Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam rongga pleura bisa
setempat maupun seluruh rongga pleura(Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura (Diane
C.Baughman,2000).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo,
1997).
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura
yg dapat timbul sbg akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas
sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran
yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus
ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel
polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan
(fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan
pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong
kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan
akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan
komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi
(abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal,
tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi empiema adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah
(pus) sebagai akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat
komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.
B. Etiologi
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Ab ses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru

f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai
Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari
infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab
untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan
dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai
berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan
infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi
hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat
dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si
kuman akan berbahaya atau tidak.

C. Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi dua stadium :
1. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari pleura.Bila pada
stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia ,anemia, dan
clubbing finger.Jika pus tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
2. Empiema kronis

Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari 3 bulan.Pada stadium ini,jika klien menerima
terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.
D. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus
(PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan
menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantungkantung yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul
fistel bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit maka
disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama
kelamaan akan menjadi kronis.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
1. Demam
2. Keringat malam
3. Nyeri pleural
4. Dispnea
5. Anoreksia dan penurunan berat badan
6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
7. Perkusi dada, suara flatness
8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
1. Emphiema akut:
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan
clubbing finger .
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
c. Pucat, clubbing finger.
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya
cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di
mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran
opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow
yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada
gambaran posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura). Pus
dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk
selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT scan :
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
5. Sinar X.
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan absesluas/infiltrate, empiema
(strafilokokus). infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bacterial).
GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada.
6. Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
7. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau
biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu tipe
organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus
aureus, A-hemolitik streptokokus, haemophilus influenza: CMV. Catatan: kultur sputum
dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan
bakterimia sementara.
8. EKG latihan,tes stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program


latihan.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
2. Closed drainage toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O.
Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada
empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi
tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi
akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat
atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau
membersihkan drain.
4. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang
peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan
dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan
apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya.
Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau
torakoplasti.
6. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
a. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin
dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong
subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena
tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal

Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada


amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum

lalu

fisioterapi

untuk

membebaskan

jalan

napas.

Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema, yaitu :


a. Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat
dicapai pengembangan paru yang sempurna.
b. Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase
terbuka (reseksi iga/ open window) . Dengan cara ini nanah yang ada dapat
dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga
bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang
sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini VATS
surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan/ atau
dekortikasi.
c. Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,
dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam
dan otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum
(muscle plombage atau omental plombage).
H. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika
inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu
ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui
tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang
mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa
pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian Data Dasar :
1. Identitas klien
2. Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang
Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga
3. Riwayat yang dapat mencetuskan
a. Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur)
b. Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan
c. Infeksi saluran nafas
d. Drop out pengobatan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Manifestasi klasik dari PPOM
1) Peningkatan dispnea
2) Retraksi otot-ot\ot abdominal, menganngkat bahu saat inspirasi, pernafasan
cuping hidung (penggunaan otot aksesories pernafasan)
3) Penurunan bunyi nafas
4) Tachipnea, orthopnea
b. Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar
1) Asma
a) Batuk (produktif/non produktif)
b) Dada terasa seperti terikat
c) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi (terdengar tanpa stetoskop)
d) Pernafasan cuping hidung
e) Ketakutan dan diaphoresis
2) Bronchitis
Batuk produktif dan sputum warna putih, terjadi pada pagi hari (disebut batuk
perokok)
5. Makanan/Cairan
a. Mual, muntah, anorkesia, penurunan BB menetap (empisema)
b. Peningkatan BB menetap (oedema) pada bronchitis
c. Turgor menurun
d. Penurunan massa otot/lemak sub kutan (emfisema)
e. Hepatomegali (bronchitis)
6. Higiene
Penurunan kemampuan ADL
7. Pernafasan
a. Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema)
b. Episode sukar bernafas (asma)
c. Rasa dada tertekan
d. Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama
tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun
e. Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis)
f. Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok,
debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji)

g.
h.
i.
j.

Defisiensi alfa antitripsin (emphisema)


Penggunaan otot bantu pernafasan
Bunyi napas : redup denga ekspirasi mengi (emfisema)
Perkusi : Hipersonan (jebakan udara pada emfisema), Bunyi pekak (konsolidasi,

cairan)
k. Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 5 kata
l. Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat)
8. Seksualitas
Penuruan Libido

B. Penyimpangan KDM
invasi basil piogenik ke pleura

C.

D.
E.
Menembus
bronkus
Menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit
F.
G.
peradangan akut diikuti
H.
pembentukan eksudat
I.
J.
serous
K.
Empiema
nessensiatis
Fistel bronkopleura
L.
M.
N.
O.

kadar protein

sel polimorphonucleus

P.
Q.
R.
S.
T.
U.
V.
W.
X.
Y.
Z.
AA.
Hipersekret meningkat
AB.
AC.
AD.

AE.
AF.
AG.
Ronchi AH.

dypsnea

invasi streptococcus dan


pneumococus di paru

(PMN)

EMPIEMA AKUT

EMPIEMA KRONIS

Cairan keruh dan kental

Ada endapan fibrin


Infeksi bakteri stafilococus dan pnemococus
Nafsu makan menurun
Penatalaksanaan yang kurang tepat

Membentuk kantung
Peningkatan produksi pus
yang melokalisasi nanah
PK hipoxemia
Port de
Resiko Infeksi
MK: ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Entry
MK : defisiensi
pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pe
Peningkatan pertumbuhan bakteri
MK : nyeri akut
Terputusnya
kontinuitas
MK : ketidakefektifan bersihan jalan napas
MK : resiko infeksi
jaringan
kulit b.d

AI.
AJ.
AK.
AL.
AM.
AN.
AO.
AP.
AQ.
AR.
AS.
AT.
AU.
AV.
AW.
AX.
AY.

MK :
intoleransi

AZ.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (empiema).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makanan (anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko infeksi.
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan dan kurang
sumber informasi.

BA.

Rencana Asuhan Keperawatan


2. Diagnosa
1.
1.

Keperawa
tan
9. Ketidakefe
ktifan

3. Rencana Tindakan
6. Tujuan

7. Intervensi

10. Klien akan

1. Kaji frekuensi atau kedalaman

menunjukka

pernapasan dan gerakan dada.


12.
bersihan
n
13.
jalan napas
pembersihan
14.
15.
berhubung
jalan napas
2. Auskultasi area paru, catat area
an dengan
yang efektif
penurunan/ tak ada aliran udara
peningkata
setelah
dan bunyi napas adventisius,
n produksi
dilakukan
misal krekels, mengi.
sekret.
tindakan
16.
17.
keperawatan
18.
selama 3x24
19.
20. \
jam dengan
21.
kriteria
22.
23.
hasil:
3. Penghisapan sesuai dengan
1. Menunjukkan perilaku
indikasi.
untuk memperbaiki
24.
25.
bersihan jalan nafas, misal
26.
batuk efektif dan
27.
4. Bantu klien latihan nafas dalam
mengeluarkan sekret.

8. Rasional
1. Takipnea, pernapasan
dangkal, dan gerakan dada
tak simetris sering terjadi
karena ketidaknya manan
gerakan. Gerakan dinding
dada dan atau cairan paru.
2. Penurunan aliran darah
terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi napas
bronchial (normal pada
bronkus) dapat terjadi juga
pada area konsolidasi.
Krekels, rongkhi, dan mengi
terdengar pada inspirasi dan
atau ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan
cairan, secret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.
3. Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas

2. Tidak ada ronchi.


3. Tidak ada wheezing.
11.

dengan keadaan semifowler.

secara mekanik pada pasien

Tunjukkan cara batuk efektif

yang tak mampu melakukan

dengan cara menekan dada dan

karena batuk tak efektif atau

batuk.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
5. Berikan cairan sedikitnya 2500
ml/ hari ( kecuali kontra indikasi )
tawarkan yang hangat dari pada
dingin.
6. Berikan obat sesuai indikasi
( Mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator).

penurunan tingkat kesadaran.


4. Nafas dalam memudahkan
ekspansi maksimum paru
atau jalan lebih kecil. Batuk
adalah mekanisme
pembersihan jalan nafas yang
alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas
paten. Penekanan
menurunkan
ketidaknyamanan dada dan
posisi duduk memungkinkan
upaya nafas lebih dalam dan
lebih kuat.
5. Cairan ( khususnya yang
hangat ) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
36.
6. Alat untuk menurunkan
spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret.

2.

37. Nyeri akut

38. Klien akan

1. Karakteristik nyeri, misal tajam,

1. Dapat mengetahui

berhubung

memperlihat

constan, ditusuk. Selidiki

perkembangna yang terjadi

an dengan

kan

perubahan karakter/ lokasi/

pada keadaan nyeri klien dan

agens

pengendalia

cedera

n nyeri atau

biologis

nyeri

(empiema).

berkurang
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam dengan
kriteria
hasil:
1.

Klien menyatakan nyeri

berkurang (skala 3-5).


2.
Klien tampak tenang,
3.

eksprei wajah rileks.


Tanda vital dalam batas
normal :
0

C, N

Suhu : 36-37
: 80-100 x/m,

RR : 16-24x/m, TD :

intensitas nyeri.
39.
2. Pantau suhu setiap 4 jam. Dan
pantau hasil pemeriksaan SDP
dan hasil kultur sputum.
40.
3. Mengajarkan tehnik relaksasi
nyeri dengan latihan napas dalam.
41.
42.
43.
4. Berikan tindakan untuk
memberikan rasa nyaman.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik sesuai dengan anjuran
untuk mengatasi nyeri, dan
evaluasi keefektifannya.

tindakan yang akan


dilakukan selanjutnya.
2. Untuk mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan atau
penyimpangan dari sasaran
yang diharapkan.
3. Tehnik relaksasi nyeri
dengan latihan napas dalam
membantu mengalihkan nyeri
yang dirasakan klien dan
dapat mengontrol nyeri.
4. Tindakan tersebut akan
meningkatkan relaksasi.
5. Analgesik membantu
mengontrol nyeri dengan
memblok jalan rangsang
nyeri. Nyeri pleuritik yang
berat sering kali memerlukan
analgetik narkotik untuk
mengontrol nyeri lebih
efektif.

Sistole
44.
3.

45. Ketidaksei

: 100-130 mmHg,

Diastole : 70-80mmHg.
46. Memperliha

1. Kaji faktor pencetus kurang

mbangan

tkan asupan

nutrisi

makanan

kurang dari

dan cairan

kebutuhan

yang

dikonsumsi setiap kali makan,

tubuh

adekuat

timbang BB setiap hari, hasil

berhubung

setelah

pemeriksaan protein total,

an dengan

dilakukan

albumin dan osmalalitas

kurang

tindakan

asupan

keperawatan

makanan

selama 3x24

(anoreksia,

jam, dengan

intoleransi

kriteria

makanan,

hasil:

hilangnya

1. Menunjukkan

nafsu

perilaku/perubahan pola

makan,

hidup untuk meningkatkan

mual/

dan atau mempertahankan

muntah).

berat yang tepat.


2. Menunjukkan peningkatan
berat badan menuju tujuan

nutrisi pada klien.


47.
48.
2. Pantau: persentase jumlah yang

makanan.
3. Mendiskusikan dan menjelaskan

yang sesuai yang akan


diberikan dengan masalah
yang terjadi.
2. Untuk mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan atau
penyimpangan dari sasaran
yang diharapkan.
49.
50.
3. Serat tinggi, lemak,air terlalu

tentang pembatasan diet

panas / dingin dapat

(makanan berserat tinggi,

merangsang mengiritasi

berlemak dan air terlalu panas


4.

1. Dapat mengetahui tindakan

atau dingin).
Menciptakan lingkungan yang
bersih, jauh dari bau yang tak
sedap atau sampah, sajikan

makanan dalam keadaan hangat.


5. Berkolaborasi dengan tim

lambung dan saluran usus.


51.
4. Situasi yang nyaman, rileks
akan merangsang nafsu
makan.
52.
5. Mengandung zat yang

kesehtaan lain : Terapi gizi : Diet

diperlukan , untuk proses

TKTP rendah serat, susu, Obat-

kesembuhan.

obatan atau vitamin.

53.
4.

54. Intoleransi

yang tepat.
3. Nafsu makan meningkat.
55. Kliem

aktivitas

menunjukka

berhubung

n toleransi

an dengan

aktivitas

ketidaksei

yang

mbangan

adekuat

suplai dan

setelah

kebutuhan

dilakukan

oksigen.

tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam dengan
kriteria hasil
:
56. Klien
melaporkan
peningkatan
toleransi
aktivitas

1. Kaji tingkat kemampuan klien


untuk melakukan aktivitas harian
klien.
57.
2. Evaluasi respon pasen terhadap
aktivitas. Catat laporan dypsnea,
peningkitan kelemahan, dan
perubahan tanda-tanda vital.
3. Bantu pasien memilih posisi yang
nyaman untuk aktivitas dan
istirahat.
4. Ajarkan kepada klien atau
keluarga tentang teknik
perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen.
58.
59.
60.
5. Ajarkan tentang pengaturan
aktivitas dan tehnik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan.

1. Mengetahui sejauh mana


klien dapat melakukan
aktivitas hariannya secara
mandiri.
2. Klien mungkin nyaman
dengan posisi kepala tinggi,
tidur di kursi atau
menunuduk ke depan meja.
3. Menurunkan stress dan
rangsangan berlebih,
meningkatkan istirahat.
4. Tehnik perawatan diri yang
sederhana dan mudah untuk
dilakukan klien bisa
membuat klien bisa
melakukan kegiatan tersebut
tanpa memerlukan oksigen
yang berlebihan.
5. Pengaturan aktivitas

terhadap

membuta klien masih dapat

aktivitas

beraktivitas dengan di

yang dapat

berikan batasan agar tidak

diukur

terjadi kelelahan.

dengan tak
adanya
dypsnea,
kelemahan
berlebihan,
dan tanda
tanda vital
dalam
rentan
normal (RR:
16-20 x
/menit
Nadi : 60100 x/
61.

62. Resiko
infeksi.

menit).
63. Faktor
resiko
infeksi

1. Awasi tanda-tanda vital dap


pemeriksaan labooratorium.
2. Observasi warna, bau sputum.

1. Demam dapat terjadi karena


infeksi dan atau dehidrasi.
2. Berbau, kuning atau

hilang

64.

kehijauan menujukkan

setelah

65.

adanya infeksi paru.

dilakukan

3. Dorong keseimbangan antar

3. Menurunkan konsumsi /

tindakan

aktifitas dan istirahat.

kebutuhan kesimbangan

keperawatan

66.

oksigen dan memperbaiki

selama 3x24

67.

pertahan pasien terhadapa

jam, dengan

68.

infeksi, peningkatan

kriteria hasil

69.

penyembuhan.

:
1. Suhu = Normal (36,5C2.
3.
4.
5.
6.

37,5C)
WBC = 4500-11000/mm3
CRP = <15 mmHg
Leukosit = 4000-10000/uL
RR = 16-20 x /menit
Nadi = 60-100/ menit

4. Diskusi masukan nutrisi adekuat.

4. Malnutrisi dapat

70.

mempengaruhi kesehatan

71.

umum dan menurunkan


72.

5. Kolaborasi pemeriksaan sputum.

tahanan terhadap infeksi.


5. Dilakukan untuk

73.

mengidentifikasi organisme

74.

penyebab dan kerentanan


75.

6. Kolaborasi antibiotic.
76.

terhadap anti microbial.


6. Dapat menurunkan beban
pernafasan akibat nyeri

77.
7. Perawatan luka WSD.
78.
8. Kultur sputum.

pleura dan infeksi.


7. Mencegah infeksi port de
entry mikroorganisme.
8. Bertujuan untuk mencegah
penumpukan sputum akibat
infeksi bakteri dan untuk
mengetahui
sensifitas/kepekaan bakteri

79.

80. Defisiensi

81. Pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan dan

1. Menurunkan ansietas dan

pengetahua

klien

kesiapan belajar klien.

pasien mampu berpartisipasi

meningkat

82.

dalam rencana pengobatan.

berhubung

setelah

an dengan

dilakukan

proses penyakit, penatalaksanaan

dasar dimana klien dapat

kurang

tindakan

penyakit.

membuat pilihan informasi/

sumber

keperawatan

pengetahua

selama 3x30

84.

menit

85.

n dan

2. Jelaskan atau kuatkan penjelasan

83.

3. Kaji ulang informasi tentang

2. Memberikan pengetahuan

keputusan tentang kontrol


masalah.
3. Dapat mengetahui seberapa

kurang

dengan

sumber

kriteria hasil

etiologi penyakit, efek hubungan

diketahui klien mengenai

informasi.

perilaku pola hidup.

penyakitnya.

1. Mampu melakukan
perubahan gaya hidup dan
mau berpartisipasi dalam
program pengobatan.
2. Mampu menyatakan

86.

jauh informasi yang

4. Untuk mempermudah

4. Gunakan berbagai pendekatan


penyuluhan dan berikan umpanbalik secara verbal atau tertulis.
5. Ciptakan lingkungan yang

penyampaian pembelajaran.
90.
5. Lingkungan yang kondusif
memungkinkan klien bisa

pemahaman tentang kondisi

kondusif untuk belajar.

menyerap informasi dengan

penyakitnya.

87.

lebih baik.
88.

6. Beri waktu klien untuk

6. Dengan mengajukan
pertanyaan menandakan

mengajukan pertanyaan dan

bahwa klien mengerti dan

mendiskusikan permasalahannya.

mengikuti jalannya diskusi.

89.

91.

92. DAFTAR PUSTAKA


93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.

Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press.
Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.

Junaidi, P. ---. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Media Aesoulapius, FKU.
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC ------. Pedoman Pengobatan. Jakarta: Yayasan Essensia Medika.
Wilkinson.,M.,J, Ahern.,R.,N. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA
103.
NIC NOC. Jakarta: EGC.
104.

Anda mungkin juga menyukai