Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN INTERNAL BLEEDING

DIRUANG INSTALASI RAWAT DARURAT Lt. 1


RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
FEBRIYAN ARIYADI
NIM. P27820716034

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM D IV KEPERAWATAN SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020 - 2021

1
A. DEFINISI
perdarahan internal adalah perdarahan atau kehilangan
darah yang terjadi dari sistem vaskuler ke dalam rongga atau ruang
tubuh. hal ini berpotensi menyebabkan kematian dan serangan
jantung jika pengobatan medis yang tepat tidak diterima dengan
cepat (Barbara, 2011)

B. PENYEBAB
1. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan
penetrasi trauma.
2. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan
perdarahan internal, pembuluh darah pecah akibat tekanan darah
tinggi, varises osofagus, tukak lambung. Penyakit lainnya seperti
hepatoma, kanker hati, trombositopenia, kehamilan ektopik, kista
ovarium, defisiensi vitamin K, hemophilia, dan malaria.
3. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat
komplikasi setelah operasi bedah dan perawatan medis, beberapa
efek obat juga dapat menyebabkan perdarahan internal seperti
obat antikoogulan, dan antiplatelet yang digunakan untuk
pengobatan jantung koroner. (Bulecheck 2012)

C. TANDA DAN GEJALA


1. Memar
2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma
3. Muntah ataupun batuk darah
4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang

D. Perdarahan Intra Abdomen


1. Pengertian
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan
pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat
diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak
memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi
dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di
bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat
menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau
pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering
terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan
masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian
tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal,
trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-
55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan
organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
2. Klasifikasi
KLASIFIKASI
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan
gejala utama adalah peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-
organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus,
dan colon sigmoid.
 Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul
ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering
mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit
untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur
hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII – IX. Pada
pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran
kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak
sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi
peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada
trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat
dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan

3
adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma
dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat
perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada
lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran
empedu.
 Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat
terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi
yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat.
Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang
rentan untuk mengalami perlukaan.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi
karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan
ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen
kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya
pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak
termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi
trauma.

 Ruptur Usus Halus


Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus
halus karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’
yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada
abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan
diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam
berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari
biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung.
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas,
aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini
memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.
E. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter
(jaringan fibrous penutup otak), diantara durameter dan arachnoid,
atau langsung dalam jaringan otak itu sendiri.
Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala :
1. Hematom epidural akut
Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga
media yang berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri
sering disebabkan oleh fraktur tengkorak linear di region
temporal atau parietal. Akibat dari cidera arteri (walaupun
mungkin juga terjadi perdarahan vena dari salah satu sinus
durameter), perdarahan dan peningkatan TIK dapat
berlangsung dengan cepat sehingga kematian dapat segera
terjadi. Gejala hematoma epidural akut meliputi riwayat trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran sesaat diikuti satu periode
dimana penderita sadar dan koheren. Setelah beberapa menit
hingga beberapa jam timbul tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial (muntah, nyeri kepala, perubahan status kesadaran)
kemudian menjadi tidak sadar dan terjadi kelumpuhan kolateral
dari tempat cedera kepala. Sering terjadi dilatasi dan tidak ada
respon terhadap cahaya dari pupil pada sisi cedera kepala. Hal
ini biasanya dengan cepat diikuti oleh kematian.

2. Hematom Subdural Akut


Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara
durameter dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera
jaringan otak dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari
vena, tekanan intracranial meningkat lebih lambat dan baru
terdiagnosa beberapa jam atau hari setelah kejadian cedera.
Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri kepala, fluktuasi tingkat
kesadaran, dan tanda neurologis fokal (kelemahan satu sisi
tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara yang tidak jelas
dan melantur).

5
3. Perdarahan intraserebral
Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak.
Perdarahan intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma
tumpul atau trauma tembus pada kepala. Disisi lain,
pembedahan tidak banyak menolong,. Tanda dan gejala
tergantung lokasi kerusakan dan beratnya cedera. Gejala yang
muncul mirip dengan gejala pada stroke.

F. Perdarahan Intrathorak
Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.
(Hudak, 1999). Trauma thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks
yang menimbulkan kelainan pada organ-organ didalam toraks.
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura.
Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru,
jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011).
G. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka
penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding
dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan
hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini,
2011). Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara
lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

H. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
1. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto
thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 2 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c.


Berat

I. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang
berdarah di dinding dada. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai
dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat
simptomatik namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik
didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat minimal
sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom,
diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat,
dan akral dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓

7
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan
kulit oleh darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takikardia

 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga
pleura pengembangan paru terhambat pertukaran udara
tidak adekuat sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga
pleura pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak
adekuat kompensasi tubuh takipneu dan peningkatan usaha
bernapas sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru
terganggu kadar O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi
tubuh meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur
sekitar mendorong trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang
keluar dan masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam
rongga pleura pertukaran udara tidak berjalan baik suara
napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi
(Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.
J. PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura
(antara pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan
oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang
mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian
dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan
menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi)
tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan
masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir
semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau
struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap perkembangan
hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan
pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan
kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah
perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah
hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak
menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya
750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala
awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi
yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih
(1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat
menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa
bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga
pleura dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus
trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika
berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang
cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan
dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi

9
tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat
keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti
yang sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam
kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik
terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma,
paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan
beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak
lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis
bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga
pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien
osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang
menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap
selanjutnya dari hemothorax adalah empiema dan fibrothorax.
Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak
terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam
hemothorax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan
permukaan pleura viseral. Proses adhesive ini menyebkan paru-paru
tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru
perdarahan darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.
Gambar 3. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

11
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
 Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
 Dapat menunjukkan penyimpangan
struktur mediastinal (jantung)
2. GDA
 Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan, dan kemampuan
mengkompensasi
 PaCO2 mungkin normal atau menurun
 Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
4. Full blood count
 Hb menurun
 Hematokrit menurun

L. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga
pleura. Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga
pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan
jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan
dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah
pada toraks dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam
pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat
pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber
besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam
rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan
darah selanjutnya.

WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air.


Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan
negatif intrapleural.
M. Diagnosa Keperawatan Trauma
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut
5. Gangguan mobilitas fisik
N. Manajemen ABC
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan)
3. Sirkulasi
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas
dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas)

13
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan

meliputi riwayat trauma, riwayat penyakit sebelumnya, ada tidaknya


penyakit turunan dan keluhan utama

pemeriksaan fisik :

1. Sistem Pernapasan

• sesak napas
• batuk-batuk
• terdapat retraksi klavikula/dada
• pengembangan paru tidak semetris
• fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
• adanya suara sonor/hipersonor/timpani
• bising napasa yang berkurang/menghilang
• dispnea
• gerakan napas tidak sama waktu bernapas
2. Sistem kardiovaskuler
• nyeri dada
• takhikardia
• hipotensi
3. Sistem muskuloskeletal
• kemampuan sendi terbatas
• jejas
• terdapat kelemahan
• sianosis
4. Sistem endokrine
• terjadi peningkatan metabolisme
• kelemahan
5. pemeriksaan diagnostik
• Foto rontgen : adanya akumulasi udara/cairan pada area pleural
• Pa Co2 menurun
• Pa O2 normal/menurun
• Saturasi O2
• Hb menurun
• Toraksentesis
O. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway management 1. Ketika respiratory rate
pola nafas keperawatan selama 1x 24 1. Monitor respiratory rate, meningkat lebih 30x/mnt,
berhubungan jam diharapkan pola nafas kedalaman, kenyamanan dilanjutkan dengan
dengan pasien efektif. bernapas. pengukuran fisiologis lain,
Deformitas dinding 2. Tentukan jika penyebab, studi menunjukkan bahwa
dada, nyeri, NOC apakah fisiologis atau perubahan fisiologis
gangguan - Respiratory status: psikologis. signifikan terjadi
muskuloskeletal ventilation 3. Baringkan pasien dalam 2. Studi menunjukkan
- respiratory status: posisi yang nyaman, penyebab dispneu
Batasan airway patency dalam posisi duduk, psikologis berhubungan
karakteritik - vital sign status dengan kepala tempat dengan kecemasan,
- Perubahan tidur ditinggikan 60-90 sedangkan dispneu
kedalaman Kriteria hasil: derajat. fisiologis berhubungan
pernapasan - Menunjukkan jalan 4. Catat penggunaan otot dengan batuk, sputum, dan
- Dispneu nafas yang paten nafas tambahan yang palpitasi
- Penurunan (irama nafas, frekuensi digunakan, retraksi, 3. Penelitian menunjukkan
kapasitas vital pernafasan dalam konfusi, atau letargy. duduk tegak menghasilkan

15
- Pernapasan rentang normal, tidak 5. Auskultasi suara napas, volume tidal dan menit
cuping hidung ada suara nafas catat penurunan dan ventilasi lebih tinggi
- Penggunaan abnormal). hilangnya suara nafas, daripada posisi duduk
otot aksesorius - Tanda-tanda vital crackles atau wheezing dengan kepala tempat tidur
untuk bernafas dalam rentang normal <45%
- Takipnea (tekanan darah, nadi, Kolaborasi 4. Ada gejala yang menjadi
- Penurunan pernafasan). 6. Monitor saturasi oksigen signal meningkatnya
tekanan secara kesulitan bernafas dan
ekspirasi berkesinambungan hipoksia
- Penurunan dengan menggunakan
tekanan pulse oximetry. 5. Suara nafas abnormal
inspirasi 7. Berikan oksigen sesuai dapat mengindikasikan
resep. patologi respiratori yang
8. Kaji seri foto thorak berhubungan dengan
perubahan pola nafas
9. Awasi GDA dan nadi
oksimetri, kaji kapasitas
vital/pengukuran volume 6. Saturasi oksigen kurang
tidal. dari 90% mengindikasikan
masalah oksigenasi yang
signifikan.

7. Pemberian oksigen dapat


mengatasi hipoksia
8. Mengawasi kemajuan
perbaikan
hemothorak/pneumothorak
dan ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi
selang endotracheal
mempengaruhi inflasi paru
9. Mengkaji status pertukaran
gas dan ventilasi.
2. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Catat adanya tanda dan 1. Mengetahui status
jantung intervensi selama 1 x gejala penurunan curah kesehatan klien sehingga
berhubungan 24 jam penurunan jantung dapat menentukan
dengan Perubahan curah jatung teratasi intervensi yang tepat
kontraktilitas,  Tanda-tanda vital dalam 2. Monitor status 2. Status pernapasan yang

17
perubahan rentang normal pernapasan menandakan gagal jantung
afterload,  Tidak ada distensi vena 3. Monitor balance cairan dapat ditemukan secara dini
perubahan irama. leher 4. Atur periode latihan dan sehigga dapat dilakukan
AGD dalam batas normal istirahat untuk intervensi dengan cepat
Batasan menghindari kelelahan 3. Volume cairan tubuh yang
Karakteristik : 5. Monitor adanya dyspnea kurang dapat menyebabkan
dan takipnea penurunan curah jantung
 Perubahan 6. Monitor tekanan darah, 4. Aktivitas yang berlebih
irama jantung : nadi, suhu, dan RR dapat meningkatkan kerja
Takikardi 7. Monitor jumlah, bunyi, jantung
dan irama jantung
 Perubahan 8. Kaji kulit terhadap pucat 5. Dyspnea dan takipnea
Afterload : kulit dan sianosis. mungkin terjadi karena
lembab, 9. Tinggikan kaki, hindari kurangnya oksigen yang
penurunan nadi tekanan pada bawah dibawa oleh darah akibat
perifer, lutut. penurunan curah jantung
penurunan 10. Berikan oksigen 6. Mengetahui perkembangan
resistensi tambahan dengan nasal kondisi klien setelah
vaskular paru, kanula atau masker dilakukan intervesi
dispnea. sesuai indikasi. 7. Jumlah, bunyi, dan irama
jantung menunjukkan kerja
 Perubahan jantung dalam memompa
kontraktilitas : darah
batuk, dispnea 8. Pucat menunjukkan
paroksismal menurunnya perfusi perifer
nokturnal sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung,
 Perilaku : vasokontriksi, dan anemia.
Gelisah Sianosis dapat terjadi
sebagai refraktori GJK.
9. Menurunkan stasis vena
dan dapat menurunkan
insiden thrombus atau
pembentukan embolus.
10. Meningkatkan sediaan
oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan
efek hypoxia atau iskemia.

19
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x 60 1. Lakukan pengkajian 1. Langkah pertama dalam
dengan agen menit pasien menunjukkan nyeri secara pengkajian nyeri untuk
injury. penurunan nyeri, komprehensif termasuk menentukan jika klien tidak
dibuktikan dengan kriteria lokasi, karakteristik, dapat mendiskripsikan
Batasan hasil: durasi, frekuensi, nyerinya sendiri. Tanyakan
Karakteristik: - Tanda vital dalam kualitas dan symbol kepada klien tentang
 Perubahan rentang normal presipitasi intensitas nyerinya
selera makan - Tidak mengalami 2. Observasi reaksi kemudian memilih symbol

 Perubahan gangguan tidur dan nonverbal dari yang sesuai dengan

frekuensi tampak tenang ketidaknyamanan tingkatan nyerinya.

pernapasana, 3. Kontrol lingkungan yang 2. Reaksi nonverbal dari


jantung dapat mempengaruhi pasien seringkali

 Laporan isyarat nyeri seperti suhu mengungkapkan nyeri yang


ruangan, pencahayaan tidak bias disampaikan
 Mengekspresik dan kebisingan secara langsung.
an perilaku 4. Tingkatkan istirahat 3. Lingkungan yang tidak
 Melaporkan 5. Monitor vital sign kondusif juga merupakan
nyeri secara sebelum dan sesudah faktor yang memperparah
verbal pemberian analgesik rasa nyeri yang dirasakan .
pertama kali
6. Kolaborasi: Berikan 4. Dengan beristirahat
analgetik untuk perasaan nyeri yang dialami
mengurangi nyeri pasien akan lebih bias
diminimalkan.
5. Dengan memonitor vital
sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik dapat
diketahui seberapa efektif
analgesik bisa mengurangi
rasa nyeri pasien. Karena
nyeri yang meningkat
dicerminkan oleh
perubahan vital sign di luar

21
batas normal.
6. Penatalaksanaan secara
medis

4. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Managemen Cairan


volume cairan keperawatan 2x24 jam 1. Kaji BB, penyakit yang 1. Informasi disediakan untuk
berhubungan diharapkan volume cairan mendasari, dan prosedur menjelaskan penggantian
dengan klien kembali seimbang. bedah yang dijalani. cairan.
kehilangan cairan - Keseimbangan cairan 2. Monitor tanda kehilangan 2. Memperlihatkan tingkat
secara aktif. - Hidrasi cairan pada pasien. kehilangan cairan pada
- Status nutrisi: intake 3. Monitor cairan yang klien.
Batasan makanan dan masuk dan keluar. 3. Untuk mengetahui
karakteristik: minuman 4. Berikan caiaran sesuai keseimbangan cairan tubuh
 Penurunan Kriteria Hasil: kebutuhan dan yang 4. Mencegah terjadinya
status mental - Tekanan darah, nadi, diprograrmkan dehidrasi
 Penurunan suhu tubuh dalam
tekanan dan batas normal.
frekuensi nadi - Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
 Penurunan turgor kulit baik,
turgor kulit membrane mukosa
 Membran lembab, tidak ada ras
mukosa kering haus yang berlebihan.
 Peningkatan
hematokrit
 Peningkatan
suhu tubuh
 Penurunan
berat badan

23
DAFTAR PUSTAKA

Barbara c. long 2011, Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan


Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan
Pajajaran, Bandung
Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition .
Philadelphia: F. A. Davis Company
Hudak & Gallo 2008, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI
Vol.1, EGC, Jakarta
Hudak & Gallo. 2008, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI
Vol.1. Jakarta: EGC
Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammdiyah Yogyakarta.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=HEMATOTHORAX
Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape
Peninsula University of Technology Faculty of Health & Wellness
Science. Paper 25. http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
Mancini. . 2011. Hemothoraks.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing, 2013.
Sjasuhidajat. R 2009, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Smeltzer SC dan Bare BG.2012 Buku Ajar keperawatan medikal-bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC,

Anda mungkin juga menyukai