Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

EMPYEMA THORAX

Disusun untuk memenuhi tugas PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Oleh :

dr. William Toar Palandeng

Pembimbing :

dr. W. Sumanti, Sp.B, K-BD

RSU BETHESDA GMIM TOMOHON

FEBRUARI 2016 - OKTOBER 2016


HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan Oleh :

dr. William Toar Palandeng

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi laporan kasus :

Empyema Thorax

Hari / Tanggal : Jumat / 17 Juni 2016

Tempat : Ruang Meeting RSU Bethesda GMIM Tomohon

Disahkan Oleh :

Pembimbing,

dr. W. Sumanti, Sp.B, K-BD


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut
secara anatomis sudah ada. Empyema yang terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan
nama empyema thoraks.(1)

Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang
pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empyema, kemudian
oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empyema waktu perang dunia I
diberikan cara-cara perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empyema yang dianut sampai
sekarang, walaupun cara pengelolaan empyema di berbagai rumah sakit beraneka ragam,
namun tindakan standar masih tetap dipertahankan. Penyakit tersebut dapat pula disebabkan
oleh trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema) dan pecahnya
abses dari paru ke dalam rongga pleura. Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup
tinggi, biasanya akibat dari kegagalan bernapas dan sepsis . Dengan ditemukannya antibiotika
yang ampuh, maka angka prevalensi dan mortalitas empyema mula-mula menurun, akan
tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh karena perubahan jenis kuman penyebab dan resistensi
terhadap antibiotik, morbiditas dan mortalitas empyema tampak naik lagi. (2,3)

Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada perbaikan


teknik pembedahan dan penggunaan antibiotik baru yang lebih efektif. Empyema dapat
terjadi sekunder akibat infeksi di tempat lain, untuk itu perlu dilakukan pengobatan yang
adekuat terhadap semua penyakit yang dapat menimbulkan penyulit pada empyema.(3)
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah
(supurasi). Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di
dalam rongga di sekitar paru (rongga pleura). (1)

2 . Etiologi

Empyema dapat disebabkan oleh infeksi dari paru dan infeksi dari luar paru. Infeksi
yang berasal dari dalam paru antara lain disebabkan karena pneumonia, abses paru, fistel
bronkopleura, bronkiektasis, dan tuberculosis paru. Infeksi dari luar paru antara lain
disebabkan karena trauma otak, pembedahan otak, torakosentesis, abses hati karena amuba.(2)

Empyema dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif (Klebsiella, Bacteroides, E.


coli), S. aureus , S. pyogenes , bakteri anaerob , polimikroba (2)

3. Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empyema thoraks dapat dibagi dua yaitu


empyema akut dan empiema kronis. Empiema a kut terjadi sekunder akibat infeksi ditempat
lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas tegas antara
empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Empyema disebut kronis, bila prosesnya
berlangsung lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan American Thoracis Society membagi empyema thoraks menjadi tiga


stadium antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen, stadium organisasi. Stadium
eksudat terjadi saat cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespon proses
inflamasi di pleura. Inflamasi di pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi
penimbunan cairan pleura. Stadium ini terjadi selama 24 hingga 72 jam . Stadium
Fibropurulen terjadi saat cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di permukaan
pleura yang bisa melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru. Cairan
ini berisi leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Stadium ini berakhir setelah 7
sampai 10 hari dan sering membutuhkan penanganan lanjut seperti torakostomi dan
pemasangan tube. Stadium organisasi terjadi saat kantong-kantong nanah yang terlokulasi
akhirnya dapat mengembang menjadi rongga abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat
yang berorganisasi, paru dapat kolaps dan kelilingi oleh bungkusan tebal yang tidak elastik
yang terbentuk dari proliferasi fibroblast. Stadium ini dapat terjadi selama 2 sampai 4 minggu
setelah gejala awal. (1,2)

4. Patogenesis

Terjadinya empyema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain melalui
perkontinuitatum, hematogen, dan dari infeksi dari luar dinding thorak. Terjadinya empyema
melalui perkontinuitatum dapat terjadi pada komplikasi penyakit pneumonia dan abses paru,
oleh karena kuman menjalar dan menembus pleura viseralis. Terjadinya empyema dapat juga
secara hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis. Empiema terjadi dapat
berasal dari infeksi dari luar dinding thorak yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thorak, abses dinding thorak.

Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang
hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah
tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus
dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih
disebut empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).

Empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat
pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan
keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru dan menimbulkan fistula.
Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga
abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru dapat
menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .(1,2)

5. Manifestasi klinis

Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut
memiliki gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik,
anemia. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura dan empyema
necessitasis. Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan, disebut kronik
apabila berjalan sudah lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan
penderita tampak mundur.

Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat
dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya
empyema. Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten, takikardi, dispneu,
sianosis, batuk-batuk.(2)

6. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak
asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit
tertinggal, perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang.
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi
akut umumnya. (1,2,3)

Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan
cairan. jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak
sel iga pada sisi yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.

gambar foto rontgen pada pasien empyema


Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya nanah
dipakai sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur dan tes kepekaan
antibiotik.

Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan patologi
anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri
dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif. (2,3,4)

Gambaran Patologi anatomi

7. Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :

a. Pengosongan rongga pleura


Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik
dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:
1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi, nanah terus terbentuk
setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.
Gambar water sealed drainage

2. Open drainage Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar,
maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada
empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan
tidak adekuat atau mungkin sebab lain seperti drainase yang kurang bersih. (2,3,4)

gambar open window thoracostomy


b.Pemberian antibiotik yang sesuai

Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus
adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah.
Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.

Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :

1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg


2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg
3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg
4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena, dengan dosis 1
gram dalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.

5. Eritromicin oral 2 4 kali per hari 250-500 mg.(8)

c. Penutupan rongga pleura


Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan,
yaitu :

1. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura
yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik, karena
kantung-kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain, empyema totalis
yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
2. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada
kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan
tujuan untuk memperluas ruang gerak paru.
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, dan sebagainya.

8. Penanggulangan Empyema

Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :

a. Fase I (fase eksudat)


Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik
terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.
b. Fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga open window ). Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk
menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga
intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan.
c. Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding dada dikolapskan
(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga
empyema.(6,7,9,10)

9. Prognosis

Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah melemah,
atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam pemberian obat. Kematian
dapat disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.(10,11)
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Brian Lendeng
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Lansot Jaga III, Tareran
No. RM : 143809
Tanggal MRS : 31 Maret 2016

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak nafas & nyeri dada sebelah kiri dialami penderita sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 hari yang lalu pasien mengeluhkan adanya sesak nafas & nyeri dada sebelah kiri.
Sesak terus menerus dan nyeri dada dirasakan seperti menusuk, hilang timbul, menjalar
hingga ke perut, tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien juga mengeluhkan adanya demam
sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat menderita malaria 3 hari yang lalu, riwayat penyakit jantung, paru disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi, DM, asma, dan sakit jantung dalam keluarga disangkal.
Riwayat sosial
Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/m
Respirasi : 26 x/m
Suhu : 380 C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera Ikterik (-).
Thoraks :
cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi : batas kanan : ICS III-IV Linea parasternalis
dekstra.
Auskultasi : S I-II normal, bising (-).

pulmo : Inspeksi : Retraksi (+).


Palpasi : Stem fremitus dextra > sinistra.
Perkusi : Redup setinggi ICS VI-VII sinistra
Auskultasi : Suara pernapasan melemah di ICS VI-VII sinistra
Rhonki +/-, wheezing -/-.
Abdomen : datar, lemas, BU (+), NT (-)
H/L tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Leukosit : 13.26 x 10^3/uL
Neutrofil : 85.8%
Limfosit : 4.1%
Monosit : 9.6%
Eosinofil : 0.4%
Basofil : 0.1%
Eritrosit : 5.18 x 10^6/uL
Hemoglobin : 14.9 g/dL
Hematokrit : 45.0%
Trombosit : 199 x 10^3/uL
Foto Thorax

V. DIAGNOSIS
Empyema Thoraks Sinistra

VI. TATALAKSANA
Pasang WSD
Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Paracetamol 3x500mg.
VII. FOLLOW UP
4/4/2016
S : Sesak nafas (+)
Nyeri dada kiri (+)
Demam (+)
WSD = 500cc pus
O : TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/m, R : 26 x/m, Sb : 380 C
A : Empyema Thoraks Sinistra
P : Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Paracetamol 3x500 mg
Kaltrofen supp extra
5/4/2016
S : Demam (+)
Sesak nafas
Nyeri dada kiri (-)
WSD = 500cc pus
O : TD : 120/80 mmHg, N : 86 x/m, R : 22 x/m, Sb : 37,60 C
A : Empyema Thoraks Sinistra
P : Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Paracetamol 3x500 mg
Foto thorax kontrol
6/4/2016
S : Demam (-) WSD = 350cc pus
Nyeri dada kiri (-)
O : TD : 120/70 mmHg, N : 84 x/m, R : 20 x/m
Sb : 36,50 C
A : Empyema Thoraks Sinistra
Efusi Pleura Dextra
Pneumonia
P : Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Levofloxacin 1x500 mg
7/4/2016
S :-
WSD = produksi minimal
O : TD : 110/70 mmHg, N : 78 x/m, R : 20 x/m, Sb : 36,50 C
A : Empyema Thoraks Sinistra
Efusi Pleura Dextra
Pneumonia
P : Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Levofloxacin 1x500 mg
8/4/2016
S : Nyeri dada kiri (+)
WSD = produksi (-)
O : TD : 120/70 mmHg, N : 88 x/m, R : 20 x/m, Sb : 360 C
A : Empyema Thoraks Sinistra
Efusi Pleura Dextra
Pneumonia
P : Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Levofloxacin 1x500 mg
Na. Diclofenak 3x1
Foto thorax kontrol
9/4/2016
S :-
WSD = produksi (-)
O : TD : 120/70 mmHg, N : 88 x/m, R : 20 x/m
Sb : 360 C
A : Empyema Thoraks Dextra et Sinistra
P : WSD D et S
Metronidazole drips 3x500 mg
Ceftriaxone inj. 2x1 gr
Levofloxacin 1x500 mg
Pasien menolak semua tindakan (pulang paksa)
PEMBAHASAN

Empyema thoraks adalah keadaan terdapatnya pus (nanah) dalam rongga pleura yang
biasanya merupakan kelanjutan proses efusi parapneumonia.1 Efusi parapneumonia
adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia oleh bakteri, abses paru,bronkhiektasis,
keganasan dan infeksi kuman tuberkulosis2 Empyema thoraks dapat disebabkan oleh
infeksi yang berasal dari paru atau luar paru/Infeksi yang berasal dari paru adalah
pneumonia, abses paru, fistel bronkopleura, bronkokiektasis tuberculosis paru. Infeksi
yang berasal dari luar paru adalah trauma thoraks, pembedahan thoraks, torakosintesis,
abses subfrenik. 5
Diagnosis Empyema thoraks ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Tanda-tanda gejala awal terutama pada empyema thoraks
adalah tanda dan gejala pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak
memadai atau dengan antibiotic yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari
antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya empyema. Kebanyakan penderita
menderita demam remiten, takikardi, dypsneu, sianosis, batuk-batuk dan nyeri pada
dada.6
Pada kasus ini penderita mengalami sesak nafas dan nyeri dada yang dialami
penderita sejak 1 hari yang lalu. Sesak nafas & nyeri dada dirasakan tidak dipengaruhi
oleh aktivitas, pasien juga mengalami demam 1 hari. Buang air besar dan Buang air kecil
biasa.
Pada empyema pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion
umumnya. Bentuk thoraks simetris, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan
nafas, pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi redup, jantung dan mediastinum terdorong
kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar,
bising nafas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah tepi
menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.7
Pada kasus ini pemeriksaan fisik pasien keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Pernapasan pasien respirasi 26 kali/menit, Pada pemeriksaan
dada inspeksi pergerakan dada kiri tertinggal. Palpasi didapatkan stem fremitus kiri
menurun dari kanan. Perkusi terdengar redup pada ICS III kiri ke bawah. Pernapasan
pada auskultasi paru kiri menurun mulai dari ICS III kiri ke bawah, terdengar ronkhi dan
tidak ada bising. pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar leukosit yang
meningkat dari normal.
Pungsi pleura merupakan diagnostik penting dalam menunjukkan keluarnya pus.
Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20 ml serta menghisap
sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan biokimia: tes rivalta.
Kolesterol dan LDH (lactate dehidroginase). Akhir-akhir ini diketahui pemeriksaan
kolesterol dan LDH cairan pleura akan sangat mempermudah untuk membedakan antara
eksudat dan transudat.8
Pada pasien ini dilakukan tindakan pungsi pleura, keluar cairan pleura pus, namun
tidak sempat dilakukan analisa cairan pleura. Setelah dilakukan pungsi pleura, terdapat
cairan pus dan kemudian dilakukan tindakan pemasangan WSD.
Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema. Fase eksudat dilakukan
drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik dan terapi juga
prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai pengembangan
paru yang sempurna.9
Kematian utama empyema karena terjadinya sepsis, maka antibiotik memegang
peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis
harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dan hapusan
nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan10
Pada pasien ini penanganan dengan pendekatan non-medikamentosa dan
medikamentosa. Pendekatan non-medikamentosa dengan Diet tinggi kalori tinggi protein
dan latihan bernafas, sedangkan pendekatan medikamentosa yaitu Ceftriaxone 2x1 gr,
Paracetamol 3x500mg, Metronidazole 3x500mg drips.
Mortalitas bergantung pada umur, penyakit penyerta, penyakit dasarnya dan
pengobatan yang adekuat. Angka kematian meningkat pada usia tua atau penyakit dasar
yang berat dan keterlambatan pemberian obat.11
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad malam, karena pasien menolak untuk
dilakukan tindakan perawatan lebih lanjut di RS saat keadaan pasien yang belum
membaik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel, Murray: Text Book of Respiratory Medicine third edition volume one,
Philadelphia. 2000 , 985-1041.
2. Palgunadimargono, Benjamin dkk : Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/ SMF
Ilmu Penyakit Paru, Edisi 3, Surabaya, 2005.
3. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusion: Nonmalignant and malignant. In:
Fishmans of pulmonary disease and disorders. Editors: Fishman AP, Elias JA,
et al. 3rd. Ed. McGraw-Hill Companies, 487-506.
4. Light ER. 2001. Parapneumonic effusions and empyema. In: Pleural disease.
4th Ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 51-81.
5. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Juni; 91(6):
901-9
6. Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema, 1998
7. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 2006
8. Fishman: Pulmonary Disease and Disorders fourth edition Volume two, United
States. 2008, 2141-60
9. www.nlm.nih.gov/empyema/000123.html
10. W. Keinth C. Morgan dan Anthonio Aseaton: Occupation Lung Disease:
Saunders Company, Philadelphia. 1995.
11. Goetz MB, Finegold SM. 2000. Pyogenic bacterial pneumonia, lung abses,
dan empyema. In: Textbook of respiratory medicine. Editor: Murray JF, Nadel
JA. 3rd. Ed. Philadelphi; WB Sauders. 1031-1032.
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal 17 Juni 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : dr. William T. Palandeng


Dengan Judul/Topik : Empyema Thorax
Nama Pembimbing : dr. W. Sumanti, Sp.B, K-BD
Nama Wahana : RSU BETHESDA GMIM TOMOHON

No Nama Peserta Presentasi No Nama Peserta Presentasi

Berita acara ini ditulis sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing

(dr. W. Sumanti, Sp.B, K-BD)

Anda mungkin juga menyukai