Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

EMPIEMA

I. Konsep Penyakit Empiema


1.1 Definisi/deskripsi penyakit empyema
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam rongga
pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura.

Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas


pleura (Diane C. Baughman, 2000).

Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural.

Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam


rongga pleura dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun
proses penyakit lainnya.

Pada awalnya cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi
sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada
keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang
kental.Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari
infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena
pengobatan yang terlambat.
1.2 Etiologi empiema
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Bakteriologi :
a. Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara
akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak
penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-
jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada
kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan
racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan
dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan
Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan
perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru
(pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah
(sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus,
tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul.
Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan
berbahaya atau tidak.

1.3 Tanda gejala empiema


Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
1. Demam
2. Keringat malam
3. Nyeri pleural
4. Dispnea
5. Anoreksia dan penurunan berat badan
6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
7. Perkusi dada, suaraflatness
8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus

Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema


kronis.

1. Emphiema akut:
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan
toksemia, anemia, dan clubbing finger.
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel
bronco-pleural.
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur
dengan darah dan nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
c. Pucat, clubbing finger.
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

1.4 Patofisiologi empiema


Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan
meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapanendapan fibrin akan membentuk kantungkantung yang
melokalisasi nanah tersebut.

Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk


keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura.Sistem limfatik
pleura dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura
melebihi kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka efusi akan
terbentuk.

Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema.Pneumonia


mencetuskan respon inflamasi.Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura
dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan
sel terluardari pleura.Sel mesotelial yang terkena meningkat
permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa
suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari
proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting
untuk menarik neutrofil ke celah pleura.Pada kondisi normal, neutrofil
tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan
pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi.
Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon
inflamasi dan mengeleluarkanmediator untuk menarik sel-sel inflamator
lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan
patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan
komplikasi dan empiema torakis.Efusi parapneumoni tanpa komplikasi
merupakan efusi eksudat predominanneutrofil yang terjadi saat cairan
interstisiil paru meningkat selama pneumonia.Efusi ini sembuh dengan
pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia.Efusi
parapneumonikomplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang
mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan
peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri
biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.Pembentukan empiema
terjadi dalam 3 tahap, yaitu :

1. Fase eksudatif
Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasisecara cepat ke
dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang
rendah, glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan
terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.
2. Fase fibropurulen
Invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit
PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan
kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
3. Fase organisasi
Bentuk lokulasi.Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura
visceral dan parietal.Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan
perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang
kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada celah
pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.

Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif


berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri
yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae
danstreptococci hemolitik.Saat ini, organisme aerob lebih sering
diisolasi dibandingkan organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan
S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur bakteri gram positif aerob.
Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan
bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua
kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram negatif.
Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis
organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.

Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob


yang paling sering diisolasi.Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih
sering menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi satu jenis
organisme.Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari
empiema.Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari
pneumoni.Pasien dapat mengeluh menggigil, demam tinggi,
berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk.Sesak napas
juga dapat dikeluhkan oleh pasien.

1.5 Pemeriksaan penunjang empiema


1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity
yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina
paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum
tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya
penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul
di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau
lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah
posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada
bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow
yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut
kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan
pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga
dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi ,
bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur
(pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.

3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa
drain.
4. Pemeriksaan CT scan
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan
dari pleura.
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT
scan
5. Sinar x
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan
absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau
terlokalisasi(bacterial).
6. GDA /nadi oksimetri
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
7. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk
memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi
fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum
meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik
streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum
dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah
dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9. EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/
evaluasi program latihan.
1.6 Komplikasi
a. Bula yang terbesar yang terbentuk karena bersatunya alveoli yang
pecah sehingga dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.
b. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula, kadang-
kadang dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.
c. Kegagalan pernapasan dan korpulmonale.
d. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat.
e. Infeksi pleura mengarah ke sepsis.
f. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik
sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening.

1.7 Penatalaksanaan
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk
mencegah efek toksisnya.
2. Closed drainage toracostomy water sealed drainage dengan indikasi:
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya piopneumotoraks
d. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative
sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada
kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai
juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada
empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat
atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat,
drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau
membersihkan drain.
4. Antibiotik
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotik
memegang peranan penting.Antibiotic harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik
didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan
selanjutnya tergantung pada hasil kulturdan sensitivitasnya. Antibiotik
dapat diberikan secara sistematik atau tropical.Biasanya diberikan
penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura.Pada keadaan demikian
dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
6. Dekortikasi, Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi:
a. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplast
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura
atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.Pada pembedahan ini,
segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian
dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi
spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan
napas.
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan empiema
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada dada pleuritik
b. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik.Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan
timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis
(radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus
2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah,
penurunan BB, dispnea, lemah.
b. Pemeriksaan TTV, RR :>24 x/mnt, Nadi : >100 x/mnt, TD :
>120/70 mmHg Suhu : >36,5 oC.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Batuk produktif, pernafasan cuping hidung.
d. Pemeriksaan dada
Nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi dada
ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan fremitus,
auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel chest.
e. Pemeriksaan abdomen
Peristaltic usus < 8 x/mnt.
f. Pemeriksaan ekstremitas
Clubbing finger.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. foto thorak
b. kultur darah
c. USG
d. Sampel sputum
e. Torakosenstesi
f. Pemeriksaan cairan Pleura
g. Hitung sel darah dan deferensiasi
h. Protein, LDH, glucose, dan pH
i. Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan
mikoplasma.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2.2.1 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
2.2.2 Batasan karakteristik
Tidak ada batuk
Suara napas tambahan
Perubahan frekwensi napas
Perubahan irama napas
Sianosis
Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
Penurunan bunyi napas
Dipsneu
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
Batuk yang tidak efektif
Orthopneu
Gelisah
Mata terbuka lebar
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Lingkungan
- Perokok pasif
- Mengisap asap
- Merokok
Obstruksi jalan nafas
- Spasme jalan nafas
- Mokus dalam jumlah berlebihan
- Eksudat dalam jalan alveoli
- Materi asing dalam jalan nafas
- Adanya jalan nafas buatan
- Sisa sekresi
- Sekresi dalam bronki
Fisiologis
- Jalan napas alergik
- Asma
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Hiperplasi dinding bronkial
- Infeksi
- Disfungsi neuromuscular

Diagnosa II
Ketidakefektifan pola napas
2.2.4 Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.
2.2.5 Batasan karakteristik
Perubahan kedalaman pernapasan
Perubahan ekskursi dada
Bradipneu
Penurunan tekanan ekspirasi
Pernapasan cuping hidung dan bibir
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Ansietas
Posisi tubuh
Keletihan
Nyeri
Kerusakan neurologis
Deformitas tulang dan dinding dada

2.3 Perencanaan
Diagnosa I
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan diharapakan klien dapat:
a. Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan
jalan napas.
b. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih,
tidak ada dispnea, sianosis.
c. Mendemonstrasikan batuk efektif
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi atau kedalaman 1. Takipnea pernapasan
pernapasan dan gerakan dada dangkal dan gerakan dada
2. Auskultasi area paru, catat area tak simetris sering terjadi
penurunan/tak ada aliran udara karena ketidaknyamana
dan bunyi napas adventisius, gerakan. Gerakan dinding
missal krekels mengi dada dan cairan paru
2. Penurunan aliran darah
terjadi
pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi napas bronchial
(normal pada bronkus) dapat
terjadi juga pada area
konsolidasi. Krekels,
rongkhi, dan mengi terdengar
3.Penghisapan sesuai dengan pada inspirasi dan atau
indikasi ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan
cairan, secret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi
3.Merangsang batuk atau
4. Berikan cairan sedikitnya 2.500 pembersihan jalan napas
ml/hari, tawarkan air hangat secara mekanik pada pasien
5. yang tak mampu melakukan
karena batuk tak efektif atau
5. Ajarakan metode batuk efektif penurunan tingkat kesadaran
dan terkontrol 4.Cairan (khususnya yang
hangat) memobilisasi dan
6. Pemeriksaan sputum pasien di mengeluarkan sekret.
laboratorim 5.Batuk tidak terkontrol akan
melelahkan klien

6.Sputum yang di periksa guna


untuk mengetahui adanya
penyakit lain
Diagnosa II
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea.
2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan diharapkan klien dapat:
a. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan
status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status
tanda vital
b. Menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu,
ditandai dengan indicator gangguan sebagai berikut :
Kedalaman inspirasi dankemudahan bernapas.
Ekspansi dada simetris.
Tidak adanya penggunaanotot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
1.Kaji frekuensi, kedalaman1. 1.Berguna dalam evaluasi derajat
pernapasan. Catat distress pernapasan dan atau
penggunaan otot aksesori, kronisnya proses penyakit
napas bibir,
ketidakmampuan bicara 2. 2.Bunyi napas mungkin redup
2. 2.Auskultasi bunyi napas, karena penurunan aliran udara
catat area penurunan aliran atau area konsolidasi. Adanya
udara dan atau bunyi mengi mengindikasikan spasme
tambahan bronkus / tertahannya secret
3. 3.Penurunan tekanan vibrasi
diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak
3.Palpasi fremitus 4 4.Salah saut faktor penyebab
hiperventilasi adalah ansietas
4.
4.Anjurkan klien untuk tidak
5. 5.Meningkatkankemampuankontrol
memikirkan hal-hal yang individu terhadap proses
menyebabkan ansietas ekspirasi
5. 5.Pertimbangkan
penggunaan kantung kertas 6.Agar pernapasan dapat berjalan
saat ekspirasi latih individu dengan baik
bernapas perlahan dan 7.Posisi semifowler dapat
efektif mempermudah pasien dalam
6. 6. Pemberian oksigen bernafas efektif

7.Jaga posisi agar tetap


semifowler
III. Daftar Pustaka
Amin .H. N. Kusuma .H. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.Jilid 3. Yogyakarta: PMP
Anonim.(2010). Empiema. Available at:
http://lavanillate57.wordpress.com/2010/11/11/askepempiema/.
Ciyu.(2012). Laporan pendahuluan empiema. Available at:
http://ciyuinspirasiku.blogspot.com/2013/02/laporan-pendahuluan
empiema.html.
Doengoes, Marylinn. E. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC
Sely.(2009). Keperawatan Empiema. Available at: http://sely
biru.blogspot.com/2009/01/asuhankeperawatan-empiema.html.
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. (2001).Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan
2.,FK. UI, Media AES Culapius, Jakarta.
Morton, Gallo, Hudak, (2012). Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2 Edisi
8. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. Dkk. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanna C. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta: EGC.
Banjarmasin, Mei 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik

(.) (...)

Anda mungkin juga menyukai