HIPOKALEMIA
a. Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel.
Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium
dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin,
obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin
simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.
Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang
berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini
adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan
mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3,
sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan
mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat
penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai
serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik,
tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta
meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir
selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein
dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar
0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian
hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium
serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada
kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis
diabetes.
b. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi
cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh
diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan
K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan
kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai
dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini
hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium
bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari
menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-
8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut,
kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa
mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia
yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup
kalium dalam diet mereka.
c. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi
bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium
berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin
menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa
mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction),
muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
d. Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor
yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid
adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan
hipokalemi.
e. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung
Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada
pasien dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang
memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan
tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada
pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak
sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau
sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat
mengurangi risiko stroke.
Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan
menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah tafsir tentang
terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan
retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik hemat
kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung
bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut
tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia
jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung.
Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam
kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum
yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam
uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia
jantung pada pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi
ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care"
terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus
dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi,
tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.
5. Pengobatan :
Pengobatan yang paling penting dalam hipokalemia berat adalah
menangani penyebabnya, seperti memperbaiki diet, mengobati diare.
Pasien tanpa sumber yang signifikan kehilangan kalium dan yang tidak
menunjukkan gejala hipokalemia mungkin tidak memerlukan pengobatan.
Hipokalemia ringan (> 3,0 mEq / L) dapat diobati dengan lisan suplemen
kalium klorida (Klor-Con, Sando-K, Lambat-K). Karena ini sering menjadi
bagian dari asupan gizi yang buruk, makanan yang mengandung kalium
mungkin disarankan, seperti sayuran berdaun hijau, tomat, buah jeruk,
jeruk atau pisang. Kedua suplemen makanan dan farmasi yang
digunakan untuk orang yang memakai obat diuretik. Hipokalemia berat
(<3,0 mEq / L) mungkin memerlukan intravena (IV) suplementasi.
Biasanya, digunakan larutan garam, dengan 20-40 mEq KCl per liter
selama 3-4 jam. Pemberian kalium IV di tingkat lebih cepat (20-25 mEq /
jam) dapat predisposisi tachycardias ventrikel dan membutuhkan
pemantauan intensif. Tingkat umumnya aman adalah 10 mEq / jam.
Bahkan di hipokalemia parah, suplementasi oral lebih disukai diberikan
profil keamanannya. Formulasi rilis berkelanjutan harus dihindari dalam
pengaturan akut. Kasus-kasus sulit atau resisten dari hipokalemia
mungkin dapat digunakan untuk diuretik hemat kalium, seperti amilorid,
triamterene, atau spironolactone atau eplerenone.
B. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral dan
parenteral)
2. Tanda umum masalah elektrolit
3. Tanda kekurangan cairan seperti rasa dahaga, kulit kering,
membrane mukosa kering, konsentrasi urine dan urine output
4. Tanda kelebihan cairan: seperti kaki bengkak, kesulitan nafas
dan BB meningkat.
5. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan
6. Status perkembangan seperti usia atau situasi social
b. Pengukuran klinik
Berat badan : kehilangan / bertambahnya berat badan
menunjukkan adanya masalah keseimbangan cairan. Perubahan
berat badan :
Turun 2 % - 5 % Kekurangan volume cairan * ringan
Turun 5% - 10 % Kekurangan volume cairan * sedang
Turun 10 % - 15 % kekurangan volume cairan *berat
Turun 15 % - 20 % Kematian
Naik 2 % Kelebihan volume cairan ringan
Naik 5 % Kelebihan volume cairan sedang
Naik 8 % Kelebihan volume cairan berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
2. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Mengkaji GCS
Kepala : Mesocepal
Fontanel : Cekung (Kekurangan volume cairan) Menonjol (Kelebihan
volume cairan)
Mata : Cekung, konjungtiva anemis, air mata berkurang atau tidak
ada (kekurangan volume cairan) Edema periorbital,
papiledema (kelebihan volume cairan)
Telinga : Bentuk simetris kanan dan kiri
Tenggorokan dan Mulut : Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-
pecah dan kering, salvias menurun, lidah di bagian longitudinal menurun
(kekurangan volume cairan)
Sistem Kadiovaskuler
Inspeksi :
Kekurangan volume cairan : Vena leher datar
Kelebihan volume cairan : Vena leher distensi
Dependent body parts (Bagian-bagian tubuh yang
tertekan pada saat berbaring) : Tungkai, sacrum,
punggung, Lambatnya
Palpasi :
Kelebihan volume cairan : Denyut nadi kuat, Edema (bagian
tubuh dependent : punggung,sacrum, tungkai)
Kekurangan volume cairan : Denyut nadi lemah, kapiler
menurun
Auskultasi :
Kekurangan volume cairan, Hiponatremia, Hiperkalemia,
Hipermagnesemia : Tekanan darah rendah atau tanpa perubahan,
tekanan darah pada posisi orthostatic
Kelebihan Volume cairan : Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Sistem Pernapasan
Inspeksi :
Kelebihan Volume cairan : Peningkatan frekuensi napas, dispnea
Auskulatasi :
Kelebihan volume cairan : krekels
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi :
Kekurangan volume cairan : Abdomen cekung
Kekurangan volume cairan , hiperkalsemia, hiponatremia : muntah
Hiponatremia : diare
Auskultasi :
Kekurangan volume cairan, hipokalemia : hiperperistaltik disertai diare atau
hipoperistaltik
Perkusi : Thympani
Palpasi : tidak ada pembesaran dan massa, ada nyeri tekan di perut
bagian kanan bawah
Sistem Ginjal
Inspeksi :
Kekurangan volume cairan : oliguria atau anuria, berat jenis urine
meningkat
Kelebihan volume cairan : dieresis (jika ginjal normal), oliguria atau
anuria, berat jenis urine meningkat
Kulit
Suhu tubuh :
Meningkat : hipernatremia, Ketidakseimbangan hiperosmolar, asidosis
metabolic
Menurun : Kekurangan volume cairan
Inspeksi :
kekurangan volume caiaran, asidosis metabolik : kering,
kemerahan
Palpasi :
Kekurangan volume cairan : turgor kulit tidak elastic, kulit dingin dan
lembab
Smeltzer, S. C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 1. Jakarta : EGC.
http://www.kapukonline.com/2012/09/Prosedur-Pemenuhan-Kebutuhan-Cairan-
dan-Elektrolit.html diakses pada Rabu, 5 Agustus 2015 pukul 15.00 Wita.
http://informasitips.com/kebutuhan-air-minum-cairan-untuk-manusia-per-hari
diakses pada Rabu, 5 Agustus 2015 pukul 15.00 Wita.