Anda di halaman 1dari 19

EMPIEMA

(Referat)

Disusun Oleh:
Aisyah Aditia Putri (1018011037)
Donna Rozalia Mariz (1018011053)

Pembimbing: Dr. Dedy Zairus, Sp.P

SMF ILMU PENYAKIT PARU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Maret 2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Empiema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara
anatomis sudah ada. Empiema dapat terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan nama
empiema thoraks, dan dapat juga terjadi di kandung empedu dan pelvic.
Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali
melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empiema, kemudian oleh Graham dan
kawan-kawannya dari suatu komisi empiema waktu Perang Dunia I diberikan cara-cara
perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empiema yang dianut sampai sekarang, walaupun
cara pengelolaan empiema di berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar
masih tetap dipertahankan
Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh
- Trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empiema)
- Pecahnya abses dari paru-paru ke dalam rongga plaura
- Perluasan suatu infeksi yang bukan dari paru-paru (misalnya: madiastinitis, peritonitis)
- Trauma pada esofagus
- Iatrogenie infeksi saat merawat luka di sekitar daerah dada.
Empiema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat dari kegagalan
bernafas dan sepsis . Dengan ditemukannya antibiotika yang ampuh, maka angka prevalensi
dan mortalitas empiema mula-mula menurun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh
karena perubahan jenis kuman penyebab dan resistensi terhadap antibiotik, morbiditas dan
mortalitas empiema tampak naik lagi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Empiema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi
terkumpul di suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang
artinya menghasilkan nanah (supurasi). Empiema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empiema di
rongga pleural biasanya dikenal dengan empiema thoraks, untuk membedakan dengan
empiema di rongga tubuh lain.

gambar 1.a rongga pleura normal

gambar 1.b empiema di rongga pleura

gambar 1.c empiema thoracis

gambar 1.d empiema duktus billiaris


3

B. Etiologi
Empiema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.

Infeksi berasal dari

paru pneumonia

abses paru

bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-kadang
dinding abses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang pada akhirnya
menjadi empyema

fistel bronkopleura

bronkiektasis

tuberculosis paru

aktinomikosis paru

2. Infeksi berasal dari luar paru


trauma thoraks
pembedahan thoraks
torakosentesis
masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga pleura, biasanya
jarang terjadi
abses subfrenik,missal abses hati karena amuba
Empiema thoraks kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadang-kadang
pneumococcus dan streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative seperti
hemophilus influenza. Empiema pelvic pada wanita biasanya disebabkan strain Bacteroides
atau pseudomonas aeruginosa. Pada empiema kandung empedu biasanya disebabkan oleh
E.coli, Klebsiella pneumonia, Streptococus.

C. Epidemiologi
Hampir 90 % kasus empiema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan kurang
sering akibat Pneumokokus (terutama tipe 1 dan 3) dan Haemophilus influenza. Insidens
relative H. influenza telah menurun sejak pengenalan vaksinasi HiB.
Di negara yang sudah maju incidence empiema thoraks pada saat ini sudah sangat menurun,
berkat pengobatan penyakit pneumonia/ bronchopneumonia dengan antibiotik secara
adekuat. Namun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, insidens masih tinggi.
Insidens tertinggi terdapat pada masa bayi (infancy).
Di Amerika terjadi, lebih dari satu juta kasus terjadi, dari laporan rutin yang dipublikasikan
oleh Starge and Sahr (1999) tentang penyebab infeksi pluera, 70% kasus terjadi sebagai
parapneumonic effusion murni, 5-10% sebagai parapneumoic effusion sederhana dengan
komplikasi, sekitar 5% terjadi akibat trauma dada.
Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai macam penyakit
paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas Airlangga Surabaya sejak
tanggal 1 Januari 1973 - 31 Desember 1975 terdapat 74 penderita empiema thorasis (3,4%).
Dari kasus tersebut terdapat 57 penderia pria (77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang
berarti ratio pria dan wanita adalah 3,4 : 1. Secara internasional; timbulnya infeksi rongga
pleura atau empiema tidak diketahui, bagaimanapun 4.000 kasus infeksi rongga pleura
terjadi dalam setahun di Inggris
D. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya empiema thoraks dapat dibagi dua :

1. Empiema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi di tempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti
pembentukan eksudat
5

2. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema disebut kronis,
bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan
Sedangkan, the American thoracis society membagi empiema thoraks menjadi tiga :
1. Eksudat
Dimana cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespons proses inflamasi di
pleura
2. Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura yang bisa
melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.
3. Organisasi
Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga
abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan
dikelilingi oleh bungkusan tebal, tidak elastic.
E. Patogenesis
Terjadinya empiema thoraks dapat melalui tiga jalan :
1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus
pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura
visceralis
2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada
trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empiema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup
ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah
6

tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus
dinding thoraks dan keluar melalui kulit disebut empiema nasessitatis. Stadium ini masih
disebut empiema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).
Biasanya empiema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat
pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan
keluar, maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan
fistula.
Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-kantung nanah
yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal,
atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru-paru dapat menjadi kolaps serta
dikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .
Bagan 1.a
Empiema-Pathophysiologi

Bagan 1.b
Empiema-Pathophysiologi

F. Manifestasi klinis
Tanda-tanda gejala awal terutama pada empiema thoraks adalah tanda dan gejala pneumonia
bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak
tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya
empiema.
Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi, dyspneu, sianosis,
batuk-batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion
umumnya. Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan
nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong
kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising
nafas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan
leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.

G.Diagnosis

m
Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan laboratoriu
ra
didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal. Biopsy pleu
uk
dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat dikirimkan unt
pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis.
an
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat deng
sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.

Gambar 2. Patologi anatomi pada empiema


Diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi tiduran
atau tegak, yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya perselubungan yang
homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang, sela iga melebar.

10

gambar 3. poto rontgen pada pasien empiema


Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan keluarnya pus.
Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20 ml serta menghisap
sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan biokimia : tes rivalta.
Kolesterol dan LDH (lactate dehydroginase). Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan
kolesterol dan LDH cairan pleura akan sangat mempermudah untuk membedakan antara
eksudat dan transudat. Kolesterol > 45 mg/dl dan LDH 200 IU disebut eksudat.
Untuk mengetahui kumam penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan laangsung dari
pus secara mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman (secara tak langsung) dan uji
resistensi.

H. Diagnosa banding
Empiema thoraks harus dapat dibedakan dengan :
1. Pleural effusion
Adalah adanya cairan patalogis dalam rongga pleura. biasanya disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. biasanya pasien dating dengan nyeri dada pada sisi yang
sakit, bila sudah berlanjut, karena nyeri ini pasien tak dapat miring lagi ke sisi yang sakit.
pada pemeriksaan radiologis tampak suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru
11

normal yang dimulai dari diaphragma. hasil pemeriksaan pleura akan dapat memberikan
diagnosis pasti.

2. Schwarte
Adalah gumpalan fibrin yang melekatkan pleura visceralis dan pleura parietalis setempat.
schwarte ini tentunya akan menurunkan kemampuan nafas penderita karena gangguan
retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah lagi.
I.

Komplikasi
Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada infeksi
Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks. Komplikasi lokal
lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis akibat robekan melalui
diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti meningitis , arthritis, dan
osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada empiema Stapiloccocus, septikimia
jarang terjadi; komplikasi ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.

J.

Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empiema thoraks adalah :
a. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan
cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara .
Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi:
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
Terjadinya piopneumothoraks

12

Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan penghisapan
bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah berjalan 3-4
minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara
lain, seperti pada empiema thoraks kronis.
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan
pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empiema menahun
karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin
sebab lain, yaitu drainase kurang bersih.
b. Pemberian antibiotik yang sesuai
Mengingat kematian utama empiema karena terjadinya sepsis, maka antibiotik
memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis
ditegakkan

dan

dosis

harus

adekuat.

Pemilihan

antibiotik

didasarkan

pada

hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari
hasil kultur dan uji kepekaan.
Empiema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral atau bila
dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi Pneumoccocus berespon
terhadap penisilin, seftriakson atau sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika
terjadi resistensi terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap sefotaksim,
seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase , urokinase secara
intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini masih dalam
penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura
sehingga akan mempermudah drainase dari cairan pleura.

13

Kategori Obat :Antibiotik


Nama Obat
(pfizerpen) Golongan
Dosis
Kontraindikasi
Perhatian
Keterangan

Penisilin G
Interferon
1-4 mU/4-6j
Hipersensitifitas
Penggunaan pada penyembuhan fungsi ginjal
Interaksi
dengan
probenecid
dapat
meningkatkan efektivitas obat, sedangkan
dengan

tetracycline

dapat

menurunkan

efektivitas obat
Nama Obat

Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)

Golongan

Dapat bekerja pada kuman gram positif

dan
Dosis

spesies Enterococcus
30 mg/kgbb/hari

Kontraindikasi
Efek Samping
Keterangan

Hipersensitifitas
Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Perlu diperhatikan penggunaan pada
gagal ginjal dan neutropenia

c. Penutupan rongga empiema


Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura pleura
yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah :
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang beris nanah.
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis (peel
sangat tebal).

14

Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena adanya
fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan
supaya dining thoraks dapat jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan
udara luar.
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya
empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik, maka harus
dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan pengobatan
spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.
e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk membebaskan
jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat tubuh
(deformitas).
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :

faseI (faseeksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostic

terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.

fase II (fase fibropurulen)


Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka

(reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yanga ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu
keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang
lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara
ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau dekortikasi.
15

Fase III (fase organisasi)

Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat
juga rongga empiema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot
interkostans (air plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage
atau(omentalplombage

16

Pada empiema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak didapat
kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam (BTA)
pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan cairan
pleura negative diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur dan untuk
mencapai cairan pleura BTA negative dapat dilakukan reseksi iga (window and
qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan
reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).
K. Prognosis
Mortalitas bergantung pada umur , penyakit penyerta, penyakit dasarnya dan pengobatan
yang adekuat. Angka kematin meningkat pada usia tua atau penyakit dasar yang berat
dank arena terlambat dalam pemberian obat.
Kematian pada empiema oleh Staphylococcus pada bayi dan anak kcil masih tinggi. Hal
ini disebabkan terutama oleh ganasnya Staphylococcus yang dapat mengubah
bronchopneumonia ringan menjadi empiema dalam beberapa jam saja. Hal ini mungkin
karena natural resistance bayi dan anak kecil umumnya masih rendah. Pada
penyembuhan biasanya tidak terdapat terdapat keluhan lagi walaupun kadangkadang masih terdapat perlengketan ringan yang dapat menghilang di kemudian hari.

17

BAB III
KESIMPULAN

1.

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) dalam rongga pleura,yang dapat
setempat atau mengisi rongga pleura.

2.

Empiema

sering

disebabkan

oleh

kuman

Staphylococcus,

kadang-kadang

Pneumococcus dan Streptococcus, jarang sekali kuman gram negative seperti Haemophilus
influenzae.
3.

Bentuk klinis empiema terdiri atas empiema akut yang merupakan sekunder dan
empiema kronis yaitu empiema yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

4.

Prinsip pengobatan empiema yaitu berupa pengosongan nanah, antibiotika, penutupan


rongga empiema, pengobaan kausal, pengobatan tambahan.

5.

Prognosis dipengaruhi oleh umur, penyakit dasarnya, dari pengobatan permulaan


adekuat. Angka kematian meningkat pada umur tua, penyakit dasar yang berat dan
pengobatan terlambat.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Jun; 91(6): 901-9
2. Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empiema
3. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta. Juli 2006
4. www.nlm.nih.gov/empiema/000123.html

19

Anda mungkin juga menyukai