Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI DI POLI JANTUNG RSUD DR H. MOCH. ANSARI SALEH


BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : AGUS RUDIYANTO


NIM : 11409719042
TINGKAT : II (DUA)
SEMESTER : III (TIGA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Agus Rudiyanto


NIM : 11409719042
Ruangan : Poli Jantung

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan Asuhan


Keperawatan STEMI di Ruang Poli Jantung RSUD dr. H.Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin

Banjarmasin, Januari 2021

Agus Rudiyantp

NIM: 11409719042

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Ayesti Ratih P.,S.Kep.Ns Baidah S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIP.198603102010012008 NIK. 046637120


LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

I. Konsep Teori

A. Pengertian
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang
irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium
(Price &Wilson, 2006).
Menurut Sutoyo, (2010) infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Sedangkan menurut Pusponegoro (2015), STEMI adalah fase
akut dari nyeri dada yang ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi,
lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang
dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang disertai infark
miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa STEMI adalah
penyakit jantung yang dapat ditandai dengan adanya gambaran ST
elevasi pada hasil EKG dikarenakan adanya trombus pada arteri koroner,
dimana kondisi ini disertai dengan adanya nyeri dada yang hebat.
B. Anatomi dan Fisiologi
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang
berdinding tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal
( ventrikel).

1. Atrium
Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi
sebagai penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju
ventrikel. Atrium berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel.
a. Atrium Kanan
Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan
memiliki tekanan yang rendah. Sebelum memasuki atrium
kanan, darah melewati dua vena yang bermuara ke atrium
kanan yaitu vena kava superior (membawa darah dari bagian
tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena kava inferior
(membawa darah dari ekstremitas bawah dan organ abdomen).
Setelah melalui atrium kanan kemudian melewati katup
trikuspid darah menuju ventrikel kanan pada saat fase relaksasi
otot jantung (diastole)
b. Atrium Kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan.
Darah yang telah teroksigenisasi memasuki atrium kiri.
Selanjutnya darah akan memasuki ventrikel kiri melewati katup
mitral pada saat vase relaksasi otot jantung ( diastole). Fungsi
dari atrium kiri adalah sebagai ruang penerima darah yang
telah teroksigenisasi dari paru-paru.
2. Ventrikel
Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan darah ke sistem
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri mempunyai
ketebalan tiga kali dari yang sebelah kanan, sesuai dengan kerja
jantung yang lebih berat.
a. Ventrikel kanan
Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan rendah.
Fungsi dari ventrikel kanan adalah memompa darah menuju
paru-paru. Darah mengalir menuju arteri pulmonal melewati
katup pulmonal, pada saat fase kontraksi/ sistolik.
b. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memiliki otot yang besar. Tekanan pada ventrikel
kiri sangat tinggi, darah yang masuk berasal dari atrium kiri
melalui katub mitral dan keluar dari ventrikel melalui katub
aorta. Fungsi dari ventrikel kiri adalah mengalirkan darah
menuju seluruh bagian tubuh yang selanjutnya kembali ke
atrium kanan.
3. Katub Jantung
Katub jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah
dan mencegah aliran balik darah. Katup ini membuka dan menutup
secara pasif yang merupakan respon dari perubahan tekanan dan
perubahan isi dari ruang- ruang jantung. Secara umum katub jantung
dibagi menjadi 2 jenis katub yaitu katub atrioventrikular dan katub
semilunar.
a. Katub Atrioventrikular
Katub ini membagi jantung menjadi 2 bagian yaitu atrium dan
ventrikel. Katub atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah
dari atrium ke ventrikel. Terdiri dari katub tricuspid dan katup
mitral.
1) Katup tricuspid
Tricuspid memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan.
Katup Trikuspid memiliki 3 daun katup (anterior, septal,
posterior). Daun katub ini disokong oleh 2 muskulus
papilaris yang dihubungkan oleh korda tendinae. Fungsi
tricuspid adalah membantu darah mengalir dari atrium
kanan ke ventrikel kanan selama diastole (daun katup
membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga
tidak terjadi aliran balik.
2) Katup Mitral/ Bicuspid
Katup mitral memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri.
Terdiri dari 2 daun katup/ bikuspidalis (anterior dan
posterior). Fungsi katup mitral adalah membantu darah
mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri saat diastole (daun
katup membuka). Saat systole daun katup menutup
sehingga tidak terjadi aliran balik.
b. Katub Semilunar
Katub semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah
besar. Dua katup semilunar ini memilki 3 daun katub yang
mengalirkan darah dari ventrikel ke pulmonary arteri dan aorta.
Fungsi katub adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel
ke pembuluh darah besar selama diastole (daun katup
terbuka).
1) Katub Pulmonal
Katub pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri
pulmonal, terdiri dari tiga daun katup (anterior kanan,
anterior kiri, dan posterior). Fungsi dari katup pulmonal
adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel kanan ke
arteri pulmonal selama sistole (daun katub membuka).
2) Katub Aorta
Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri
dari 3 daun katup (Coroner kiri,coroner kanan,dan non
coronary). Fungsi katub ini adalah membiarkan darah
mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama sistole (daun
katub membuka).
C. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan ST Elevation (STEMI) :
1. Penyempitan arteri koroner non sklerotik.
2. Penyempitan aterosklerotik.
3. Trombus.
4. Plak aterosklerotik.
5. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau viserasi plak.
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.
7. Penyempitan arteri oleh karena perlambatan jantung selama tidur.
Faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a. Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses
yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis
sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden
infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al.,
2007).
b. Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi
berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan
dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika
dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan
pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).
c. Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada
orang kulit putih.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini
sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya
IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit
arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat
terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol
LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri
koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b. Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik
tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting.
Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease
(IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive.
Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat
meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan
sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al.,
2007).
c. Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok
dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena
IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko
secara substansial (Kumar, et al., 2007).
d. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark
miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko
stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus.
e. Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit
jantung koroner.
f. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya
serangan.

D. Tanda dan Gejala


Infark miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui
dengan beberapa tanda dan gejala yang diketahui dari beberapa
pemeriksaan, pertama pada anamnesis biasanya diketahui adanya
keluhan nyeri dada, yang hampir setengah kasus terjadi akibat aktivitas
fisik berat, stress emosi, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat
pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada
merupakan petanda awal utama dalam kelainan ini. Manifestasi selain
nyeri dapat ditemukan :
1. Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bahu, leher,
rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung
lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap
nitrogliserin.
2. Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
3. Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
4. Takikardi
5. Sesak napas
6. Kulit yang pucat
7. Pingsan
8. Hipotensi
9. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat
10. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke
otot rangka
11. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan
mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan
pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin)
12. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal
serta peningkatan aldosteron dan ADH
13. Diaporesis(keringat berlebihan), sakit kepala, mual, muntah, palpitasi,
gangguan tidur

E. Patofisiologi dan Pathway


STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara
tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya
mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri
koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan
vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI
terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga
komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang
mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus
(thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat
rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet.
Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local
yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini
akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah
molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara
simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade
koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel
endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII
dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat
platelet dan benangbenang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli
arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai
penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial
yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada
1. Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi.
2. Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak.
3. Durasi oklusi koroner.
4. Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada
jaringan yang terkena.
5. Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun
secara tiba-tiba.
6. Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan.
7. Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada
arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan
Modify Unm
l
Blok pada arteri
Meroko a
koroner
k s  jantung
, i
a l
l i
c p
o i
h d
o
l,
h
i
p
e
r
t
e
n
si
,
a
k
u
m
u
Cong enital

Non Stemi Blok Blok total STEMI


seba
gian

ALIRAN DARAH KORONER MENURUN


ISKEMIA MIOKA

B1 B2 B3 B4 B
Breathin Blood Brai Bladder
g Resti
n
keleb 5
Edema dan ihan Aliran
Aliran Me
bengkak darah
darah ke volu B
sekitar t keginjal
paru
miokard a me menurun
tergangg b caira
u o
o n
Jalur Produksi
l
hantaran urin
Suplai i w
listrik menurun
O2 s
terganggu m
tidak el
seimb e
Vol. Plasma
ang Pompa
denga jantung a N
n tidak n Aliran balik
kebut terkoordin a vena
ye
uhan asi e
tubuh r
o Beban ri
Vol. b jantung
Meningk Sek
M
atnya unc
Retensi Na dan
kebutuha up As.
La air, eksresi
n O2 tur ua
un kt kalium
at
Takipneu l/
PC:P
Menyen
enur m
tuh
Ketidakefekt unan ujung
ifan
Cura saraf un
Pol resept
h
a or
Naf Jantu ta
as ng
Nyer
i h
dada

Anoreksia
Nye
ri
Resiko
Aku
t ketidakseimban
gan nutrisi an nuruna O2
B
Otot fu n aliran kejaring
6
rangka darah an
Hipo B ng
kekurang menuru
ksia, o si
an O2 n
iske n ve
dan ATP Curah
mia, e
nt jantung
infar menuru Kelemah
rik an
k n
Ga el
melu
ng
as
gu Intolerans
Pe Suplai i Aktivitas

Sumber: (Darliana, Devi. 2016. Manajemen pasien ST elevasi miokard


F. Data Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (EKG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a. Lead II, III, aVF : Infark inferior
b. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c. Lead V2-V4 : Infark anterior
d. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e. Lead I, aVL : Infark high lateral
f. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas
dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI.
Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung
pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik
local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika
kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium
dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a. cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific
troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda
dari protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan
tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk
cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat
spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi
dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI
menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT
dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic.
Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10
hari setelah STEMI.
b. CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam
dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran
penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang
rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot
skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim
MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim
MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan
ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak
mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam
serum.
3. Cardiac Imaging
a. Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien
STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar
miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena
keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode
diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya
abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography
dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah
pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna
dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan
thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD
dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
b. High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high
resolution cardiac MRI.
c. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi
jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap
arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap
ventrikel kiri.
4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah
putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi
eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung
sel darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang
tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.

G. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk,
ukuran, dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non
infark. Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal
ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang
normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran
yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari
infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah
gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark
meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan
elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

4. Gagal jantung kongestif


Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi
ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti
vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif
hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi
perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru,
hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya
makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,
baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru
merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan
mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan
menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika
dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.
Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak
dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi
daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup
mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri
dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

8. Defek septum ventrikel


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture
dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga
terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang
relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang
terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan
tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran
balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau
apeks jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan
balon pada setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian
curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus.
Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi
embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang
langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang
permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Yamin, (2010) penatalaksanaan keperawatan untuk penyakit
jantung dapat ditinjau dari aktivitas, diet, dan bowel pasien yaitu
1. Aktivitas
Pasien dengan STEMI harus istirahat di tempat tidur 12 jam pertama,
jika tidak terjadi terjadi komplikasi, komplikasi, maka pasien harus
didukung didukung untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantungkan salah satu kaki di sisi tempat tidur dan duduk di
kursi dalam 24 jam pertama.
2. Diet.
Hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam
pertama.  Asupan nutrisi nutrisi harus mengandung mengandung
kolesterol kolesterol kurang lebih 300 mg/dl.
3. Bowel
Bedrest dan pemberian terapi obat menurut obat menurut Sudoyo,
Sudoyo, (2010) sebagai sebagai  berikut :
a. Oksigen Suplemen
Suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin  
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis
dengan interval 5 menit.
c. Morfin
Sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
d. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut.
Inhibisi cepat 11 siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya diberikan  peroral dengan dosis 75-162 mg  peroral
dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat  penyekat beta intravena intravena dapat efektif.
Regimen Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg,
interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol o dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis l dengan dosis 50 mg tiap
6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12
jam.
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan,
agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat
yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
 Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
 Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
 Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau
nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
 Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar
antara 4-5 skala (0-5).
 Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea,
berkeringat, amsietas, dan pingsan.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi
alergi apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila
ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur.
Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
7. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
 TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
 Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
 Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
 Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
 Friksi; dicurigai perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
 Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
 Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
12. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
13. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
 Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
 Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung,
leher
 Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
 Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
 Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi,
dengan DM, hipertensi dan lansia. Tanda:
 Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
 Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
 Menarik diri, kehilangan kontak mata
 Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
14. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi
napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda
kental.
15. Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan
koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat,
dan menarik diri dari keluarga

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri koroner
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah, misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan
troboemboli
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan
vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan struktural
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan miokard infark
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik
jaringan miokard, efek obat depresan jantung
C. Intervensi

Dx Tujuan Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan pasien 1. Data tersebut


tindakan keperawatan mengenai nyeri dada, membantu
selama 1 x 24 jam, meliputi : lokasi, menentukan penyebab
diharapkan nyeri  pada radiasi, durasi dan dan efek nyeri dada
pasien dapat  berkurang faktor yang serta merupakan garis
dengan mempengaruhinya. dasar untuk
Kriteria Hasil : 2. Berikan istirahat fisik membandingkan gejala
1. Nyeri dada dengan punggung pasca terapi.
hilang/terkontrol ditinggikan atau dalam 2. Untuk mengurangi
2. Mendemonstrasikan kursi kardiak. rasa tidak nyaman
penggunaan teknik 3. Kaji ulang riwayat serta dispnea dan
relaksasi angina sebelumnya, istirahat fisik juga
3. Klien tampak rileks, nyeri menyerupai dapat mengurangi
mudah bergerak angina konsumsi oksigen
4. Anjurkan pasien untuk jantung.
melaporkan nyeri 3. Untuk membandingkan
dengan segera nyeri yang ada dari
5. Berikan lingkungan pola sebelumnya,
yang tenang, aktivitas sesuai dengan
perlahan, dan tindakan identifikasi komplikasi
nyaman seperti meluasnya
6. Bantu melakukan infark, emboli paru,
teknik relaksasi (napas atau perikarditis
dalam/perlahan, 4. Untuk memberi
perilaku distraksi, intervensi secara tepat
visualisasi, bimbingan sehingga mengurangi
imajinasi kerusakan jaringan
7. Periksa tanda vital otot jantung yang lebih
sebelum dan sesudah lanjut
obat narkotik 5. Menurunkan rangsang
8. Kolaborasi dengan tim eksternal
medis pemberian: 6. Membantu dalam
 Antiangina (NTG) menurunkan
 Penyekat β persepsi/respon nyeri
(atenolol) 7. Hipotensi /depresi
 Preparat analgesik pernapasan dapat
(Morfin Sulfat) terjadi sebagai akibat

 Pemberian pemberian narkotik.

oksigen Dimana keadaan ini

bersamaan dapat meningkatkan

dengan analgesik kerusakan miokardia


pada adanya
kegagalan ventrikel

2 Setelah dilakukan 1. Observasi adanya 1. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan 3 x perubahan tingkat adanya penurunan
24 jam diharapkan perfusi kesadaran secara tiba- curah jantung
jaringan  menjadi efektif tiba 2. Vasokontriksi sistemik
dengan kriteria hasil: 2. Observasi adanya diakibatkan oleh
a. Kulit hangat dan kering pucat, sianosis, kulit penurunan curah
b. Nadi perifer kuat dingin/lembab dan jantung
c. Tanda vital dalam raba kekuatan nadi 3. Untuk mengetahui
batas normal perifer adanya trombosis vena
d. Kesadran compos 3. Observasi adanya dalam
mentis tanda Homan, eritema, 4. Menurunkan stasis
e. Keseimbangan edema vena, meningkatkan
pemasukan dan 4. Anjurkan klien untuk aliran balik vena dan
pengeluaran latihan kaki aktif/pasif menurunkan risiko
f. Tidak edema dan nyeri 5. Pantau pemasukan tromboflebitis
dan perubahan 5. Penurunan/mual terus
keluaran urine menerus dapat
6. Pantau laboratorium, megakibatkan
kreatinin, elektrolit penurunan volume
7. Beri obat sesuai sirkulasi, yang
indikasi berdampak negatif
 Cimetidine pada perfusi dan
 Heparin fungsi organ
6. Indikator dari perfusi
atau fungsi organ

3 Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital: 1. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan frekuensi jantung, TD, adanya perubahan
selama 1 x 24 jam curah nadi TD,nadi secara dini
jantung adekuat 2. Evaluasi adanya bunyi sehingga memudahkan
Kriteria Hasil: jantung S3, S4 dalam melakukan
a. TD, curah jantung 3. Auskultasi bunyi napas intervensi karena TD
dalam batas normal 4. Berikan makanan porsi dapat meningkatkan
b. Haluaran urine makan kecil dan rangsangan simpatis,
adekuat mudah dikunyah, kemudian turun bila
c. Tidak ada disritmia batasi asupan curah jantung
d. Penurunan dispnea, kafein,kopi, coklat, cola dipengaruhi.
angina 2. Untuk megetahui
adanya komplikasi
pada GJK gagal mitral
untuk S3, sedangkan
S4 karena iskemia
miokardia, kekakuan
ventrikel, dan
hipertensi pulmonal
/sistemik
3. Untuk mengetahui
adanya kongesti paru
akibat penurunan
fungsi miokard
4. Untuk menghindari
kerja miokardia,
bradikardi, peningkatan
Kolaborasi: frekuensi jantung
 Berikan oksigen sesuai
indikasi
 Pertahankan cairan IV
 Kaji ulang seri EKG
 Pantau laboratorium
(enzim jantung, GDA,
elektrolit)
 Berikan obat
antidisritmia

4 Setelah dilakukan 1. Observasi pola nafas 1. Mengidentifikasi


tindakan keperawatan klien kepatenan jalan nafas
selama 1 x 24 jam, 2. Auskultasi suara nafas dan keperluan
diharapkan pola nafas tambahan (Ronchi, tambahan oksigen
kembali efektif,dengan wheezing) 2. Mengidentifikasi
Kriteria Hasil : 3. Atur posisi untuk adanya kelainan di
a. Sesak nafas memaksimalkan paru
berkurang ventilasi (fowler atau 3. Meningkatkan ekspansi
b. Penggunaan semi fowler) paru dan
ventilator O2 4. Ajarkan teknik nafas memaksimalkan
berkurang dalam ventilasi
c. Frekuensi RR = 20 5. Ukur RR dan SpO2 4. Meningkatkan rasa
–   24 X/menit 6. Kolaborasi oksigen nyaman
d. Menunjukakan 7. Kolaborasi  pemberian 5. Mengidentifikasi
jalan nafas yang bronkodilator keperluan tambahan
paten O2
6. Pemberian oksigen
adekuat
7. Menjaga kepatenan
jalan nafas.
5 Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi 1. Untuk menentukan
tindakan keperawatan jantung, irama, dan tingkat aktivitas klien
selama 3 x 24 jam klien perubahan TD yang tidak
menunjukkan peningkatan sebelum, selama, dan memberatkan curah
aktivitas secara bertahap sesudah beraktivitas jantung
Kriteria Hasil: sesuai indikasi 2. Menurunkan kerja
a. Klien dapat 2. Tingkatkan istirahat, miokard, sehingga
melakukan batasi aktivitas pada menurunkan risiko
peningkatan toleransi dasar nyeri/respon komplikasi
aktivitas yang dapat hemodinamik, berikan 3. Dengan mengejan
diukur dengan aktivitas senggang dapat mengakibatkan
frekuensi yang tidak berat manuver valsava
jantung/irama jantung 3. Anjurkan pasien untuk sehingga terjadi
dan TD dalam batas tidak mengejan saat bradikardi,
normal defekasi menurunnya curah
b. Kulit teraba hangat, 4. Jelaskan pola jantung, takikardi dan
merah muda dan peningkatan bertahap peningkatan TD
kering dari tingkat aktivitas 4. Aktivitas yang maju
5. Observasi gejala yang memberikan kontrol
menunjukkan tidak jantung, meningkatkan
toleran terhadap regangan dan
aktivitas mencegah aktivitas
berlebihan
5. Palpitasi, nadi tidak
teratur, adanya nyeri
dada atau dispnea
dapat mengindikasikan
kebutuhan perubahan
program oalahraga
atau diet
DAFTAR PUSTAKA

Khairunnisa, N. D. (2016). LP STEMI. Dipetik Desember 6, 2020, dari Scribd.id:


https://www.scribd.com/doc/295454586/LP-STEMI

Machmud, F. (2016). Lp Stemi. Dipetik Desember 6, 2020, dari Scribd.id:


https://www.scribd.com/doc/299929121/Lp-Stemi

Riyanto, A. (2017). WOC STEMI. Dipetik Desember 6, 2020, dari Scribd.id:


https://www.scribd.com/document/353078615/WOC-STEMI

Rojanah, A. (2018). Laporan Pendahuluan Stemi. Dipetik Desember 6, 2020, dari


Scribd.id: https://www.scribd.com/document/380870067/Laporan-
Pendahuluan-Stemi-Anisa

Wisnasari, S. (2018). LAPORAN PENDAHULUAN STEMI. Dipetik Desember 6,


2020, dari Docplayer.info: https://docplayer.info/64982339-Laporan-
pendahuluan-stemi-oleh-shila-wisnasari.html

Anda mungkin juga menyukai