AA AHMAD DIMYATI
Pembimbing:
dr. Suhardi Sp.BTKV
Pendahuluan
• Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara anatomis
sudah ada.
• Empyema dapat terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan nama empyema thoraks, dan dapat juga
terjadi di kandung empedu dan pelvic.
• Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali melakukan
torakosintesis dan drainase pada pleural empyema
• Perluasan suatu infeksi yang bukan dari paru-paru (misalnya: madiastinitis, peritonitis)
• Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat dari kegagalan bernafas dan
sepsis
• Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada perbaikan teknik pembedahan dan
penggunaan antibiotik baru yang lebih efektif.
• Empyema dapat terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain, untuk itu perlu dilakukan pengobatan yang
adekuat terhadap semua penyakit yang dapat menimbulkan penyulit pada empyema
DEFENISI
Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura
yang bisa melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari
paru.
Organisasi
Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang
menjadi rongga abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang
berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan dikelilingi oleh bungkusan tebal, tidak
elastic.
PATOGENESIS
Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :
• Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus pulmonum, oleh karena
kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura visceralis
• Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada trauma thoracis,
abses dinding thorax.
• Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang diikuti dengan
pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya
kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk
kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko
pleura, atau menembus dinding thoraks dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini
masih disebut empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas)
• Biasanya empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-kotak
yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi perubahan pleura
parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar, maka akan menembus dinding dada ke
dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan fistula.
• Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-kantung nanah yang terkotak-
kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya
pengorganisasian eksudat maka paru-paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal yang
tidak elastis .
MANIFESTASI KLINIK
• Tanda-tanda gejala awal terutama pada empyema thoraks adalah tanda
dan gejala pneumonia bacteria.
• Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik
yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase
pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.
• Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi,
dyspneu, sianosis, batuk-batuk.
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion
umumnya.
• Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol,
pergerakan nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan
mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak
sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising nafas pada bagian yang sakit
melemah sampai hilang.
• Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri
seperti pada infeksi akut umumnya.
DIAGNOSIS
• Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan laboratorium didapat kadar LDH, total protein dan
WBC yang meningkat dari normal.
• Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi.
Jaringan yang didapat dikirimkan untuk pemeriksaan patologi
anatomi dan mikroskopis.
• Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran
endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri
dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.
• diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat
baik dalam posisi tiduran atau tegak, yang menunjukkan cairan
dalam rongga pleura misalnya perselubungan yang homogeny,
penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga
melebar.
• Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam
menunjukkan keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar
dengan suatu semprit steril 10/20 ml serta menghisap sedikit
cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan
biokimia : tes rivalta. Kolesterol dan LDH (lactate
dehydroginase). Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan kolesterol
dan LDH cairan pleura akan sangat mempermudah untuk
membedakan antara eksudat dan transudat. Kolesterol > 45
mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat
• Untuk mengetahui kumam penyebabnya diperlukan
pemeriksaan sediaan laangsung dari pus secara mikroskospik.
Atau dengan pembiakan kuman (secara tak langsung) dan uji
resistensi.
DIAGNOSA BANDING
Empyema thoraks harus dapat dibedakan dengan :
1. pleural effusion
• adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating
dengan nyeri dada pada sisi yang sakit, bila sudah berlanjut, karena
nyeri ini pasien tak dapat miring lagi ke sisi yang sakit. pada
pemeriksaan radiologis tampak suatu kesuraman yang menutupi
gambaran paru normal yang dimulai dari diaphragma. hasil
pemeriksaan pleura akan dapat memberikan diagnosis pasti.
2. schwarte
• adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura
parietalis setempat. schwarte ini tentunya akan menurunkan
kemampuan nafas penderita karena gangguan retraksi, maka akan
timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah lagi.
KOMPILKASI
Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per
kontinuitatum, pada infeksi Stapiloccocus, sering timbul
fistula broncopleura dan piopneumothoraks. Komplikasi
lokal lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru,
peritoinitis akibat robekan melalui diafragma, dan
osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti meningitis , arthritis,
dan osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen.
Pada empyema Stapiloccocus, septikimia jarang terjadi;
komplikasi ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan
Pneumococus.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah
dan jaringan-jaringan yang mati.
Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan indikasi:
• Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O
jika penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain, seperti
pada empyema thoraks kronis.
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini
dikerjakan pada empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab
lain, yaitu drainase kurang bersih.
OP E N WI NDOW O P E N WI NDOW
T HORAC OST OMY : T HORAC OST OMY : E LOE SSE R
C LA G GETTE P RO C E DURE FLAP
Pemberian antibiotik yang sesuai
• Mengingat kematian utama empyema karena terjadinya sepsis,
maka antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera
diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat.
Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari
hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur
dan uji kepekaan.(3,6)
• Empyema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan
cara paranteral atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau
vankomisin. Infeksi Pneumoccocus berespon terhadap penisilin,
seftriakson atau sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi
resistensi terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap
sefotaksim, seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.
• Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,
urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi
penggunaan fibrinolitik ini masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja
menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga
akan mempermudah drainase dari cairan pleura.
Nama Obat Penisilin G (pfizerpen)
Nama Obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)
Golongan Interferon
Dosis 1-4 mU/4-6j Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif dan spesies Enterococcus
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan
pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi
besar yaitu : mengelupas jaringan
pleura pleura yang menebal.
Indikasi dekortikasi ialah :
Drainase tidak berjalan baik,
karena kantung-kantung
yang berisi nanah.
Letak empyema sukar
dicapai oleh drain
Empyema totalis yang
mengalami organisasi pada
pleura visceralis (peel
sangat tebal
Rujukan
• Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD • Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru
dapat dicapai tujuan diagnostic terapi dan prevensi, bebas mengembang atau dilakukan obliterasi rongga
diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat empyema dengan cara dinding dada dikolapskan
dicapai pengembangan paru yang sempurna. (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan
besarnya rongga empyema, dapat juga rongga
empyema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian
fase II (fase fibropurulen) dalam dan otot interkostans (air plombage), dan ditutup
dengan
• Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi
yaitu dilakukan drainase terbuka (reseksi iga “open
window”). Dengan cara ini nanah yanga ada dapat
dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan.
Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu
keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang
sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat
dilakukan.
• Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Jun; 91(6): 901-9
• Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema
• Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , jakarta juli 2006
• Seaton A. Crofton and Douglas’s Respiratiry Diseases, 5th Edition, Volume II, by
Blackwell Science Ltd, Osney Mead, Okford copyright©2000.
• Sarwono Waspadji : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1996.
• Amin M. Alsagaff H. Saleh T. Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press 1998.
• Soemantri I. Sistem Pernafasan. Buku KEPERAWATAN Medikal Bedah. Selemba
Medika. Jakarta, 2007.
• Tarigan SP : Pola Kuman Dan Uji Kepekaan Dari Empiema di RSUP H.Adam Malik
Medan. USU e-Repository. 2008