Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR PUSTAKA

Agrina, S. S. (2011). Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi dalam Pemenuhan


diet Hipertensi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics
Subcommittee. Heart disease and stroke statistics—2015 update: a
report from the American Heart Association. Circulation. 2015.
American Heart Association (AHA). (2015). Let’s Talk About Stroke: Fact Sheet.
[Artikel].
Batticaca Fransisca, C. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Clemen-Stone, S., MCGuire, S.L dan Eigsti, D.G. 2002. Comprehensive
Community Health Nursing: family, aggregate, & community practice
(6rd ed). St. Louis: Mosby, Inc.
Depkes RI. Dinkes. (2006). Pedoman Hidup, Kemandirian dan Dukungan
Keluarga Terhadap Perilaku Sehat.
Depkes RI. (2007).Posbindu PTM. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya.2017. Propoil Puskesmas 2017.
Dharmasraya
Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya.2018. Propoil Puskesmas 2018.
Dharmasraya
Freeman, R.B & Heinrich, J. (1981). Community Health Nursing Practice.
Philadelphia: WB Saunders Company.

Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones., E.G. (2003). Family nursing:
Research, theory, & practice ( 6th ed.). Conneticut: Appleton & Lange
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2019. Hasil The Global Burden of Disease. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI
Parellangi. 2011. Peningkatan Kemandirian Keluarga Setelah Intervensi
Pelayanan Home Care. Bandung : Universitas Padjajaran.Jurnal
keperawatan
Puskesmas Sungai Dareh. Profil Puskesmas Sungai Dareh Tahun 2017
Puskesmas Sungai Dareh. Profil Puskesmas Sungai Dareh Tahun 2018
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G.(2005). Brunner & Suddarth’s: Textbook of Medical
– Surgical Nursing ( 4th ed). Philadelphia: Lippincontt.

Valente et al. (2015). Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1 Segment
Occlusion: Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian Academy
of Sciences, Volume 69, Issue 5, Pages 274–277. Diakses pada 15 September
2019 pada http://www.degruyter.com/view/j/prolas.2015.69.issue5/prolas-2015-
0042/prolas-2015-0042.xml

World Health Organization (WHO). (2014). Global Status Report on Noncommunicabel


Diseases. Geneva: WHO Press.
Yaslina.2012. Kelompok Pendukung Sebagai Intervensi Untuk Meningkatkan
Kemampuan Keluarga Terhadap Perawatan Di Rumah Pada Aggregate
Lansia Pasca Stroke Di Pgs, Depok.Universitas Indonesia.
Lampiran 1
Lembaran Permohonan Menjadi Responden

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Ice Novri

NIM : 1814202270

Pekerjaan : Mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan STIKES Perintis


Padang

Sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kunjungan Rumah

terhadap Tingkat kemandirian Keluarga dalam Perawatan Pasien Pasca

Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya

tahun 2019”.

Untuk keperluan tersebut saya membutuhkan beberapa data yang saya harapkan

dapat digali melalui kuesioner yang Bapak/ibu isi Penelitian ini tidak akan

merugikan ibu sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan

akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Demikianlah saya sampaikan, atas kesediaan Bapak/ ibu untuk dijadikan

responden dalam penelitian ini, saya mengucapkan terimakasih.

Peneliti,

Ice Novri
Lampiran 2.

Pernyataan Bersedia Menjadi Responden

Saya yang bertanda

tangan dibawah ini :

Nama :

Alamat :

Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian saudari Ice

Nori. Saya akan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang saudari berikan dan

akan memberikan informasi yang sebenarnya.

Demikian pernyataan kesedian menjadi responden ini saya buat dengan sejujur-

jujurnya tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan dengan

sebaik-baiknya.

Responden
Lampiran 3
KUESIONER
Pengaruh Kunjungan Rumah terhadap Tingkat kemandirian Keluarga
dalam Perawatan Pasien Pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Dareh Kabupaten Dharmasraya tahun 2019

Kode Responden :
Tanggal Pengisian :

Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah dengan teliti pertanyaan berikut di bawah ini
2. Isilah pertanyaan pada tempat yang telah disediakan
3. Apabila pertanyaan berupa pilihan, cukup dijawab dengan melingkari
jawaban Anda

A. DEMOGRAFI RESPONDEN
1) Usia : .............................. tahun
2) Jenis kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
3) Pekerjaan : 1. Bekerja
2. Tidak bekerja

4) Pendidikan terakhir :
a) SD
b) SLTP
c) SMU
d) Perguruan Tinggi
e) Tidak Sekolah

5) Hubungan dengan pasien


a. Suami/Istri
b. Orang tua
c. Anak
d. Cucu
B. Kuesioner Tingkat Kemandirian

No Kriteria Ya Tidak
Keluarga menerima petugas
1
Kesehatan
Keluarga menerima pelayanan
2
kesehatan sesuai rencana
Keluarga menyatakan masalah
3
kesehatan secara benar
Keluarga memanfaatkan fasilitas
4
kesehatan sesuai anjuran
Keluarga melaksanakan perawatan
5
sederhana sesuai anjuran
Keluarga melaksanakan tindakan
6
pencegahan secara aktif
Keluarga melaksanakan tindakan
7
promotif secara aktif
Keluarga dapat melakukan
8
psikoterapii individual
Keluarga dapat melakukan
9 rehabilitasi psikiatri
Keluarga melakukan latihan
10
keterampilan sosial

Kesimpulan Tingkat
Kemandirian
Lampiran 4

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Stroke


Sub Pokok Bahasan :1. Konsep Stroke
2. Perawatan Stroke Stroke
3. Latihan ROM
Sasaran : Keluarga Responden
Hari/ Tanggal :
Waktu : 30 menit
Tempat : Rumah Responden

A. Latar Belakang
Stroke adalah kondisi kesehatan yang serius yang membutuhkan

penanganan cepat. (Kemenkes RI, 2019). Stroke adalah suatu sindrom klinis yang

ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara akut yang dapat menimbulkan

kematian (WHO, 2014). Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia.

Kematian akibat stroke mencapai 5,5 juta orang dengan jumlah kematian pada

wanita lebih rendah daripada pria. Kematian akibat stroke lebih banyak

disebabkan oleh stroke hemoragik. Indonesia merupakan negara kedua tertinggi

terjadinya kematian akibat stroke setelah Mongolia dengan angka kejadian

193,3/100.000 penduduk pertahunnya. (Katan M, 2018).

Menurut Mauerer dan Smith (2005) dalam Yaslina (2012) menyatakan

faktor resiko utama penyakit jantung dan stroke meliputi hipertensi (tekanan

darah lebih dari 140/90 mmHg), penyimpangan kadar kolesterol (lebih dari 200

mg/dl), merokok, obesitas, riwayat keluarga, usia tua dan aktivitas fisik yang

kurang. Neil et al (2000) faktor risiko stroke meliputi umur, gender, ras, dan
riwayat keluarga dengan stroke, faktor ini merupakan yang tidak dapat

dimodifikasi. Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi meliputi

:hipertensi, diabetes, atrial fibrilasi, merokok, kurang aktivitas, obesitas,

konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat dan terapi hormonal. Hasil survey

kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukan bahwa di Indonesia secara nasional

terjadi peningkatan prevalensi faktor risiko dari tahun 2001 ke tahun 2004,

diantaranya hipertensi (8.3% vs 27.5%), hiperkolesterol (6.5% vs 12.9%),

hiperglikemia (7.9% vs 11.3%) dan obesitas (12.7% vs18.3%) (Depkes RI,

2007).

Proses pemulihan dan perawatan stroke memerlukan waktu yang lama

terutama pada stroke yang berat. Oleh karena itu peran keluarga sangat penting

dalam pemulihan dan perawatan di rumah bagi pasien pasca stroke. Keterlibatan

keluarga telah terbukti meningkatkan efektifitas dalam perawatan klien karena

keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa

penyembuhan dan pemulihan klien (Gillis & Davis (1993, dalam Friedman,

Bowden & Jones, 2003).

Perawatan pasien pasca stroke oleh keluarga di rumah dibutuhkan

pengetahuan dan pemahaman keluarga bidang kesehatan tentang hal-hal yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien. Menurut Friedman (1998) dalam

Zulfitri (2012 ) apabila tugas kesehatan keluarga terpenuhi, maka keluarga

tersebut sudah menunjukan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan pada anggota keluarganya.

Untuk mencapai tingkat kemandirian keluarga tersebut dalam melakukan

perawatan di rumah pada pasien pasca stroke diperlukan tenaga kesehatan


khususnya perawat dapat memberikan edukasi kepada keluarga pasien melalui

kunjungan rumah. Kunjungan rumah bertujuan untuk mengoptimalkan

perkembangan kesehatan keluarga dan pendidikan kesehatan terhadap

pencegahan penyakit serta meningkatkan kekuatan fungsi dan dukungan keluarga

(Agrina, 2012).

Kunjungan rumah adalah perwujudan kepedulian perawat (caring)

terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapi pasien pasca stroke, perawat

komunitas berkewajiban membantu klien dan keluarga sampai ke tingkat

kemandiriannya. Menurut Depkes RI (2006), ada beberapa kriteria tingkat

kemandirian kemandirian, diantaranya: menerima petugas kesehatan, menerima

pelayanan kesehatan sesuai rencana keperawatan keluarga, keluarga tahu dan

dapat mengungkapkan masalah kesehatannya dengan benar, memanfaatkan

fasilitas pelayanan kesehatan sesuai anjuran, melakukan tindakan keperawatan

sederhana sesuai anjuran, melakukan tindakan pencegahan secara aktif, dan

melakukan tindakan promotif secara aktif.

B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan ini selama ±30 menit, diharapkan keluarga
mampu memahami tentang perawatan pasien pasca stroke.

C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan ±30 menit diharapkan dapat menjelaskan
tentang :
1. Konsep Stroke
2. Perawatan Stroke
3. Latihan ROM
D. Metode
Ceramah dan diskusi

E. Media
Leaflet

F. Proses pelaksaaan

No Kegiatan Respon peserta waktu Metode &


media
1 a. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri 1. Menjawab salam 5 menit Ceramah
2. Menyampaikan tujuan dan 2. Memperbaiki dan dan Tanya
topik dilaksanakannya menjawab jawab
penyuluhan pertanyaan
3. Menggali pengetahuan
sasaran

2 b. Penyajian
Kunjungan I 3. Mendengarkan 20 menit Ceramah,
1. Menjelaskan definisi stroke 4. Mengajukan Tanya
dan jenis stroke pertanyaan seputar jawab dan
2. Menjelaskan tentang materi video
Klasifikasi stroke
3. Menyebutkan tanda dan
gejala terjadinya stroke
4. Menyebutkan faktor
resikostroke
5. Menjelaskan
penatalaksanaan stroke
6. Menjelaskan penyebab
stroke
Kunjungan II
1. Menjelaskan perawatan
pasien stroke
Kunjungan III
1. Menjelaskan tentang
Latihan ROM
2. Demonstrasi ROM
3 c. Penutup - Menyampaikan
1. Membuka waktu untuk jawaban 5 menit ceramah
diskusi  Mendengarkan
2. Mengevaluasi hasil  Menjawab
penyuluhan salam
3. Memberikan umpan balik
4. Salam penutup

G. Setting Tempat
Duduk berhadapan

H. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Peserta diharapkan duduk menghadap ke arah penyaji
b. Peserta turut serta dalam kegiatan
2. Evaluasi Proses
a. Peserta tidak meninggalkan tempat selama kegiatan
b. Peserta berperan aktif selama kegiatan berlangsung
c. Peserta dapat menjawab pertanyaan yang diajukan penyaji
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga mampu menjelaskan tentang konsep stroke
b. Keluarga mampu menjelaskan tentang perawatan stroke
c. Keluarga mampu menjelaskan dan mendemonstrasikan latihan
ROM
I. Referensi
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:Media
Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Lampiran Materi

STROKE

A. Konsep Stroke
1. Definisi Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus

akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian

sel-sel pada sebagian area di otak. Stroke adalah kondisi kesehatan yang serius

yang membutuhkan penanganan cepat. (Kemenkes RI, 2019).

Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya

fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health

Organization [WHO], 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan

seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan

perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak (Batticaca,

2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen

ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen


menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak

berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015).

2. Klasifikasi Stroke

Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :

1. Stroke hemoragik

Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral

atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada

area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015).

Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan

cepat karena tekanan pada saraf didalam tengkorak yang ditandai dengan

penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil mengecil, kaku

kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013).

2. Stroke Iskemik

Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran

darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia

pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut

dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam

pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini

ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,

pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari, 2008 dalam Yeyen, 2013).

3. Penyebab Stroke

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan

oleh salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :

1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau


leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,

yang adalah penyebab paling umum dari stroke. Secara umum,

trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara

sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat

mendahului paralisis berat pada beberapa jam atauhari.

2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang

dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

Embolusbiasanyamenyumbat arteri serebral tengah atau cabang-

cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015).

3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia

terutama karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai

darah ke otak (Valante et al, 2015).

4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien

dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada

tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.

Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian

suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau

permanen fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau

sensasi.

4. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan

faktor yang dapat dimodifikasi (AHA, 2015).


1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis

kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015). Faktor genetik

seseorang berpengaruh karena individu yang memiliki riwayat keluarga

dengan stroke akan memiliki risiko tinggi mengalami stroke, ras kulit

hitam lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih

sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke

(AHA,2015). Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun

semakin bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke,

hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia

(Riskesdas) tahun 2013 yang menyatakan bahwa usia diatas 50 tahun

risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap pertambahan usia. Jenis

kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke, menurut Wardhana

(2011) laki-laki memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke

dibandingkan perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko

terhadap hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida lebih tinggi

pada laki-laki. Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke yang

dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi

mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 15% kejadian

stroke ditandai oleh serangan TIA terlebihdahulu.

2) Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),

hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol

dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015). Secara tidak
langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang diperantarai oleh

sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas, selain itu

obesitas juga salah satu pemicu utama dalam peningkatan risiko

penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015). Hipertensi merupakan penyebab

utama terjadinya stroke, beberapa studi menunjukkan bahwa

manajemen penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko stroke

sebesar 41% (AHA, 2015 ; WHO, 2014). Hiperlipidemia atau kondisi

yang ditandai dengan tingginya kadar lemak di dalam darah dapat

memicu terjadinya sumbatan pada aliran darah (AHA, 2015). Menurut

Stroke Association (2012) dan AHA (2015) individu yang merokok dan

mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki resiko lebih tinggi

terkena stroke karena dapat memicu terbentuknya plak dalam pembuluh

darah. Faktor-faktor diatas dapat diubah untuk menurunkan resiko

stroke dengan menerapkan pola hidupsehat.

5. Patofisiologi

Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti

yang terjadi pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik,

kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan

10 menit (AHA, 2015). Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah

arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton & Hall,

2012).

Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan

cedera pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu

1. penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang


menimbulkan penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat

yang selanjutnya akan terjadi iskemik.

2. Pecahnya dinding pembulh darah yang menyebabkan

hemoragi.

3. Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang

menekan jaringan otak.

4. Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada

ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer dan Bare,2012).

Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula

menyebabkan perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi

stenosis cukup hebat dan melampaui batas krisis terjadi

pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu

pembuluh darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu

area dimana jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai

peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah

melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang

terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya

adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran

darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA, 2015).

6. Tanda dan gejala

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) dan Misbach (2007) tanda dan

gejala dari stroke adalah hipertensi, gangguan motorik yang berupa

hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia (kelumpuhan salah satu sisi

tubuh), gangguan sensorik, gangguan visual, gangguan keseimbangan,


nyeri kepala (migrant atau vertigo), mua lmuntah, disatria, (kesulitan

berbicara), perubahan mendadak status mental, dan hilangnya

pengendalian terhadap kandung kemih.

7. Penatalaksanaan stroke

1. Fase akut

Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yng koma

pada saat masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk.

Sebaliknya pasien sadar penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat

diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan

jalan nafas dan ventilasi yang baik (Smeltzer dan Bare,2012).

2. Fase rehabiliasi

Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi

sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk

mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke, sehingga mampu

mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat (Smeltzer dan

Bare, 2012).

8. Kemampuan activity daily living (ADL) pasien stroke

Gangguan akibat stroke sering menimbulkan gejala sisa yang

berupa hemiplegia (kelumpuhan pada setengah anggota tubuh) dan

hemparesis (kelemahan otot) yang dapat menjadi kecacatan menetap yang

selajutnya membatasi fungsi seseorang dalam melakukan ADL.

Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-harisetelah

stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase relabilitasi (Rosiana,

2009).
Pada saat rehabilitasi pasien dapat dirawat di rumah sakit,

pusatrehabilitasi, maupun rumahnya sendiri bergantung pada beberapa

faktor, termasuk status ketergantungan pasien stroke. Salah satu alat ukur

tingkat ketergantungan pasien stroke adalah Barthel Indeks (BI) yang

dirumuskan oleh Mahoney, F.I. dan Barthel D.W. untuk mengukur

ketergantungan ADL, yang hasil ukurnya yaitu ketergantungan total (skor

0 – 20), ketergantungan berat (25 – 40), ketergantungan sedang (skor 45 –

55), ketergantungan ringan (skor 60– 95), dan mandiri (skor 100) (Syairi,

2013).

Pasien stroke yang akan kembali ke rumah seharusnya di motivasi

untuk mengerjakan aktivitas perawatan dirinya sendiri semampunya,

setidaknya klien bisa melakukan ADL dasar yaitu, makan, berpakaian,

mandi, berdandan, toileting, kontrol kontinensia, transfer (berpindah), dan

mobilisasi (Bogousslavsky, 2005). Pasien juga di sarankan menggunakan

kedua sisi tubuh dalam melakukan ADL tersebut, contohnya apabila sisi

kanan yang terkena, pasien dapat diajarkan untuk menggunakan tangan

kirinya untuk semua aktivitas namun, pastikan juga tangan yang sakit

diikutsertakan dalam semua kegiatan. Semakin cepat dibiarkan

melakukannya sendiri, semakin cepat pula pasien menjadi mandiri. Hanya

aktivitas yang dapat menimbulkan risiko jatuh atau membahayakan pasien

sendiri yang perlu ditolong oleh keluarga (Rosiana, 2009).

9. Dampak Stroke

Stroke akan berdampak pada klien, keluarga dan negara (Mackay

& Mansah, 2004). Berikut ini akan diuraikan dampak stroke pada klien,
keluarga dan negara.

1. Dampak pada individu

Dampak yang terjadi pada seseorang yang menderita stroke

meliputi fisik, psikologis dan sosial. Dampak fisik yang dapat terjadi

akibat penyakit stroke adalah kecacatan (Lumbantobing, 2007). Kecacatan

yang terjadi pada penderita pasca stroke dapat ringan hingga berat. Akibat

dari kecacatan menimbulkan terjadinya perubahan dan keterbatasan

fungsional pada individu tersebut sehingga akan berefek pada aktifitas

sehari-hari klien. Menurut Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah,

enam bulan setelah stroke iskemik 30% seseorang yang berusia ≥ 65

tahun tidak dapat berjalan tanpa bantuan, 26% tergantung pada aktivitas

hidup sehari-hari, dan 26% berada di panti jompo (Kelly-Hayes et al.,

2003).

Kecacatan juga akan memberikan dampak terhadap psikologis dan

sosial klien. Dampak psikologis yang dapat terjadi pada klien pasca stroke

meliputi penurunan citra tubuh, harga diri rendah, frustasi, depresi dan

keterbatsan dalam berhubungan dengan orang lain (Lewis et al., 2007).

Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang paling sering

terjadi pada klien dengan penyakit kronis dan kecacatan (Potter & Perry,

2007). Dampak sosial yang terjadi pada klien pasca stroke dapat

disebabkan oleh beberapa hal yaitu : ketidakmampuan melaksanakan peran

sosial, ketidakmampuan melakukan peran dirumah, dan kehilangan

pekerjaan. Klien dapat menjadi beban bagi keluarga akibat tidak bekerja

lagi dan merasakan tidak berguna dalam keluarga akibat kehilangan atau
perubahan fungsi peran yang terjadi (LeMone & Buke, 1996).

2. Dampak pada keluarga

Penyakit yang terjadi dalam keluarga mempengaruhi jalannya

penyakit tersebut dan status kesehatan anggota keluarga (Friedman,

Bowden & Jones, 2003). Penyakit yang terjadi pada anggota keluarga

khususnya penyakit kronik akan mempengaruhi terhadap fungsi fisik,

emosional, intelektual, sosial dan spiritual seluruh anggota keluarga.

Dampak pada keluarga dengan anggota yang menderita sakit kronis dapat

dipengaruhi oleh tingkat kecacatan, persepsi tehadap kecacatan dan

pengetahuan tentang gejala-gejala penyakit (Kaakinen et al., 2010).

Klien pasca stroke biasanya juga mengalami berbagai macam

disfungsi, seperti disfungsi motorik, disfungsi sensorik, gangguan kognitif,

gangguan komunikasi dan kemampuan menelan (Hudak & Gallo, 2005).

Individu dapat menjadi tergantung pada keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan atau aktivitas sehari – harinya sehingga hal ini tentu juga akan

menimbulkan masalah bagi keluarga baik secara fisik, psikologis dan

sosial ekonomi. Hasil penelitian Susan, Wong, dan Christoper (2006)

menemukan para pengasuh dari penderita stroke berada pada risiko yang

lebih besar mengembangkan kesehatan fisik dan emosional yang buruk

dari pada pengasuh pasien yang mengalami penyakit saraf lainnya.

3. Dampak pada negara (pemerintah)

Angka kejadian stroke yang tinggi pada aggregate dewasa akan

mempengaruhi negara yaitu menurunnya jumlah penduduk yang produktif

karena pada usia dewasa mereka adalah sebagai pencari nafkah dalam
rumah tangganya. Dampak lain adalah meningkatkan beban negara

terhadap biaya pengobatan dan perawatan stroke. Di Kanada pada tahun

2005 biaya yang berkaitan dengan stroke baik langsung dan tidak langsung

diperkirakan sebesar $2.7 millar pertahun, sedangkan di Amerika Serikat

sebesar $56, 8 miliar pertahun (Lewis et al., 2007). Di Indonesia peneliti

tidak mendapatkan berapa biaya yang telah digunakan negara untuk

pengobatan dan perawatan stroke ini.

B. Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah.

Persiapan sebelum pasien pulang ke rumah, Setelah kondisi pasien

stabil dan fase akut terlampaui, pasien masuk ke fase ketiga yaitu fase pemulihan.

Pasien stroke membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk upaya

pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka lama, bahkan sepanjang sisa hidup

pasien. Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan ini, sehingga sejak awal

perawatan keluarga diharapkan terlibat penanganan pasien.Perencanaan pulang

atau discharge planning dilakukan oleh dokter, perawat dan anggota tim stroke

yang lain, dengan melibatkan pasien stroke dan keluarga jika memungkinkan.

Proses perencanaan pulang dimulai sejak pasien masuk rumah sakit, termasuk

edukasi kepada pasien dan keluarga. Materi pendidikan kesehatan mencakup hal

berikut: tenaga care giver yang merawat dirumah khususnya pada tiga bulan

pertama pasca stroke, persiapan kamar tidur, tempat tidur, meja di samping tempat

tidur, kursi dan kursi roda, kamar mandi, pakaian pasien, serta alat kesehatan dan

alat non medis sesuai kebutuhan pasien.


Peran keluarga dalam merawat pasien pasca stroke di rumah, Selama

perawatan di rumah, keluarga berperan penting dalam upaya meningkatkan

kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya diri pasien,

meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin, serta mencegah terjadinya

serangan ulang stroke. Keluarga dan pasien dapat menggunakan sumber-sumber

yang ada di masyarakat untuk membantu pasien pasca stroke beradaptasi dengan

keadaan dirinya.

Masalah kesehatan pasien pasca stroke di rumah,Kemungkinan masalah

kesehatan yang dialami pasien pasca stroke di rumah antara lain: kelumpuhan /

kelemahan separo badan atau hemiparese, gangguan sensibilitas atau pasien

mengalami rasa kebas atau baal, gangguan keseimbangan duduk atau berdiri,

gangguan berbicara dan gangguan berkomunikasi, gangguan menelan, gangguan

penglihatan, gangguan buang air kecil atau inkontinensia, gangguan buang air

besar atau konstipasi, kesulitan mengenakan pakaian, gangguan memori atau daya

ingat, perubahan kepribadian dan emosi.

1. Prinsip Merawat Pasien Stroke Di Rumah

a. Menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga

b. Mencegah terjadinya luka di kulit pasien akibat tekanan.

c. Mencegah kekurangan cairan atau dehidrasi.

d. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.

e. Mencegah terjadinya nyeri bahu ( shoulder pain)

f. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso.

2. Mencegah Stroke Berulang

a. latihan kebugaran jasmani :


o Gunakan tangga dari pada lift

o Jalan cepat ke halte bus/stasiun kereta

o Parkirkanlah mobil anda jauh dari tempat yang dituju

o Berdirilah dengan merenggangkan lengan dan kaki ketika berbicara

di telepon.

o Letakkan pesawat telepon agak jauh dan berjalanlah kearah

telepon untuk meraihnya.

o Kencangkan otot-otot dengan lengan ketika berdiri

o Lebih baik jalan kaki ke toko dekat rumah dari pada bermobil

o Latihan olah raga secara teratur paling sedikit tiga kali seminggu

b. Berolah raga secara aman

Konsul ke dokter sebelum melakukan olah raga untuk pertama

kali. Kenakan baju yang menyerap keringat dan sepatu yang nyaman.

Frekuensi latihan sebaiknya 3 sampai 5 kali seminggu dan lama latihan

minimal 20 menit atau sampai berkeringat setiap kali latihan. Latihan olah

raga sebaiknya terencana dengan baik, bila memungkinkan ukur tekanan

darah sebelum latihan dan ukur kadar gula darah bagi pasien yang

menderita Diabetes Mellitus atau kencing manis. Lakukan pemanasan

sebelum memulai latihan dan segera berhenti bila terasa sesak nafas atau

rasa tidak enak di dada. Lakukan jenis olah raga yang anda senangi dan

hindari yang bersifat kompetisi. Bagi pasien dalam kondisi sehat

sebaiknya melakukan olah raga dengan perut kosong atau minimal 2 jam

sesudah makan.

c. Pola makan sehat dan seimbang.


o Makan menu seimbang sesuai kalori yang dibutuhkan

o Kurangi asupan lemak, gula, dan garam

o Perbanyak makan sayur dan buah yang mengandung tinggi serat

untuk membantu mengontrol kadar gula dalam darah, menurunkan

kolesterol darah, serta dapat mengurangi risiko terserang penyakit

kardiovaskular.

o Masak bahan makanan dengan cara merebus, mengukus,

panggang, atau bakar, hindari cara masak dengan menggoreng.

o Ikuti cara makan sehat sebagai berikut, gunakan piring kecil dan

makan sesuai kebutuhan, makan secara perlahan, dan makan

camilan sehat seperti buah.

d. Diet konsumsi rendah lemak

o Perbanyak makan ikan dan tempe.

o Hindari asupan lemak, minyak goreng dan santan.

o Perbanyak makan sayur dan buah.

o Timbang berat badan secara teratur, hindari kegemukan.

o Bila memasak daging, pisahkan lemak dan jangan dimakan.

o Hindari makan yang digoreng.

o Hindari biskuit, cake, tart, coklat.

o Pilih susu yang rendah lemak.

o Kontrol berat badan.

e. Diet konsumsi rendah garam.

o Hindari makanan yang menggunakan banyak garam dapur.

o Batasi makanan yang menggunakan soda.


o Hindari makanan kaleng yang menggunakan bahan pengawet dari

natrium

o Hindari makanan, minuman atau bumbu yang mengandung tinggi

natrium.

f. Berhenti merokok.

o Stop merokok secara total, jangan bertahap.

o Jauhkan asbak dari pandangan.

o Gunakan sarana umum dan ruang tunggu khusus bagi bukan

perokok.

o Bila tiba-tiba ingin merokok, makanlah buah segar.

o Bila mulut terasa asam, minumlah air putih atau sikat gigi.

o Hindari tempat-tempat yang banyak orang merokok, misalnya :

pub, bar, diskotik dan sebagainya

C. Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian Range Of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) adalah suatu latihan yang menggerakkan

persendian serta memungkinkan terjadinya kontraksi serta pergerakan pada

otot, dimana latihan ini dilakukan pada masing-masing bagian persendian

sesuai dengan gerakan gerakan normal baik secara pasif ataupun aktif (Potter

& Perry 2010). ROM sendiri merupakan suatu istilah baku untuk

mengambarkan batasan/ besarnya gerakan pada bagian sendi (Helmi, 2012).

Latihan ROM sendiri terbukti dapat menstimulus dalam meningkatkan

kekuatan otot (Into & Omes, 2012).

Latihan ROM merupakan pergerakan atau aktivitas yang ditunjukkan


untuk memepertahankan kelenturan dan pergerakan dari tiap sendi. ROM

yang diprogramkan pada pasien stroke secara teratur terbukti berefek positif

baik dari segi fungsi fisik maupun fungsi psikologi. Fungsi fisik yang

diperoleh adalah memepertahankan kelenturan sendi, kemampuan aktivitas

dan fungsi secara psikologi dapat menurunkan prespsi nyeri dan tanda-tanda

depresi pada pasien pasca stroke (Tseng, et al, 2007). Latihan ROM sendiri

terbukti dapat meningkatkan kekuatan fleksi pada sendi, persepsi nyeri, serta

gejala-gejala depresi. Pada dasarnya gerakan ROM terdapat pada 6 sendi

utama yaitu siku, bahu, pinggul, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan

lutut, gerakan ini meliputi fleksi, ekstensi, adduction, internal, dan

eksternalrotasi, dorsal serta plantar fleksi (Ellis & Bentz, 2007).

Pemulihan fungsi ektremitas atas biasanya terjadi dalam rentang

waktu 4 minggu, latihan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan fungsi

ekstremitas atas yaitu menggenggam, mencengkram, bergerak, dan

melepaskan beban (Ghaziani et al., 2017).

2. Klasifikasi Range Of Motion (ROM)

Pengklasifikasi Range Of Motion (ROM) menurut Widyawati (2010)

terdiri dari ROM aktif, ROM aktif dengan bantuan dan ROM pasif. ROM aktif

ialah latihan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri, pada latihan ini pasien

dipercaya dapat meningkatkan kemandirian serta kepercayaan dirinya.

Latihan yang dilakukan secara mandiri oleh pasien dan hanya dibantu

oleh perawat atau keluarga saat pasien kesulitan melakukan suatu gerakan disebut

dengan ROM aktif dengan bantuan. Sedangkan ROM pasif yaitu latihan yang
dilakukan oleh pendamping seperti perawat atau keluarga, pendamping berperan

sebagai pelaku ROM atau yang melakukan ROM terhadap pasien tersebut.

3. Indikasi Range Of Motion (ROM)

Indikasi dilakukkannya Latihan ROM menururt (Potter & Perry,

2005.; Padhila, 2013) yaitu pasien yang mengalami kelemahan otot, pasien

dengan tahap rehabilitasi fisik, dan pasien dengan tirah baring lama.

4. Kontra Indikasi Range Of Motion (ROM)

Kontra indikasi menurut (Potter & Perry, 2005 ; Padhila, 2013) yaitu

pasien dengan kelainan sendi atau tulang, pasien tahap mobilisasi karena kasus

jantung, dan pasien dengan sendi yang terinfeksi.

5. Prinsip Dasar Range Of Motion (ROM)

Menurut Suratun (2008) prinsip dalam pemberian ROM terdiri atas 5

bagian yaitu :

i. Pelaksanaan ROM dapat dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari

ii. ROM dilakukan secara perlahan serta tidak menimbulkan kelelahan pada

pasien

iii. Dalam latihan ROM umur, diagnosa, tanda vital, serta faktor tirah baring

adalah hal yang harus di perhatikan

iv. ROM dapat diberikan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih khusunya

pemberian ROM di lakukan oleh fisioterapi

v. Bagian-bagian yang dapat diberikan latihan ROM adalah leher, jari,


tangan, siku, bahu,tumit dan pergelangan kaki.

6. Langkah-langkah Range Of Motion (ROM)

Langkah-langkah Range Of Motion (ROM) merupakan latihan pada

sendi, selai pada ektremitas atas terdapat pula pada ektremitas bawah, menurut

Helmi (2013) beberapa bagian sendi yang dapat diberikan latihan Range Of

Motion (ROM) pada ektremitas bahwa yakni sebagai berikut:

i. Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul dengan

cara menganggakat kaki dan bengkokkan lutut

ii. Abduksi dan adduksi kaki dengan cara menggerakkan ke samping

kiri dan samping kanan menjauh dari pasien

iii. Rotasi pinggul internal dan ektrenal

iv. Fleksi dan ektensi jari-jari kaki

v. Intervensi dan eversi telapak kaki

7. Gerakan ROM Pasif


a. Menekuk dan meluruskan pergelangan tangan

b. Merenggangkan dan memutar jari-jari tangan


c. Memutar pergelangan tangan ke kanan dan kekiri

d. Menekuk dan meluruskan siku

e. Menekuk dan meluruskan sendi bahu


f. Mendekatkan dan menjauhkan tangan

g. Menekuk dan meluruskan jari-jari kaki

h. Menekuk telapak kaki kekanan dan kekiri


i. Menekuk dan meluruskan pergelangan kaki

j. Menekuk dan meluruskan lutut kaki

k. Memutar kaki kearah luar dan dalam

l. Menjauhkan dan mendekatkan kaki

Anda mungkin juga menyukai