PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Empiema merupakan suatu proses supurasi yang terjadi di dalam
rongga pleura. Empiema ialah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam
rongga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura.
Empiema yang terjadi di rongga pleura dikenal dengan nama empiema
toraks (Nadel, 2010).
Hippocrates sudah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lalu dan
dialah yang petama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada
pleural empiema, kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu
komisi empiema waktu perang dunia satu diberikan cara-cara perawatan
dan
pengobatan
yang
dianut
sampai
sekarang.
Walaupun
cara
dan
mortalitas
empiema
tampak
meningkat
(Palgunadimargono, 2008).
Insidensi infeksi pleural mulai berubah pada awal abad ke 20. Pada
zaman preantibiotik, empiema merupakan komplikasi dari kasus
pneumonia sebesar 5%, tapi setelah adanya perkembangan tentang
antibiotik (sekitar tahun 1940) angka tersebut menurun menjadi 2%. Pada
penelitian selama empat dekade, Weese et al., menemukan insidensi
empiema sebesar 79 kasus tiap 100.000 pada zaman preantibiotik, rata-rata
insidensi ini menurun menjadi 52 kasus tiap 100.000 pada tahun 19471948 (Rogayah, 2010).
Untuk memahami dinamika insidensi empiema, diperlukan
pemahaman yang kompleks mengenai mikrobiologi infeksi pleura.
Prevalensi dari mikroorganisme penyebab, masing-masing berbeda
tergantung dari sumber infeksi (community vs. Hospital-acquired
empyema),
usia
dan
Immunocompromised
karakteristik
patients).
host
Sekitar
(immunocompetent
40%
kasus
vs.
empiema,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Empiema difenisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena
adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi
bakteri. Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran
yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu
paru terinfeksi. Pus ini berisi sel-sel darah putih yang berperan untuk
melawan agen infeksi (sel-sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus
terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada
paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring
dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut
akan
memisahkan
pleura
menjadi
kantong-kantong
(lokulasi).
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses (Faucy, 2009)
Bakteri penyebab :
1. Bakteri gram negatif (P. aeruginosa, Klebsiella, Bacteroides, E.
2.
3.
4.
5.
6.
colli, P. mirabilis ) 20 30 %
S. aureus 25 35 %
S. pyogenes 5 15 %
Bakteri anaerob 30 70 %
Kultur (-) 3 30 %
Polimikroba 30 70 % (Palgunadimargono, 2008)
C. Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi tiga fase :
1. Stadium I disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang
terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan
cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil.
Stadium ini terjadi selama 24 72 jam dan kemudian berkembang
menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan
dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim
laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH
yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat
mempercepat perbaikan.
2. Stadium II disebut juga stadium fibropurulen atau stadium
transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang
meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan
dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris
seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan
membran fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam
ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan
glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini
pernapasan
Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus
Pada perkusi ditemukan suara flatness (redup)
Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas
Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin
sudah mengecil karena terbentuknya schwarte (Rugoyah,
2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
6
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto toraks (Yu Chen, et al., 2013)
Pada pasien empiema, aliran bebas cairan pleura terkumpul
di bagian tertentu dan cavum pleura dan mengaburkan sudut
kostofrenikus. Jumlah cairan pleura yang menyebabkan
penumpulan sudut kostofrenikus pada foto toraks lateral sekitar
75 ml. Pada foto toraks PA jumlah cairan yang menyebabkan
penumpulan sudut kostofrenikus sekitar 200 ml.
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral
mempunyai arti penting untuk diagnosis empiema. Pasien yang
difoto dengan posisi bardiri, cairan pleura bebas akan
terakumulasi di bagian terendah hemitoraks dan sudut
kostofrenikus. Foto toraks dengan diafragma normal tetapi
tampak gambaran berkantong yang terlokalisir sebaiknya juga
diperiksa
ultrasonografi
(USG)
toraks
atau
computed
Foto thorax pasien empiema thorax tanpa abses paru (HuangChe, et al., 2010)
10
11
Pada foto toraks ini, cairan dalam rongga pleura tampak berupa
perselubungan semiopak, homogen, menutupi paru bawah yang
biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung,
berjalan dari lateral atas ke medial bawah (meniscus sign).
Penumpukan cairan ini menyebabkan sinus kostofrenikus
menumpul. Karena cairan mengisi hemithorax maka paru akan
terdorong ke arah sentral/hilus, dan kadang-kadang mendorong
mediastinum ke arah kontra lateral (Malueka, 2007).
5. Diagnosis Pasti
a. Didapatkan nanah atau pus yang berasal dari rongga pleura
melalui aspirasi, drainase dan lain-lain.
b. Nanah digunakan sebagai bahan pemeriksaan bakteriologi,
amoeba, jamur, kultur dan tes resistensi antibiotik (Malueka,
2007).
G. Komplikasi
1. Fistel bronkopleura
2. Syok
3. Sepsis
4. Gagal jantung kongesti (Rugoyah, 2010)
H. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan empiema adalah :
1. Pengosongan nanah
12
napas.
Infeksi
dikontrol
dengan
pemberian
obat
14
perubahan
dalam
interval.
Beberapa
dokter
sering
kali
BAB III
KESIMPULAN
Empiema adalah akumulasi pus pada cavum pleura yang dapat
terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Penyebab empiema toraks
dapat berasal dari paru dan dari luar paru. Empiema akut ditandai
pada permulaan gejala mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi
dan nyeri pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda
cairan di rongga pleura. Empiema disebut kronis apabila berjalan
lebih dari tiga bulan. Ditandai dengan badan tampak lemas, kurus,
kesehatan makin menurun, tampak pucat, sering dijumpai jari
tabuh, dada datar sampai cekung di bagian yang sakit disertai
tanda-tanda adanya cairan pleura.
Pada pemeriksaan penunjang radiologi, foto polos thoraks tetap
merupakan studi pertama untuk mengevaluasi efusi atau empiema.
Jika terdapat efusi, pencitraan dekubitus bilateral diindikasikan
untuk karakterisasi lebih lanjut. Pemeriksaan ini cukup informatif
dan hemat biaya. Ultrasonografi dapat menunjukkan volume kecil
cairan pleura dan dapat memberikan informasi tentang viskositas.
USG juga dapat dengan cepat menunjukkan septa dalam akumulasi
cairan pleura. CT-scan thoraks memberikan informasi yang paling
16
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf, M. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press
Fauci, Anthony et al. 2009. Harrisons Manual of Medicine 17th
Edition. New York : The McGraw-Hill Company
Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. 2010. Lung Abcess Predicts
the Surgical Outcome in Patients with Pleural Empyema.
Journal of Cardiothoracic Surgery. Diakses pada tanggal 05
Oktober
2016
http://www.cardiothoracosurgery.org/content/5/1/88
Malucka, Rusdy Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :
Pustaka Cendikia Press
Marc Tobler, Barry HG, et al. 2013. Empyema Imaging. Medscape.
Diakses
tanggal
05
Oktober
2016.
http://emedicine.medscape.com/article/355892_overview
Nadel, Murray. 2010. Text Book of Respiratory Medicine Third
Edition Volume One. Philadelphia, 985-1041
Palgunadimargono, Benjamin dkk. 2008. Pedoman Diagnosa dan
Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Paru edisi 3. Surabaya
Rogayah, Rita. 2010. Empiema. Jakarta : Dept. Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI
Rosenbluth DB. 2012. Pleural Effusion : Nonmalignant and
Malignant. In : Fishmans of Pulmonary Disease and
Disorders. Editors : Fishman AP, Elias JA, et al. 3rd. Ed.
McGraw-Hill Companies, 487-508
17
18