Anda di halaman 1dari 8

Nama : Puni Oktisari Nim : 04061001030 EMPIEMA

Definisi Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL. Etiologi Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anak-anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab empiema pada anak-anak. Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur, terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised). Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini terkadang terjadi pada penderita yang mengalami

penurunan daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang. Patogenesis Empiema dapat terjadi akibat traumatik atau non traumatik. Non traumatik sering disebabkan infeksi paru. Aspirasi pneumonia membentuk suatu subgrup yang penting dan jumlah penderita yang alkoholik. Obstruksi bronkus seperti pada kanker paru atau terhisap benda asing sering mendasari proses pneumonia penyakit paru supuratif seperti bronkiektase atau abses paru yang merupakan penyebab yang jarang dibandingkan pneumonia. Penderita dengan penyakit reumatik secara khusus mudah terkena. Trauma pembedahan merupakan penyebab kedua yang paling sering setelah infeksi paru. Kelompok ini termasuk akibat instrumen-instrumen bedah, rupturnya esofagus, bocornya anastomosis esofagus dan fistula bronkopleural yang diikuti dengan pneumonektomi. Organisme-organisme dapat juga masuk melalui aspirasi pleura dari efusi atau melalui pipa drain dari efusi. Infeksi adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat dan infeksi pada faring, tulang toraks atau dinding toraks dapat menyebar ke pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum. Patologi Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada membran pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein yang mengisi rongga pleura. Jaringan-jaringan membrana pleura yang paling dalam relatif kedap air sehingga infeksi terperangkap di dalam rongga pleura itu sendiri. Pada stadium eksudat dini, cairan pleura tipis dengan jumlah sel darah putih

relatif rendah dan pleura visceralis serta paru tetap dapat bergerak. Jika infeksi tidak diatasi dengan antimikroba, maka proses peradangan dapat terus berlanjut sehingga terbentuk jaringan-jaringan fibrin yang baru yang terletak di atas permukaan epitel pada rongga pleura. terutama pada pleura parietalis. Cairan empiema sekarang menjadi lebih tebal dan lebih keruh, mengandung sel darah putih yang lebih banyak. Adanya endapan fibrin pada permukaan kedua pleura menyebabkan pergerakan paru pada stadium fibropurulent dapat menjadi terbatas (restriktif). Stadium organisasi dapat terjadi dalam 2 minggu tetapi selalu terjadi dalam 4 6 minggu untuk berkembang, yang mana rongga empiema dilapisi oleh suatu lapisan kulit yang dapat menjadi lebih tebal 2 cm. Pada saat ini empiema berisi nanah yang menjadi kental. Jaringan yang paling dalam dari kulit (kortek) empiema yang menebal menunjukkan suatu infiltrasi dari sel-sel peradangan dan jaringan fibrosa terluar dapat menyebabkan restruktif pada paru. Diagnosis Gejala klinis : 1. Sering dijumpai demam 2. Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis 3. Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuritic pain) 4. Dispnu dapat disebabkan akibat kompresi atau penekanan pada paru-paru oleh cairan empiema. 5. Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yang disertai dengan sputum yang purulen yang dapat dibatukkan. Pemeriksaan fisik : Pada empiema kronis dapat dijumpai Clubbing finger Dapat ditandai berkurangnya gerakan dada Dijumpai beda pada perkusi Dijumpai suara pernafasan yang hilangSuara pernafasan bronkhial dapat

didengarkan dengan segera di atas daerah efusi Efusi yang luas dapat menyebabkan pergeseran organ-organ mediastinum ke arah yang berlawanan (arah yang sehat), kecuali ada kolaps paru atau fibrosis pleura sebagai penyakit.

Pemeriksaan radiologis Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) : Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain. Pemeriksaan CT scan : Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scn.

Diagnosa banding Diagnosa banding yang sering adalah : 1. Pneumonia 2. Abses paru 3. Tumor paru, mediastinum maupun pleura 4. Kista hidatid 5. Kolaps paru parsial. Penatalaksanaan 1. Pengambilan nanah a. Closed drainage-tube thoracostomy-water seal drainage (WSD) Indikasi : Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu Terjadi piopneumotoraks b. Drainase terbuka (Open drainage) Indikasi : Dikerjakan pada empiema kronis akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat. 2. Antibiotika Antibiotika harus segera diberikan begitu diagnosa ditegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotika didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan

sensitivitasnya. Metronidazole dapat ditambahkan untuk organisme gram negatif anaerob yang menghasilkan b-laktamase. Sefalosporin generasi kedua seperti cefoxitin sangat potensial terhadap gram negatif yang menghasilkan b-laktamase. 3. Penutupan rongga empiema a. Dekortikasi Drain tidak berjalan dengan baik karena banyak kantung-kantung Letak empiema sukar dicapai dengan drain Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis. b. Torakoplasti Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistula bronkopleural. 4. Pengobatan kausal Misalnya abses subfrenik dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amubiasis, tuberkulosis, aktinomikosis dan sebagainya. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi adalah : 1. Fibrosis pleura 2. Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru 3. Panyakit paru restriktif 4. Pergeseran organ-organ mediastinum 5. Piopneumotoraks

Prognosis Prognosis dipengaruhi oleh umur, panyakit dasarnya dari pengobatan permulaan yang adekuat. Angka kematian meningkat pada umur tua, penyakit dasar yang berat dan pengobatan yang terlambat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Light WR. Pleural Diseases, 3rd Edition, University of California, 1999. 2. Tierney LM. Medical Diagnosis and Treatment 1998, 37th Edition, Copyright 1998 by Appleton & Lange, PO Box 120041, Stamford. 3. Seaton A. Crofton and Douglass Respiratiry Diseases, 5th Edition, Volume II, by Blackwell Science Ltd, Osney Mead, Okford copyright2000. 4. Sarwono Waspadji : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996. 5. Amin M. Alsagaff H. Saleh T. Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press 1998.

Anda mungkin juga menyukai