Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROTEKNIK TUMBUHAN

Pembuatan Preparat Permanen Tumbuhan Bayam Duri (Amaranthus Spinosus L.),

Preparat Polen Bunga pukul sembilan ( Portulaca Grandiflora. )

Maserasi Jaringan Kayu Ketapang ( Terminalia catappa.)

Diajukan sebagai salah satu persyaratan memenuhi tugas mata kuliah mikroteknik

OLEH

BELLA TRIANA

17032051/2017

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan pada tuhan Allah SWT yang telah menberikan rahmat
dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan praktikum mikroteknik
tumbuhan dengan tepat sesuai waktu yang ditentukan.

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah
mikroteknik, yang sebelumnya dilakukan pembuatan preparat tumbuhan yaitu preparat
permanen tumbuhan metode parafin tumbuhan bayam duri ( Amaranthus spinosus.), lalu
pembuatan preparat polen bunga pukul sembilan ( Portulaca grandiflora.), dan maserasi
jaringan kayu pohon ketapang ( Terminalia catappa.).

Rasa terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah


mikroteknik tumbuhan yaitu ibu Dra. Des M, M.s , juga kepada asisten yang telah
membantu penulis dalam menjalankan praktikum, serta rekan-rekan kelompok 7 kelas
mikroteknik sains B yang saling membantu dalam proses pengerjaan praktikum hingga
selesai.

Penulis berharap semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca, penulis
menyadari bahwa laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penulisan yang lebih bak lagi.

Padang, desember 2019

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….……....…......... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… ……... 1-3

A. LATAR BELAKANG…………………………………………… 1-2


B. TUJUAN PRAKTIKUM ………………………………………... 2
C. MANFAAT PRAKTIKUM……………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 4-10

A. BUNGA PUKUL SEMBILAN ( Portulaca grandiflora.)………... 4-5


B. BAYAM DURI ( Amaranthus spinosus.)………………………… 5-7
C. KETAPANG ( Terminalia catappa.)…………………………….. 7-10

BAB III METODE ………………………………………………………. 11-18

A. WAKTU DAN TEMPAT………………………………………... 11


B. ALAT DAN BAHAN ……………………………………………. 11
C. CARA KERJA…………………………………………………… 12-18

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN……………. 19-23

A. HASIL PENGAMATAN ………………………………………... 19-20


B. PEMBAHASAN…………………………………………………. 21-23
1. PREPARAT POLLEN BUNGA PUKUL SEMBILAN ( Portulaca
grandiflora.)
2. PREPARAT PERMANEN BAYAM DURI ( Amaranthus spinosus.)
3. PREPARAT MASERASI JARINGAN SERAT KETAPANG
( Terminalia catappa.)

BAB V PENUTUP………………………………………………………. 24

A. KESIMPULAN………………………………………………….. 24
B. SARAN…………………………………………………………... 24

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu organisme baik hewan maupun tumbuhan merupakan suatu unit kehidupan
yang lengkap. Organisme mempunyai susunan yang terdiri dari organ, jaringan dan sel
yang fungsi dan hubungannya merupakan ciri khas suatu individu maupun spesies. Bentuk
kehidupan yang paling sederhana suatu organisme dapat terdiri dari satu sel. Setiap
organisme hidup ataupun hasil pertumbuhannya merupakan suatu sumber yang penting
sebagai bahan mikroteknik. Tingkat kekerasan jaringan tumbuhan pada umumnya
ditentukan oleh tingkat pertumbuhannya yang berkaitan dengan lignifikasinya. Jaringan
tumbuhan berbeda dengan jaringan hewan, sel tumbuhan terdiri dari selulosa. Membran
tersebut berasal dari sel, sedangkan membran sitoplasma yang asli, yang sesuai dengan
membran luar pada sel hewan berada sedikit di sebelah dalam (Lachumy & Sasidharan,
2012).

Semua sel yang menyusun tubuh tumbuhan dewasa berasal dari kegiatan sel-sel
jaringan muda. Pada proses pencapaian dewasa sel-sel tersebut tidak hanya bertambah
volumenya, tetapi strukturnya lebih termodifikasi untuk memenuhi fungsi fisiologis
tertentu pada tumbuhan dewasa. Modifikasi untuk memiliki fungsi yang khusus tersebut
dinamakan deferensiasi dan merupakan tahap pematangan sel (Sumardi & Pudjoarinto,
2002).

Sel tumbuhan dibatasi oleh dinding sel yang didalamnya terdapat tempat
berlangsungnya reaksi kimia yang diperlukan untuk kehidupan sel. Pengamatan tentang sel
hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Dalam hal ini, mempelajari ukuran, dan
bentuk sel merupakan hal penting, namun tanpa memahami isi dari sel (unit sel) serta
hubungannya dengan sel-sel lain yang melapisinya tidak akan didapat pengetahuan yang
mendalam tentang sel itu sendiri (Damayanti, 2014).

1
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode
pembuatan preparat mikroskopis, baik preparat hewan maupun tumbuhan, menganalisis
preparat mikroskopis dan melakukan mikrometri, serta membahas manfaat preparat bagi
perkembangan keilmuan dan dukungan terhadap kehidupan manusia. Sedangkan
mikroteknik tumbuhan merupakan teknik dalam pembuatan
preparat mikroskopis tumbuhan (Arimurti, 2001).

Metode parafin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena hampir
semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara mikroskopis dari
suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan dapat diamati atau
diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode parafin. Pembuatan preparat
dengan metode parafin adalah metode yang paling umum digunakan untuk pembuatan
preparat permanen, baik pada tumbuhan ataupun pada hewan (Navid et al., 2004).
Butir pollen adalah mikrospora tumbuhan berbiji yang mengandung mikro
gametofit masak atau belum masak. Serbuk sari atau pollen adalah alatreproduksi jantan
yang terdapat pada tumbuhan dan mempunyai fungsi yang samadengan sperma sebagai alat
reproduksi jantan pada hewan. Serbuk sari berada dalamkepala sari (anthera) tepatnya
dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca).Setiap anthera rata-rata memiliki dua
ruang serbuk sari yang berukuran relatif besar(Septina, 2006).

B. TUJUAN PRAKTUKUM

Tujuan praktikum mikroteknik tumbuhan ini adaah :

1. Melihat bentuk morfologi serbuk sari dari bunga pukul sembilan ( Portulaca
grandiflora.)
2. Melihat bentuk morfologis tumbuhhan dengan metode paraffin dari tumbuhan
bayam duri ( Amaranthus spinosus.)
3. Melihat bentuk morfologi jaringan kayu tumbuhan dengan motode maserasi pohon
ketapang Kencana ( Terminalia mantaly.).

2
C. MANFAAT PRAKTIKUM

Manfaat dari praktikum mikroteknik tumbuhan adalah :

1. Dapat mengetahui bentuk dan morfologi jaringan tumbuhan pada mikroskop


2. Memiliki pengalaman untuk membuat suatu preparat awetan tumbuhan dengan
benar
3. Mendapatkan ilmu yang dapat dipelajari dalam mata kuliah mikroteknik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BUNGA PUKUL SEMBILAN ( Portulaca grandiflora.)

Portulaca grandiflora atau biasa disebut krokot, bunga pukul sembilan, atau
sutra bombay merupakan tanaman yang terdiri dari 100 spesies yang tersebar di
daerah tropis maupun subtropis (Bohm dan Bohm, 1996). Menurut USDA (2017),
Krokot berasal dari kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili
Portulacaceae, genus Portulaca L., dan spesies Portulaca grandiflora Hook.
Krokot merupakan kultivar yang toleran terhadap kekeringan dan cuaca panas.
Tanaman ini biasa digunakan sebagai tanaman hias, tanaman biofarmaka, maupun
sayuran. Pertumbuhan dari tanaman ini sangat cepat sehingga cocok digunakan
sebagai tanaman penutup tanah. Portulaca grandiflora berasal dari Amerika
Selatan (Bohm dan Bohm, 1996). Tanaman yang berbentuk sukulen ini memiliki
cabang dengan panjang 10-30 cm dan mempunyai banyak percabangan. Daun dari
tanaman ini memiliki panjang sekitar 12-35 mm dan lebar berkisar 1-4 mm
liniersubulate, berdaging, dan berbentuk elips runcing. Tangkai bunganya pendek
dengan rambut-rambut halus di bagian ketiaknya. Bentuk mahkota bunga seperti
bunga mawar kecil. Mahkota bunga berwarna merah, merah jambu, atau ungu
dengan diameter 2-4 cm serta benang sari yang terlihat jelas dikelilingi oleh
mahkota (Ashok dan Bashir, 2010).

Portulaca grandiflora atau yang lebih dikenal dengan nama krokot, bunga pukul
sembilan, atau sutra bombay merupakan salah satu tanaman berbunga cantik yang hidup
di daerah tropis. Tanaman ini diperkirakan memiliki 100 spesies yang tersebar di dunia,
namun hanya sekitar 70 spesies yang dipelajari (Jonas et al., 1972).

Krokot mampu tumbuh dengan cepat, sehingga membuatnya dikategorikan sebagai


gulma. Meskipun sering dikategorikan sebagai gulma, namun krokot memiliki bunga
yang indah dan menarik. Selain berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan
estetika,krokotjugadigunakansebagai tanaman obat. Analisis fitokimia menunjukkan
bahwa krokot mengandung senyawa sterol, karotenoid, asam polifenol, flavonoid,
polisakarida,dan zat pereduksi (Anghel et al., 2013)

Beberapa daerah di Indonesia menggunakan krokot untuk mengobati sakit


tenggorokan,obat memar, usus buntu, penurun panas dan gula darah, serta penghilang
rasa sakit. Keindahannya sebagai tanaman hias serta kegunannya sebagai tanaman obat
membuat komoditas ini berpotensi untuk dikembangkan. (Layukan, 2016).

4
Gambar 1. Bunga pukul sembilan ( Portulaca grandiflora.) ( Triana, 2019)

KLASIFIKASI

Regnum : Plantae ( Tumbuhan)

Subkingdom : Viridiplantae ( tumbuhan hijau)

Division : Tracheophyta ( tumbuhan berpembuluh)

Subdivision : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji)

Class : Magnoliopsida

Order : Caryophillales

Family : Portulacaceae

Genus : Portulaca L.

Species : Portulaca grandiflora Hook.

B. BAYAM DURI ( Amaranthus spinosus.)

Tumbuhan bayam duri (Amaranthus spinosus L.) memiliki beberapa nama daerah
seperti di Lampung bayam duri lebih dikenal dengan nama bayam kerui.
Adapula yang mengenalnya senggang cucuk (Sunda), bayam eri, bayam raja, bayam
roda, bayam cikron (Jawa), ternyak duri, ternyak lakek (Madura). Di Bali, namanya

5
bayam kikihan, bayam siap, atau kerug pasih. Sedangkan di Minahasa bernama kedawa
mawaw, karawa rap-rap, karawa in asu, korawa kawayo. Di Makasar namanya sinau
katinting, di Bugis bernama podo maduri. Tapi di Halmahera Utara bayam duri lebih
dikenal dengan nama maijanga atau ma hohoru, di Ternate namanya baya, sedangkan di
Loda bernama loda ( Kriss, 2009:22-23).

Tumbuham bayam duri (A.spinosus L.) mempunyai batang yang tegak, lunak
atau basah, tingginya dapat mencapai 1 meter, kerap bercabang banyak dan berduri. Daun
bulat telur memanjang berbentuk lanset, panjang 5-8 cm, dengan ujung tumpul dan
pangkal runcing. Daun pelindung dan anak daun pelindung runcing, panjangnya sama
dengan tenda bunga. Daun tenda bunga berjumlah 5 dengan panjang 2-3 mm, gundul,
hijau atau ungu dengan tepi transparan (Steenis, 2002:177-178).

Sebagai tanda khas dari tumbuhan bayam duri yaitu pada batang pohon,
tepatnya dipangkal tangkai daun terdapat duri. Bunganya terletak di bawah duduk
diketiak, yang atas terkumpul menjadi karangan bunga di ujung dan duduk di ketiak,
bentuk bunga seperti bulir atau bercabang pada pangkalnya. Bulir ujung sebagian besar
jantan, tidak berduri. Benang sari 5, lepas, tanpa taju yang disisipkan
diantaranya. Kepala putik duduk, bentuk benang. Buah bulat memanjang dengan
tutup yang rontok serta bayam duri juga berbiji (Steenis, 2002:178).

Pada tumbuhan bayam duri (A.spinosus L.) terdapat kandungan kimia/bahan


kimia seperti amarantin, rutin, kalium nitrat, kalium oksalat, tanin, piridoksin,
garamgaram fosfat, zat besi, vitamin A, vitamin C dan vitamin K (Hariana, 2006:32).
Tumbuhan bayam duri (A.spinosus L.) telah digunakan secara tradisional sebagai
obat. Ada beberapa penyakit yang dapat diobati dengan menggunakan tumbuhan bayam
duri. Tumbuhan bayam duri yang digunakan yaitu semua bagian dari bayam duri yaitu
akar, batang dan daun. Bagian batang bayam duri (A. spinosus L.) dapat digunakan
sebagai pelancar ASI (Kriss, 2009:25).

Daun bayam duri (A. spinosus L.) dapat digunakan sebagai obat penyakit
bisul, wasir, dan demam serta sebagai penambah darah. Sedangkan bagian akar dapat
digunakan sebagai obat penyakit dysentri, kencing nanah, kencing tidak lancar, dan
keputihan. Untuk penggunaan seluruh bagian bayam duri dapat digunakan sebagai
obat TBC kelenjar dan eksim (Hariana, 2006:34).

6
Gambar 2. Bayam duri ( Amaranthus spinosus.) (Triana, 2019)

KLASIFIKASI

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Amaranthales

Family : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Species : Amaranthus spinosus L. (Ware, 1975).

C. KETAPANG ( Terminalia catappa.)

7
Gambar 3. Ketapang ( Terminalia catappa.) ( Triana, 2019)

KLASIFIKASI

Regnum : Plantae ( Tumbuhan)

Subkingdom : Viridiplantae ( tumbuhan hijau)

Division : Tracheophyta ( tumbuhan berpembuluh)

Subdivision : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji)

Class : Magnoliopsida

Order : Myrtales

Family : Combretaceae

Genus : Terminalia L.

Species : Terminalia catappa L.

Ketapang merupakan tumbuhan multiguna. Kayunya digunakan untuk konstruksi


rumah, bahan obat, dan bahkan sekarang banyak ditanam dipinggir jalan. Umumnya
tumbuh alami di daerah pantai. Namun saat ini banyak dijumpai tumbuh pada daerah-
daerah tropis hingga ketinggian 800 mdpl. Pohon ketapang banyak dijumpai di Asia
Tenggara, dibawa dari Asia Tenggara dan menyebar ke berbagai belahan dunia lainnya
termasuk India, Polinesia, Madagaskar, Pakistan, Afrika Barat, Afrika Timur, Amerika
Selatan, dan Amerika Tengah (Hidayat dan Napitupulu, 2015).

Pada setiap daerah tumbuhan ketapang mempunyai nama yang berbeda-beda, antara
lain: hatapang (Batak), katafa (Nias), katapieng (Minangkabau), lahapang (Simeulue),
ketapas (Timor), talisei, tarisei, salrise (Sulawesi Utara), tiliso, tiliho, ngusu (Maluku
Utara), sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Maluku), dan kris (Papua Barat) (Hidayat dan
Napitupulu, 2015).

8
Terminalia catappa termasuk tumbuhan dikotil karena memiliki akar tunggang (radix
primaria). Akar Terminalia catappa termasuk akar tunggang yang bercabang (ramosus),
yaitu akar tunggang berbentuk kerucut panjang yang tumbuh lurus ke bawah, bercabang
banyak sehingga memberi kekuatan pada batang dan dapat membuat daya serap terhadap
air dan zat makanan menjadi lebih besar (Tjitrosoepomo, 2002).

Terminalia catappa merupakan batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang keras
dan kuat serta berbentuk bulat (teres), sifat permukaan batang beralur (sulcatus), yaitu
jika membujur batang terdapat alur-alur yang jelas. Percabangan pada Terminalia
catappa termasuk percabangan simpodial karena batang pokok sukar di tentukan.
Terminalia catappa memiliki cabang yang mendatar (horizontalis), yaitu antara cabang
dengan batang pokok membentuk sudut kurang lebih 90o (Tjitrosoepomo, 2002).

Ketapang (Terminalia catappa) termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya
memiliki tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Ketapang (Terminalia
catappa) memiliki ujung daun dan pangkal daun meruncing (acuminatus), tepi daun yang
rata (interger), daging daun tipis lunak (herbaceous) dan pertulangan menyirip
(penninervis) yaitu memiliki satu ibu tulang daun dan beberapa tulang cabang yang
berarah dari pusat menuju tepi daun (Tjitrosoepomo, 2002).

Tumbuhan Terminalia catappa L. memiliki batang bertajuk rindang dengan cabang-


cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat. Daun tersebar, sebagian besar
berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek atau hampir duduk. Helaian daun bulat
telur terbalik, dengan panjang 8-38 cm dan lebar 5-19 cm, dengan ujung lebar dan
pangkal yang menyempit, helaian di pangkal bentuk jantung, dibagian sisi bawah pangkal
daun terdapat kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun, permukaan atas licin dan bagian
bawah berambut halus, berwarna kemerahan jika akan rontok. Bunga berukuran kecil,
terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 4-8. Buah berbentuk bulat telur
gepeng, bersegi atau bersayap sempit (Syamsuhidayat et al., 1991).

Pohon Terminalia catappa L. memiliki tinggi mencapai 40 m dengan batangnya


berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan. Batangnya memiliki lima lobed dan
memiliki bau tidak sedap. Daun memiliki ujung yang berbentuk bulat tumpul, mengkilap,
kasar, dan berwarna hijau tua yang kemudian akan berubah menjadi kuning dan merah
ketika akan gugur, daun ketapang yang gugur mempunyai aktivasi anti bakteri (Alfaida,
2013).

Terminalia catappa L. tersebar dari Sumatera sampai Papua. Terminalia catappa L.


dapat tumbuh pada dataram rendah sampai dataran tinggi, di hutan primer maupun

9
sekunder, hutan campuran Dipterocarpaceae, hutan rawa, hutan pantai, hutan jati atau
sepanjang sungai (Faizal et al., 2009).

Selain tumbuh secara liar di pantai, tumbuhan ketapang merupakan tumbuhan yang
sering dijumpai tumbuh liar di daratan, pohon ini sering ditanam sebagai pohon peneduh
di dataran rendah. Oleh karena itu, pohon ketapang juga ditanam sebagai pohon hias di
kota kota. Pohon ketapang ini juga merupakan salah satu jenis pohon peneduh dan
(Istarina, 2015).

Terminalia catappa L. merupakan tumbuhan pantai dengan daerah penyebaran yang


cukup luas. Tanaman ini berasal dari daerah tropis di India, kemudian menyebar ke Asia
Tenggara. Di Indonesia tumbuhan ketapang sering kali dijumpai ada di pinggir-pinggir
jalan sebagai pohon hias dan peneduh (Nopitasari, 2004). Terminalia catappa L. biasa
disebut sebagai “katapiang” oleh bahasa Minang. Ketapang adalah tanaman serbaguna
dari akar, batang, daun dan buah telah digunakan (Hevira et al., 2015).

10
BAB III

METODE

A. WAKTU DAN TEMPAT


Hari / Tanggal : selasa, November 2019

Waktu : 07:00 sd selesai

Tempat : laboratorium botani dan zoology, jurusan biologi, fakultas


matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas negri padang.

B. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah, tabung reaksi, Jarum, Waterbath,
Pisau/cutter, Gunting tanaman, Kuas kecil, Sentrifuge, Kaca objek dan kaca penutup, Pipet
tetes, Botol vial, Pinset, Mikroskop digital, Pinset halus, Kuas, Lap bersih,Botol vial.beaker
glass, oven, incubator, hot plate, dll.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. pollen

Pollen bunga portulaca grandiflora, FAA, aquades, alcohol 50% dan 70% Asam
Asetat Glasial (AAG)100%, Formalin 37%, Safranin 0,1% dalam alkohol 70%, Kertas
label, Aluminium foil, dll.

2. paraffin

Daun bayam duri ( Amaranthus spinosus.), faa, xylol, Etil Alkohol 70 %, 96/95 %
dan 100 %, Formalin 36 %/40 %, Asam Asetat glasial, Air suling, Xilol, Safranin, Fast
Green, Parafin lunak (480C ), Parafin keras (580C), Kanada balsam/kutek, dll.

3. maserasi

Kayu ketapang ( Terminalia catappa), koh 10%, Asam Kromat 10 %, Asam Nitrat
10 %, Alkohol 70 %, 80 %, 95 %, 100 % , Xilol, Safranin 1% dlm aquades, Canada
balsam/kutek, dll.

11
C. CARA KERJA
1. Pembuatan Preparat permanen daun bayam duri
a) Pematian dan fiksasi
Menggunakan larutan FAA, daun dipotong dengan bentuk kotak selebar 1
cmx1 cm, lalu di fiksasi selama 12 jam.
b) Pencucian
Alkohol 70 % ................... 30 menit
Alkohol 80 %.................... 30 menit
Alkohol 95 %.....................30 menit
Alkohol 100 % I ............... 30 menit
Alkohol 100 % II .............. 30 menit
c) Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan campuran etil alkohol dan TBA dalam
konsentrasi tertentuyang masing-masing dinamai larutan Johansen I sampai
V.
Komposisi larutan-larutan Johansen

J.I J.II J.III J.IV J.V


Kira-kira total alkohol (%) 50 70 85 95 100
Air suling 50 30 15 - -
95% etilalkohol 40 50 50 45 -
TBA 10 20 35 55 75
100% ALKOHOL - - - - 25

Membiarkan alkohol dalam Johansen I selama 2 jam atau lebih, kemudian


tuangkan larutan tersebut dan gantikah dengan larutan Johansen II. Pemakaian
larutan Johansen cukup sampai menutupi bahan . dalam Johansen II ini bahan
disimpan 1 malam atau lebih jika perlu diberi sedikit safranin. Setelah itu ganti
lagi dengan Johansen III minimum satu jam, kemudian ganti lagi dengan
Johansen IV minumum 1 jam dan ganti lagi dengan Johansen V minimum satu
jam. Setelah Johansen V mengganti dengan TBA murni dan mengganti 3 kali
masing-masing satu jam dan salah satu penggantian harus bermalam.

Sekarang bahan siap untuk diinfiltrasi dengan TBA-minyak parafin dengan


perbandingan 1 : 1 minimum 1 jam bagi bahan yang lunak ataua lebih 1 jam bagi
bahan yang keras.

12
Menyiapkan vial yang baru, yang diisi dengan parafin lunak ¾ nya setelah
parafin mulai dingin akan tetapi belum membeku semuanya, menuangkan bahan
dalam larutan TBA-minyak parafin diatas permukaan parafin.

Memasukkan kedalam oven yang bersuhu 48̽̽̽ c. Bahan akan tenggelam

secara perlahan-lahan dalam parafin lunak sampai ke dasar vial. Dengan


demikian infiltrasi benar-benar suatu proses yang bertahap.

Sedikitnya 1 jam setelah bahan sampai dasar vial, mengganti parafin dengan
menuangkan seluruh parafin dalam vial ke tempat parafin bekas. Menjaga agar
bahan tidask ikut terbuang. Mengganti segera dengan parafin lunak yang baru
tepat menutupi bahan saja, penggantian dilakukan 3 kali, masing-masing selang
waktu 2-3 jam. Setelah diperiksa bahwa tidak ada lagi bau TBA serta tak tampak
lagi berminyak, mengganti dengan parafin keras lalu memasukkan ke dalam oven
580C, melakukan 3 kali, masing- masing selang waktu 2-3 jam, pada
penggantian ketiga isilah vial agak penuh dengan parafin keras, sehingga bahan
siap untuk ditanam.

d) Embedding
Membuat kotak kertas yang agak tebal dengan ukuran kira-kira 5 x 2,5 x 2
cm (panjang x lebar x tinggi), lalu mengisi dengan parafin keras yang cair
dalam vial tadi, kemudian sebelum parafin memebeku masukkan bahan.
Mengatur bahan tersebut dalam kotak kertas dengan menggunakan jarum
yang dipanaskan dengan lampu alkohol/spiritus dan berisi label.

1 2 2 1
2,5 2,5

1 2 5 2 1

Setelah parafin membeku dan bahan tidak bergoyang, meletakkan kotak


kertas dalam air dingin. Membiarkan permukaan parafin membeku, kemudian
menekan seluruh kotak ke dalam air sampai seluruh parafin membeku. Atau
dapat juga dimasukkan kedalam freezer sampai seluruh parafin sama sekali
13
membeku. Baru setelah itu parafin dapat dikeluarkan dari kotaknya.
e) Penyayatan
Beberapa kesukaran yang sering kali timbul serta penangulangannya
seperti berikut :

I. Pita tidak terbentuk


a. Suhu parafin tidak sama dengan suhu pisau. Mengusahakan denga
meletakkan kedua benda tersebut dalam air dingin atau freezer.
b. Mengurangi sudut penyayatan dari pisau.
c. Membuat sayatan yang lebih tipis.
d. Memungkinkan pisau yang dipakai telah tumpul, mengganti dengan
yang baru.
e. Dengan mempergunakan kuas halus bukalah syatan pertama yang
menggulung dengan hati-hati dan menekan sayatan tadi perlahan-
lahan pada pisau. Bila sayatan pertama dapat ditekan demikian,
seringkali pita dapat dibentuk juga.

II. Pita melengkung atau bengkok


a. Jika sayatan berbentuk baji, memungkinkan besar sisi horizontal tidak
sejajar.
b. Tepi balok tidak sejajar pisau.
c. Tepi pisau tidak rata, memlih tepi yang rata atau ditukar.
d. Mungkin parafin tidak sama keras, terutama pada penanaman kembali
dengan parafin yang berbeda kerasnya.

III. Sayatan tertekan, mengerut dan berdempet.


a. Pisau terlalu tumpul.

b. Suhu kamar terlalu tinggi. Mendinginkan balok dan pisau dalam air es
atau freezer sebelum penyayatan.

14
c. Sudut pisau yang terlampau kecil.
d. Memungkinkan mata pisau terlapisi dengan parafin. Membersihkan
dengan kapas yang berisi xylol.

IV. Sayatan remuk dan cenderung lepas dari parafin


Umumnya kerusakan ini sulit ditanggulangi sebab :
a. Dehidrasi tidak sempurna atau penjernihan tidak cukup
dilakasanakan.
b. Penggantian alkohol oleh larutan penjernihan tidak sempurna.
c. Bahan terlalu lama dibiarkan dalam parafin cair atau suhu parafin
tersebut terlalu tinggi.
V. Pita belah atau terdapat goresan memanjang pada sayatan
a. Pisau yang berlekuk, jadi, menggunakan bagian lain yang rata atau
mengasah pisau tersebut.
b. Membuat sudut penyayatan lebih kecil sehingga akan menyayat dan
bukan mengerok.
c. Mata pisau kotor, membersihkan dengan kapas yang diberi xylol.
d. Benda-benda keras dalam parafin pada parafin yang kotor.

VI. Sayatan terangkat dari pisau ketika balok naik pada


kesempatan berikutnya
a. Memperbesar sudut penyayatan.
b. Suhu kamar yang terlalu tinggi atau parafin terlalu lunak.
Mendinginkan balok dan pisau sebelum penyayatan.

VII. Permukaan sayatan bergelombang


a. Mengencangkan semua sekrup.
b. Sudut penyayatan yang terlalu besar, mengurangi untuk mencegah
getaran.
f) Penempelan sayatan
15
Kaca objek yang hendak digunakan untuk menempelkan pita parafin
haruslah bersih kimiawi. Larutan pembersih yang biasa dipakai adalah :
Kalium bikarbonat 20 gram
Air suling 100 cc
H2SO4 pekat 100 cc
Merendam kaca objek maupun kaca penutup selama beberapa jam
didalamnya, mencuci bersih dalam air mengalir dan bilas dengan air suling.
Sebelum dipakai dapat disimpan dalam alkohol 96%. Dan bersihkan kaca
objek sampai kering. Sebagai perekatnya digunakan Haupt’s adhesive yang
terdiri dari:
1 gram gelatin yang dilarutkan dalam 100 cc air suling
0,5 gram Natrium Benzoat (2 gram fenol)
5 cc gliserin
Cara penempelan adalah sebagai berikut :

1. Meneteskan larutan perekat pada kaca objek sebesar tetesan kecil,


menggosok perekat sampai ratapada kaca objek dengan ujung jari sehingga
membentuk lapisan tipis.
2. Meneteskan larutan fornalin diatas kaca objek yang telah diberi perekat
tadi. Meletakkan syatan diatasnya dan meletakkan kaca objek pada papan
pemanas selama 30 menit. Usahakan agar sayatan parafin merata pada
permukaan kaca objek. Mengamati dibawah mikroskop diseksi.
Memeriksa apakah sayatan bahan telah rata.
3. Menghisap kelebihan larutan formalin yang terdapat pada sisi sayatan
dengan kertas hisap.

g) Pewarnaan
Untuk mewarnai bahan yang telah ditempelkan adalah dengan cara
merendam kaca objek tersebut kedalam bejana pewarna, biasanya dibutuhkan
bejana coplin kira-kira 12 buah tergantung dengan pewaraan yang dipakai.
Masing-masing bejana diberi label dengan nama zat yang berada didalamnya
16
demikian dengan tutupnya.

PEWARNAAN SAFRANIN — FAST GREEN


Xylol 100% 2 – 5 menit
Alkohol Absolut 2 – 5 menit
Alkohol 95% 2 – 5 menit
Alkohol 75% 2 – 5 menit
Safranin 1% dalam alkohol 70% 1 – 12 jam/1 malam
Alkohol 95% 2 – 5 menit
Fast green dalam alkohol 95% 5 – 30 detik
Alkohol absolut I 2 – 5 menit
Alkohol absolut II 2 – 5 menit
Alkohol absolut : xylol (1 : 1) 2 – 5 menit
Xylol I 2 – 5 menit
Xylol II 2 – 5 menit

Memeriksa dibawah mikroskop apabila sudah terlihat warna yang


kontras/baik maka diberi canada balsam lalu menutup dengan kaca penutup.
2. Pembuatan preparat pollen bunga pukul sembilan

a) Mengambil serbuk sari dari suatu jenis tanaman dan merendamnya


kedalam FAA.
b) Merendam bahan ke dalam larutan asam asetat galasial selama 24 jam
setelah itu mensentrifugasinya.
c) Mencuci dengan menggunakan aquades sampai 3 kali penacucian dan
setiap satu kali pencucian dilakukan sentrifugasi.
d) Memberi pewarnaan dengan safranin. Usahakan agar tidak terlalu pekat.
e) Melakukan pengamatan dengan meneteskan bahan yang telah diberi
safranin ke gelas objek dan menutupnya dengan kaca objek.

3. Pembuatan maserasi jaringan kayu ketapang


17
a) Potong kayu sepanjang 1,5 cm dan tebal 0,3 cm, sebanyak 5 potong.
b) Masukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan larutan KOH 20%.
c) Panaskan di atas lampu spritus sampai mendidih selama 5 menit.
d) Dicuci dengan air mengalir selama 15 menit, sampai KOH tidak tersisa
lagi.
e) Potongan tadi dimaserasi ke dalam campuran asam kromat 20% dan asam
nitrat 20% dengan perbandingan 1:1. Direndam selama 3 jam. Untuk
mempercepat maserasi dapat dilakukan dalam oven (600C).
f) Potongan kayu dicuci kembali dengan air mengalir selama 20 menit.
g) Didehidrasi dengan etil alkohol mulai konsentrasi 30%, 50%, 70%, 95%
dan 100%, masing-masing selama 5-10 menit. Pada dehidrasi 70%
ditambah safranin 1% dan dibiarkan selama 2-3 malam.
h) Jaringan yang sudah didehidrasi kemudian dijernihkan dengan xylol paling
kurang 5 menit.
i) Ambil sebagian jaringan, letakkan di atas kaca objek. Pisahkan sel-sel
dengan bantuan batang kaca sambil diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran kecil. Pada waktu melakukan pemisahan jaringan dijaga agar
tidak kering dan bila hampir kering tambahkan xylol.
j) Setelah pemisahan sel sempurna, teteskan canada balsam dan tutup hati-
hati dengan kaca penutup.

18
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
1. PREPARAT POLLEN BUNGA PUKUL SEMBILAN (Portulaca
grandiflora.)

Gambar 4. Pollen Portulaca grandiflora. ( google 2019)

Gambar 5. Pollen portulaca grandiflora ( Halbritter, 2016)

19
2. PREPARAT PERMANEN DAUN BAYAM (Amaranthus spinosus.)

Gambar 6. Sayatan melintang preparat tumbuhan daun (Amaranthus spinosus.)

(triana,2019)

3. PREPARAT MASERASI JARINGAN KAYU KETAPANG (Terminalia


catappa.)

Gambar 7. Serat kayu ketapang ( Terminalia catappa.)

20
B. PEMBAHASAN

Praktikum mikroteknik pada tumbuhan kita melakukan pembuatan preparat jaringan


tumbuhan, yaitu pembuatan preparat pollen pada serbuk sari bunga pukul Sembilan (
Portulaca grandiflora.) yang dilakukan secara individu, lalu membuat preparat permanen
daun bayam ( Amaranthus spinosus.) dan maserasi serat kayu pohon ketapang ( Terminalia
catappa.) yang dilakukan secara berkelompok.

1. PREPARAT POLLEN BUNGA PUKUL SEMBILAN ( Portulaca grandiflora.)

Bunga portulaca grandiflora atau orang sering menyebutnya krokot atau bunga
pukul Sembilan, karena bunga ini akan mekar pada jam 9 pagi dan pada sore hari akan
kuncup lagi. Bunga ini merupakan tanaman semusim yang mempunyai batang basah
berwana hijau dan tumbuh menjalar, akar nya berupa akar serabut berwarna putih dan
tidak beraroma. Daunnya merupakan daun tunggal dengan tekstur tebal, berair, dan tidak
mimiliki tangkai. Tanaman ini terdiri dari beberapa warna bunga diantaranya, yaitu merah,
putih, dan kuning, dengan 5 mahkota bunga, 2 kelopak bunga, benang sari tak hingga, dan
memiliki 9 putik. Buah pada tanaman ini berbentuk bulat telur memiliki sedikit rambut
dengan warna biji hitam atau coklat berbentuk bulat.

Pada pembuatan preparat pollen bunga pukul Sembilan ini sampel bunga diambil di
jalan gajah 6 pada siang hari, lalu diambil serbuk benang sari dan dimasukkan kedalam
botol vial lalu diberi larutan FAA dan difiksasi selama 12 jam. Akan tetapi praktikum
pollen ini tidak dilanjutkan karena adanya kendala bahan yang kurang. Jadi preparat pollen
bunga pukul Sembilan hanya dikumpulkan dalam botol vial saja.

Serbuk sari pada bunga pukul Sembilan ini berbentuk bulat ada pula yang
berbentuk lonjong atau spheroidal, apabila diperbesar 10-100 mikron terdapat duri kecil di
sekeliling serbuk sari dan terdapat lubang-lubang kecil. Ukuran serbuk sari sebesar 51-
100µm, dengan kelas polen colpate, memiliki bentuk khas monad.

Untuk deskripsi lebih rinci kami tidak bisa menjelaskanya karena tidak adanya
lteratur yang terkait dan juga praktikum yang tidak selesai sampai akhir sehingga kami
tidak bisa melihat bentuk aslidari pollen serbuk sari bunga portulaca grandiflora ini.

2. PREPARAT PERMANEN DAUN BAYAM DURI ( Amaranthus spinosus.)

Pada pembuatan preparat permanen daun bayam duri menggunakan metode paraffin
yang dilakukan secara berkelompok, sampel daun bayam diambil lalu dipotong berbentuk
kotak 1cmx1cm sebanyak 2 buah lalu dimasukkan botol vial dan diberi larutan FAA, dan
21
di fiksasi selama 12 jam. Fungsi dari fiksasi ini adalah untuk mengawetkan sampel agar
tidak membusuk.

Lalu setelah di fiksasi dilakukan pencucian dengan alcohol seri naik bertujuan untuk
pencucian terhadap larutan fiksasi danjuga untuk menarik kandungan air yang terdapat
dalam daun bayam tersebut, alcohol juga berfungsi sebagai pengawet.

Lalu dehidrasi menggunakan campuran alcohol dengan xilol dan dengan xilol murni,
dehidrasi ini bertujuan untuk menarik kembali sisa-sisa air yang terdapat dalam daun
bayam tersebut. Lalu dilakukan infiltrasi dengan menggunakan paraffin xylol dan dioven
selama 24 jam. Lalu setelah 24 jam selanjutnya adalah embeding dengan menggunakan
paraffin dan dibiarkan sampai mengeras.

Pada proses sectioning kami mengalami kendala karena setelah dilakukan sectioning
ternyata jaringan kami hancur setelah diletakkan diinkubator, mungkin karena suhu
inkubatornya terlalu tinggi sehingga paraffin kami mencair lagi dan akhirnya kami pun
menguang sectioning kembali.

Setelah proses sectioning dilakukan roses pewarnaan, pewarna utama pada metode ini
adalah safranin yang menghasilkan warna keunguan dan juga fast green agar tidak
merusak wana asli daun.

Setelah dilakukan pewarnaan saat kami lihat ternyata jaringan yang kami buat tampak
hancur dan tidak jelas terlihat di mikroskop, mungkin ada kesalahan pada saat sectioning
maka dari itu jaringan yang kami buat tidak tampak stukur anatomi daun bayam nya.

3. PREPARAT MASERASI JARINGAN SERAT KETAPANG


( Terminalia catappa.)

Pada maserasi serat kayu ketapang ini juga dilakukan secara berkelompok, kayu
ketapang diambil di depan lab fisika, setelah itu dilakukan perebusan guna melunakkan
kayu ketapang tersebut.

Setelah melewati proses perebusan dan pemotongan sebesar kayu korek api maka
selanjutnya dilakukan dehidrasi, dan pewarnaan, pewarna utamanya adalah safranin, lalu
dicuci dengan alcohol dan xylol.

Tapi saat perendaman pada xilil kami mengalami kendala dimana xylol pada hari
itu sudah habis dan kami pu akhirnya tidak melalukan perendaman dengan xilol dan

22
langsung pada tahap penyuiran, kayu tadi di suwir-suwir lalu dipisah- pisah
menggunakan jarum, lalu diamati dalam mikroskop.

Serat kayu pada pohon ketapang berbentik panjang dengan kedua ujung yang
runcing, sayangnya mikroskop yang kami gunakan tidak bisa sampai dengann perbesaran
yang lebih besar, karena itu kami tidak bisa melihat jaringan yang terdapat dalam serat
kayu ketapang tersebut.

23
BAB VI

PENUTUP

A. KASIMPULAN

Kasimpulan yang dapat diambil dari pembuatan preparat jaringan tumbuhan ini
adalah :

1. mikroteknik adalah sebagai ilmu yang mempelajari metode pembuatan preparat


mikroskopis, baik preparat hewan maupun tumbuhan, menganalisis preparat mikroskopis
dan melakukan mikrometri, serta membahas manfaat preparat bagi perkembangan
keilmuan dan dukungan terhadap kehidupan manusia.

2. pada mikroteknik tumbuhan kami melakukan 3 pembuatan jaringan yaitu, karingan


pollen, jaringan maserasi, dan preparat permanen jaringan daun tumbuhan.

3. Pembuatan preparat pollen bunga digunakan untuk melihat struktur serbuk sari pada
bunga.

4. pembuatan preparat dengan metode paraffin adalah metode yang paling sering digunakan
karena hasilnya permanen dan lebih tahan lama.

5 Maserasi adalah teknik pemisahan sel kayu untuk melihat kompone-komponen yang
membangun jaringan kayu secara terpisah.

B. SARAN

Saran dalam praktikum mikroteknik tumbuhan ini adalah, sebaiknya disediakan bahan-
bahan yang lengkap agar praktikum berjalan dengan lancar, karena praktikum ini tersendat
karena kurangnya bahan yang digunakan untuk keberlangsungan prosesnya, seperti pada
pembuatn preparat pollen dan pada pembuatan maserasi jaringan. Lalu banyaknya kendala
pad proses pembuatan membuatn pembuatan proses praktikum ini berjalan tidak lancar dan
tidak maksimal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alfaida, Suleman, S.M., Nurdin, H.M., 2013. Jenis-Jenis Tumbuhan Pantai di Desa Pelawa
Baru Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong dan
Pemanfaatannya Sebagai Buku Saku. Jurnal. e-Jipbiol Vol. 1 : 19-32, Juni
2013ISSN : 2338-1795.

Anghel, A. I., O. T. Olaru, F. Gatea, M. Dinu, R. V. Ancuceanu, V. Istudor. 2013.


Preliminary research on Portulaca grandiflora species (Portulaceae) for
therapeutic use. Farmacia. 61(4):694-702.

Arimurti, 2001. Laporan Praktikum Mikroteknik. Yogyakarta: Fakultas Pertanian


UGM.

Ashok, K.J., M. Bashir. 2010. Efficient micropagation protocol for Portulaca


grandiflora Hook. using shoot tip explant. J. New York Science. 3(10):112-
116.

Bohm, H., L. Bohm. 1996. Medical and Aromatic Plants IX. Springer Science and
Business Media, New Delhi, IN.

Darmanti, Sri. 2015. Penebalan Dinding Sel Xilem Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merr. ] var. Grobogan akibat Cekaman Ganda Interferensi Teki (Cyperus rotundus
L.) dan Kekeringan. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 23(2), pp. 23-28.

Faizal, M. Prastya, N. Rizky, A. 2009. Pengaruh Jenis Pelarut, Massa Biji, Ukuran
Partikel dan Jumlah Siklus Terhadap Yield Ekstraksi Minyak Biji Ketapang.
Jurnal Teknik Kima. 2 (16): 28-34.

Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Depok: Penebar Swadaya.

Hidayat, R.S. dan Napitupulu, R.M., 2015. Kitab Tumbuhan Obat, AgriFlo, Jakarta.

Hevira, L. Edison, Munaf. Rahmiana, Z. 2015. The use of Terminalia catappa L. fruit
shell as biosorbent for the removal of Pb (II), Cd (II) and Cu (II) ion in liquid
waste. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 7 (10): 79-89.

25
Istirina, D. Siti, Khotimah. Masnur, Turnip. 2015. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Metanol Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis dan Salmonella typhi. Protobiont. 4 (30): 98-102.

Kriss., Tim Cahaya. 2009. Kumpulan Obat Tradisional Nusantara. Jakarta: Rama
Edukasitama.

Layukan, F. 2016. Keragaman jenis tumbuhan berkhasiat obat tradisional di


masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten
Tana Toraja. Skripsi. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Hasanuddin.

Lachumy S. J & Sasidharan S. 2012. The Usage of Microscopy Method for Herbal
Standardizations. Current Microscopy Contributions to Advances in Science and
Technology. Malaysa: Institute for Research in Molecular Medicine, Universiti
Sains Malaysia.

Navid A. M. D., Anna M & Theisl M. T. A. 2004. Paraffin embedding technique for
specimens obtained by vitrectomy, 122(10): 1537-1538

Nopitasari, N. Amilia, N. Muhdarina. 2014. Karbonisasi Limbah Daun Ketapang


Untuk Biosorpsi Cr (VI) Dalam Air. Ind.Che.Acta. 5 (1): 30-35:Makassar.

Sumardi, I & Pudjoarinto, A. 2004. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Makassar:


Universitas Hasanuddin.

Steenis, G.G.G.J.Van. 2002. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Tjitrosoepomo, G., 2002, Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

26
LAMPIRAN

Maserasi paraffin

Pollen

27

Anda mungkin juga menyukai