abdominal, penekanan daerah
suprapubik bertujuan untuk menekan bahu anterior ke
bawah.

c. Maneuver Rubin : dilakukan melalui pendekatan


vaginal dengan cara melakukan penekanan pada aspek
posterior dari bahu anterior sehingga bahu anterior
mengalami adduksi.

d. Maneuver Woodscrew : Manuver ini dilakukan dengan


menggunakan dua jari tangan yang diletakkan di bagian
depan bahu posterior. Bahu posterior lalu dirotasi 180°
sehingga dengan demikian bahu anterior dapat
dilahirkan. Manuver ini dapat dilakukan bersamaan
dengan anterior disimpaction.
e. Manual Removal of Posterior Arm : fleksikan lengan siku dengan menekan fossa
antecubital. Letakkan lengan bayi pada dada bayi. Genggam tangan atau pergelangan
tangan bayi dan kemudian keluarkan dengan arah menuju muka & membasuh muka.
f. Episiotomy : episiotomi dipertimbangkan untuk memberikan ruang yang lebih luas
untuk melahirkan bahu
g. Roll Over (Manuver Gaskin) : posisikan ibu dalam posisi menungging/merangkak
h. Tndakan terakhir :
- buat fraktur clavicula
- Cephalic replacement (manuver zavenelli)
- Simfisiotomi

C. ATONIA UTERI

Atonia uteri merupakan keadaan gagalnya uterus untuk berkontraksi setelah


persalinan. Normalnya, setelah plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi secara
sinergis untuk menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta.
Apabila kontraksi dari uterus ini lemah atau bahkan tidak ada, maka hal ini bisa
menyebabkan perdarahan tidak akan berhenti dan ibu bisa jatuh dalam kondisi syok.
Etiologi yang menyebabkan terjadinya kondisi ini antara lain :
a. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal, seperti
Polihidramnion, Kehamilan kembar, serta Makrosomia
b. Persalinan lama
c. Persalinan terlalu cepat
d. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
e. Infeksi intrapartum
f. Paritas tinggi

Gejala-gejala yang dapat ditimbulkan pada kasus atonia uteri antara lain :
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir, dengan ciri-ciri yaitu perdarahan sangat
banyak dan darah tidak merembes dan seringkali disertai dengan gumpalan.
3. Syok (Nadi cepat dan lemah , tekanan darah yang rendah, pucat, keringat/kulit terasa
dingin dan lembab, pernapasan cepat, gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran,
urin yang sedikit)

Alat dan bahan yang diperlukan pada tatalaksana kasus atonia uteri antara lain :

1. Alat pelindung diri (masker, 10. Handuk pribadi : 1 buah


skor, sepatu boot) 11. Wastafel
2. Spuit 3cc : 2 buah 12. Phantom
3. Aboket ukuran 16/18 13. Handskun panjang
4. Gunting 14. Oksitosin
5. Neirbeken : 2 buah 15. Ergometrin 0,2 mg
6. Plaster 16. Infus set
7. Kom larutan klorin 0.5% : 17. Cairan infus Ringer laktat 500
1 buah cc
8. Tempat sampah basah 18. Kateter : 1 buah
9. Tempat spuit bekas 19. Kassa

Langkah-langkah tindakan yang dapat dilakukan pada kasus atonia uteri adalah sebagai
berikut :

1. Persiapan alat dan bahan


2. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir
3. Gunakan sarung tangan panjang DDT
4. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik) searah
jarum jam
5. Mengeluarkan semua darah beku atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
servik dengan cara memasukkan tangan vagina secara obstetrik, kedalam
Pastikan tidak ada bekuan darah dan selaput ketuban yang tertinggal
6. Mengosongkan kandung kemih dengan kateter
7. Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit:

 Penolong berdiri di depan vulva


 Olesan larutan antiseptik pada sarung tangan kanan. Dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri, sisihkan kedua labium majus ke lateral dan secara
obstetrik masukkan tangan kanan melalui introitus.
 Kepalkan tangan kanan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga
kelingking pada forniks anterior, dorong uterus ke kranioanterior
 Telapak tangan kiri menekan bagian belakang korpus uteri
 Lakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dengan
kepalan tangan kanan pada forniks anterior
 Perhatikan perdarahan yang terjadi. Bila perdarahan berhenti, pertahankan
posisi demikian hingga kontraksi uterus membaik.

8. Jika merasa uterus sudah mulai berkontraksi, maka dengan perlahan tariklah
tangan keluar.
9. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan kompresi bimanual
eksternal:

 Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu


 Tekan dinding perut bawah untuk menaikkan fundus uteri agar telapak tangan
kiri dapat mencakup dinding belakang uterus
 Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan kanan dapat menekan
korpus uteri bagian depan
 Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan kanan
dan perhatikan perdarahan yang terjadi.
10. Jika uterus tetap tidak berkontraksi, lanjutkan kembali kompresi bimanual
internal. Kompresi Bimanual Internal segera dilakukan setelah memberikan
injeksi metergin dan memulai infus IV.
11. Jika uterus belum juga mulai berkontaraksi setelah 5-7 menit, segeralah siapkan
perujukan. Rujuk dengan IV teta p terpasang dengan laju 500 cc/jam hingga
tiba ditempat perujukan atau jumlah seluruhnya 1,5 liter diinfuskan. Lalu
teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.
12. Buka sarung tangan secara terbalik, rendam dalam larutan Klorin 0,5%
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbanraja, Sarma N. Dr., dr., M.Ked(OG), Sp.OG(K). 2017. Kegawatdaruratan


Obstetri. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Setyarini, Didien I. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3. Wantania, John J. E. Dr., dr., Sp. OG(K). 2015. Kedaruratan Obstetrik (Clinical
Emergencies in Obstetrics). Manado : Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.

Anda mungkin juga menyukai