TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam rongga pleura bisa
setempat maupun seluruh rongga pleura(Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura (Diane
C.Baughman,2000).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo,
1997).
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura
yg dapat timbul sbg akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas
sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran
yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus
ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel
polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan
(fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan
pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong
kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan
akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan
komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi
(abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal,
tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi empiema adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah
(pus) sebagai akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat
komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.
B. Etiologi
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Ab ses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai
Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari
infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab
untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan
dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai
berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan
infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi
hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat
dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si
kuman akan berbahaya atau tidak.
C. Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi dua stadium :
1. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari pleura.Bila pada
stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia ,anemia, dan
clubbing finger.Jika pus tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
2. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari 3 bulan.Pada stadium ini,jika klien menerima
terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.
D. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus
(PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan
menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantungkantung yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul
fistel bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit maka
disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama
kelamaan akan menjadi kronis.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
1. Demam
2. Keringat malam
3. Nyeri pleural
4. Dispnea
5. Anoreksia dan penurunan berat badan
6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
7. Perkusi dada, suara flatness
8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
1. Emphiema akut:
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan
clubbing finger .
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
c. Pucat, clubbing finger.
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya
cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di
mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran
opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow
yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada
gambaran posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura). Pus
dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk
selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT scan :
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
5. Sinar X.
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan absesluas/infiltrate, empiema
(strafilokokus). infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bacterial).
GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada.
6. Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
7. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau
biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu tipe
organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus
aureus, A-hemolitik streptokokus, haemophilus influenza: CMV. Catatan: kultur sputum
dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan
bakterimia sementara.
8. EKG latihan,tes stress
lalu
fisioterapi
untuk
membebaskan
jalan
napas.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian Data Dasar :
1. Identitas klien
2. Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang
Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga
3. Riwayat yang dapat mencetuskan
a. Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur)
b. Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan
c. Infeksi saluran nafas
d. Drop out pengobatan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Manifestasi klasik dari PPOM
1) Peningkatan dispnea
2) Retraksi otot-ot\ot abdominal, menganngkat bahu saat inspirasi, pernafasan
cuping hidung (penggunaan otot aksesories pernafasan)
3) Penurunan bunyi nafas
4) Tachipnea, orthopnea
b. Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar
1) Asma
a) Batuk (produktif/non produktif)
b) Dada terasa seperti terikat
c) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi (terdengar tanpa stetoskop)
d) Pernafasan cuping hidung
e) Ketakutan dan diaphoresis
2) Bronchitis
Batuk produktif dan sputum warna putih, terjadi pada pagi hari (disebut batuk
perokok)
5. Makanan/Cairan
a. Mual, muntah, anorkesia, penurunan BB menetap (empisema)
b. Peningkatan BB menetap (oedema) pada bronchitis
c. Turgor menurun
d. Penurunan massa otot/lemak sub kutan (emfisema)
e. Hepatomegali (bronchitis)
6. Higiene
Penurunan kemampuan ADL
7. Pernafasan
a. Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema)
b. Episode sukar bernafas (asma)
c. Rasa dada tertekan
d. Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama
tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun
e. Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis)
f. Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok,
debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji)
g.
h.
i.
j.
cairan)
k. Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 5 kata
l. Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat)
8. Seksualitas
Penuruan Libido
B. Penyimpangan KDM
invasi basil piogenik ke pleura
C.
D.
E.
Menembus
bronkus
Menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit
F.
G.
peradangan akut diikuti
H.
pembentukan eksudat
I.
J.
serous
K.
Empiema
nessensiatis
Fistel bronkopleura
L.
M.
N.
O.
kadar protein
sel polimorphonucleus
P.
Q.
R.
S.
T.
U.
V.
W.
X.
Y.
Z.
AA.
Hipersekret meningkat
AB.
AC.
AD.
AE.
AF.
AG.
Ronchi AH.
dypsnea
(PMN)
EMPIEMA AKUT
EMPIEMA KRONIS
Membentuk kantung
Peningkatan produksi pus
yang melokalisasi nanah
PK hipoxemia
Port de
Resiko Infeksi
MK: ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Entry
MK : defisiensi
pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pe
Peningkatan pertumbuhan bakteri
MK : nyeri akut
Terputusnya
kontinuitas
MK : ketidakefektifan bersihan jalan napas
MK : resiko infeksi
jaringan
kulit b.d
AI.
AJ.
AK.
AL.
AM.
AN.
AO.
AP.
AQ.
AR.
AS.
AT.
AU.
AV.
AW.
AX.
AY.
MK :
intoleransi
AZ.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (empiema).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makanan (anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko infeksi.
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan dan kurang
sumber informasi.
BA.
Keperawa
tan
9. Ketidakefe
ktifan
3. Rencana Tindakan
6. Tujuan
7. Intervensi
menunjukka
8. Rasional
1. Takipnea, pernapasan
dangkal, dan gerakan dada
tak simetris sering terjadi
karena ketidaknya manan
gerakan. Gerakan dinding
dada dan atau cairan paru.
2. Penurunan aliran darah
terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi napas
bronchial (normal pada
bronkus) dapat terjadi juga
pada area konsolidasi.
Krekels, rongkhi, dan mengi
terdengar pada inspirasi dan
atau ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan
cairan, secret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.
3. Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas
batuk.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
5. Berikan cairan sedikitnya 2500
ml/ hari ( kecuali kontra indikasi )
tawarkan yang hangat dari pada
dingin.
6. Berikan obat sesuai indikasi
( Mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator).
2.
1. Dapat mengetahui
berhubung
memperlihat
an dengan
kan
agens
pengendalia
cedera
n nyeri atau
biologis
nyeri
(empiema).
berkurang
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam dengan
kriteria
hasil:
1.
C, N
Suhu : 36-37
: 80-100 x/m,
RR : 16-24x/m, TD :
intensitas nyeri.
39.
2. Pantau suhu setiap 4 jam. Dan
pantau hasil pemeriksaan SDP
dan hasil kultur sputum.
40.
3. Mengajarkan tehnik relaksasi
nyeri dengan latihan napas dalam.
41.
42.
43.
4. Berikan tindakan untuk
memberikan rasa nyaman.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik sesuai dengan anjuran
untuk mengatasi nyeri, dan
evaluasi keefektifannya.
Sistole
44.
3.
45. Ketidaksei
: 100-130 mmHg,
Diastole : 70-80mmHg.
46. Memperliha
mbangan
tkan asupan
nutrisi
makanan
kurang dari
dan cairan
kebutuhan
yang
tubuh
adekuat
berhubung
setelah
an dengan
dilakukan
kurang
tindakan
asupan
keperawatan
makanan
selama 3x24
(anoreksia,
jam, dengan
intoleransi
kriteria
makanan,
hasil:
hilangnya
1. Menunjukkan
nafsu
perilaku/perubahan pola
makan,
mual/
muntah).
makanan.
3. Mendiskusikan dan menjelaskan
merangsang mengiritasi
atau dingin).
Menciptakan lingkungan yang
bersih, jauh dari bau yang tak
sedap atau sampah, sajikan
kesembuhan.
53.
4.
54. Intoleransi
yang tepat.
3. Nafsu makan meningkat.
55. Kliem
aktivitas
menunjukka
berhubung
n toleransi
an dengan
aktivitas
ketidaksei
yang
mbangan
adekuat
suplai dan
setelah
kebutuhan
dilakukan
oksigen.
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam dengan
kriteria hasil
:
56. Klien
melaporkan
peningkatan
toleransi
aktivitas
terhadap
aktivitas
beraktivitas dengan di
yang dapat
diukur
terjadi kelelahan.
dengan tak
adanya
dypsnea,
kelemahan
berlebihan,
dan tanda
tanda vital
dalam
rentan
normal (RR:
16-20 x
/menit
Nadi : 60100 x/
61.
62. Resiko
infeksi.
menit).
63. Faktor
resiko
infeksi
hilang
64.
kehijauan menujukkan
setelah
65.
dilakukan
3. Menurunkan konsumsi /
tindakan
kebutuhan kesimbangan
keperawatan
66.
selama 3x24
67.
jam, dengan
68.
infeksi, peningkatan
kriteria hasil
69.
penyembuhan.
:
1. Suhu = Normal (36,5C2.
3.
4.
5.
6.
37,5C)
WBC = 4500-11000/mm3
CRP = <15 mmHg
Leukosit = 4000-10000/uL
RR = 16-20 x /menit
Nadi = 60-100/ menit
4. Malnutrisi dapat
70.
mempengaruhi kesehatan
71.
73.
mengidentifikasi organisme
74.
6. Kolaborasi antibiotic.
76.
77.
7. Perawatan luka WSD.
78.
8. Kultur sputum.
79.
80. Defisiensi
pengetahua
klien
meningkat
82.
berhubung
setelah
an dengan
dilakukan
kurang
tindakan
penyakit.
sumber
keperawatan
pengetahua
selama 3x30
84.
menit
85.
n dan
83.
2. Memberikan pengetahuan
kurang
dengan
sumber
kriteria hasil
informasi.
penyakitnya.
1. Mampu melakukan
perubahan gaya hidup dan
mau berpartisipasi dalam
program pengobatan.
2. Mampu menyatakan
86.
4. Untuk mempermudah
penyampaian pembelajaran.
90.
5. Lingkungan yang kondusif
memungkinkan klien bisa
penyakitnya.
87.
lebih baik.
88.
6. Dengan mengajukan
pertanyaan menandakan
mendiskusikan permasalahannya.
89.
91.
Junaidi, P. ---. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Media Aesoulapius, FKU.
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC ------. Pedoman Pengobatan. Jakarta: Yayasan Essensia Medika.
Wilkinson.,M.,J, Ahern.,R.,N. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA
103.
NIC NOC. Jakarta: EGC.
104.