EMPIEMA
I. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Emphiema thoraksis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada kavitas pleural (Brunner and Suddart,
2000). Emphiema thorak juga dapat berarti adanya proses supuratif pada rongga
pleura.
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga
pleura.Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,tetapi sering
kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-
paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali
disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini
terjadi karena pengobatan yang terlambat.
Empiema adalah pengumpulan cairan perulen(pus/pes) dalam kapitas
pleura.Pada awalnya, cairan pleural sedikit, dengan hitung leukosit rendah, tetapi
sering kalicairan ini berkembang ketahap fibropurulen dan akhirnya ketahap
dimana cairantersebut membungkus paru dalam membran eksudatif yang
tebal. Kondisi ini apar terjadi jika abses paru meluas sampai kapitas
pleura. Meskipun empiema bukan merupakan komplikasi lazim infeksi paru,
empiema dapat saja terjadi jika pengobatan terlambat.
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Di India terdapat 5 10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks
didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan
pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang
pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura
dan inokulasi bakteri. Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2 9 tahun.
Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel
darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan
juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus
terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga
pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan
penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong
kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik
dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
2. Klasifikasi
a) Fase eksudatif terjadi sebagai reaksi terhadap inflamasi dan infeksi, dan ni ditandai
dengan efusi pleura eksudatif.
b) Fase fibrinoporulen ditandai khas dengan adanya nanah intrapleura dan deposisi
fibrin pada permukaan ppleura. Cairan akan lebih mengental dan cenderung akan
mengadakan lukolasi. Paru-paru menjadi terfixer.
c) Fase organisasi ditandai khas dengan perlekatan paru-paru dan terjadinya paru-paru
reskriktif karena terbentuknya jaringan fibroblastik.sequela yang sering terjadi
adlah fisula bronchopleura dan pleurocutancus.
a. Emphiema akut:
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia,
dan clubbing finger .
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah
dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
Pucat, clubbing finger.
Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
3. Etiologi
a. Berasal dari Paru
a) Pneumonia
b) Abses Paru
c) Adanya Fistel pada paru
d) Bronchiektasis
e) TB
f) Infeksi fungidal paru
b. Infeksi Diluar Paru
a) Trauma dari tumor
b) Pembedahan otak
c) Thorakocentesis
d) Subdfrenic abces
e) Abses hati karena amuba
c. Bakteriologi
a) Staphilococcus Pyogenes.
Terjadi pada semua umur, sering pada anak. Staphylococcus adalah kelompok
dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat
menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit
tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung
jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan
perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
b) Bakteri gram negative
c) Bakteri anaerob
d) Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak)
dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus
inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
5. Patofisiologi
Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi
yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis
abdomen, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum
menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses hati yang
disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat dan infeksi pada faring,
tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik secara langsung
maupun melalui jaringan mediastinum.
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau
nanah dalam rongga pleura. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau
keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler atau gangguan
absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan dari kadar protein yang
dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis <1,015 dan kadar
proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih
tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan dalam rongga pleura
disebut efusi pleura.
Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada
membran pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang
mengandung protein yang mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika
efusi mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :
1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan
abscessus pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan
menembus pleuravisceralis2.
2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis.
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN
(Polimerphonucleus) baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein,
maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah
menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thoraks dan
keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut
empyema akutyang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas) .Biasanya
empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-
kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula
terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan
keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan
menimbulkan fistula.
Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-
kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga
abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru-
paru dapat menjadi kolaps sertadikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
b. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran
opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut denganD-shaped
shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral
pada gambaran posteroanterior.
c. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan
efusi.
d. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural.
e. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema
yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
f. Pemeriksaan CT scan :
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan.
7. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika
inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu
ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui
tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang
mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu
bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama
Fibrosis pleura
Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru
Panyakit paru restriktif
Pergeseran organ-organ mediastinum
Piopneumotoraks
8. Penatalaksanaan
1) Pengambilan nanah
a. Closed drainage-tube thoracostomy-water seal drainage (WSD)
Indikasi :
a) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b) Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c) Terjadi piopneumotoraks
b. Drainase terbuka (Open drainage)
Indikasi :
Dikerjakan pada empiema kronis akibat pengobatan yang terlambat atau tidak
adekuat.
2) Antibiotika
Antibiotika harus segera diberikan begitu diagnosa ditegakkan dan dosisnya harus
adekuat. Pemilihan antibiotika didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari
hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan
sensitivitasnya. Metronidazole dapat ditambahkan untuk organisme gram negatif
anaerob yang menghasilkanb-laktamase. Sefalosporin generasi kedua seperti
cefoxitin sangat potensial terhadap gram negatif yang menghasilkan b-laktamase.
4) Pengobatan kausal
Misalnya abses subfrenik dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada
amubiasis, tuberkulosis, aktinomikosis dan sebagainya. Perbaiki keadaan umum,
fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
5) Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
1. Pengkajian
Data Subjektif : Pasien mengeluhkan sesak napas, Pasien mengeluh rasa berat di
dada yang disertai dengan nyeri, Pasien juga mengeluh batuk, Pasien mengeluh demam.
Data Objektif : Pemeriksaan fisik : Penurunan fremitus, Saat di perkusi terdengar
suara pekak, Auskultasi terdengar suara napas melemah / menghilang, Pemeriksaan
laboratorium :Leukositosis (+). Pemeriksaan Diagnostik : Foto thorax : perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya..
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu,
kelemahan, anoreksia.
e) Kurangnya pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan
dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber individu.
3. Intervensi
a. Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
Tujuan : NOC
a) Status Pernapasan: pertukaran gas: Pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk
memertahankan konsentrasi gas darah arteri
b) Status Pernapasan: ventilasi: Perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien mempunyai status
pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan:
a) Status neurologis dalam rentang yang diharapkan
b) Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada
c) PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
d) Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
Intervens :
a) Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi
sputum
b) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
c) Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat,
kemunduran tingkat respirasi)
d) Pantau kadar elektrolit
e) Pantau status mental
f) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
g) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
h) Pantau status pernapasan dan oksigenasi
i) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)
j) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
k) Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan
gejala yang perlu dilaporkan)
l) Ajarkan batuk efektif
m) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah
arteri dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya
perubahan kondisi pasien.
n) Berikan obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat) untuk mempertahankan
kesiembangan asam-basa
o) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
http://id.scribd.com/doc/88408841/KONSEP-EMPIEMA#scribd
http://rinanursetyaningsih.blogspot.com/2013/10/empiema.html
http://stikunsap.forumotion.net/t9-diagnosa-tujuan-dan-intervensi-keperawatan-sistem-
pernafasan
WOC
Bersihan jalan
nafas inefektif
a. Sesak nafas b/d ketidakefektifan pola napas
Data Subyektif :
Pasien mengeluhkan napas pendek
Pasien mengeluhkan sesak napas
Pasien mengeluh rasa berat di dada yang disertai dengan nyeri
Pasien juga mengeluh batuk
Data Objektif :
Pemeriksaan fisik :
Penurunan fremitus
Saat di perkusi terdengar suara pekak
Auskultasi terdengar suara napas melemah / menghilang
Perubahan gerakan dada.
Mengambil posisi tiga titik.
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi.
Penurunan ventilasi semenit.
Penurunan kapasitas vital.
Napas dalam.
Peningkatan diameter anterior-posterior.
Napas cupping hidung.
Ortopnea.
Fase ekspirasi yang lama.
Pernapasan purset-lip.
Kecepatan respirasi.
Rasio waktu.
Penggunaan otot Bantu untuk bernapas
b. Nyeri b/d
Data Subyektif :
Mengungkapakan secara verbal / melaporkan dengan isyarat.
Data Objektif :
Gerakan menghindari nyeri.
Posisi menghindari nyeri.
Perubahan autonomik dari tonus otot.
Perubahan nafsu makan dan makan.
Perilaku menjaga atau melindungi.
c. Hipertermi b/d
Data Subyektif :
Mual
Data Objektif :
Demam
Kulit memerah
Frekuensi napas meningkat
Takikardi