Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FAMILY CENTERED PADA PERAWATAN ODHA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV AIDS

Dosen Pengampu : Rita Dwi Hartanti M.Kep.,Ns., Sp.Kep.M.B

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Herlina Mia Marizza (18.1449.S)


2. Izza Nabila (18.1459.S)
3. Lailia Fitriana Putri (18.1468.S)
4. Mila Nur Kholila (18.1474.S)
5. Nisyfa Amalia Mardina (18.1483.S)
6. Nola Adelia Radina (18.1484.S)
7. Syinta Rahmawati (18.1505.S)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Keperawatan HIV AIDS
dengan judul “Family Centered Pada Perawatan ODHA”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekajangan, Mei 2020

Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Family Centered Care..........................................................................3


B. Konsep Dari Family Centered Care.......................................................................3
C. Penyebab Dilaksanakannya Family Centered Care Pada ODHA..........................3
D. Elemen Family Centered Care Pada ODHA..........................................................4
E. Intervensi Family Centered Care Pada ODHA .....................................................5

BAB III ANALISA JURNAL

A. Jurnal ......................................................................................................................6
B. Analisa ....................................................................................................................15

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan................................................................................................................17
B. Saran.......................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Susiloningsih dan Agus (2008) mengidentifikasi aspek spiritual juga
merupakan salah satu aspek yang penting bagi ODHA. Nasronudin (2010)
menyampaikan ODHA yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan
heteroseksual menjaga perilakunya supaya meningkatkan kualitas hidupnya. ODHA
lebih mendekatkan diri pada Tuhan supaya tidak putus asa, tidak berkeinginan untuk
bunuh diri dan memiliki semangat hidup serta berguna bagi sesama antara lain dengan
membantu upaya pencegahan penularan. Hasil penelitian Collein (2010) tentang
gambaran makna spiritual di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, teridentifikasi
ODHA mendekatkan diri kepada Tuhan, menghargai hidup pasca diagnosis, butuh
dukungan dari orang yang terdekat, mempunyai harapan untuk kehidupan yang lebih
baik di hari depan dan kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi selama perawatan.
Menurut Nasronudin (2007) dan Taylor (2006) dukungan, perawatan dan
pengobatan terhadap ODHA mempunyai arti begitu penting dalam upaya
meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur harapan hidup ODHA. Kualitas dan
umur harapan hidup ODHA dipengaruhi beberapa faktor. Faktor internal yang
berpengaruh adalah kepadatan HIV dalam tubuh penderita, respon imun, serta
penerimaan terhadap penyakitnya. Faktor eksternal adalah dukungan psikologis dan
psikososial. Dukungan psikologis dan psikososial para tenaga medis, paramedis,
pasangannya, sesama ODHA, keluarga, masyarakat umum, masyarakat peduli AIDS,
para tokoh masyarakat akan berpengaruh positif terhadap kualitas hidup dan umur
harapan hidup. Hasil studi kualitatif Setioadi (2010) menggambarkan pengalaman
dukungan sosial ODHA dalam kehidupan sehari-hari berasal dari pelayanan
kesehatan dan kontrol kesehatan sehingga berdampak pada perubahan sosial dan
merancang masa depan ODHA.
Peran keluarga sangat besar dalam memberikan dukungan terhadap upaya
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS, terutama dalam memenuhi
kebutuhan akan perawatan hidup sehari-hari. Fungsi perawatan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga memberikan arti penting terhadap kehidupan penderita
HIV/AIDS dalam mengatasi keluhan-keluhan akibat penyakit yang dideritanya.
Penelitian kesehatan keluarga secara jelas menunjukkan bahwa keluarga sangat

1
berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik anggota keluarganya (Campbell, 2000
dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010). Keluarga cenderung terlibat dalam
pengambilan keputusan dari proses terapi pada tahapan sehat dan sakit anggota
keluargnya, dari keadaan sejahtera hingga tahap diagnosis, terapi dan pemulihan
(Friedman, Bowden & Jones, 2010). Adanya penyakit yang serius dan kronik pada
salah satu anggota keluarga biasanya mempunyai dampak besar terhadap sistem
keluarga, terutama pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Keluarga
merupakan penyedia pelayanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami
penyakit kronik (Campbell, 2000 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan family centered care ?
2. Bagimana konsep dari family centered care ?
3. Apa penyebab dilakukannya family centered care pada odha ?
4. Apa elemen family centered care pada odha ?
5. Apa intervensi family centered care pada odha ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu family centered care
2. Untuk mengetahui konsep dari family centered care
3. Untuk mengetahui penyebab dari family centered care
4. Untuk mengatahui elemen family centered care
5. Untuk mengetahui intervensi pada family centered care

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Family Centered Care


Family Centered Care (FCC) didefinisikan menurut Hanson (199, dalam dunst dan
Trivette 2009) sebagai pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan dan
mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan didasarkan pada manfaat
hubungan antara perawat dan keluarga.
B. Konsep dari Family Centered Care
1. Martabat dan Kehormatan
Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan pilihan
pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan
keluarga bergaung dalam rebcana dan intervensi keperawatan (mis. Pada ODHA).
2. Berbagi informasi
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memeberitahukan informasi yang
berguna bagi pasien dan keluarga dengan benar dan tidak memihak kepaa pasien
an keluarga. Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap,
akurat agar apat berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan.
3. Partisipasi
Pasien dan keluarga termotivasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan
sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
4. Kolaborasi
Pasien dan keluarga termasukalam komponen kolaborasi. Perawat berkolaborasi
dengan pasien dan keluarga dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan
progam, implementasi, dan evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan pendidikan
professional terutama alam pemberian keperawatan.
C. Penyebab dilakukannya Family Centered Care pada ODHA
a. Membangun sistem kolaborasi dari pada kontrol atau penyembuhan pada ODHA
(orang dengan HIV AIDS).
b. Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga dari pada kelemahan keluarga.
c. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)
seperti sebagaimana professional.
d. Membangun pemberdayaan dari pada ketergantungan.

3
e. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien ODHA, keluarga
dan pemberi pelayanan dari pada informasinya diketahui oleh professional.
f. Menciptakan progam yang fleksibel dan tidak kaku.
D. Elemen Family Centered Care pada ODHA
1. Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi
kesehatan fluktuatif.
Menurut (shelton, 2012), terdapat beberapa elemen family centered care
yaitu : perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam
kehidupan ODHA, sementara system layanan dan anggota kesehatan tersebut
berfluktuasi. Oleh karena itu, dalam menjalankan system perawatan kesehatan,
keluarga dilibatkan dalam embuat keputusan, mengasuh, mendidik, melakukan
pendidikan dan melakukakan pembelaan terhadap hak pada pasien ODHA selama
menjalani masa perawatan.
2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga professional pada semua level perawatan
kesehatan.
Memfasilitasi kerja sama antara keluarga dan perawatan disemua tingkat
pelayanan kesehatan, seperti pengembangan program, pelaksanaan dan evaluasi
serta pembentukan kebijakan terhadap klien.
3. Meningkatkan kekuatan keluarga dan mempertimbangkan metode-metode
altervative dalam koping.
4. Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih komplit oleh keluarga
tentang perawatan pada ODHA yang tepat.
Hal ini bertujuan untuk mengurangikecemasan yang dirasakan keluarga
terhadap perawat pasien ODHA , selain itu dengan aanya informasi tersebut
keluarga dapat merasa menjadi bagian yang terpenting dalam perawatan pasien
ODHA.
5. Menimbulkan kelompok support antara orang tua dengan ODHA.
6. Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan pada ODHA.
7. Melaksanakan kebijakan dan progam yang tepat, komprehensif meliputi dukungan
emosional dan finansial dalam memenuhi kebutuhan kesehatan keluarganya.
8. Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan yang fleksibel, accesible
dan responsif ODHA terhadap kebutuhan pasien.

4
9. Implementasi kebijakan dan progam yang tepat komprehensif meliputi dukungan
emosional dengan staff.
E. Intervensi Family Centered Care pada ODHA
a. Orientasi keluarga : mengorientasikan keluarga dilingkingan tatanan klinis baik
dilingkunganya, peralatanan tindakan medisnya.
b. Visitasi terbuka: visitasi yanf melibatkan keluarganya.
c. Mengijinkan keluarga untuk didekat pasien selama pasien dilakukan tindakan.
d. Dibentuk dan dijalankanya family support group.
e. Mendorong keterlibatan keluarga dalam perawatan.

5
BAB III

ANALISA JURNAL

A. Jurnal
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri
Handayani)

Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai


Hambatan Pencarian Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu
Narkoba Suntik di Jakarta
HIV/AIDS RELATED STIGMA AS A BARRIER FOR HEALTH SEEKING
BEHAVIOR: A CASE STUDY OF INJECTING DRUG USERS IN JAKARTA

Irfan Ardani dan Sri Handayani


Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen
Kesehatan Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560,
Indonesia
E-mail: ardhani.irfan@gmail.com

Submitted : 1-2-2017, Revised : 8-3-2017, Revised : 13-3-2017, Accepted : 17-5-2017

Abstract

The number of people living with HIV/AIDS (PLWH) in Indonesia has been
increasing every year. One of the main causes of HIV cases was the use of non
sterile needles among injecting drug users. Many people still considered HIV/AIDS
as a stigmatized disease. The people tend to hide their HIV status to their family,
friends, other people and health providers. PLWH and their family were vulnerable
from stigma and discrimination; therefore, they had barriers of HIV/AIDS to
receive treatments. A qualitative research has been conducted in Jakarta with in-
depth interview and observation as methods for data collection. The informants
have been selected purposively, which are PLWH among injecting drug users
(IDU’s) and former IDU’s. Stigmatization among PLWH from IDU’s group
consisted of self stigmatization and social stigmatization. Self stigmatization
aroused from the IDU’s fearness of rejection from other people and the result of
external stigma’s internalization. Social stigmatization included discrimination,
intimidation and indifferent behavior toward PLWH from IDU’s group. As a
conclusion, PLWH from IDU’s group tended not seeking help, delayed or ended
their HIV/AIDS treatment because they had been stigmatized. Self- efficacy of
PLWH from IDU’s group also limited as a result of stigmatization.

Key words: stigma, HIV/AIDS, drug user, treatment

Abstrak

6
Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Salah satu penyebab penularan HIV/AIDS adalah penggunaan jarum
suntik tidak steril pada pecandu narkoba suntik (penasun). HIV dan AIDS masih
dianggap penyakit yang tabu dibicarakan secara terbuka kepada orang tua,
masyarakat dan bahkan pelayanan kesehatan. Hal ini membuat ODHA dan
keluarganya rentan terhadap stigma dan diskriminasi yang berakibat pada hambatan
memperoleh perawatan dan pengobatan. Penelitian dilakukan di Jakarta dengan
metode wawancara dan observasi pada komunitas penasun. Sampel diambil secara
purposif dengan kriteria penasun atau mantan penasun yang sudah terinfeksi HIV.
Stigma memiliki dua jenis yaitu stigma yang berasal dari dalam diri sendiri dan
yang berasal dari luar diri. Stigma dari dalam muncul dari rasa ketakutan dalam diri
ODHA dan juga hasil dari internalisasi stigma dari luar. Stigma dari luar diterima
ODHA penasun dalam bentuk diskriminasi, intimidasi dan pembiaran. Sebagai
kesimpulan ODHA penasun yang merasa terstigma akan mengurangi kemungkinan
untuk mencari bantuan, menunda pengobatan atau memilih mengakhiri pengobatan.
Kepercayaan diri ODHA penasun untuk mengatasi masalah adiksi mereka juga
akan berkurang akibat stigma yang mereka dapat.

Kata kunci: stigma, HIV/AIDS, pecandu, pengobatan

7
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri
Handayani)

PENDAHULUAN terhadap ODHA mengindikasikan bahwa 1 dari 8


ODHA tidak
Jumlah kasus penularan HIV di Indonesia
cenderung mengalami kenaikan dari tahun 2010
sampai bulan Desember 2015. Pada tahun 2010
jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan
sebanyak 21.591 orang dan pada tahun 2015
tercatat sebanyak 30.935 orang. Penderita AIDS
di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 7.418
orang kemudian meningkat menjadi 11.682 orang
pada tahun 2013 dan kemudian menurun menjadi
6.373 orang pada tahun 2015. Provinsi yang
memiliki jumlah kumulatif kasus HIV terbanyak
di Indonesia dari April 1987 sampai dengan
Maret 2016 adalah DKI Jakarta sebanyak 40.500
orang.1

14
12 11,682
10,763
10
8,177 7,864
8 7,418
6,373
6
4
2
0

201020112012201320142015

Grafik 1. Jumlah Penderita AIDS di Indonesia


dari Tahun 2010-2015
Sumber : Data Ditjen P2PL Kemenkes RI
Salah satu faktor penyebab penularan
HIV adalah penggunaan narkoba suntik yang
tidak steril. Prevalensi pengguna narkoba suntik
di Indonesia diperkirakan sebesar 2,4 % dari total
penggunaan berbagai jenis narkoba.2 Penularan
HIV di Indonesia 11,4 % disebabkan penggunaan
jarum suntik secara bergantian pada pecandu
narkoba.1
Sekitar 50% laki-laki dan perempuan
mengalami stigma dan perlakuan diskriminasi
terkait dengan status HIV-nya di 35% negara di
dunia. Akibat dari adanya stigma dan
diskriminasi, ODHA cenderung dikucilkan oleh
keluarga, teman-temannya dan lingkungan yang
lebih luas. Pada sisi lain mereka juga mengalami
diskriminasi dalam pelayanan kesehatan,
pendidikan dan hak-hak lainnya. Indeks stigma

8
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri
mendapat pelayanan
Handayani) kesehatan karena stigma pecandu narkoba
dan diskriminasi.3
Pollak (1992) menyebutkan bahwa
sejarah HIV-AIDS yang identik dengan
kelompok yang terdiskriminasi seperti kelompok
homoseksual dan pecandu narkoba
menyebabkan munculnya stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA. Stigma muncul
karena melihat HIV-AIDS dapat terjadi pada
kelompok yang memiliki perilaku berbeda
dengan masyarakat kebanyakan.4
Stigma merupakan atribut, perilaku, atau
reputasi sosial yang mendiskreditkan dengan
cara tertentu.5 Menurut Corrigan dan Kleinlein6
stigma memiliki dua pemahaman sudut pandang,
yaitu stigma masyarakat dan stigma pada diri
sendiri (self stigma). Stigma masyarakat terjadi
ketika masyarakat umum setuju dengan
stereotipe buruk seseorang (misal, penyakit
mental, pecandu, dll) dan self stigma adalah
konsekuensi dari orang yang distigmakan
menerapkan stigma untuk diri mereka sendiri.
Pecandu narkoba suntik yang terinfeksi
HIV memiliki beban ganda stigma dalam
hubungan sosial di masyarakat.7 Pecandu
narkoba termasuk orang atau kelompok
penyandang stigma sebelum terkena HIV/AIDS
dan stigma tersebut meningkat pada saat mereka
terkena penyakit.8 Stigma sebagai pecandu
cenderung disifatkan sebagai orang yang
“tercela” dan “berbahaya”.6 Infeksi virus HIV
karena sifatnya yang menular dan belum
ditemukan obatnya sering dianggap sebagai
penyakit yang mengerikan. Pandangan ini
mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap
orang yang positif terinfeksi virus HIV.9
Akibatnya ODHA sering dikucilkan dan dijauhi
dalam pergaulan di masyarakat.
Lebih lanjut, stigma mempengaruhi
kehidupan ODHA dengan menimbulkan depresi
dan kecemasan, rasa sedih, rasa bersalah, dan
perasaan kurang bernilai. Selain itu stigma dapat
menurunkan kualitas hidup, membatasi akses
dan penggunaan layanan kesehatan, dan
mengurangi kepatuhan terhadap antiretroviral
(ARV).10

BAHAN DAN METODE

Penelitian dengan persetujuan Komisi


Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes No.
LB.02.01/5.2/KE.602/2013 tanggal 24
Desember 2013 dilakukan pada komunitas
9
di Jakarta dengan desain penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan stigma dari
Pengumpulan data dilakukan pada bulan April masyarakat bisa berasal dari keluarga
sampai dengan bulan Agustus 2014 dengan
metode wawancara mendalam dan observasi.
Instrumen yang digunakan adalah panduan
wawancara semi terstruktur dan daftar observasi.
Wawancara dilakukan kepada pengguna narkoba
suntik yang secara medis dinyatakan terinfeksi
HIV. Validasi dilakukan dengan triangulasi
sumber melalui wawancara mendalam terhadap
keluarga dan petugas kesehatan.
Informan dipilih secara purposif dengan
kriteria masih aktif atau pernah aktif
menggunakan narkoba suntik, pernah melakukan
tes CD4 dan positif terinfeksi HIV, belum
mengalami infeksi oportunistik, serta bersedia
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.
Informan dari keluarga dipilih dengan kriteria
sering berinteraksi setiap hari dengan ODHA
pecandu narkoba suntik. Informan petugas
kesehatan dipilih dengan kriteria pernah
berinteraksi dan memberi pelayanan kesehatan
terhadap ODHA pecandu narkoba suntik.

HASIL

Sebanyak 14 informan ODHA pengguna


narkoba suntik berpartisipasi dalam penelitian ini,
terdiri dari 3 orang perempuan dan 11 orang laki-
laki. Usia paling muda 18 tahun dan paling tua
36 tahun. Sebagian besar informan saat
wawancara dilakukan tidak memiliki pekerjaan
tetap. Rata- rata bekerja di sektor informal seperti
tukang parkir, pak ogah di pertigaan dan
perempatan jalan, dan mengaku menganggur.
Empat orang dari total informan ODHA pecandu
narkoba suntik sedang atau pernah mengakses
terapi Antiretroviral.
Tiga orang informan dari keluarga ODHA
pecandu narkoba suntik bersedia berpartisipasi
dalam penelitian ini. Dua orang merupakan
orang tua dari ODHA, dan satu orang merupakan
pasangan dari ODHA. Informan petugas
kesehatan sebanyak dua orang, satu orang
merupakan petugas konselor adiksi pecandu
narkona suntik, dan satu orang lainnya adalah
dokter pada rumah sakit yang memberikan
pelayanan terapi Antiretroviral (ARV).

Stigma masyarakat

9
terdekat, teman dan tetangga, serta dari akses
layanan publik. Stigma dari keluarga diterima
ODHA pecandu narkoba suntik dalam bentuk
diskriminasi dan pembiaran. Diskriminasi terjadi
karena keluarga merasa takut tertular infeksi
virus HIV. Bentuk deskriminasi seperti barang-
barang yang dipisahkan penggunaannya, barang
yang disentuh ODHA langsung dibersihkan, dan
dikucilkan dengan tidak membolehkan anak-
anak bermain bersama ODHA.
Pembiaran oleh keluarga yang diterima
ODHA pecandu narkoba suntik berupa anggapan
oleh keluarga bahwa ODHA bersangkutan
dianggap tidak ada dalam keluarga meskipun
secara fisik ia ada dalam lingkungan keluarga.
Stigma dari teman atau tetangga yang diterima
ODHA pecandu narkoba suntik berbentuk
diskriminasi dan intimidasi (bullying).
Diskriminasi tidak hanya pada saat ODHA
masih hidup, tetapi juga pada saat sudah
meninggal. ODHA juga menerima intimidasi
dalam bentuk kata-kata yang merendahkan.
Perlakuan berbeda kepada ODHA
pecandu narkoba suntik menurut keluarga
merupakan reaksi dari penerimaan kondisi
ODHA dan kurangnya informasi tentang
HIV/AIDS yang diderita anggota keluarganya.
Reaksi keluarga saat mengetahui anggota
keluarganya terinfeksi HIV adalah kaget, marah
dan sedih. Perasaan ini kemudian diekspresikan
secara beragam. Ada keluarga yang bisa
menerima kondisi ODHA dan mendukung
pengobatannya.
“Ya agak kaget sedikit tapi kita kan
bersyukur pada Allah, ya habis bagaimana,
jalannya kalau sudah mengidap virus HIVnya
masa mau didiamkan. Harus kita diobati, ya ada
obatnya untuk menidurkan virus-virusnya, bukan
untuk menyembuhkan”. Ibu Fr – Keluarga
ODHA di Jakarta.
Namun ada pula keluarga yang tidak bisa
menerima kondisi anggota keluarganya yang
terinfeksi HIV. Sering kali kekerasan fisik
menjadi cara untuk mengekspresikan kondisi
tersebut. “Saya marah sambil nangis, kalau
bapak sering marah, sering mukul juga” Ibu Ha
– Keluarga ODHA di Jakarta.
Stigma juga diterima ODHA pecandu
narkoba suntik dari pelayanan kesehatan dan

10
panti rehabilitasi pecandu narkoba. Stigma yang “Ada pasien yang nggak patuh (terapi)…
diterima berupa kata-kata dan tindakan yang takutnya itu ya resisten karena dia udah stop ini
merendahkan, perlakuan kasar, disamakan dengan (ARV) nggak diterusin. Kita marahin…jadinya
pasien gangguan mental, dan pendapat yang tidak susah ya enggak dikasih juga salah dikasih juga
dipercaya. Akibat perlakuan tersebut, beberapa maksudnya udah kesel gitu harus menanyakan
informan mengaku tidak ingin melanjutkan berhentinya seharusnya dia masih pake itu.…
pengobatan. Ada juga yang ngomongnya keras-keras lah…
Menurut petugas kesehatan, tidak ada ngomongnya agak sedikit ini, nggak sopan, jadi
perlakuan yang berbeda yang diberikan kepada ya kayak gitulah, suka kesel”. Dokter RSPAD di
pasien biasa dengan pasien ODHA pecandu Jakarta.
narkoba suntik. Perlakuan berbeda hanya Berikut ini adalah tabel pernyataan
diberikan kepada pasien ODHA pecandu narkoba beberapa informan terkait dengan adanya stigma
suntik yang tidak patuh pada tahapan terapi atau dari keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan:
yang memberikan sikap kasar.

Tabel 1. Pernyataan Informan Terkait dengan Stigma


Stigma dari Keluarga Stigma dari Masyarakat Stigma dari Petugas Kesehatan
“Pas habis gitu (positif HIV) keluarga “Ambulans udah nyampe di kuburan “Kan di tes dikasih unjuk, kamu kalau
ya udah kayak ngejauhin saya udah. mayatnya kagak ada yang mau hasilnya positif (harusnya dinasehati)
Jadi anak nih jangan main sama dia lo, nurunin bang. Emak bapaknya pada sabar yah. Malah diketawain sama
minum bekas saya dipisahin gelasnya, diem aja di kuburan, gila kayak dokter sananya, malah bilang mampus
enggak boleh”, (Ba – ODHA di camping aja,” (Ba lo…diketawain sama dia diledek-
Jakarta). – ODHA di Jakarta). ledekin mas”, (Ba – ODHA di Jakarta).
“…ih gila balikin pulpen pulpen bekas “Setiap ada yang meninggal bekas “…kita ngadep tembok terus
gue sampe dilap-lap dulu”, (Fe – mantan narkoba tanggapannya tu udah punggung di... pake tungkak ini. itu
ODHA di Jakarta). jelek aja deh… tetangga kalau saya kan udah violence jatuhnya”, (Do –
“Awal-awal papa ku sempet nggak lewat nih suka dibilangin, nih tinggal ODHA di Jakarta).
mau makan dan minum bareng aku. dia nih bentar lagi nyusul, gitu”, (No – “Sama Psikiater, gue disamain kaya
Papa sempet nggak mau anter ke ODHA di Jakarta). orang lain (orang dengan gangguan
rumah sakit, katanya penyakit dicari jiwa berat), gue nggak terima dong,
sendiri kok,” (Ve – ODHA di Jakarta). enak aja gue nggak gila”, (Ve – ODHA
di Jakarta)
“Kemarin ditanyain sama dokter …
kamu ngemix (mencampur terapi obat
dengan narkoba) nih, sempet
dicurigain kemarin, udah kamu tes
urin kalau kamu nggak mau tes urin
nggak boleh minum methadone. Ya
udah saya nggak minum methadone
deh, akhirnya saya keluar (dari
program terapi), (Ha – ODHA di
Jakarta).

Self Stigma aktif sebagai pecandu maka pengobatan untuk


Pecandu narkoba suntik yang HIV tidak akan efektif.
menyandang ODHA selain menerima stigma dari “Palingan yah gimana masih make
masyarakat atau lingkungannya juga stigma dari (narkoba), ya gak bisa (ikut program terapi HIV)
dalam dirinya (self stigma). Sebagian besar karena masih pake”, Aj – ODHA di Jakarta.
informan mengungkapkan bahwa mereka merasa Terapi HIV dengan mengkonsumsi obat
takut terhadap kondisinya dan takut terhadap antiretroviral tertentu setiap hari seumur hidup
penerimaan masyarakat. Ketakutan terhadap juga menimbulkan ketakutan ketidakpatuhan
kondisi pribadi seperti pemahaman ODHA minum obat.
bahwa selama masih

11
“Takut, wah ini minum obat seumur hidup, permasalahan sosial
sempet mikirin terus, pikirannya ah nanti aja gue
masih sehat nanti aja kalau udah ngedrop baru
minum”, Fr – ODHA di Jakarta.
Selain ketakutan terhadap proses terapi
obat, informan juga mengaku takut terhadap
penerimaan masyarakat tentang kondisinya
sebagai ODHA. Seorang informan berusia remaja
mengaku bahwa ia belum memberi tahu statusnya
sebagai ODHA kepada keluarga maupun
lingkungan sosialnya.
“Saya belum open status, ada ketakutan
tersendiri buat open status. Masalahnya saya
belum siap, saya masih mikir gitu entar kalau
saya lagi nongkrong ya kan, jam sembilan saya
bilang mau minum obat dulu, obat apan nih, obat
ARV, ya gimana ya masih belum siap lah”, Al –
ODHA di Jakarta.
Selain dari rasa takut, self stigma juga
berupa internalisasi ODHA terhadap cap negatif
dari lingkungan sosialnya. ODHA menerima
dan meyakini bahwa cap negatif dari masyarakat
terhadap dirinya memang merupakan sifat
aslinya. “Mau saya lakuin apa aja sedangkan
orang-orang di lingkungan saya enggak percaya
sama saya maupun keluarga gitu. Akhirnya saya
udah dicap emang lo mah nggak bakalan
berhenti lo percuma lo. Akhirnya timbul rasa
putus asa,… ini karena apa ya, image pikiran
gitu ya. Oh ternyata orang nggak suka sama
saya, enggak ada dukungan apa pun”, Ha –
ODHA di Jakarta.
Pada ODHA pecandu narkoba suntik
di Jakarta hampir semua informan mengalami
self stigma berupa ketakutan untuk memulai
pengobatan. Alasan paling banyak adalah
takut tidak bisa konsisten mengkonsumsi obat.
Ketakutan lainnya adalah penerimaan masyarakat
tentang statusnya sebagai ODHA. Seorang
informan remaja mengatakan bahwa ia belum
berniat membuka statusnya sebagai ODHA,
akibatnya adalah ia juga belum akan memulai
melakukan pengobatan.

PEMBAHASAN

Permasalahan yang dihadapi ODHA


bukan hanya permasalahan kondisi fisik yang
semakin menurun, namun juga timbul
12
seperti penerimaan label negatif dan berbagai
bentuk diskriminasi dari lingkungan. HIV dan
AIDS dianggap sebagai penyakit kutukan akibat
perbuatan menyimpang karena penyakit HIV
dan AIDS begitu melekat pada orang-orang yang
melakukan penyimpangan seperti PSK (Pekerja
Seks Komersial), gay, pelaku seks bebas dan
pengguna narkoba suntik.9 HIV dan AIDS masih
dianggap sebagai sesuatu penyakit yang tabu
yang tidak dibicarakan secara terbuka dengan
para orang tua, guru, masyarakat dan bahkan
dengan penyedia pelayanan kesehatan.
Anggapan tabu inilah yang membuat ODHA
dan keluarganya rentan terhadap stigma dan
diskriminasi,11 yang berakibat pada
berkurangnya akses ke layanan, kehilangan
martabat dan meningkatnya deskriminasi.
Stigma yang dialami ODHA pecandu narkoba di
Jakarta menghambat mereka untuk mengakses
pelayanan kesehatan.

Stigma masyarakat
Stigma masyarakat merupakan perasaan
bahwa seseorang atau kelompok merasa mereka
lebih unggul dari yang lain dan menyebabkan
seseorang atau kelompok lain dikucilkan
secara sosial yang pada akhirnya mengarah
kepada terjadinya ketimpangan sosial.12 Stigma
masyarakat terhadap ODHA dipengaruhi
beberapa anggapan seperti, penyakit yang tidak
dapat dicegah atau dikendalikan, penyakit akibat
dari “orang yang tidak bermoral”, dan penyakit
yang mudah menular kepada orang lain. Stigma
ini mencerminkan bias kelas sosial yang
mendalam. Penyakit ini sering dikaitkan dengan
kemiskinan dan menjadi pembenaran untuk
ketidakadilan sosial. ODHA sering diberi label
sebagai 'yang lain'. Ia adalah ras yang lain,
manusia yang lain, atau kelompok yang lain.
Tak pelak lokus menyalahkan juga terkait
dengan masalah ideologi, politik dan sosial
tertentu.13
Stigma dari masyarakat tercermin dari
persepsi perlakuan negatif berupa penghindaran,
penghinaan, penolakan dalam pergaulan sosial,
dan kehilangan pekerjaan.10 Perlakuan negatif
muncul dari ketakutan tertular, dimana seseorang
merasa tidak nyaman pada saat kontak langsung
dengan ODHA maupun dengan benda-benda
yang digunakan oleh ODHA.14

13
Self Stigma tentang stigma dan HIV/AIDS di wilayah
Masalah utama yang menjadi stigma pegunungan Papua menunjukkan bahwa
dalam diri ODHA pecandu narkoba suntik adalah pengungkapan status HIV merupakan hal yang
ketakutan. Ketakutan menimbulkan resistansi mempengaruhi pengalaman stigma ODHA di
terhadap tes HIV, rasa malu untuk memulai pedalaman Papua. Mereka takut apabila kerabat
pengobatan, dan dalam beberapa hal, keengganan jauh dan masyarakat tahu status HIV mereka
untuk menerima pendidikan tentang HIV. maka akan terjadi diskriminasi dan stigma
Self stigma menyebabkan ODHA terhadap mereka. Apalagi ada kecenderungan
pecandu narkoba suntik ketakutan untuk petugas kesehatan dan pemimpin agama akan
memulai pengobatan karena takut tidak konsisten memberitahu status HIV mereka kepada
mengkonsumsi obat. Ketakutan lainnya adalah masyarakat luas.18
penerimaan masyarakat tentang statusnya sebagai
ODHA. Stigma sebagai hambatan pencarian
Ketakutan ini disebabkan oleh kurangnya pengobatan Adanya stigma
pemahaman tentang HIV dan tes HIV, bagaimana terhadap ODHA berdampak
HIV ditularkan, risiko bagi orang lain, ke mana terhadap program pencegahan dan
untuk pengujian, biaya pengujian berapa, masalah penanggulangan HIV/AIDS. Kelompok yang
berapa lama waktu menunggu hasil tes, merasa berisiko akan takut melakukan test HIV karena
tidak memiliki siapa pun untuk mendapatkan takut apabila status HIV mereka positif maka
dukungan moral, dan bayangan prosedur rumah mereka akan dikucilkan. ODHA cenderung
sakit yang rumit. Selain itu juga karena merasa menunda pengobatan karena adanya ketakutan
malu tentang status sebagai pengguna narkoba, untuk mengungkapkan status HIV mereka.
ketakutan apabila hasil tes positif, bayangan Stigma terhadap ODHA dapat terjadi karena
kematian akibat AIDS, reaksi dari keluarga, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/
teman-teman dan masyarakat jika positif AIDS. Apabila masyarakat memiliki pengetahuan
terinfeksi HIV, stigmatisasi. Tidak ada obat untuk yang cukup mengenai faktor risiko, transmisi,
AIDS, obat ARV apakah tersedia, apakah pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS maka
harganya mahal, atau apakah memiliki efek stigma terhadap ODHA dapat berkurang.19
samping dan ketakutan tidak dapat melakukan Stigma adalah penghalang yang signifikan
apa-apa jika positif terinfeksi HIV.15 bagi ODHA untuk pencegahan dan pengobatan
Selain rasa takut, self stigma yang infeksi HIV.10 Berbagai bentuk stigma, baik dari
dialami ODHA pecandu narkoba suntik adalah masyarakat maupun self stigma mengarahkan
penerimaan mereka terhadap label negatif dari individu untuk melabeli diri sebagai tidak dapat
masyarakat. Akibatnya adalah pelabelan diri diterima untuk mencari pengobatan.20 Faktor
bahwa mereka adalah golongan yang tidak lain yang mengganggu kemampuan untuk
disukai oleh masyarakat karena kebiasaannya mendapatkan perawatan adalah hambatan bahwa
memakai narkoba suntik dan infeksi HIV yang individu yang menggunakan narkoba menghadapi
mereka derita. diskriminasi dalam hal perawatan kesehatan,
Dibandingkan dengan bentuk stigma pekerjaan (yang mempengaruhi imbalan kerja
dari luar seperti dari masyarakat, bentuk self dan keuangan untuk membayar pengobatan), dan
stigma memiliki pengaruh lebih kuat pada manfaat layanan publik. Individu yang merasa
keseluruhan kesejahteraan ODHA, terutama ter-stigma akan mengurangi kemungkinan untuk
kesehatan psikologis mereka.16 Self stigma bagi mencari bantuan, mungkin juga akan memilih
ODHA merupakan bentuk internalisasi stigma, mengakhiri pengobatan, dan mungkin akan
dimana seseorang melabeli dirinya sebagai tidak mengurangi kepercayaan diri individu terhadap
dapat diterima oleh masyarakat karena memiliki kemampuan mereka untuk menolak adiksi
masalah penyakit HIV.17 narkoba.6
Penelitian dari Leslie Butt tahun 2010 Penelitian dari O’ Laughin Hanand
menunjukkan pentingnya pengobatan yang

14
melibatkan partner untuk mengembalikan
hubungan sosial dan mengintegrasikan

15
kembali ODHA di dalam masyarakat. Agar penulis sampaikan kepada Yayasan Karisma
terjadi kepatuhan pada ODHA yang mengikuti Jakarta sebagai fasilitator yang menghubungkan
pengobatan maka partner memiliki peran sosial penulis dengan informan, dan segenap informan
yang sangat penting. Mereka akan memotivasi yang bersedia berbagi pengalaman hidup mereka.
ODHA untuk patuh terhadap pengobatan,
memberantas stigma, mengembalikan harapan DAFTAR RUJUKAN
dan mengurangi perbedaan sosial. Semua cara ini
dilakukan untuk melakukan normalisasi terhadap 1. Kementerian Kesehatan. Laporan Situasi
ODHA dalam rangka menghilangkan isolasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia
sosial dan mengembalikan koneksi ODHA Tahun 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal
dengan orang lain.21 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
2016.
KESIMPULAN 2. Badan Narkotika Nasional. Laporan
Akhir Survei Nasional Perkembangan
Stigma yang diterima oleh ODHA Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Badan
pecandu narkoba suntik di Jakarta terdiri dari Narkotika Nasional Republik Indonesia;
stigma dari masyarakat dan self stigma. Stigma 2014.
dari masyarakat bisa berasal dari keluarga 3. Avert.org. Stigma, Discrimination and HIV
terdekat, teman dan tetangga, serta dari petugas 2016 [updated 16 Desember 2016; cited 2016
kesehatan. Stigma masyarakat yang diterima 27 Desember 2016]. Available from: http://
ODHA pecandu narkoba suntik di Jakarta berupa www.avert.org/professionals/hiv-social-
diskriminasi, perlakuan yang merendahkan, issues/stigma-discrimination.
perlakuan kasar, dan pembiaran baik di dalam 4. Mason T. Stigma and Social Exclusion in
keluarga, lingkungan sosial maupun pelayanan Healthcare. s.l: Psychology Press; 2001.
kesehatan. Self stigma berupa perasaan takut 5. Goffman E. Stigma. Notes on the
terhadap kondisi diri sendiri dan takut terhadap Management of Spoiled Identity. New York:
penerimaan masyarakat, serta internalisasi stigma Simon and Shuster. Inc; 1963.
masyarakat atau mengganggap bahwa cap negatif 6. Phillips LA. Stigma and Substance Use
masyarakat terhadap mereka adalah benar. Disorders: Research, Implications, and
Kedua jenis stigma ini mempengaruhi PotentialL Solutions. Journal of Drug
upaya ODHA pecandu narkoba suntik di Jakarta Addiction, Education, and Eradication.
untuk mencari pengobatan atas infeksi HIV yang 2011;7(2):91.
diderita serta pengobatan atas adiksi narkoba. 7. Amin M, MacLachlan M, Mannan H, Tayeb
ODHA pecandu narkoba yang merasa terstigma SE, Khatim AE, Swartz L, et al. EquiFrame:
akan mengurangi kemungkinan untuk mencari A framework for analysis of the inclusion
pengobatan, bagi yang telah menjalani of human rights and vulnerable groups in
pengobatan mungkin akan memilih mengakhiri health policies. Health and Human Rights.
pengobatan, dan mungkin akan mengurangi 2011;13(2):82-101.
kepercayaan diri mereka untuk menolak adiksi 8. Burkholder GJ, Harlow LL, Washkwich
narkoba. JL. Social Stigma, HIV/AIDS Knowledge,
and Sexual Risk1. Journal of Applied
UCAPAN TERIMA KASIH Biobehavioral Research. 1999;4(1):27-44.
9. Sarikusuma H, Hasanah N, Herani I. Konsep
Penulis mengucapkan terimakasih diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
kepada segenap pimpinan Pusat Penelitian dan yang menerima label negatif dan diskriminasi
Pengembangan Humaniora dan Manajemen dari lingkungan sosial. Psikologia: Jurnal
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pemikiran dan Penelitian Psikologi.
Kesehatan, segenap rekan peneliti yang tergabung 2012;7(1).
dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih juga 10. Li X, Wang H, He G, Fennie K, Williams
16
AB. Shadow on my heart: a culturally
grounded concept of HIV stigma among
Chinese

17
injection drug users. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care. 2012;23(1):52-62.
11. Thi MDA, Brickley DB, Vinh DTN, Colby DJ, Sohn AH, Trung NQ, et al. A qualitative
study of stigma and discrimination against people living with HIV in Ho Chi Minh City,
Vietnam. AIDS and Behavior. 2008;12(1):63- 70.
12. Parker R, Aggleton P. HIV and AIDS-related stigma and discrimination: a conceptual
framework and implications for action. Social science & medicine. 2003;57(1):13-24.
13. Deacon H, Stephney I. HIV/AIDS, Stigma and Children: A Literature Review. Cape
Town:HRC Press; 2007
14. Bogart LM, Cowgill BO, Kennedy D, Ryan G, Murphy DA, Elijah J, et al. HIV-Related
Stigma Among People With HIV and Their Families: A Qualitative Analysis. AIDS and
Behavior. 2008;12(2):244-54.
15. Ford K, Wirawan DN, Sumantera GM, Sawitri AAS, Stahre M. Voluntary HIV Testing,
Disclosure, and Stigma Among Injection Drug Users in Bali, Indonesia. AIDS Education
and prevention. 2004;16(6):487-98.
16. Steward WT, Herek GM, Ramakrishna J, Bharat S, Chandy S, Wrubel J, et al. HIV-
Related Stigma: Adapting a Theoretical Framework for Use in India. Social science &
medicine. 2008;67(8):1225-35.
17. Vogel DL, Wade NG. Stigma and Help- Seeking. The Psychologist. 2009.
18. Butt L, Morin J, Numbery G, Peyon I, Goo A. Stigma and HIV/AIDS in Highlands
Papua. Pusat Studi Kependudukan–Universitas Cenderawasih and University of Victoria
Canada: UNCEN UoV; 2010.
19. Shaluhiyah Z, Musthofa SB, Widjanarko B. Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan
HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2015;9(4):333-9.
20. Vogel DL, Wade NG, Haake S. Measuring The Self-Stigma Associated With Seeking
Psychological Help. Journal of Counseling Psychology. 2006;53(3):325.
21. O’Laughlin KN, Wyatt MA, Kaaya S, Bangsberg DR, Ware NC. How Treatment
Partners Help: Social Analysis of an African Adherence Support Intervention. AIDS and
Behavior. 2012;16(5):1308-15.

B. Analisis jurnal

Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan Pencarian


Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta

14
Dalam jurnal tersbut dapat disimpulkan bahwa stigma yang di maksud ada dua stigma
yakni stigma masyarakat dan self stigma (stigma penderita).

Yang pertama ada stigma masyarakat, dalam hal ini stigma masyarakat pada odha
adalah penyakit yang tidak dapat dicegah atau dikendalikan, penyakit akibat dari “orang
yang tidak bermoral”, dan penyakit yang mudah menular kepada orang lain. Stigma ini
mencerminkan bias kelas sosial yang mendalam. Penyakit ini sering dikaitkan dengan
kemiskinan dan menjadi pembenaran untuk ketidakadilan sosial. ODHA sering diberi label
sebagai 'yang lain'. Ia adalah ras yang lain, manusia yang lain, atau kelompok yang lain.
Tak pelak lokus menyalahkan juga terkait dengan masalah ideologi, politik dan sosial
tertentu. Stigma dari masyarakat tercermin dari persepsi perlakuan negatif berupa
penghindaran, penghinaan, penolakan dalam pergaulan sosial, dan kehilangan pekerjaan.
Perlakuan negatif muncul dari ketakutan tertular, dimana seseorang merasa tidak nyaman
pada saat kontak langsung dengan ODHA maupun dengan benda-benda yang digunakan
oleh ODHA.

Yang kedua ada self stigma, self stigma adalah sigma odha terhadap dirinya. Stigma
odha pada dirinya adalah ketakutan. Ketakutan menimbulkan resistansi terhadap tes HIV,
rasa malu untuk memulai pengobatan, dan dalam beberapa hal, keengganan untuk
menerima pendidikan tentang HIV. Self stigma menyebabkan ODHA pecandu narkoba
suntik ketakutan untuk memulai pengobatan karena takut tidak konsisten mengkonsumsi
obat. Ketakutan lainnya adalah penerimaan masyarakat tentang statusnya sebagai ODHA.
Ketakutan ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang HIV dan tes HIV,
bagaimana HIV ditularkan, risiko bagi orang lain, ke mana untuk pengujian, biaya
pengujian berapa, masalah berapa lama waktu menunggu hasil tes, merasa tidak memiliki
siapa pun untuk mendapatkan dukungan moral, dan bayangan prosedur rumah sakit yang
rumit. Selain itu juga karena merasa malu tentang status sebagai pengguna narkoba,
ketakutan apabila hasil tes positif, bayangan kematian akibat AIDS, reaksi dari keluarga,
teman-teman dan masyarakat jika positif terinfeksi HIV, stigmatisasi. Tidak ada obat
untuk AIDS, obat ARV apakah tersedia, apakah harganya mahal, atau apakah memiliki
efek samping dan ketakutan tidak dapat melakukan apa-apa jika positif terinfeksi HIV.
Selain rasa takut, self stigma yang dialami ODHA pecandu narkoba suntik adalah
penerimaan mereka terhadap label negatif dari masyarakat. Akibatnya adalah pelabelan
diri bahwa mereka adalah golongan yang tidak disukai oleh masyarakat karena
kebiasaannya memakai narkoba suntik dan infeksi HIV yang mereka derita.

15
Kesimpulan

Adanya stigma terhadap ODHA berdampak terhadap program pencegahan dan


penanggulangan HIV/AIDS. Kelompok yang berisiko akan takut melakukan test HIV
karena takut apabila status HIV mereka positif maka mereka akan dikucilkan. ODHA
cenderung menunda pengobatan karena adanya ketakutan untuk mengungkapkan status
HIV mereka. Stigma terhadap ODHA dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang HIV/ AIDS. Apabila masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai faktor risiko, transmisi, pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS maka stigma
terhadap ODHA dapat berkurang. Stigma adalah penghalang yang signifikan bagi ODHA
untuk pencegahan dan pengobatan infeksi HIV, namum dibandingkan dengan bentuk
stigma dari luar seperti dari masyarakat, bentuk self stigma memiliki pengaruh lebih kuat
pada keseluruhan kesejahteraan ODHA, terutama kesehatan psikologis mereka. Self
stigma bagi ODHA merupakan bentuk internalisasi stigma, dimana seseorang melabeli
dirinya sebagai tidak dapat diterima oleh masyarakat karena memiliki masalah penyakit
HIV

Saran

Dalam hal ini kita sebagai tenaga kesehatan sebaiknya meluruskan stigma pada
masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan agar masyarakat tahu penderita odha tidaklah
semuanya negatif seperti apa yang mereka pikirkan, odha tidak akan menularkan virusnya
dengan hanya berjabat tangan, menggunakan toilet yang sama atau bahkan menggunakan
peralatan makan yang sama. Kita masih dapat berteman dan memberi dukungan untuk
odha agar mereka mau membenahi perilakunya, agar mereka bersemangat untuk menjalani
pengobatan.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Family Centered Care (FCC) didefinisikan sebagai pendekatan inovatif dalam
merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan

16
didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga. Peran keluarga
sangat besar dalam memberikan dukungan terhadap upaya meningkatkan kualitas
hidup penderita HIV/AIDS, terutama dalam memenuhi kebutuhan akan perawatan
hidup sehari-hari. Fungsi perawatan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga
memberikan arti penting terhadap kehidupan penderita HIV/AIDS dalam mengatasi
keluhan-keluhan akibat penyakit yang dideritanya. Penelitian kesehatan keluarga
secara jelas menunjukkan bahwa keluarga sangat berpengaruh besar terhadap
kesehatan fisik anggota keluarganya.

B. SARAN
Kita harus mengerti, tahu dan memahami apa itu “Family centered care pada
perawatan ODHA”. Agar tindakan serta penanganan terhadap masalah ini dapat
tercapai maksimal dan sesuai dengan keinginan .

DAFTAR PUSTAKA

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282627-T%20SURATINI.pdf

https://id.scribd.com/presentation/376552186/KELOMPOK-5-Family-Centered-Pada-
ODHA

17
http://sofiafa97.blogspot.com/2018/07/trend-dan-issue-hivaids-family-centered.html?m=1

http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i2.6042.81-88

18

Anda mungkin juga menyukai