Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

STUDI FENOMENOLOGI
PENGALAMAN KELUARGA SUKU BANJAR
SELAMA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
DENGAN KONDISI STROKE DI BANJARMASIN
Oktovin1, Nurachmah, Elly2, M.Syafwani3
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, 70114,
Indonesia
2Staff Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, 16424, Indonesia
3Staff Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, 70114, Indonesia

*Email : oktavin24@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Prognosis penyakit stroke kebanyakan sembuh dengan kecacatan. Kalimantan
selatan terutama Kota Banjarmasin angka kejadian stroke mencapai 4.031 kasus yang sembuh
dengan gejala sisa. Gejala sisa ini menjadikan penderita stroke di Kota Banjarmasin memiliki
kualitas hidup rendah, terlebih lagi dengan rendahnya dukungan keluarga.
Metode : Metode penelitian dengan metode kualitatif fenomenology. Penelitian dilaksanakan dengan
wawancara mendalam dan catatan lapangan (field note) kepada 5 partisipan yang terpilih sesuai
kriteria inklusi. Data hasil wawancara dan catatan lapangan di analisa dengan tematik analisis.
Hasil : Penelitian ini menghasilkan 6 tema yaitu : kurangnya pengetahuan keluarga Suku Banjar
tentang stroke; kebutuhan dasar pasien stroke tidak terpenuhi; keluarga memenuhi kebutuhan dasar
pasien stroke; sikap keluarga selama merawat pasien stroke; sistem pemberian layanan kesehatan;
dan pendekatan keluarga dalam asuhan keperawatan.
Kesimpulan : Keluarga Suku Banjar memiliki pengetahuan rendah tentang stroke. Hal ini
berdampak pada koping keluarga sehingga di awal keluarga sempat menunjukan sikap tidak
mendukung. Peran petugas kesehatan mengajarkan keluarga menjadi caregiver menjadikan keluarga
saat ini mampu memaksimalkan perawatan kepada penderita stroke.

Kata Kunci : Keluarga Suku Banjar, Pasien Stroke, Perawatan Stroke

153
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

PENDAHULUAN (Yuniarsih, 2010). Kurangnya pemahaman


Kebutuhan penderita stroke cukup tentang stroke tentu akan berdampak pada
beragam untuk dipenuhi, tetapi keluarga masih kemampuan keluarga dalam merawat penderita
beranggapan bahwa perawatan stroke hanya stroke.
berfokus pada masalah penyakitnya (Creasy, et
al., 2016). Salah satu kebutuhan penderita stroke Keluarga Suku Banjar di Kota Banjarmasin
yang wajib terpenuhi yaitu kebutuhan dasar menjalankan perannya sebagai caregiver
manusia, tetapi sebagian besar belum dipahami cenderung rendah (Basit & Rahmiyani, 2017).
keluarga. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia Keluarga cenderung diam ketika melihat
bertujuan mempertahankan kehidupan dan masalah ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan
kesehatan (Hidayat & Uliyah, 2014) dan perawatan diri penderita stroke selama di Rumah
perawatan diri menjadi salah satu yang harus Sakit (Sari, Syuhaimi, & Nurhikmah, 2018).
terpenuhi, karena dampak ketidakmampuan Pengalaman peneliti sendiri menemukan
memenuhi perawatan diri ini secara fisik beberapa keluarga tidak mempedulikan masalah
menyebabkan masalah penyakit baru. Hambatan pemenuhan kebutuhan harian penderita stroke
perawatan diri secara psikososial menyebabkan selama dirawat di Rumah Sakit. Hasil studi
gangguan rasa nyaman, merasa tidak dicintai dan pendahuluan 26 September 2019 di Poli Syaraf
mencintai, gangguan harga diri, terhambatnya RSUD Ulin Banjarmasin kepada 2 partisipan
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial yaitu anggota keluarga inti penderita stroke dan
(Tarwoto & Wartonah, 2011). bersuku banjar terungkap keluarga awalnya tidak
mengetahui tentang gejala stroke, sehingga
Tingginya kejadian stroke di Indonesia keluarga cenderung merasa stres terhadap
hingga mencapai 10,9‰ permil tahun 2018 serta perubahan kemampuan penderita stroke setelah
angka kejadian stroke di Provinsi Kalimantan serangan. Keluarga juga awalnya merasa
Selatan menduduki peringkat 6 dari seluruh emosional, seperti rasa marah karena merasa
provinsi di Indonesia perlu menjadi perhatian terbebani. Rasa emosional tersebut sering
(KEMENKES RI, 2018). Angka kejadian stroke dirasakan oleh anggota keluarga selama merawat
di Kota Banjarmasin tahun 2018 mencapai 4.046 penderita stroke.
jiwa dan menjadikan stroke peringkat 3 dari 11
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah Temuan di atas menjadi dasar bagi peneliti
tersendiri yang perlu diselesaikan (DINKES untuk mengeksplor “Pengalaman Keluarga Suku
Kota Banjarmasin, 2018). Masalah tersebut Banjar Dalam Memperoleh Informasi Tentang
berkaitan dengan kecatatan yang menjadikan Stroke Sebagai Dasar Perawatan Pasien Stroke di
penderita kurang produktif setelah serangan Banjarmasin”
stroke (Irfan, 2012) ditambah lagi dengan kurang
berperannya keluarga dalam membantu penderita METODE PENELITIAN
memenuhi kebutuhan dasarnya (Basit & Penelitian ini menggunakan pendekatan
Rahmiyani, 2017). penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi
deskriptif atau transenden. Peneliti mencoba
Kurang berperannya keluarga dalam mengeksplorasi secara langsung, menganalisis
memenuhi kebutuhan dasar dapat dipengaruhi dan mendeskripsikan fenomena yang diteliti
karena kurangnya pemahaman keluarga akan hal melalui pengungkapan intuisi peneliti secara
tersebut (Creasy, et al., 2016). Banyak hal yang maksimal terhadap fenomena yang diteliti
mempengaruhi keluarga tidak memahami (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
permasalahan stroke, misalnya kurangnya
paparan informasi tentang gejala stroke Partisipan yang terlibat berjumlah 5 orang
(Rachmawati, dkk, 2017), tingkat pendidikan yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria
(Obembe, et al, 2014) dan metode perencanaan inklusi partisipan tersebut yaitu :
pulang dari petugas kesehatan belum terstruktur

154
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

1. Anggota keluarga dari penderita stroke (ibu, 2 sub tema yaitu keluarga tidak memahami
ayah, anak, istri/suami). tentang stroke dan cara keluarga memahami
2. Anggota keluarga bersuku Banjar atau stroke. Keluarga tidak memahami stroke didasari
keturunan asli Suku Banjar dari kedua orang oleh ungkapan 2 partisipan yang menyatakan
tua. awalnya tidak tahu tentang stroke, seperti
3. Tinggal satu rumah selama ±2 tahun dengan kutipan berikut ini :
penderita stroke di daerah sekitar Kota “dulu tu kada paham lalu ding ai”(P2)
Banjarmasin. “nah apa yo lah, kada tahu jua ulun”(P5)
4. Setuju menjadi partisipan, mampu
berkomunikasi dengan baik dan mampu Respon lain muncul yaitu keluarga tidak
menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa memahami stroke karena belum pernah
Banjar. mendapat penjelasan tentang stroke, seperti
kutipan berikut ini:
Peneliti mengumpulkan data dari 5 “kada tahu ulun tentang stroke tu apa,
partisipan dengan cara wawancara mendalam kada suah dijelasi” (P4)
(indepth interview) dan field note. Wawancara
dan field note dilaksanakan peneliti dengan Cara keluarga memahami stroke adalah
bantuan alat perekam (recorder) dan buku berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman
catatan. Wawancara yang digunakan adalah tersebut berupa pengalaman ketika melihat tanda
wawancara semi berstruktur dengan dan gejala stroke dari anggota keluarga sendiri
menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended dan penderita stroke lain. Kutipan ungkapan
question). Pertanyaan urutannya tidak selalu tersebut yaitu:
sama pada setiap partisipan bergantung pada “nang ulun tahu lah stroke tu, oleh ulun ni
proses wawancara dan jawaban tiap individu dari suah beisi keluarga kana stroke” (P3)
partisipan. Namun pedoman wawancara “mungkin stroke tu nang kaya mama ku ini
menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis kalo lah” (P5)
data sama dari para partisipan. Field note
digunakan peneliti dalam mencatat suasana Kutipan ungkapan dari salah satu
tempat dan respon partisipan saat wawancara partisipan menyatakan memahami stroke karena
berlangsung. melihat tanda gejala stroke penderita lain yaitu:
“mengawani mendata stroke di wilayah
Analisis data penelitian adalah dengan sini, jadi sedikit banyaknya aku kawa
tematik analisis. Proses analisis data yaitu memahami…sekalinya setiap aku betamu lawan
dengan membuat transkrip verbatim sesuai orang stroke, lain-lain bekelakuan” (P2)
dengan rekaman wawancara dan catatan
lapangan pada setiap partisipan. Transkrip yang Kebutuhan dasar pasien stroke tidak
telah tersusun kemudian dianalisis dengan terpenuhi. Tema ini terbentuk dari 2 sub tema
membuat koding pada setiap kata kunci dari yaitu kebutuhan dasar biologis dan kebutuhan
ungkapan partisipan. Setiap kata kunci tersebut dasar psikologis. Gangguan pemenuhan
kemudian dianalisa kembali untuk membentuk kebutuhan dasar biologis misalnya seperti :
kategori. Setiap kategori dianalisa kembali untuk gangguan pola eliminasi, gangguan menelan,
membentuk sub tema yang kemudian dianalisa kelemahan fisk, mati rasa, wajah asimetris,
menjadi tema hasil penelitian. hambatan mobilitas fisik dan gelisah. Berikut ini
beberapa kutipan partisipan :
HASIL PENELITIAN ”ngalih menahan kamih lawan
Penelitian ini menghasilkan 6 tema bahera…ngalih makan” (P1)
penelitian, yaitu : “pina uyuh pinanya” (P2)
Kurangnya pengetahuan keluarga Suku
Banjar tentang stroke. Tema ini terbentuk dari

155
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

Respon lain yang muncul yaitu penderita


stroke mengalami gangguan pemenuhan dasar Respon lain muncul yaitu terkait bantuan
psikologis. Keluarga mengungkapkan adanya pemenuhan kebutuhan spiritual penderita stroke
hambatan pada komunikasi verbal dan satu oleh keluarga, seperti kutipan berikut ini :
partisipan merasa anggota keluarganya selalu “kena ku download akan lagu-lagu religi,
bersikap emosional. Kutipan dari ungkapan nang kaya selawat, zikir….. ya jar ku, bah bawa
partisipan tersebut yaitu : bersabar bah lah, bawa be zikir aja bah ai”
”ni pang, nang ngalih bepander segala” (P2).
(P1)
“mana penyangitan bila disitu sudah” Respon lainnya yaitu terkait pemenuhan
(P2). kebutuhan psikologis. Keluarga mencoba
memberi pengertian kepada penderita stroke
Keluarga memenuhi kebutuhan dasar ketika penderita tersebut dalam kondisi emosi.
pasien stroke. Tema ini terbentuk dari 4 sub Kutipan ungkapan tersebut yaitu :
tema yaitu pemenuhan kebutuhan dasar biologis, “membisai sidin, amun sidin lagi
pemenuhan kebutuhan dasar spiritual, mehamuk” (P4)
pemenuhan kebutuhan dasar psikologis dan
merawat keluarga yang mengalami gangguan Keluarga tidak ingin membebankan
kesehatan. Pemenuhan kebutuhan dasar biologis penderita dengan beban pekerjaan maupun beban
diberikan keluarga seperti memenuhi kebutuhan pikiran. Kutipan dari ungkapan tersebut yaitu :
makan dan minum. Kutipan ungkapan tersebut “kena kami membahagiakan sidin…
yaitu : karena kan jar orang stroke tu jangan dibebani
“mambari makan, kena ada jamnya”(P3) kayatu…. sekira jangan menjadi beban gasan
“mambari makan aku ni ding ai… yang garing” (P2)
mambari akan minum jua aku ni ding ai” (P5)
Respon lainnya yaitu terkait berjalannya
Respon lain yaitu keluarga membantu peran keluarga dalam merawat anggota keluarga
penderita stroke untuk beraktifitas, seperti yang mengalami masalah kesehatan. keluarga
kutipan berikut ini : merawat dengan membantu mengontrol dan
“kadang abahnya ni ngalih bediri, jadi mengobati penyakit. Kutipan dari ungkapan
dibantui bangun…. duduk akan dikursi roda tersebut yaitu:
nyaman sidin kawa ulun bawa kemana-mana” “meantar bapak terapi karena bapak
(P1). disuruh terapi” (P1)
“ada jamnya minum obat, diminumi….
Keluarga juga membantu anggota bila inya sakit banar kepala ditensi…. bila tensi
keluarganya dengan stroke untuk memenuhi tinggi langsung diminumi obat” (P3)
kebutuhan tidur. Kutipan ungkapan tersebut
yaitu : Sikap keluarga dalam merawat pasien
“jadi sidin rancak ulun guring akan di stroke. Tema ini terbebntuk dari 2 sub tema
tilam situ” (P1) yaitu sikap mendukung dan sikap tidak
“mengguringkan akan sidin di ranjang ai mendukung. Sikap mendukung ditunjukan
ulun” (P4) keluarga dengan tindakan nyata. Tindakan
tersebut yaitu keluarga mau menerima tanggung
Keluarga juga memenuhi kebutuhan jawab untuk merawat dan mendengarkan dengan
kebersihan diri penderita stroke. Kutipan baik ungkapan penderita stroke walaupun ada
ungkapan tersebut yaitu : keterbatasan penyampaian. Kutipan ungkapan
“Menyeka tiap pagi… popoknya hibak tersebut yaitu :
diganti akan” (P3) “itu ja nang tepikir sampai aku dak
“mandi akan sidin ni saban hari” (P5) bebulik” (P1)

156
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

“mandangari bebujur tu pang” (P1) “puskesmas datangan kena… setiap bulan


kepuskesmas mengontrol kesehatan, pasti diberi
Sikap mendukung lainnya ditunjukan obat gratis” (P1)
keluarga dalam bentuk perasaan yaitu “kalo pina ada gejala biasanya disuruh
munculnya rasa kasihan, seperti kutipan berikut kepuskesmas supaya dapat obat” (P4)
ini :
“kasihan lawan bapak tu kenapa jadi kaya Respon lain terkait tema ini adalah layanan
itu…. maras aku melihat” (P2) kesehatan tidak langsung. Keluarga merasa
jaminan kesehatan merupakan salah bentuk
Sub tema lainnya yang membentuk tema layanan kesehatan yang secara tidak langsung
ini yaitu sikap tidak mendukung dari keluarga. membantu keluarga dan penderita stroke. Seperti
Keluarga menunjukan sikap ini dalam bentuk kutipan ungkapan berikut:
tindakan nyata yaitu pernah meninggalkan “untung lah ding lah, dapat nang itu ding
penderita stroke dan keluarga bahkan terpaksa ai, dapat BPJS dari pemerintah, jadi kada bayar
dalam melakukan kegiatan perawatan. Kutipan kada apa-apa jua jaer ku bah ae” (P2).
ungkapan tersebut yaitu :
“paksa ai aku begawian jua” (P1) Pendekatan keluarga dalam asuhan
“pas abahnya tu garing suah ku tinggal keperawatan.
akan bulik kekampung… tepikir bahkan Tema ini terbentuk dari 2 sub tema yaitu
terlaksana niat ku meninggalkan keluarga” (P1) kebutuhan psikososial penderita dan strategi
mempersiapkan keluarga menjadi caregiver.
Sikap tidka mendukung dari keluarga juga Keluarga diharapkan terlibat dalam perawatan
ditunjukan dalam bentuk perasaan yaitu pernah agar memenuhi kebutuhan psikososial penderita.
merasa menyerah dan tidak tahan atas perubahan Cara keluarga terlibat dalam asuhan keperawatan
kondisi kehidupan. Kutipan ungkapan tersebut adalah dengan selalu berada disamping
yaitu : penderita. Tujuan dari tindakan ini untuk
“saking kada tahannya tadi tu” (P1) mempermudah penderita saat ingin meminta
“sadang aku aja rasa dak manyarah ding bantuan dan merasa dipedulikan. Keluarga juga
ai” (P2) diminta untuk mengajak penderita
berkomunikasi. Kutipan ungkapan tersebut yaitu:
Sistem pemberian layanan kesehatan. “kami disuruh perawat supaya keluarga
Tema ini terbentuk dari 2 sub tema yaitu biar labih rakat jarnya kayatu bu ai…keluarga
perawatan langsung dan perawatan tidak itu harusnya selalu disamping pasien jarnya”
langsung. Perawatan langsung yang dirasakan (P3)
oleh keluarga sebagai bentuk nyata dari “ya jar perawat bawai pander sidin nih
berjalannya system pemberian layanan kesehatan nyaman bahagia jua sidinnya pas dulu tuh” (P5)
salah satunya yaitu pendidikan kesehatan.
Kutipan ungkapan tersebut yaitu: Keluarga juga terlibat dalam asuhan
”palingan dipanderi, dipadahi buhannya perawatan sebagai strategi mempersiapkan
bahwa penyakit stroke ni kada capat keluarga menjadi caregiver. Petugas kesehatan
ampihnya…Perlu waktu jar sidin dirawat disini. melatih keluarga melakukan perawatan. Kutipan
Bisa sampai setengah bulan hanyar bujur-bujur ungkapan tersebut yaitu:
kawa dibawa bulik” (P3). “harus kawa tu pang, kena ngalih dirumah
jar…dirumah kena dimandi akan rutin, dimakani
Layanan kesehatan langsung lainnya yang rutin nang kaya kami ajari jar caranya” (P5)
terungkap dalam penelitian ini yaitu aktifnya tim
kesehatan memperhatikan masalah kesehatan di
masyarakat, seperti kutipan berikut ini:

157
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

PEMBAHASAN Padahal pendidikan merupakan faktor internal


1. Kurangnya pengetahuan keluarga Suku yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
Banjar tentang stroke. (Notoadmodjo, 2007). Semakin tinggi tingkat
Keluarga Suku Banjar tidak memahami pendidikan semakin tinggi pula kesadaran
tentang stroke sebelumnya karena keluarga keluarga untuk mencari informasi
belum mendapatkan informasi tersebut. Keluarga (Ratnawardani, dkk., 2018).
hanya mendapatkan informasi tentang diagnosa Rendahnya tingkat pendidikan keluarga
penyakit. Temuan inilah yang menjadi gambaran Suku Banjar berbanding terbalik dengan nilai
rendahnya pengetahuan keluarga Suku Banjar budaya Banjar. Parhani (2016) menjelaskan
tentang stroke. bahwa suku Banjar dikenal sebagai suku yang
Temuan tersebut sama dengan hasil memiliki nilai “Kompetitif Individual” atau
penelitian Maclsaac, et al (2011), dimana Sekitar sebagai orang yang bekerja keras dalam
50% caregiver belum mendapatkan informasi mencapai cita-cita. Temuan ini menjadi
yang diinginkan seperti pemahaman tentang gambaran bahwa terjadi penurunan nilai Budaya
pencegahan dan penanganan stroke serta akses pada masyarakat Banjar.
untuk mendapatkan informasi yang mendukung Beberapa hal yang dipahami oleh keluarga
pasien dan keluarga. Padahal informasi, edukasi Suku Banjar tentang stroke yaitu penderita stroke
dan perencanaan pulang terkait masalah dan mengalami keterbatasan kemampuan dari
pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis biasanya. Pemahaman ini muncul berdasarkan
penderita stroke sangat diperlukan oleh keluarga pengalaman keluarga melihat tanda dan gejala
selaku caregiver terutama untuk memenuhi stroke dari anggota keluarganya. Temuan ini
kebutuhan dasar pasien stroke tahap paska akut diperkuat oleh Wawan & Dewi (2010) yang
(Yuniarsih, 2010). mengungkapkan pengalaman terdahulu dapat
Hal yang sedikit berbeda dengan temuan membentuk pengetahuan seseorang. Banyak
Mant.J., et al (2000), dimana pengetahuan keluarga memahami stroke berdasarkan tanda
keluarga sebagai caregiver memang rendah, dan gejala yang terlihat dari penderita.
akan tetapi tidak menunjukan perbedaan yang Pengalaman melihat tanda gejala penderita
signifikan setelah diberi informasi. Banyak sangat baik dalam upaya pengenalan masalah
sekali hal yang mempengaruhi seseorang sehingga mempengaruhi urgensi penanganan
memahami stroke. Tingkat pendidikan, tingkat stroke (Ratnawardani, dkk., 2018).
penghasilan dan usia menjadi salah satu faktor. Keluarga Suku Banjar memahami bahwa
Rendahnya kesadaran masyarakat daerah tanda dan gejala stroke setiap penderita berbeda.
terpencil juga menjadi salah satu faktor yang Sama halnya dengan temuan Lopez-Espuela, et
mempengaruhi pengetahuan karena kurangnya al (2018), keluarga terutama pasangan
paparan informasi dibanding masyarakat wilayah memahami adanya perbedaan tanda gejala stroke
perkotaan (Hokmabadi, Vahdati, Rikhtegar, dari segi fisik, kognitif, emosional, perilaku atau
Ghasempor, & Rezabakhsh, 2019) temperamental antara pasangannya dengan
Kurangnya pengetahuan keluarga Suku stroke dan penderita lain. Perbedaan tanda dan
Banjar tentang stroke pada penelitian ini gejala stroke pada setiap penderita tergantung
berkaitan dengan tingkat pendidikan partisipan. letak kerusakan otak yang terjadi (Ariani, 2012).
Tingkat pendidikan keluarga Suku Banjar yang Temuan dimana keluarga Suku Banjar
menjadi partisipan hanya lulusan Sekolah Dasar memahami bahwa tanda dan gejala stroke setiap
(SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas penderita berbeda salah satunya dipengaruhi oleh
(SMA). Keluarga Suku Banjar menurut Haryanto lingkungan pekerjaan. Bekerja di salah satu
(2012) memiliki pengaruh yang rendah kepada fasilitas kesehatan tentu akan menjadikan
anggota keluarga terutama anak untuk seseorang memiliki banyak pengalaman dalam
melanjutkan pendidikan. Keluarga Suku Banjar melihat kondisi seseorang yang sakit dengan
tidak melarang terutama bagi anak-anaknya berbagai macam penyakit. Temuan ini
untuk bekerja atau menikah di usia belia. dibenarkan oleh Notoadmodjo (2007), dimana

158
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

pekerjaan merupakan salah satu faktor internal biologis, psikologis, spiritual dan upaya merawat
individu untuk memperoleh pengetahuan. keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Pengetahuan ini terbentuk dari kerja Kadarwati, dkk (2019) menjelaskan bahwa
pancaindera, terutama 2 pancaindera yaitu keluarga berupaya memenuhi hampir semua
penglihatan dan pendengaran dalam membentuk kebutuhan penderita pasca stroke karena defisit
pengetahuan. fungsional yang dialami penderita stroke
meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan,
2. Kebutuhan dasar pasien stroke tidak kebersihan diri, berpakaian dan berhias,
terpenuhi. mobilisasi, spiritual dan sosial. Penderita stroke
Keluarga Suku Banjar menyadari penderita sangat bergantung pada caregiver dalam
stroke mengalami gangguan kebutuhan dasar pemenuhan aktifitas perawatan diri dan mobilitas
biologis dan psikologis seperti gangguan buang karena adanya gangguan atau defisit neurologis
air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), (Hesamzadeh, et al., 2016).
gangguan menelan, mati rasa, wajah tampak Keluarga Suku Banjar berusaha memenuhi
asimetris, hambatan mobilitas fisik dan kebutuhan spiritual dalam upaya mengendalikan
terganggunya kemampuan komunikasi secara kebutuhan psikologis penderita stroke. Keluarga
verbal serta gangguan emosional. menginginkan penderita stroke menerima dan
Creasy, et al (2016) mengungkapkan mampu mengendalikan perilaku emosional
bahwa stroke secara umum dapat mempengaruhi secara mandiri, yaitu dengan berdzikir dan
kebutuhan biologis, hubungan sosial dan berdoa. Widarti & Krisnawati (2012)
psikologis penderitanya. Penderita stroke dapat mengungkapkan bahwa berdzikir dan berdoa
sembuh tetapi meninggalkan gejala sisa seperti akan menciptakan perasaan damai, tenang dan
gangguan berjalan, gangguan bicara, gangguan suasana emosi diliputi oleh emosi-emosi positif.
buang air kecil, gangguan emosi, gangguan Berdzikir dengan penuh konsentrasi akan
berpikir dan lain-lain (Handayani & Dewi., memunculkan gelombang alpha dan
2009). Perubahan mental, emosi dan depresi menimbulkan perubahan kesadaran seseorang,
cenderung terjadi pada penderita stroke (Lingga., dari kesadaran normal menuju kesadaran lain
2013). Penderita stroke dengan kondisi yang sering disebut sebagai altered states of
vegetative state bahkan mengalami perubahan consciousness (ASC).
signifikan dari segi kognitif dan perilaku Temuan ini didukung oleh Dewi, dkk
(Arafat., 2010). Faktor penyebabnya adalah (2017) yang menjelaskan depresi pada penderita
kerusakan neurovaskuler akibat stroke (Ariani., stroke akan mempengaruhi emosional penderita.
2012). Dukungan spiritual dari keluarga ternyata
Temuan ini juga menunjukan keluarga berdampak positif untuk menurunkan perilaku
dengan Suku Banjar mampu menjalankan emosional penderita.
perannya dengan baik yaitu mengenali masalah Agianto & Setiawan (2017) menjelaskan
kesehatan setiap anggota keluarganya bahwa kualitas hidup penderita stroke dapat
(Friedman., 2010). Kemampuan mengenali terbantu dengan aktifnya keluarga sebagai
masalah kesehatan pada setiap anggota keluarga caregiver. Suppoert system yang baik dan positif
menjadi salah satu sumber pengetahuan yang dari keluarga akan membantu proses pemulihan
akan mempengaruhi sikap seseorang (A.Wawan penyakit stroke (Maria, 2014), karena keluarga
& Dewi., 2010). Terutama sikap yang memiliki tanggung jawab dalam merawat
mendukung pemulihan stroke. anggota keluarga dengan stroke atas dasar
kepedulian (Moral-Fernadez, et al., 2018) dan
3. Keluarga memenuhi kebutuhan dasar mampu memberikan rasa nyaman, rasa percaya,
pasien stroke. empati dan perhatian atas dasar ikatan (Dewi &
Keluarga Suku Banjar berusaha memenuhi Darliana, 2017).
kebutuhan dasar penderita stroke. Kebutuhan
dasar yang dipenuhi yaitu kebutuhan dasar

159
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

4. Sikap keluarga dalam merawat pasien perubahan kondisi kehidupan setelah anggota
stroke. keluarga menderita stroke merupakan suatu
Keluarga dengan Suku Banjar menunjukan tantangan yang cukup berat. Keluarga harus
sikap yang mendukung dan tidak mendukung mampu membantu penderita stroke bahkan
selama merawat penderita stroke. Sikap keluarga merasa stroke memiliki dampak negatif
mendukung ataupun yang tidak mendukung bagi kehidupan keluarga (Tilling, Coshall,
ditunjukan dalam bentuk tindakan nyata atau McKevitt, Daneski, & Charles, 2006). Dampak
perilaku, persepsi atau pandangan dan juga negatif tersebut seperti beban berlebih dari
perasaan. Temuan ini didukung oleh Baron., et al adanya tuntutan ekonomi dan waktu singkat
dalam Wawan & Dewi (2010) yang dalam perawatan, ketergantungan penderita
mengungkapkan 3 komponen sikap yaitu stroke dengan keluarga, kesabaran yang tinggi
kognitif (perseptual), afektif (emosional) dan dalam menghadapi emosi penderita stroke, dan
konatif (perilaku). menurunnya produktivitas dalam keluarga
Sikap mendukung dari keluarga Suku (Masitoh, Asiyah & Sholihah, 2014).
Banjar selama merawat penderita stroke adalah
seperti memberi perawatan secara langsung atas 5. Sistem pemberian pelayanan kesehatan
dasar tanggung jawab terhadap perannya di Pemerintah melalui program kesehatan
keluarga, menjadi pendengar yang baik dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penderita
upaya mengendalikan emosional penderita stroke stroke dan keluarga. Bentuk layanan kesehatan
dan rutin mengontrol kesehatan penderita. tersebut seperti layanan kesehatan langsung dan
Temuan ini diperkuat Kadarwati, dkk (2019) tidak langsung. Layanan kesehatan langsung
dimana keluarga menjadi caregiver bagi berupa pengontrolan dan pengobatan penyakit
penderita stroke karena bertanggungjawab dalam serta pendidikan kesehatan.
menjalankan fungsinya dalam keluarga. Salah Layanan kesehatan dapat ditemui di rumah
satu fungsi tersebut yaitu memberikan perawatan sakit, puskesmas, klinik dokter, perawat dan
pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, bidan (Yuliana, 2013). Pos Pembinaan Terpadu
2010). Widarti & Krisnawati (2012) juga Pengendalian Penyakit Tidak Menular
menjelaskan komunikasi verbal dan non verbal, (Posbindu-PTM) salah satu contoh layanan
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh untuk menangani penyakit tidak menular (RI,
keakraban sosial atau berupa kehadiran dan 2016). Fasilitas ini digunakan dalam upaya
mempunyai manfaat emosional atau berpengaruh pengobatan dan pencegahan untuk menurunkan
pada perilaku penerimanya. resiko yang diakibatkan dari suatu penyakit
Sikap tidak mendukung keluarga Suku (Ratnawardani, Utomo, & Safri, 2018) dengan
Banjar juga ditunjukan saat awal keluarga kegiatan salah satunya pendidikan kesehatan.
menghadapi perubahan kondisi anggota Keluarga membutuhkan informasi tentang
keluarganya dengan stroke. Sikap tersebut faktor-faktor mempengaruhi pemulihan penyakit
seperti pergi meninggalkan keluarga dan stroke (Agianto & Setiawan., 2017) karena
mengeluh tidak tahan dengan perubahan kondisi sebagian besar keluarga adalah orang awan yang
tersebut. Sikap tidak mendukung ini baru pertama kali merawat penderita stroke
menggambarkan keluarga harus menghadapi dirumah (Kadarwati, Ulfa.R, & Oktarina.E,
perubahan kondisi akibat stroke yang sebenarnya 2019).
merupakan beban dan berdampak negatif bagi Layanan kesehatan tidak langsung juga
keluarga. dirasakan oleh keluarga seperti bantuan jaminan
Tooth, et al (2005) di dalam Luthfa (2018) kesehatan dari pemerintah. Jaminan kesehatan
menjelaskan 12 bulan pertama family caregiver ini mengurangi beban biaya kesehatan. Tseng,et
mengalami kecemasan dan depresi terkait al (2005) menguraikan bantuan dana kesehatan
pelaksanaan tugas (misalnya memberi bantuan sangat dibutuhkan keluarga. Bantuan dana
fisik) dan lamanya waktu perawatan yang rata- tersebut untuk memfasilitasi keluarga merawat
rata 5-9 jam per hari. Adaptasi terhadap

160
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

anggota keluarganya dengan stroke (Agianto & DAFTAR PUSTAKA


Herry., 2017).
Temuan ini ternyata bertolak belakang Afiyanti, D., & Rachmawati, I. (2014). Metodologi
dengan Kartika, dkk (2015) dimana banyak Penelitian Kualitatif dalam Riset
keluarga merasakan belum mendapatkan Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers.
perhatian dari tim palayanan kesehatan sehingga Agianto, & Setiawan, H. (2017, September).
berdampak pada pengetahuan dan kemampuan Supportive Care Needs Pada Keluarga Pasien
keluarga dalam memberikan perawatan. Stroke di Klinik Syaraf Banjarmasin,
Indonesia. Dunia Keperawatan, 5, 107-114.
6. Pendekatan keluarga dalam asuhan
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan
keperawatan dan Karya Mereka (Vol. 1). (A. Hamid, & K.
Stroke memerlukan waktu panjang untuk Ibrahim, Eds.) Singapore: ELSEIVER.
proses penyembuhan. Keluarga diharapkan dapat
menjadi caregiver utama bagi penderita stroke Arafat, R. (2010). Pengalaman Pendampingan
terutama ketika kembali kerumah. Tidak heran Keluarga Dalam Merawat Anggota
jika banyak tenaga kesehatan berupaya Keluarganya Pada Kondisi Vegetative Dalam
Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP.
menjadikan keluarga sebagai caregiver dengan
Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok :
sklill terlatih.
Universitas Indonesia.
Orem (2001) menjelaskan terdapat Ariani, T. A. (2012). Sistem Neurobehaviour.
beberapa kasus pasien ketergantungan Jakarta: Salemba Medika.
keperawatan yang lama. Tenaga perawat Basit, M., & Rahmayani, D. (2017, Desember). The
diharapkan mampu menjadikan keluarga atau Quality Of Life Of Post-Stroke Patients At
teman dari pasien untuk menjadi agen perawatan The Nerve Clinic Of Ulin General Hospital
diri dalam membantu penderita ketergantungan In Banjarmasin. Advanced in Health Science
keperawatan (Alligood, 2017). Handayani & Research, 6, 667-674.
Dewi (2009) juga menjelaskan keterlibatan doi:https://doi.org/10.2991/smichs-
keluarga memang sangat diperlukan oleh 17.2017.83
penderita stroke terutama dalam membantu Creasy, K., Lutz, B., Young, M., & Stacciarini, J.
penderita karena keterbatasannya. (2016, November). Clinical Implications of
Family-Centered Care Ind Stroke
Rehabilitation. HHS Public Access, 1-14.
KESIMPULAN
Dewi, C., & Darliana, V. (2017). Dukungan Keluarga
Keluarga Suku Banjar tidak memiliki
dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke.
pengetahuan cukup tentang stroke. Dampaknya Idea Nursing Journal, VIII, 1-7.
keluarga belum terfasilitasi untuk membentuk
koping sejak dini. Koping yang tidak efektif ini DINKES Kota Banjarmasin. (2018). Jumlah kasus
cenderung menjadikan keluarga mampu dan kematian penyakit tidak menular
menunjukan sikap tidak mendukung yang berdasarkan jenis kelamin dan umur di Kota
terlihat selama ini. Upaya membentuk koping Banjarmasin. Banjarmasin : Dinas Kesehatan
Kota Banjarmasin
keluarga tentu dapat dibentuk melalui peran dari
petugas kesehatan selama memberikan layanan Friedman, M. (2010). Keperawatan Keluarga : Teori
misalnya melalui pendidikan kesehatan dan dan Praktek. Jakarta: EGC.
pengajaran atau pelatihan menjadi caregiver,
Handayani, D., & Dewi, D. (2009, Februari). Analisis
sehingga keluarga mampu memenuhi kebutuhan Kualitas Hidup Penderita dan Keluarga Pasca
dasar penderita stroke secara maksimal. Serangan Stroke (Dengan Gejala Sisa).
PSYCHO IDEA, 35-44.
Hesamzadeh, A., Dalvandi, A., Bagher Maddah, S.,
Fallahi Khoshknab, M., Ahmadi, F., & Arfa,

161
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

M. (2016). Family caregivers’ experience of Stroke. Jurnal Ilmu Kesehatan Insan Sehat,
activities of daily living handling in older 2, 75-82.
adult with stroke : a qualitative research in
the Iranian Context. Scandinavian Journal of Moral-Fernandez, L., Frias-Osuna, A., Moreno-
Caring Sciences, 1-12. Camara, S., Palamino-Moral, P., & Del-Pino-
Casado, R. (2018). The Start Of Caring For
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2014). Pengantar An Elderly Dependdent Family Member : a
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Qualitative Metasynthesis. BMC Geriatrics,
Medika. 1-5. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P
Hokmabadi, E., Vahdati, S., Rikhtegar, R., MC6157059/pdf/12877_2018_Article_922.p
Ghasempor, K., & Rezabakhsh, A. (2019). df
Public Knowledge of people visiting Imam
Reza Hospital regarding stroke symptoms Obembe, A., Alaogun, M., Bamikole, A., Komolafe,
and risk factors. BMC Emergency Medicine, M., & Odetunde, M. (2014). Awarness of
1-5. Risk Factors and Warning Signs of Stroke in
A Nigeria University. Jornal of Stroke and
Irfan, M. (2012). Fisioteraapi Bagi Insan Stroke. Cerebrospsinal Diseases, 749-758.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Parhani, I. (2016, Januari-Juni). Perubahan Nilai
Kadarwati, Ulfa.R, & Oktarina.E. (2019). Studi Budaya Orang Banjar (Dalam Perspektif
Fenomenologi : Pengalaman Keluarga Teori Troompenaar). AL-BANJARI, 15, 27-
Merawat Penderita Pasca Stroke di Kota 56.
Jambi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 476-480. Rachmawati, D., Andarini, S., & Kartikawati, D.
(2017). Pengetahuan Keluarga Berperan
KEMENKES RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar Terhadap Keterlambatan Kedatangan Pasien
(RISKESDAS) Tahun 2018. Jakarta : Stroke Iskemik Akut di Instalasi Gawat
KEMENKES RI. Darurat. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 368-
Lingga, L. (2013). All about stroke hidup sebelum 375.
dan pasca stroke. Jakarta: Alex Media Ratnawardani, D., Utomo, W., & Safri. (2018).
Komputindo. Pengalaman Keluarga dalam Penanganan
Lopez-Espuela, F., Gonzalez-Zill, T., Amarilla- Serangan Pertama Pada Pasien Stroke. JOM
Donoso, J., Cordovilla-Guardia, S., Portilla- FKp, 259-267.
Cuenca, J., & Casodo-Naranjo, I. (2018). RI, K. K. (2016). Pedoman Umum : Program
Critical Point in the Experience of Spouse Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Caregivers of Patients Who Have Suffered a Keluarga. jakarta: KEMENKES RI.
Stroke. A Phenomenological Interpretative
Study. PLOS ONE, 1-16. Sari, R., Syuhaimi, P. Y., & Nurhikmah. (2018).
Studi Fenomenologi : Pengalaman Perawat
Luthfa, I. (2018). Peran Keluarga Merawat Lansia Memenuhi Kebutuhan Personal Hygene
Pasca Stroke (Family Role to Care Post Klien Dengan Keterbatasan Gerak Fisik.
Stroke Elderly). UNISSULA PRESS, 62-69. Tesis. Retrieved from
Maclsaac, L., Harrison, M., Buchanan, D., & http://eprints.umbjm.ac.id/id/eprint/290
Hopman, W. (2011). Supportive Care Needs Tarwoto, & Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar
After an Acute Stroke : A Descriptive Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Enquiry of Caregivers Perspective. Journal Salemba Medika.
Of Neuroscience Nursing, 132-140.
Tilling, K., Coshall, C., McKevitt, C., Daneski, K., &
Mant, J., Carter, J., Wade, D., & Winner, S. (2000). Charles, W. (2006). A Family Support
Family Support for Stroke : a Randomised Organiser for Stroke Patients and Their
Controlled Trial. THE LANCHT, 808-813. Carers: A Randomised Controlled Trial.
Maria, I. (2014, Juni). Support System Keluarga Cerebrovaskular Disease, 85-91.
Tentang Range of Motion pada Pasien

162
Jurnal Keperawatan Suaka Insan | Volume 5 Edisi I, Juni 2020

Tseng, C., Huang, G., Yu, P., & Lou, M.-f. ( 2015). Yuliana, P. D. (2013). Hubungan karakteristik
A qualitative study of family caregiver keluarga dan jenis penyakit terhadap
experiences of managing incontinence in pemanfaatan pelayanan kesehatan. .
stroke survivors. Plos One, 1-15. Pekanbaru: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau .
Wawan, & Dewi. (2010). Pengetahuan, sikap dan
perilaku manusia. Yoyakarta: Nuha Medika. Yuniarsih, W. (2010). Pengalaman Caregiver
Keluarga dalam Konteks Asuhan
Widarti, L., & Krisnawati. (2012). HOME CARE Keperawatan Pasien Stroke Tahap Paska
HOLISTIC TERHADAP PERUBAHAN Akut di RSUP Fatmawati. FKIK Universitas
KECEMASAN DAN DEPRESI PADA Indonesia.
PASIEN STROKE ISKEMIK (Home Care
Holistic on the Change of Anxiety and
Depression for the Patient with Stroke
Ischemic). Jurnal Ners, 107-115.

163

Anda mungkin juga menyukai