Anda di halaman 1dari 11

KONSEP MEDIS

A. Anatomi dan fisiologi colon

Sistem pencernaan merupakan salah satu sistim yang ada di tubuh kita untuk mengolah
bahan makanan yang masuk ke tubuh kita menjadi zat yang dapat diserap ke dalam
peredaran darah, sedangkan sisa atau ampas yang dihasilkan dari proses pencernaan akan
disingkirkan atau dikeluarkan melalui feses.
Sistem pencernaan terdiri atas suatu saluran panjang yaitu saluran cerna di mulai dari
mulut sampai anus, dan kelenjar-kelenjar yang berhubungan seperti kelenjar liur, hati dan
pancreas, yang letaknya di luar saluran tetapi menghasilkan sekret melalui sistim duktus
masuk ke dalam saluran tersebut.
Colon atau usus besar merupakan salah satu traktus/saluran pencernaan. Tunika mukosa
bagian usus besar dilapisi oleh epitel selapis silindris dengan sel goblet. Pada permukaannya
tidak mempunyai vilus, hanya kriptus Lieberkuhn. Permukaan mukosa rata dan seragam
tingginya yang menandakan bahwa usus besar tidak mempunyai vilus tetapi hanya kriptus
Lieberkuhn. Pada lamina propia kadang ditemukan adanya noduli limfatisi, disamping itu
juga terdapat lapisan otot polos (tunika muskularis mukosa). Tunika submukosa terdiri atas
jaringan ikat longgar. Tunika

1
muskularisnya sama seperti lapisan usus lainnya terdiri atas lapisan sirkular
dan longitudinal. Tunika adventisia atau serosanya terdiri atas jaringan ikat
jarang.

Bahan makanan masuk ke dalam usus besar dalam keadaan setengah cair
yang kemudian diubah menjadi setengah padat yang merupakan konsistensi
feses. Fungsi usus besar :
1. Absorpsi cairan
2. Sekresi mukus yang berfungsi sebagai pelumas feses yang telah diabsorpsi
cairannya agar tidak merusak mukosa.
3. Tempat pembusukan sisa makanan oleh bakteri normal usus besar.
B. Defenisi
Hemicolectomy adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat
sebagian dari kolon beserta pembuluh darah dan saluran limfe.
Terdapat beberapa tipe dari hemikolektomi, antara lain :

1. Hemikolektomi kanan
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau
penyakit pada kolon kanan. Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif
dengan melakukan reseksi pada kasus karsinoma sekum, kolon asenden.
Pembuluh darah ileokolika, kolika kanan dan cabang kanan pembuluh
darah kolika media diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal
juga harus direseksi, yang selanjutnya dibuat anastomosis antara ileum dan
kolon transversum.
2. Hemikolektomi Kanan Diperluas
Hemikolektomi kanan diperluas (Extended Right Colectomy) dapat
dilakukan untuk mengangkat tumor pada fleksura hepatika atau proksimal
kolon transversum. Standar hemikolektomi kanan diperluas adalah dengan
mengikut sertakan pemotongan pembuluh darah kolika media. Kolon
kanan dan proksimal kolon transversum direseksi dilanjutkan anastomosis
primer antara ileum dan bagian distal kolon transversum. Jika supply darah
diragukan, reseksi diperluas sampai fleksura lienalis dan selanjutnya
membuat anstomosis ileum dengan kolon desenden.
3. Kolektomi Transversum
Suatu tumor pada pertengahan kolon transversum dapat direseksi dengan
melakukan ligasi pada pembuluh darah kolika media sekaligus
mengangkat seluruh kolon transversum yang diikuti membuat anastomosis
kolon asenden dengan kolon desenden. Bagaimanapun, suatu kolektomi
kanan diperluas dengan anastomosis antara ileum terminal dengan kolon
desenden merupakan anastomosis yang aman dengan menghasilkan fungsi
yang baik.
4. Hemikolektomi kiri
Suatu tumor pada kolon transversum bagian distal , fleksura lienalis , atau
kolon descenden direncanakan untuk dilakukan hemikolektomi kiri.
Cabang kiri dari pembuluh darah kolika media, kolika kiri dan cabang
pertama dari pembuluh darah sigmoid dilakukan ligasi dan dipotong.
Selanjutnya dilakukan anastomosis kolo transversum dengan kolon
sigmoid.
5. Hemikolektomi Kiri Diperluas
Digunakan untuk mengangkat tumor pada kolon transversum bagian
distal. Pada operasi ini, dilakukan kolektomi kiri dengan perluasan ke
bagian proksimal cabang kanan pembuluh darah kolika media.
6. Kolektomi Sigmoid
Tumor pada kolon sigmoid dengan melakukan ligasi dan pemotongan
cabang sigmoid dari arteri mesenterika inferior. Umumnya, kolon sigmoid
dilakukan reseksi setinggi refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis
antara kolon desenden dan rektum bagian proksimal. Untuk menghindari
tension pada anastomosis maka perlu dilakukan pembebasan fleksura
lienalis.
7. Kolektomi Total atau Sub total
Dilakukan pada pasien dengan kolitis fulminan termasuk familial
adenomatous polyposis atau karsinoma kolon yang sinkronus. Sesuai
prosedur, pembuluh darah ileokolika, pembuluh darah kolika dekstra,
kolika media, kolika sinistra dilakukan ligasi dan dipotong. Selanjutnya
ileum terminal sampai sigmoid direseksi. Anastomosis ileo-rektal.

C. Indikasi operasi
Hemicolectomy dapat dilakukan pada beberapa kondisi seperti :
 Keganasan pada sekum, kolon asenden, fleksura hepatika dan kolon
tranversum kanan.
 Keganasan pada kolon transversum kiri, fleksura lienalis, kolon
desenden.
 Poliposis kolon.
 Trauma kolon.

D. Prosedur operasi
1) Persiapan klien
a. Imformed concent
b. Klien dipuasakan dan dilakukan klisma
c. Mencukur rambut pada daerah pubis
d. Melepaskan perhiasan dan lain -lain (gigi palsu)
e. Memakai pakaian operasi
f. Persiapan obat-obatan yang diperlukan
2. Teknik operasi
a. Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang.
b. Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik,
kemudian dipersempit dengan linen steril.
c. Dibuat insisi midline, diperdalam memotong linea alba sampai tampak
peritoneum dan peritoneum dibuka secara tajam.
d. Lesi pada kolon kanan diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat
tidaknya dilakukan pengangkatan tumor (menentukan resektabilitas).
Jika lesi diprediksi ganas, palpasi pada kelenjar mesokolon dan hepar
untuk melihat metastase (menentukan stadium).
e. Dengan menggunakan kasa lebar, usus kecil dialihkan kebagian kiri
agar ekspose dari kolon asenden tampak jelas.
f. Suatu insisi dibuat pada refleksi peritoneum yang menutupi dinding
lateral kolon asenden dimulai dari batas sekum sampai dengan daerah
pada fleksura hepatika. Batas daerah bebas tumor harus diperhatikan.
Saat masuk ke fleksura hepatika, pastikan bahwa bagian kolon kanan
dapat dibebaskan termasuk ligamentum hepatokolika yang
mengandung pembuluh darah dapat dipotong dan diligasi.
g. Angkat kolon kanan ke arah kiri untuk memastikan bahwa tidak ada
cedera pada ureter kanan dan vasa spermatika. Juga diperhatikan
puncak dari kolon asenden sampai batas fleksura hepatika akan
terjadinya cedera dari duodenum.
h. Selanjutnya identifikasi dari a. kolika media sampai sepanjang cabang
kanan yang akan dilakukan transeksi. Lakukan klem pada mesokolon
daerah transeksi dan dipotong. Cabang kanan dari a. kolika media
diligasi ganda dan dipotong, begitu pula a. kolika dekstra dan a.
ileokolika.
i. Ileum terminal dipreparasi untuk dilakukan reseksi bersama sekum dan
apendiks. Selanjutnya dilakukan reseksi ileum terminal dan sebagian
kolon transversum dan dilanjutkan anastomosis ileo-transversotomi end
to end. Segmen kolon dan kelenjar getah bening pada mesokolon yang
diangkat sebagai dalam satu kesatuan diperiksakan patologi anatomi.
j. Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka pembedahan
ditutup lapis demi lapis.
k. Tindakan yang sama diperlakukan pada hemikolektomi kiri, dimana
reseksi kolon dilakukan pada kolon transversum kiri dan kolon
desenden dan dilakukan kolotransverso-sigmoidostomi end to end.
E. Komplikasi operasi
Komplikasi yang dapat timbul pada prosedur hemikolektomi antara lain :
 Perdarahan
 Kebocoran dari anastomosis yang dapat menimbulkan peritonitis dan
sepsis
 Fistel
 Cedera ureter
 Cedera vasa spermatika

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges et.al (2000) data dasar pengkajian adalah
sebagai berikut :
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan, perubahan pada pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur malam hari, keterbatasan partisipasi dalam
hobi, tingkat stress tinggi.
2) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda : Perubahan pada TD.
3) Integritas ego
Gejala: Masalah tentang perubahan dalam penampilan, menyangkal
diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, kehilangan
kontrol, depresi.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola BAB, perubahan eliminasi urinarius.
Tanda : Perubahan pada usus, distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk, anoreksia, mual atau muntah, intoleransi
makanan, perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada kelembaban atau turgor kulit.
6) Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi.
8) Pernapasan
Gejala : Merokok, pemajanan asbes.
9) Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi.
10) Seksualitas
Gejala : Masalah seksual, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.
11) Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung masalah
tentang fungsi atau tanggung jawab peran dan riwayat perkawinan.
12) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga, penyakit metastatik, riwayat
pengobatan.

B. Diagnosa dan intervensi


1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang, klien tampak tenang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tekanan darah, nadi dan 1. Untuk mengenal indikasi kemajuan
pernapasan setiap 4 jam. atau penyimpangan dari hasil
2. Kaji intensitas nyeri. Informasikan yang diharapkan.
ke dokter jika nyeri diberikan 2. Inimerupakan indikasi bahwa perlu
sampai pemberian obat respon analgetik yang lebih keras atau
terhadap analgesik yang mulai ada komplikasi
bertambah buruk atau tidak ada 3. Tempatkan tubuh pada posisi
selanjutnya yang nyaman untuk mengurangi
3. Bantu pasien untuk mengambil penekanan dan mencegah otot –
posisi yang nyaman. Tinggikan otot tegang membantu
ekstremitas yang terasa sakit. menurunkan rasa tidak nyaman.
Tekuk lutut dengan menggunakan 4. Distriksi menganggu stimulus nyeri
bantal atau penyongkong lutut dengan mengurangi rasa nyeri.
ditempat tidur untuk menurunkan Distraksi tidak mengubah
ketegangan otot – otot perut intensitas nyeri. Paling baik
setelah tindakan bedah atau bila digunakan untuk periode pendek
ada nyeri dipunggung pada nyeri ringan sampai sedang
4. Ajarkan pasien teknis napas dalam 5. Istirahat menurunkan pengeluaran
berirama untuk nyeri yang ringan energi. Vasokontriksi perifer terjadi
sampai sedang dalam hubungan pada nyeri hebat dan
dengan nyeri yang lain menyebabkan pasien merasa
meringankan intervensi : dingin. Biasanya rangsangan
instruksikan pasien untuk lingkungan yang kuat,
memelihara kontak mata pada memperhebat persepsi nyeri.
suatu objek sambil menarik napas
perlahan melalui mulut dan
mengeluarkan napas melalui bibir
yang dikerutkan.
5. Berikan istirahat sampai nyeri
hilang. Kurangi kebisingan dan
sinar yang terang. Jaga
kehangatan pasien dengan selimut
ekstra

2. Hiportermi berhubungan dengan waktu pembedahan yang lama ditandai


dengan suhu tubuh 33,5º C
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
pembedahan diharapkan pasien tidak terjadi hipottermi
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor suhu tubuh pasien 1. Mengetahui suhu tubuh pasien
2. Beri alas penghangat 2. Menjaga suhu tubuh tetap hangat
3. Beri selimut pada bagian yang tidak 3. Mencegah terjadinya hipotermi
dioperasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai prosedur


tindakan operasi ditandai dengan ekspresi wajah klien tampak cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ansietas
klien dapat berkurang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Tanyakan pada pasien penyebab 1. Mengetahui penyebab kecemasan
kecemasan klien
2. Jelaskan prosedur tindakan dan 2. Memberikan pemahaman pada
yang dirasakan selama prosedur klien mengenai prosedur tindakan
3. Kenalkan terhadap lingkungan 3. Mengadaptasikan dan
kamar bedah meningkatkan kepercayaan klien
4. Anjurkan klien untuk berdoa terhadap tim medis
5. Instruksikan pasien menggunakan 4. Mengurangi rasa takut dan cemas
teknik relaksasi nafas dalam klien terkait kondisinya
5. Mengurangi rasa cemas klien
DAFTAR PUSTAKA

Doenges at. al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta : EGC.


Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,
Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Jakarta : EGC.
Familial adematosus polyposis, diakses pada tanggal 28 Mei 2012.
(http://www.hopkins-gi.org/GDL_Disease )

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan, diakses pada tanggal 28 Mei 2012.
(http://www.staff.ui.ac.id/.../AspekHistologiSistemPencernaan-2)

Anda mungkin juga menyukai