Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS GANGGUAN EMPIEMA

DISUSUN OLEH :

NAMA : AGUS RUDIYANTO


NIM : 11409719042
TINGKAT : II (DUA)
SEMESTER : III (TIGA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Agus Rudiyanto


NIM : 11409719042
Ruangan : NILAM 3

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan dengan kasus EMPIEMA di NILAM 3, RSUD dr. H.Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, Desember 2020

Agus Rudiyanto
Nim : 11409719042

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing


Akademik

Mia Marlini,S.Kep.,Ners M.Husni,S.Kep.,Nes.M.Kep

NIP 19820520 200801 2 026 NIDN/NUPN:1125039101

I.KONSEP TEORI
A. Pengertian
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura.
Empiema adalah  penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura.
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural.
Empiema adalah pengumpulan cairan purulen (pus) dalam cavitas pleural. Pada
awalnya cairan pleura sedikit, dengan hitung leukosit rendah. Tetapi, sering kali
cairan ini berkembang ke tahap fibropurulen dan akhirnya ke tahap dimana
cairan tersebut membungkus paru dalam membrane eksudatif yang tebal.
Kondisi ini dapat terjadi jika abses paru meluas sampai cavitas pleural. Meskipun
empiema bukan merupakan komplikasi lazim infeksi paru, empiema dapat terjadi
jika pengobatan terlambat.
B. Etiologi
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah Bakteriologi :
a. Staphylococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara
akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan
banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat
menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh
infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung
dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab
untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome.
Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup
dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai
berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru
(pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi
darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan
penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki
bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan
apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
C. Tanda Gejala
Secara umum tanda dan gejala empiema hampir sama dengan penderita
pneumonia bakteria, gejalanya antara lain adalah panas akut, nyeri dada
(pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapa juga sianosis. Inflamasi pada ruang
pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat
tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang
tertekan. Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya
suara pernapasan, demam pleural rub (pada fase awal) ortopneu, menurunnya
vokal fremitus, nyeri dada.
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema
kronis
1. Emphiema akut:
 Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
 Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
 Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia,
anemia, dan clubbing finger .
 Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-
pleural.
 Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan
darah dan nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
 Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
 Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
 Pucat, clubbing finger.
 Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
 Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
 Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
D. Patofisiologi dan Pathway

Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan  akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya
kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan –
endapan fibrin akan membentuk kantung–kantung yang melokalisasi nanah
tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk
keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura
dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi
kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia
mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat
meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel
terluardari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya
terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena
infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi
mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel
mesotelial memegang peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura.
Pada kondisi normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil
ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau
proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan
respon inflamasi dan mengeleluarkanmediator untuk menarik sel-sel inflamator
lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya,
yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi dan empiema
torakis. Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat
predominanneutrofil yang terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat selama
pneumonia.Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk
pneumonia. Efusi parapneumonikomplikasi merupakan invasi bakteri pada celah
pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura
dan peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri
biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril
berakumulasisecara cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki
kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH dalam batas normal.
Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak
diperlukan.
2. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan
akumulasi leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk
lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH
menngkat.
3. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan
pelekatan pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan
pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan.
Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada
pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.
Pathway
E. Data Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi
fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga
tampak adanya penebalan.
 Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut
kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
 Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan
gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan
D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut
kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
 Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan
dengan efusi.
 Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada(pleura).
Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan
amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan
antobiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
 Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu
empiema yang terlokalisir.
 Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema
yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT scan :
 Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari
pleura.
 Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
5. Sinar x.
 Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan absesluas/infiltrate,
empiema(strafilokokus). infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).

6. GDA /nadi oksimetri.


 Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
7. Tes fungsi paru.
 Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk
memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
 Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi
fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi
diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,
haemophilus influenza:CMV. Catatan: kultur sputum dapat tak
mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat
menunjukkan bakterimia sementara.
9. EKG latihan,tes stress
 Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/ evaluasi
program Latihan

F. Prognosis

Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika


inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang
menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan
eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan
ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen
dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan
waktu lama.
G. Penatalaksanaan

1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
 Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
 Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
 Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20
cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain
seperti pada empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan
reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini
bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya
aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga
harus seing mengganti atau membersihkan drain.
4. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic
memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis
ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan  pada hasil
pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada
hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau
tropical. Biasanya diberikan penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
 Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
6. Dekortikasi, Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
 Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
 Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
 Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplast
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak
mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga
dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga
pleura karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada
amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1 . Riwayat keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang : panas tinggi dan nyeri pada dada


pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai
beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia dan clubbing
finger.

b. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru


(pneumonia), meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah
(sepsis).

c. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri


Staphylococcus atau Pneumococcus

2. Pemeriksaan fisik: data fokus

a.    Pola aktivitas/istirahat
Data  : Keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
b.    Sirkulasi
Data : Tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
c.    Pola hygiene
Data : Penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-
hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
d.    Pola nutrisi
Data : Mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
e. Rasa nyaman
Data : Nyeri, sesak.
Tanda : Gelisah, meringis.
f.    Keadaan fisik
Data : Badan terasa panas, pusing.
Tanda : Suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.
g. Data fokus
Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai : keadaan
umum, laju pernapasan, warna, pernapasan cuping hidung,
suara pernapasan yang terdengar, dan usaha bernapas.
Pernapasan didominasi oleh gerak diafragma dengan sedikit
bantuan dari otot otot dada. Selain melihat gerak pernapasan,
juga penting untuk menilai adakah retraksi ( chest indrawing )
yang merupakan indikator adanya penyakit paru
1)   Inspeksi
Respirasi cepat, batuk, dada tampak lebih cembung,
tampak meringis dan sesak, barrel chest.Pada klien
dengan empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300ml,
perlu diusahakan peningkatan upaya dan frekuensi
pernafasan, serta penggunaaan otot bantu pernafasan.
Gerakan pernafasan ekspansi dada yang
asimetris( pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit),
iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang  sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan
sputum purulen. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat.
2)   Palpasi
Pengurangan pengembangan dada, taktil fremitus
menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit ruang antar iga
dapat kembali normal atau melebar.
3)   Perkusi
Diafragma bergerak hanya sedikit, terdengar suara ketok
pada sisi sakit redup (dullness) sampai pekak sesuai
banyaknya akumulasi pus di   rongga pleura.  Batas
jantung terdorong ke arah torak yang sehat. Hal ini terjadi
apabila tekanan intrapleura tinggi.
4)   Auskultasi
Suara pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah,
biasanya ekspirasi memanjang, vocal fremitus menurun,
suara pernapasan tambahan kadang-kadang terdengar
sonor atau ronchi, rale halus pada akhir inspirasi.Kualitas
suara pernafasan yang dapat ditemukan adalah suara
pernapasan bronkial, normalnya didengar di trakea, yang
pada auskultasi inspirasi dan ekspirasi jelas terdengar.
Suara pernafasan perifer lainnya yang dapat terdengar
adalah suara pernapasan vesikular, yakni rasio inspirasi
yang terdengar lebih panjang dari ekspirasi. Suara
pernapasan bronkial yang terdengar pada paru perifer
diperkirakan terjadi konsolidasi atau adanya efusi pleura.
Menurunnya suara pernafasan saat usaha bernapas
merupakan alasan yang cukup untuk mencurigai adanya
atelektasis, konsolidasi lobaris (pneumonia) atau efusi
pleura

3. Pemeriksaan penunjang
  1).Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan. Cairan pleura bebas
dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
2). Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam
rongga  dada (pleura). Pus dipakai sebagai bahan
pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk
selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan
antobiotik.
3). Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat
pada suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga
dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4). Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura. Kadang dijumpai limfadenopati
inflamatori intratoraks pada CT scan
5). Sinar x
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan
absesluas/infiltrate, empiema (strafilokokus), infiltrat menyebar
atau terlokalisasi(bacterial).
6). GDA /nadi oksimetri
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
7). Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8). Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi
fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada:
bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,
strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus, haemophilus
influenza: CMV. Catatan: kultur sputum tidak dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada, kultur darah
dapat menunjukkan bakterimia sementara.
B. Diagnosa keperawatan

Pre Operasi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame,


peningkatan produksi secret, kelemahan
2. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai
oksigen , kerusakan alveoli .
3. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 
dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Biologis
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya.

Post Operasi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame,


peningkatan produksi secret, kelemahan
2. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai
oksigen , kerusakan alveoli .
3. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 
dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya.

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi
Diagnosa keperawatan. 1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame,
peningkatan produksi secret, kelemahan
Kriteria hasil :
 Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih 
 Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret

Intervensi
 Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara
pernafasan. Rasional : Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas,
tachipneu merupakan derajat yan ditemukan  adanya proses infeksi akut.
 Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah ,ansietas dan distress
pernafasan. Rasional : Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses
kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau reaksi alergi.
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala
tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
 Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien
berbagao cara untuk mengatasi  dan mengontrol dispneu dan
menurunkan jebakan udara.
 Observasi karakteristik batuk. Rasional : Batuk dapat menetap tetapi
tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. 
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi 
jantung. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret ,
mempermudah pengeluaran
 Memberikan obata sesaui indikasi. Rasional : Merilekskan otot halus  dan
menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan
produksi mukosa.

Diagnosa Keperawatan. 2
Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai oksigen ,
kerusakan alveoli .
Kriteria hasil

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan


adekuat,berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:
 Kaji frekwensi,kedalaman pernapasan. Rasional : Berguna dalam
evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit.
 Tinggikan kepala tempat tidur. Rasional   ; Pengiriman oksigen 
dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolap jalan napas.
 Auskultasi bunyi nafas  catat area penurunan aliran udara ,bunyi
tambahan. Rasional : Bunyi nafas redup karena penurunan aliran
udara ,mengi ;  indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret,
Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi
jantung.
 Palpasi primitus. Rasional : Penurunan getarn fibrasi  diduga adanya
pengumpulan cairan atau udara terjebak. 
 Awasi tanda vital dan irama jantung. Rasional : Tachikardia ,disritmia,
perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.

Diagnosa keperawatan. 3
Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  dispneu,
kelemahan, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil :
 Menunjukkan peningkatan berat badan  mempertahankan berat badan 
Intervensi :

 Kaji kebiasaan diit ,catat derajat kesulitan makan. Rasional : Pasien


distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi
sputum. 
 Auskultasi bunyi usus. Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus 
menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan
aktivitas dan hipoksemia.
 Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat. Rasional :
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas
abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea.
 Hindari makan yang sangat panas dan dingin. Rasional : Suhu ekstrim
dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
 Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Berguna untuk
menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi 
keadekuatan rencana nutrisi.
 Kolaborasi   dengan ahli gizi / nutrisi. Rasional : Metode makan dan
kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal  dengan upaya minimal pasien 
/penggunaan  energi 

Diagnosa keperawatan. 4

Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Biologis


Kriteria hasil :
 Pasien Mampu Mengontrol Nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Pasien menunjukkan ekspresi wajah rileks

Intervensi :

 Kaji keluhan nyeri. Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri yang


dialami pasien
 Kaji TTV. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien 
 Ajarkan Teknik Relaksasi. Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan Pasien
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi. Rasional :
Kolaborasi untuk mempercepat proses penyembuhan

Diagnosa keperawatan. 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya.
       Kriteria hasil :
 Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit.
Intervensi :
 Jelaskan proses penyakit individu. Rasional : Menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan. 

 Berikan latihan atau batuk efektif. Rasional : Pernafasan bibir dan nafas


abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan, membantu
meminimalkan  kolaps jalan nafas.
 Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan  untuk menghentikan
rokok. Rasional : Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan 
PPOM.
 Diskusi pentingnya mengikuti perawatan medik ( Foto Thoraks dan kultur
sputum ). Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuata
program therapy .
 Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien. Rasional : Menurunkan
resiko kesalahan penggunaan  oksigen  dan komplikasi lanjut.

Post Operasi
Diagnosa keperawatan. 1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame,
peningkatan produksi secret, kelemahan
Kriteria hasil :
 Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih 
 Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret

Intervensi
 Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara
pernafasan. Rasional : Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas,
tachipneu merupakan derajat yan ditemukan  adanya proses infeksi akut.
 Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah ,ansietas dan distress
pernafasan. Rasional : Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses
kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau reaksi alergi.
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala
tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
 Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien
berbagao cara untuk mengatasi  dan mengontrol dispneu dan
menurunkan jebakan udara.
 Observasi karakteristik batuk. Rasional : Batuk dapat menetap tetapi
tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. 
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi 
jantung. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret ,
mempermudah pengeluaran
 Memberikan obata sesaui indikasi. Rasional : Merilekskan otot halus  dan
menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan
produksi mukosa.

Diagnosa Keperawatan. 2
Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai oksigen ,
kerusakan alveoli .
Kriteria hasil

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan


adekuat,berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:

 Kaji frekwensi,kedalaman pernapasan. Rasional : Berguna dalam


evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit.
 Tinggikan kepala tempat tidur. Rasional   ; Pengiriman oksigen 
dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolap jalan napas.
 Auskultasi bunyi nafas  catat area penurunan aliran udara ,bunyi
tambahan. Rasional : Bunyi nafas redup karena penurunan aliran
udara ,mengi ;  indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret,
Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi
jantung.
 Palpasi primitus. Rasional : Penurunan getarn fibrasi  diduga adanya
pengumpulan cairan atau udara terjebak. 
 Awasi tanda vital dan irama jantung. Rasional : Tachikardia ,disritmia,
perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.

Diagnosa keperawatan. 3
Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  dispneu,
kelemahan, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil :
 Menunjukkan peningkatan berat badan  mempertahankan berat badan 
Intervensi :

 Kaji kebiasaan diit ,catat derajat kesulitan makan. Rasional : Pasien


distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi
sputum. 
 Auskultasi bunyi usus. Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus 
menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan
aktivitas dan hipoksemia.
 Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat. Rasional :
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas
abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea.
 Hindari makan yang sangat panas dan dingin. Rasional : Suhu ekstrim
dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
 Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Berguna untuk
menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi 
keadekuatan rencana nutrisi.
 Kolaborasi   dengan ahli gizi / nutrisi. Rasional : Metode makan dan
kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal  dengan upaya minimal pasien 
/penggunaan  energi 

Diagnosa keperawatan. 4
Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik
Kriteria hasil :
 Pasien Mampu Mengontrol Nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Pasien menunjukkan ekspresi wajah rileks

Intervensi :

 Kaji keluhan nyeri. Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri yang


dialami pasien
 Kaji TTV. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien 
 Ajarkan Teknik Relaksasi. Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan Pasien
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi. Rasional :
Kolaborasi untuk mempercepat proses penyembuhan

Diagnosa keperawatan. 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya.
       Kriteria hasil :
 Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit.
Intervensi :
 Jelaskan proses penyakit individu. Rasional : Menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan. 
 Berikan latihan atau batuk efektif. Rasional : Pernafasan bibir dan nafas
abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan, membantu
meminimalkan  kolaps jalan nafas.
 Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan  untuk menghentikan
rokok. Rasional : Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan 
PPOM.
 Diskusi pentingnya mengikuti perawatan medik ( Foto Thoraks dan kultur
sputum ). Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuata
program therapy .
 Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien. Rasional : Menurunkan
resiko kesalahan penggunaan  oksigen  dan komplikasi lanjut.
Daftar pustaka

Huda dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:


MediAction.

Somantri, Irman.2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta:Salemba Medika.

Wilkinson J.M & Ahern N.R. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9. Jakarta: EGC.

Alsagaf.2014. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif. A.H dan Kusuma. H. (2015).aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC.Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai