Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH SEKAT DALAM KEMASAN KARDUS

TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU PEPAYA IPB 9

Oleh

Puspita Rini
A34304049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENGARUH SEKAT DALAM KEMASAN KARDUS
TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU PEPAYA IPB 9

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Puspita Rini
A34304049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

PUSPITA RINI. Pengaruh Sekat dalam Kemasan Kardus terhadap Masa


Simpan dan Mutu Pepaya IPB 9. Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO.

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan sekat


antar buah dalam kemasan kotak kardus dan penambahan KMnO4 terhadap daya
simpan dan mutu buah pepaya. Pepaya yang digunakan adalah pepaya IPB 9 dari
Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor. Percobaan tersebut dilaksanakan pada bulan
Februari sampai dengan April 2008 di Laboratorium Pasca Panen, Pusat Kajian
Buah-buahan Tropika (PKBT).
Percobaan dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
satu faktor perlakuan yaitu pengunaan sekat dan tanpa sekat. Metode RAK
digunakan karena buah pepaya tidak matang serempak sehingga perlu
diseragamkan dengan membaginya menjadi empat kelompok panen. Terdapat
lima perlakuan yaitu, kardus berisi empat pepaya tanpa sekat tanpa KMnO4 (A1),
kardus berisi dua pepaya dengan sekat dan KMnO4 (A2), kardus berisi dua pepaya
tanpa sekat dengan KMnO4 (A3), kardus berisi empat pepaya dengan sekat dan
KMnO4 (A4) serta kardus berisi empat pepaya tanpa sekat dengan KMnO4 (A5).
Peubah yang diamati berupa susut bobot, warna, kekerasan, Padatan
Terlarut Total (PTT) dan Asam Tertitrasi Total (ATT). Pengamatan nondestruktif
(susut bobot dan warna) dilakukan pada 0, 4, 7, 10 dan 14 hari setelah perlakuan
(HSP). Pengamatan destruktif (kekerasan, PTT dan ATT) pada 0, 7 dan 14 HSP.
Hasil percobaan menunjukkan pengaruh nyata pada kelompok panen.
Kelompok satu dan dua memiliki ketahanan simpan hanya sampai 10 HSP
sedangkan kelompok tiga dan empat memiliki ketahanan simpan hingga 14 HSP.
Secara keseluruhan pepaya IPB 9 dapat disimpan dengan kualitas yang masih baik
hingga 7 HSP. Kerusakan yang terjadi pada kulit buah sebagian besar belum
tampak pada 7 HSP dan tingkat kemanisan buah dalam kondisi baik. Penggunaan
sekat pada kardus tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap semua peubah dan
tidak mempengaruhi mutu serta daya simpan buah. Hal ini diduga karena
perbedaan umur petik buah dan konsentrasi KMnO4 yang digunakan tidak sesuai.
Judul : PENGARUH SEKAT DALAM KEMASAN KARDUS
TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU
PEPAYA IPB 9
Nama : Puspita Rini
NRP : A34304049

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr Ir Winarso D. Widodo, MS
NIP. 131 664 405

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 20 Juni 1986 dan merupakan anak


pertama pasangan Bambang Djaluprapto dan Rohana. Penulis lulus pendidikan
Taman Kanak-Kanak pada tahun 1992 di TK Nurul Jannah lalu melanjutkan ke
SDN Percontohan 011 Pagi Pondok Labu Jakarta lulus pada tahun 1998. Tahun
2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 96 Jakarta kemudian tahun 2004 di
SMU Negeri 34 Jakarta.
Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima pada Program Studi
Hortikultura yang sekarang bernama Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Semasa kuliah penulis aktif pada kegiatan mahasiswa di lingkungan
kampus sebagai Sekretaris Unit Kegiatan Mahasiswa Tae Kwon Do IPB tahun
2005-2006 dan Staf Divisi Perekonomian Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian (BEM A) Institut Pertanian Bogor tahun 2007-2008 serta kepanitiaan
berbagai kegiatan seperti Festival Tanaman (FESTA) XXVI tahun 2005, FESTA
XXVII tahun 2006, Gelar Olahraga dan Seni (GRADASI) AGH tahun 2006 dan
Masa Perkenalan Departemen (MPD) AGH tahun 2006.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sekat
dalam Kemasan Kardus terhadap Masa Simpan dan Mutu Pepaya IPB 9”.
Skripsi ini disusun dalam rangka melaksanakan tugas akhir sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terimakasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Dr Ir
Winarso D. Widodo, MS. selaku dosen pembimbing atas bantuan, saran dan
bimbingannya, Ir Ketty Suketi, MS. dan Dewi Sukma, SP. Msi. selaku dosen
penguji, serta staf PKBT atas berbagai bantuan dan fasilitasnya. Ucapan
terimakasih juga ditujukan kepada Ibu dan Bapak atas segala dukungan materi,
moril, kasih sayang yang tulus dan doa yang selalu menyertaiku serta kepada
orang-orang terdekat (gun, oo, udi, tant, bo, hemz, xit, no, feby, chonx, cens dan
semuanya) terimakasih atas segalanya juga semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
Skripsi ini telah dibuat dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu semoga
hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................. 3
Hipotesis .......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya IPB 9 (Carica papaya L.)....................................................... 4
Fisiologi Pasca Panen........................................................................ 5
Kalium Permanganat (KMnO4)............................................................. 7
Bahan Kemasan Pepaya........................................................................ 8
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan.. ......................................................... 10
Bahan dan Alat Percobaan................................................................. 10
Metode Percobaan.. ........................................................................... 10
Pelaksanaan Percobaan...................................................................... 12
Pengamatan... .................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Simpan Buah............................................................................ 17
Susut bobot.................................................................................. 17
Warna kulit buah ......................................................................... 18
Kekerasan kulit buah ................................................................... 19
Mutu Kimia Buah.............................................................................. 20
Padatan terlarut total.................................................................... 20
Asam tertitrasi total ...................................................................... 21
Pembahasan ...................................................................................... 22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 26
Saran................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 27
LAMPIRAN ................................................................................................ 30
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Teks
1. Kandungan Gizi dalam Setiap 100 g Pepaya.............................................. 5
2. Susut Bobot Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima
Perlakuan Sekat........................................................................................ 17
3. Skor Warna Kulit Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima
Perlakuan Sekat........................................................................................ 18
4. Kekerasan Kulit Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima
Perlakuan Sekat........................................................................................ 19
5. Kandungan PTT, ATT serta PTT/ATT Buah Pepaya Selama
Masa Simpan dengan Lima Perlakuan Sekat............................................. 21

Lampiran
1. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Susut Bobot Buah
Pepaya selama Masa Simpan.................................................................... 37
2. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Skor Warna Kulit
Buah Pepaya selama Masa Simpan........................................................... 33
3. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Kekerasan Kulit
Buah Pepaya selama Masa Simpan........................................................... 34
4. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Padatan
Terlarut Total (PTT) Buah Pepaya selama Masa Simpan .......................... 35
5. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Asam Tertitrasi
Total (ATT) Buah Pepaya selama Masa Simpan....................................... 36
6. Rekapitulasi Data Semua Peubah Terhadap Perlakuan dan Kelompok....... 37
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Teks
1. Pepaya IPB 9 Matang dengan Warna Daging Buah Jingga Kemerahan ..... 4
2. Pola Respirasi pada Buah Klimakterik ...................................................... 6
3. Berbagai Bentuk KMnO4. ......................................................................... 12
4. Tahapan Pelaksanaan Percobaan ............................................................... 13
5. Peletakkan Buah dalam Kemasan Kardus pada Awal Perlakuan (H0)........ 14
6. Indeks Warna Kulit Buah Pepaya IPB 9 ................................................... 16
7. Gejala Antraknosa pada Pepaya ................................................................ 23
8. Kerusakan pada Pangkal Buah Akibat Penyakit Antraknosa...................... 24

Lampiran
1. Perubahan Warna dan Kerusakan Pepaya IPB 9 dari Awal Hingga Akhir
Perlakuan ................................................................................................. 31
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pepaya merupakan salah satu buah tropika unggulan Indonesia untuk
ekspor maupun konsumsi dalam negeri. Buah ini untuk perdagangan termasuk
buah yang menduduki tempat penting. Pepaya dalam perdagangan di Indonesia
menduduki posisi kelima setelah pisang, mangga, nanas dan jeruk (Pusat
Informasi Bioteknologi Indonesia, 2008).
Pada tahun 2005 bulan Januari hingga Februari volume ekspor mencapai
40.7 ton dengan nilai US$ 77.857. Kemudian pada tahun 2006 volume ekspor
mencapai 140.1 ton dengan nilai total US$ 62.924 sedangkan tahun 2007 (hingga
bulan mei) hanya 33.5 ton dengan nilai US$ 13.620. Negara tujuan ekspor antara
lain Jepang dan Hongkong (Departemen Pertanian, 2007).
Padahal produksi pepaya di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 548.6
ton dan tahun 2006 mencapai 643.4 ton (Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika,
2008). Tingginya jumlah pepaya yang diproduksi tidak dibarengi dengan jumlah
pepaya yang diekspor. Volume ekspor pepaya perlu ditingkatkan dengan menjaga
kualitas pepaya setelah dipanen.
Menurut Villegas (1997), prospek pepaya sama produktifnya dengan
pisang dan pemeliharaannya juga sama mudahnya. Namun di pasar mancanegara
pepaya jauh ketinggalan karena sifat buah yang lebih mudah rusak dan produk
olahannya terbatas dibandingkan dengan pisang.
Buah pepaya disukai konsumen sebagai buah meja walaupun ada juga
pepaya olahan seperti manisan, acar, saus dan selai pepaya. Menurut Pantoja et al.
(2002), buah yang matang biasa dikonsumsi segar namun buah yang masih hijau
dapat dimasak sebagai sayur atau dibuat manisan.
Buah ini memiliki banyak keunggulan selain rasanya yang enak juga
memiliki kandungan gizi tinggi seperti, kalsium, pro-vitamin A dan asam askorbat
(Nakasone dan Paull, 1998). Pepaya juga memiliki kandungan papain yaitu enzim
proteolitik yang terdapat dalam getahnya.
Budidaya dan penanganan pasca panen pepaya memiliki masalah. Masalah
dalam budidaya pepaya tidak terlalu berarti dibandingkan dengan penanganan
pasca panen terutama pada transportasi buah baik untuk tujuan ekspor maupun
distribusi dalam negeri. Penanganan pasca panen pepaya agak sulit karena pepaya
mudah mengalami kerusakan saat didistribusikan ke berbagai tempat. Kerusakan
biasa terjadi pada bagian kulit pepaya juga daging buahnya. Beberapa cacat dapat
mempengaruhi nilai kualitas penampilan serta jumlah pepaya yang akan
didistribusikan (Santoso dan Purwoko, 1995). Teknik penyimpanan dan
pengemasan pepaya merupakan hal yang perlu diperhatikan khususnya terhadap
pemasakannya dalam distribusi.
Cepatnya pemasakan mengakibatkan pepaya menjadi buah yang tidak
tahan simpan. Pemasakan ini harus ditunda agar pepaya masak saat sampai tempat
tujuan. Buah ini termasuk buah klimakterik yaitu buah yang masak jika telah
mencapai puncak respirasi yang diinisiasi etilen.
Buah pepaya untuk konsumsi lokal dipetik ketika terjadi perubahan warna
hijau menjadi kuning pada kulit buahnya. Buah untuk ekspor dipetik lebih awal
lalu disimpan dengan perlakuan khusus (Samson, 1980). Beberapa contoh
perlakuan khusus seperti, penyimpanan pada suhu rendah, penyimpanan pada
atmosfer terkendali serta penggunaan kalium permanganat (KMnO4) sebagai
pengoksidasi etilen.
Kalium permanganat untuk penyimpanan karena dapat mencegah
pemasakan pada pepaya jika digunakan bersamaan dengan udara terkendali.
Kalium permanganat dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi
kuat. Keunggulannya tidak menguap dan dapat meminimalisasi kerusakan
kimiawi (Wills et al., 1981). Pengendalian metabolisme untuk mempertahankan
kualitas internal buah perlu dikembangkan lebih jauh secara kimia, modifikasi
lingkungan maupun rekayasa genetika (Efendi, 2005).
Salah satu kemasan yang banyak digunakan dalam distribusi pepaya
adalah kotak kardus. Penggunaan sekat antar buah dalam kotak kardus dan
penambahan KMnO4 diduga dapat memperpanjang daya simpan dan menghambat
penurunan mutu buah. Oleh sebab itu diperlukan percobaan untuk mengetahui
efektifitas yang paling baik.
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan sekat
antar buah dalam kemasan kotak kardus dengan penambahan KMnO4 terhadap
daya simpan dan mutu buah.

Hipotesis
Perlakuan penggunaan sekat antar buah dalam kemasan kotak kardus dan
penambahan KMnO4 mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap daya simpan
dan mutu buah.
TINJAUAN PUSTAKA

Pepaya IPB 9 (Carica papaya L.)


Pepaya termasuk dalam divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo
Brassicales, keluarga Caricaceae, genus Carica, spesies Carica papaya. Bunga
pepaya bersifat hermaprodit atau biseksual. Terdapat pohon pepaya yang
berbunga jantan dan berbunga betina atau berbunga sempurna (hermaprodit).
Pepaya hermaprodit terdiri dari tiga jenis, yaitu hermaprodit elongata, hermaprodit
pentandria, dan hermaprodit intermedia. Perbedaan ketiga jenis ini adalah bentuk
bakal buah yang dihasilkan (Ashari, 2006).
Pepaya yang sedang trend di pasaran adalah pepaya California namun
Indonesia juga memiliki pepaya lokal mirip dengan pepaya California yaitu
pepaya IPB 9. Pepaya ini merupakan genotipe baru hasil pemuliaan PKBT (Pusat
Kajian Buah-Buahan Tropika), IPB. Berdasarkan hasil Riset Unggulan Strategis
Nasional (RUSNAS) tahun 2008, varietas unggul pepaya yakni pepaya kecil
(Arum Bogor dan IPB3), pepaya medium-besar (prima Bogor, IPB 9, IPB 6C) dan
pepaya untuk papain (wulung bogor).
Karakteristik pepaya IPB 9 berukuran sedang dengan bentuk tengah buah
angular (lonjong) dan bentuk pangkal buah agak kedalam. Rata-rata kekerasan
0.823 mm/s, diameter 10-11 cm dan panjang 25-30 cm. Kulit buah berwarna hijau
terang. Warna daging jingga kemerahan saat matang (Gambar 1). Rasa daging
buah manis (11ºbrix). Rata-rata bobot adalah 1.24 kg/buah dengan masa umur
petik ± 114 hari setelah tanam (HST) (Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2008).

Gambar 1. Pepaya IPB 9 Matang dengan Warna Daging Buah Jingga Kemerahan
Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 g pepaya secara umum
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam Setiap 100 g Pepaya


Komposisi Buah Matang Buah Mentah Daun Pepaya
Energi (kal) 46.00 26.00 79.00
Air (g) 86.70 92.30 75.40
Protein (g) 0.50 2.10 8.00
Lemak (g) - 0.10 2.00
Karbohidrat (g) 12.20 4.90 11.90
Vitamin A (IU) 365.00 50.00 18.250.00
Vitamin B (mg) 0.04 0.02 0.15
Vitamin C (mg) 78.00 19.00 140.00
Kalsium (mg) 23.00 50.00 253.00
Besi (mg) 1.70 0.40 0.80
Fosfor (mg) 12.00 16.00 63.00
Sumber: Bertanam Pepaya, M. B. Kalie dalam Direktorat Budidaya
Tanaman Buah 2008

Syarat tumbuh pepaya IPB 9 tidak berbeda dengan pepaya lainnya yaitu
tumbuh baik pada iklim tropis yang hangat. Salah satu faktor utama pertumbuhan
yaitu suhu. Pepaya dapat ditanam pada kisaran suhu 22-26°C. Angin diperlukan
untuk penyerbukan bunga, namun angin yang tidak kencang. Kelembaban udara
yang dibutuhkan pun tidak terlalu tinggi yaitu hanya berkisar 40%. Curah hujan
berkisar antara 1000-2000 mm/tahun. Drainase yang bagus diperlukan untuk
pertumbuhan pepaya. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam dari 50-150 cm dari
permukaan tanah. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhan pepaya adalah
tanah yang subur dan mengandung banyak humus juga banyak menahan air dan
gembur. Tanaman pepaya tumbuh baik pada tanah netral dengan pH 6-7
(Warintek Bantul, 2007).

Fisiologi Pasca Panen


Menurut Villegas (1997), buah yang dipanen saat mencapai keadaan
optimum akan memiliki sifat-sifat yang diterima, misalnya warna, aroma, tekstur
dan sifat-sifat lainnya tergantung jenis kultivar. Indeks kematangan yang
digunakan untuk buah-buahan klimakterik adalah perubahan warna kulit (sawo
dan pepaya). Hal ini bergantung pada permintaan pasar dan tujuan pemasaran.
Buah untuk ekspor dipanen lebih awal.
Pematangan pepaya berupa perubahan warna, rasa dan tekstur buah secara
bertahap hingga siap dikonsumsi. Hubungan antara pematangan buah ini dengan
etilen adalah kemungkinan banyaknya etilen yang diproduksi (Tsu-Tsuen, 1988).
Pepaya termasuk buah klimakterik yaitu adanya peningkatan respirasi sejalan
dengan produksi etilen kemudian setelah mencapai titik puncak respirasi akan
menurun (Gambar 2).
Klimakterik merupakan salah satu proses respirasi alami bagi buah dan
sayuran setelah panen. Buah menunjukkan peningkatan besar dalam laju produksi
CO2 dan etilen (C2H4) bersamaan dengan pemasakan (Wills et al., 1989).

C2H4

CO2

Panen Puncak Mati

Gambar 2. Pola Respirasi pada Buah Klimakterik; (Wills et al., 1989)

Pada proses klimakterik, terjadi perubahan permeabilitas sel-sel buah.


Perubahan tersebut akan mengakibatkan enzim-enzim dan substrat dalam sel yang
keadaannya normal menjadi terpisah lalu akan bergabung dan bereaksi satu sama
lain sehingga terjadi proses klimakterik. Klimakterik juga disebabkan karena
adanya perubahan permeabilitas dari jaringan. Semakin tinggi tingkat kematangan
pepaya maka makin banyak CO2 yang dihasilkan. Peningkatan CO2 atau
penurunan O2 internal adalah dua dari perubahan yang meliputi respirasi dan
produksi etilen juga merupakan dua hal pokok yang terkait erat dalam
menjelaskan mekanisme pemasakan buah (Winarno dan Wirakartakusumah,
1981).
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar
berbentuk gas. Gas tersebut jika masih dalam tanaman hidup merupakan hormon
aktif yang berperan dalam proses pematangan. Disebut hormon karena dapat
memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan tanaman, bersifat mobil
dalam jaringan dan sebagai senyawa organik. Etilen dapat mempengaruhi keadaan
buah itu menjadi lunak, layu dan cepatnya proses senesen (Winarno dan
Wirakartakusumah, 1981). Laju etilen pada pepaya termasuk golongan tinggi
yaitu berada pada kisaran 10-100 µC2H4/kg-jam (Santoso dan Purwoko, 1995).
Sintesis etilen lebih banyak terjadi pada sitoplasma dibandingkan dengan
mitokondria. Pada sitoplasma, glukosa diubah menjadi etilen melalui asam piruvat
dengan bantuan asetil Co-enzim A. Metionin juga menjadi “precursor” dalam
pembentukan etilen tapi hanya menstimulir pembuatan etilen saat buah
mengalami proses kelayuan dan bukan saat klimakterik (Winarno dan
Wirakartakusumah, 1981).
Menurut Santoso dan Purwoko (1995), pemasakan merupakan hasil
perubahan komplek dan banyak daripadanya mungkin terjadi tanpa bergantung
satu sama lainnya. Peranan etilen dalam pemasakan buah menentukan kualitas
buah untuk dikonsumsi. Buah yang matang fisiologis belum tentu dapat langsung
dikonsumsi.

Kalium Permanganat (KMnO4 )


Senyawa penting untuk menghambat produksi etilen dan sudah dikenal
luas adalah kalium permanganat atau KMnO4. Pemberian KMnO4 merupakan
salah satu cara yang efektif untuk menyerap etilen. Nama dagang zat yang
mengandung senyawa ini adalah purafil dan biasa diperdagangkan dalam bentuk
padat. Kalium permanganat merupakan penyerap etilen yang paling banyak
digunakan karena harganya murah dan mudah didapat (Santoso dan Purwoko,
1995).
Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi
yang kuat. Keunggulan KMnO4 dibandingkan dengan penyerap etilen lain yaitu
tidak menguap dan dapat meminimalisasi kerusakan bahan kimia (Wills et al.,
1981). Zat ini dapat mengoksidasi etilen menjadi etilen glikol, mangan dioksida
dan kalium hidroksida (Hein et al., 1984). Reaksinya sebagai berikut,
C2H4 + KMnO4 + H2O → C2H4(OH)2 + MnO2 + KOH
Menurut Sjaifullah dan Dondi (1991), KMnO4 mempunyai indeks
penyerapan yang besar oleh partikel dengan mesh kecil. Laju daya ikat KMnO4
terhadap gas etilen pada pellet (zeolit dan semen) berukuran 80 mesh dibutuhkan
waktu cukup lama yaitu 140 menit. Hal ini dikarenakan porositas pellet tersebut
cukup besar.

Bahan Kemasan Pepaya


Pengemasan untuk distribusi buah sangat diperlukan. Hal ini disebabkan
karena selera konsumen yang lebih menyukai buah-buahan yang mempunyai
kualitas fisik yang bagus. Tujuan lain dari pengemasan adalah untuk memudahkan
penanganan, menjaga mutu dan kualitas buah tersebut sampai ke tangan
konsumen. Saat ini umum digunakan prepackaging (menempatkan buah dalam
kantong atau karton untuk menjual secara eceran) sebelum dikemas secara luas.
Hal ini dilakukan untuk melindungi buah dari kerusakan fisik dan kebusukan
(Wills et al., 1981).
Buah pepaya dipetik dan dimasukkan ke dalam ember atau keranjang
untuk kemudian dipindahkan ke dalam peti-peti di lapangan yang diberi alas atau
lapisan dinding untuk menghindari kerusakan kulit (Pantastico, 1989). Sebelum
dikemas, buah diberi perlakuan untuk mengeradikasi beberapa kontaminan yang
dapat merusak. Pada pepaya dapat digunakan uap panas dan iradiasi untuk
mematikan lalat buah yang menempel. Kemudian pepaya tersebut dikemas
mengunakan kotak kardus yang disekat untuk mencegah kontaminasi terhadap
lalat buah. Lalu disimpan dalam suhu rendah 10-12°C untuk menunda pemasakan.
Kombinasi fungisida dan pelilinan sering juga digunakan (Nakasone dan Paull,
1998). Menurut Peleg (1985), untuk meningkatkan kekuatan imobilisasi buah saat
distribusi yaitu dengan penambahan sekat dalam kemasan.
Pengemasan untuk pengiriman dan penanganan memerlukan wadah-
wadah yang dirancang dengan baik untuk melindungi barang dari kememaran,
getaran dan wadah-wadah lain yang ditumpuk diatasnya. Kemasan yang ideal
meliputi pengisian yang padat namun rata agar saat wadah ditutup dan dalam
tumpukan, wadah mempunyai kekuatan yang cukup untuk melindungi isinya
(Pantastico, 1989).
Kemasan yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yang
dibutuhkan produk (Wills et al., 1981). Contoh-contoh persyaratannya yaitu
cukup kuat dalam melindungi produk selama penanganan, transportasi dan
penumpukan. Selain itu bahan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia
toksik, ukuran berat dan bentuk sesuai dengan persyaratan, dapat dengan mudah
didinginkan, kekuatan kemasan tidak dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi
dan air, menunjukkan identitas isinya, dapat digunakan lagi serta harganya murah
(Suyatma, 2007).
Kardus-kardus papan serat (corrugated fibre board) disukai baik untuk
pengiriman hasil-hasil daerah tropika maupun subtropika. Keunggulan kemasan
ini adalah bobotnya ringan dan harganya murah. Namun terdapat juga
kelemahannya yaitu menyerap lembab dan kehilangan kekuatannya sehingga
tinggi tumpukan dalam ruangan atau daerah dengan RH tinggi harus dibatasi.
Cara mengatasi masalah ini dengan menambah kekuatan dengan material dasar
yang lebih kuat dengan sekat-sekat didalamnya, pelapis-pelapis tambahan atau
dengan mengangkut kardus teleskopik penuh yang mempunyai dua dinding luar
(Pantastico, 1989).
Hasil penelitian Ariyanti (2005) tentang pengemasan buah pepaya
menunjukkan kombinasi bahan pengisi kertas koran dan pengemas kotak karton
(kardus) disarankan untuk pengemasan buah pepaya. Hal ini dikarenakan kondisi
buah dalam kombinasi pengemasan tersebut yang paling baik dibandingkan
dengan pengemasan menggunakan peti kayu dan keranjang bambu dengan bahan
pengisi daun pisang.
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan


Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2008
di Laboratorium Pasca Panen, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). Buah
pepaya IPB 9 didapatkan dari Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor.

Bahan dan Alat Percobaan


Bahan utama pada percobaan ini adalah Pepaya IPB 9 (Carica papaya L.)
yang dipanen saat buah mencapai ukuran cukup besar. Ciri-ciri pepaya matang
fisiologis adalah warna kulit masih hijau tanpa warna kuning atau telah terlihat
semburat kuning dan sudah mencapai ukuran maksimum. Buah dipanen tiap 14
hari sebanyak empat kali panen (kelompok) masing-masing 32 buah. Panen
pertama dilakukan pada tanggal 17 Februari 2008. Panen kedua selang 14 hari
dari panen pertama yaitu tanggal 2 Maret 2008, panen ketiga selang 27 hari dari
panen kedua yaitu tanggal 30 Maret 2008 dan panen terakhir dilakukan pada
tanggal 16 April 2008.
Bahan yang digunakan untuk perlakuan yaitu kemasan kardus (dengan
atau tanpa sekat), kertas koran, KMnO4 (kalium permanganat) dan bahan penyerap
KMnO4 (zeolit) serta kain kassa untuk mengemas KMnO4. Bahan lain yang
digunakan adalah Clorox 10% sebagai desinfektan.
Alat-alat yang digunakan meliputi hand penetrometer, refraktometer,
buret, timbangan analitik dan lain sebagainya yang berguna untuk pengamatan
Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT), kekerasan kulit buah,
susut bobot buah dan warna kulit buah.

Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
satu faktor perlakuan. Perlakuannya kotak kardus dengan sekat dan tanpa sekat
dengan perbedaan jumlah buah dalam satu kemasan kardus dan penambahan
KMnO4. Perbedaan jumlah yang digunakan adalah 2 dan 4 buah pepaya IPB 9
dalam satu kardus. Perlakuan ini diulang dua kali sehingga terdapat 40 satuan
percobaan. Pepaya yang digunakan sebanyak 128 buah.
Model matematika yang digunakan adalah
Yij = µ + αi + βj + єij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan penggunaan sekat dalam kardus perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata
αi = Pengaruh perlakuan penggunaan sekat dalam kardus ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
єij = Galat percobaan
i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan penggunaan sekat dalam kardus)
j = 1, 2, 3, 4
Perlakuan :
A1 = Kontrol (empat buah pepaya tanpa sekat dan tanpa KMnO4)
A2 = Dua buah pepaya dengan sekat dan KMnO4
A3 = Dua buah pepaya tanpa sekat dengan KMnO4
A4 = Empat buah pepaya dengan sekat dan KMnO4
A5 = Empat buah pepaya tanpa sekat dengan KMnO4
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam taraf α 5%.
Sebelum melakukan perlakuan percobaan, terlebih dahulu dilakukan
pembuatan bahan penyerap etilen yang akan digunakan. Langkah-langkahnya
yaitu dengan merendam 750 g zeolit no. 2 berukuran 60 mesh (sebagai penyerap
KMnO4) kedalam 75 ml larutan KMnO4 jenuh (75g/l) selama 30 menit. Bahan
penyerap yang telah direndam lalu dikeringanginkan selanjutnya dikemas
menggunakan kain kassa (Gambar 3). Penggunaan kain kassa sebagai pengemas
ditujukan agar bahan penyerap etilen tersebut rapi dan tidak merusak kulit buah
pepaya.
Gambar 3. Berbagai Bentuk KMnO4; serbuk, larutan jenuh dan zeolit dengan
KMnO4 dalam kain kassa

Bahan penyerap etilen dibagi menjadi dua atau empat buah sama rata saat
dikemas dalam kain kassa. Total berat bahan penyerap KMnO4 tiap kardus adalah
75 g. Kain kassa tersebut lalu direkatkan pada sisi dalam kardus.
Kardus berisi dua buah pepaya yang digunakan berukuran panjang 30 cm,
lebar 15 cm dan tinggi 30 cm. Sedangkan kardus berisi empat buah pepaya
berukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm. Hal ini disesuaikan
dengan ukuran pepaya IPB 9. Kardus juga dibedakan menjadi bersekat dan tidak
bersekat untuk perlakuan.

Pelaksanaan Percobaan
Langkah pertama adalah mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan
seperti pepaya IPB 9, kardus untuk bahan kemasan, kertas koran sebagai pengisi,
KMnO4, bahan penyerap KMnO4 dan alat-alat lab lainnya. Pepaya IPB 9
didapatkan dari Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor.
Pengambilan contoh untuk pengamatan dilakukan secara acak.
Pengambilan contoh ini sangat penting untuk mengetahui hasil perlakuan yang
dilakukan. Setelah diamati, terdapat perbedaan daya simpan pada kelompok
panen. Kelompok satu dan dua tahan disimpan hanya sampai 10 HSP sedangkan
kelompok tiga dan empat tahan simpan hingga 14 HSP.
Tahapan pelaksanaannya mulai dari sortasi buah pepaya untuk
mendapatkan buah yang seragam. Lalu pepaya dicuci untuk menghilangkan
kotoran dan getah. Setelah itu pepaya diberi desinfektan untuk mencegah
pertumbuhan jamur maupun mikroorganisme yang tidak diinginkan. Caranya
dengan mencelupkan pepaya selama 30 detik ke dalam Clorox 10%.
Selanjutnya pepaya dikeringanginkan dan dimasukkan ke dalam kemasan
kardus yang telah diberi bahan penyerap KMnO4 pada sisi bagian dalam kardus
dan kertas koran. Kemudian kardus-kardus tersebut disimpan pada suhu ruang
(26.8°C-28.3°C) sampai terjadi perubahan indeks kematangan yang signifikan.
Tahapan pelaksanaan percobaan seperti Gambar 4.

Persiapan bahan dan alat

Pepaya disortasi dan dicuci

Pepaya dicelupkan selama 30 detik ke dalam Chlorox 10%


kemudian pepaya dikeringanginkan

Zeolit direndam ke dalam larutan KMnO4 jenuh (75g/ml)


kemudian zeolit dikeringanginkan

Bahan penyerap KMnO4 tersebut dikemas


mengunakan kain kassa

Pepaya dimasukkan ke dalam kemasan karton yang telah diberi


bahan penyerap KMnO4 pada sisi samping dalam karton

Simpan pada suhu ruang

Gambar 4. Tahapan Pelaksanaan Percobaan

Kardus yang digunakan untuk percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Kardus-kardus ini telah dimasukkan pepaya beserta bahan penyerap yang telah
dikemas. Bagian dalam kardus yang masih ada sisa tempat diisi dengan kertas
koran agar pepaya tidak bergeser ataupun bergerak jika dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain. Seperti pemindahan pepaya dari tempat penyimpanan ke
tempat pengamatan.

A1 A2 A3
Koran Sekat Bahan Penyerap Etilen
Buah Pepaya

A4 A5
Gambar 5. Peletakkan Buah dalam Kemasan Kardus pada Awal Perlakuan (H0);
A1: Empat pepaya tanpa sekat tanpa KMnO4 (Kontrol), A2: Dua
pepaya dengan sekat dan KMnO4, A3: Dua pepaya tanpa sekat dengan
KMnO4, A4: Empat pepaya dengan sekat dan KMnO4, A5: Empat
pepaya tanpa sekat dengan KMnO4

Pengamatan
Peubah yang diamati selama perlakuan adalah Padatan Terlarut Total
(PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT), kekerasan kulit buah, susut bobot buah dan
warna kulit buah. Pengamatan nondestruktif (susut bobot dan warna kulit buah)
dilakukan pada 0, 4, 7, 10 dan 14 HSP. Pengamatan destruktif (kekerasan kulit
buah, PTT dan ATT) pada 0, 7 dan 14 hari hingga pepaya tidak layak untuk
dikonsumsi. Jika saat pengamatan nondestruktif terlihat bahwa pepaya sudah
rusak parah akibat terserang penyakit maka perlu dilakukan pengamatan
destruktif.
Padatan Terlarut Total (PTT) buah pepaya diukur dengan menghancurkan
sedikit daging buah pepaya. Air tetesan dari pepaya tersebut kemudian diteteskan
ke refraktometer untuk diukur kandungan brixnya. Sebelum menggunakan
refraktometer, lensa alat tersebut harus sudah bersih dari kotoran.
Asam Tertitrasi Total (ATT) diukur berdasarkan netralisasi asam organik
yang terkandung dalam buah oleh basa kuat yang digunakan. Caranya dengan
menghancurkan daging buah sebanyak 25 g kemudian daging buah tersebut
disaring dengan menambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator
Phenolftalein dua tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan
berubah warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan duplo. Kandungan ATT
dihitung dengan menggunakan rumus;
Asam tertitrasi total (mg/100 g bahan) = ml NaOH x fp x 100
Bobot contoh (g)
fp : faktor pengenceran = 4
Kekerasan buah diukur dengan hand penetrometer pada bagian ujung,
tengah dan pangkal sebanyak dua kali. Data tersebut kemudian dirata-rata untuk
mendapatkan nilai kekerasan satu buah pepaya.
Susut bobot buah pepaya diukur dengan menimbang bobot awal sebelum
perlakuan dan saat pengamatan. Rumus yang dipakai dalam menghitung susut
bobot adalah sebagai berikut;
% Susut Bobot = Bobot awal – Bobot saat pengamatan x 100 %
Bobot awal

Warna kulit buah diukur dengan pengamatan visual menggunakan indeks


derajat kekuningan kulit buah. Derajat kekuningan kulit buah dinilai dengan skor
angka 1 sampai 7 mengacu pada skor pisang Cavendish. Namun disesuaikan
dengan kondisi pepaya IPB 9 seperti Gambar 6. Nilai tersebut adalah;
1 = Hijau 5 = Kuning dengan ujung hijau
2 = Hijau dengan sedikit kuning 6 = Kuning penuh
3 = Hijau kekuningan 7 = Kuning dengan sedikit bintik coklat
4 = Kuning lebih banyak dari hijau
1 2 3 4 5 6 7
Gambar 6. Indeks Warna Kulit Buah Pepaya IPB 9

Jika ada buah pepaya yang terserang penyakit saat pengamatan maka buah
tersebut dikeluarkan dari kemasan dan dipisahkan dari yang lain. Identifikasi
penyakit dilakukan di Klinik Tanaman departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian IPB.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Simpan Buah


Daya simpan buah merupakan kemampuan buah selama penyimpanan
yang masih dapat diterima konsumen (Purwoko dan Fitradesi, 2000). Kekuatan
daya simpan buah umumnya berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat
kemasakan buah itu sendiri. Secara fisik, perubahan keadaan buah dapat dilihat
dari susut bobot, warna dan kekerasan buah.

Susut bobot
Perlakuan penggunaan sekat dan penambahan KMnO4 dalam pengemasan
pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada peubah susut bobot. Namun
secara umum semua perlakuan mengalami kenaikan susut bobot selama masa
simpan (Tabel 2).

Tabel 2. Susut Bobot Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima Perlakuan
Sekat
Perlakuan 7 HSP 10 HSP 14 HSP
………………………….%....................................
A1 1.305 5.869 11.067
A2 1.791 6.576 10.02
A3 1.761 10.793 17.236
A4 1.679 8.564 13.917
A5 1.687 7.569 11.424
Keterangan : HSP = Hari Setelah Perlakuan
A1 = Kontrol (empat buah pepaya, tanpa sekat dan tanpa KMnO4)
A2 = Dua buah Pepaya dengan Sekat dengan KMnO4
A3 = Dua Buah Pepaya Tanpa Sekat dengan KMnO4
A4 = Empat Buah Pepaya dengan Sekat dengan KMnO4
A5 = Empat buah Pepaya tanpa Sekat dengan KMnO4

Susut bobot buah terjadi karena adanya proses respirasi dan transpirasi
(kehilangan air). Hasil penelitian Purwoko dan Fitradesi (2000) tentang pelapisan
buah pepaya menunjukkan bahwa pepaya yang disimpan pada suhu ruang dan
suhu dingin tanpa pelapis memperlihatkan susut bobot yang besar. Menurut
Santoso dan Purwoko (1995), kehilangan air dapat menjadi penyebab utama
deteriorasi karena tidak saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif
(bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampakannya
(dikarenakan layu dan pengkerutan), kualitas tekstur (pelunakan, pelembekan,
mudah patah, hilangnya kerenyahan dan ”juice”) dan kualitas nutrisi.
Hasil penelitian Priyono (2005) menunjukkan perlakuan pemberian batu
bata yang telah direndam KMnO4 jenuh selama 30 menit untuk penyimpanan
pepaya dalam kotak kaca pada suhu rendah (16ºC -20ºC) tidak menunjukkan
pengaruh nyata terhadap susut bobot dan padatan terlarut total (PTT). Hasil yang
sama didapatkan dari percobaan ini yaitu pengaruh penggunaan sekat dan
penambahan KMnO4 dalam pengemasan pepaya juga tidak menunjukkan
pengaruh nyata terhadap peubah tersebut.

Warna kulit buah


Perubahan warna terjadi karena pembongkaran klorofil yang dipengaruhi
oleh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung pada tahapan
klimakterik. Perlakuan penggunaan sekat dan penambahan KMnO4 dalam
pengemasan pepaya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap warna kulit buah
pada uji sidik ragam. Secara umum, perubahan yang terlihat adalah semakin lama
warna kulit pepaya yang hijau semakin menguning selama masa simpan. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai pada Tabel 3 yang semakin meningkat dari hari ke hari.
Skor tujuh (7) menunjukkan warna kulit buah kuning menyeluruh dan terdapat
bintik coklat, sedangkan skor rendah menunjukkan warna buah masih hijau.

Tabel 3. Skor Warna Kulit Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima
Perlakuan Sekat
Perlakuan 4 HSP 7 HSP 10 HSP 14 HSP
……………………………Skor…………………………...
A1 3.125 5.125 6.875 7.000
A2 3.125 4.250 6.750 7.000
A3 3.375 5.500 7.000 7.000
A4 2.875 5.250 6.875 7.000
A5 4.000 5.250 6.500 6.500
Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 2.

Perlakuan tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap hasil uji sidik


ragam diduga karena pengamatan dilakukan berdasarkan skor yang telah
ditentukan dan diamati secara subjektif oleh pengamat sehingga dapat terjadi
suatu kesalahan (human error). Selain itu, umur petik pepaya juga tidak sama
sehingga mempengaruhi warna kulit buah dan perbedaan kematangan buah. Hasil
penelitian Purba (2006) menyatakan bahwa semakin tua umur panen dan waktu
simpan maka persentase warna kulit buah yang berwarna kuning semakin besar
dan kekerasannya berkurang.
Selain itu juga diduga dipengaruhi oleh penggunaan bahan pengisi (kertas
koran). Menurut Drake et al. dalam Ariyanti (2004), penggunaan kertas sebagai
bahan pengemas primer akan berpengaruh pada perubahan warna kulit buah
namun tidak berpengaruh terhadap tekstur, padatan terlarut total (PTT) dan asam
tertitrasi total (ATT).
Jika dilihat berdasarkan hasil foto kelompok kedua (Gambar Lampiran 1)
selama penyimpanan akan didapatkan hasil berbeda dengan hasil uji sidik ragam.
Kardus yang menggunakan sekat dan KMnO4 dibandingkan dengan kardus tanpa
sekat dengan KMnO4 diduga dapat menunda perubahan warna kuning pepaya
pada 4 HSP. Selain itu juga dapat menghambat kerusakan akibat penyakit hingga
10 HSP. Perlakuan tanpa sekat termasuk kontrol mengalami kerusakan yang
cukup parah pada hari terakhir pengamatan 10 HSP. Penggunaan sekat diduga
dapat menghalangi distribusi etilen dan penyebaran penyakit dalam kemasan.

Kekerasan kulit buah


Perlakuan sekat dan penambahan KMnO4 dalam pengemasan pepaya tidak
menunjukkan pengaruh nyata terhadap kekerasan buah pepaya IPB 9. Pada Tabel
4 dapat dilihat bahwa semakin lama masa simpan maka semakin rendah juga
kekerasannya. Secara umum penurunan kekerasan terjadi pada semua perlakuan.

Tabel 4. Kekerasan Kulit Buah Pepaya Selama Masa Simpan dengan Lima
Perlakuan Sekat
Perlakuan 7 HSP 10 HSP 14 HSP
………………………kg/detik…………………..
A1 0.702 0.622 0.481
A2 0.809 0.593 0.559
A3 0.794 0.543 0.431
A4 0.717 0.668 0.529
A5 0.721 0.482 0.544
Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 2.
Hasil penelitian Priyono (2005) menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4
berpengaruh terhadap kekerasan buah pepaya sampai 15 HSP. Namun selisih
angka pada 12 HSP cukup kecil dan tidak menunjukkan pengaruh nyata sehingga
kekerasan buah cukup dibedakan.
Semakin lama buah disimpan maka kekerasannya pun berkurang. Hal ini
dikarenakan proses transpirasi yang berpengaruh terhadap kelayuan dan
kelembekan buah. Perbedaan umur petik diduga mempengaruhi kekerasan kulit
buah. Hasil penelitian Rafikasari (2006) tentang umur petik dan kualitas buah
pepaya menunjukkan semakin lama umur petik maka nilai kekerasan semakin
menurun sedangkan warna daging, kulit buah dan PTT semakin meningkat.
Secara umum dari ketiga peubah fisik yang diamati selama penyimpanan,
yaitu perubahan susut bobot, warna dan kekerasan, pepaya hanya dapat bertahan
dalam kondisi baik pada 7 HSP. Setelah disimpan lebih dari 7 HSP sudah banyak
pepaya yang terserang penyakit. Kondisi buah yang kurang seragam
menyebabkan perbedaan hasil perlakuan antar kelompok. Contohnya pada
kelompok satu dan dua yang memiliki daya simpan lebih rendah daripada
kelompok tiga dan empat.

Mutu Kimia Buah


Mutu kimia pada buah berpengaruh terhadap tingkat kesukaan konsumen.
Hal ini dikarenakan kandungan yang ada didalam buah dapat menentukan
keadaan buah untuk dikonsumsi. Padatan Terlarut Total (PTT) dan Asam Terlarut
Total (ATT) merupakan indikator yang mempengaruhi mutu kimia buah.

Padatan terlarut total


Padatan Terlarut Total (PTT) merupakan derajat kemanisan buah
dikarenakan peningkatan kandungan gula selama pemasakan. Berdasarkan Tabel
5 perlakuan penggunaan sekat dan penambahan KMnO4 dalam pengemasan
pepaya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap padatan terlarut total yang
terkandung dalam pepaya. Umumnya PTT menurun pada 10 HSP lalu meningkat
lagi pada 14 HSP.
Tabel 5. Kandungan PTT, ATT serta PTT/ATT Buah Pepaya Selama Masa
Simpan dengan Lima Perlakuan Sekat
7 HSP 10 HSP 14 HSP
Perlakua PTT ATT ATT ATT
PTT PTT PTT PTT PTT
n (mg/ (mg/ (mg/
(°brix / (°brix / (°brix /
100g 100g 100g
) ATT ) ATT ) ATT
) ) )
17.00
A1 10.475 8.500 1.232 9.875 0 0.581 11.100 8.800 1.261
11.90 13.80
A2 9.887 0 0.831 9.850 0 0.714 11.400 9.600 1.188
11.00 14.00
A3 9.825 0 0.893 10.275 0 0.734 11.400 8.400 1.357
13.40 11.00
A4 10.987 8.400 1.308 8.725 0 0.651 11.375 0 1.034
14.60
A5 10.537 9.500 1.109 9.750 0 0.668 10.875 8.000 1.359
Keterangan : sama dengan keterangan Tabel 2
PTT = Padatan Terlarut Total
ATT = Asam Tertitrasi Total

Hal ini diduga karena ketidakseragaman buah antar kelompok. Pada 10


HSP merupakan padatan terlarut total dari dua kelompok awal yang memiliki
kandungan PTT tidak terlalu tinggi. Namun, pada 14 HSP merupakan kandungan
PTT dari dua kelompok akhir yang cukup tinggi.

Asam tertitrasi total


Perlakuan sekat dan KMnO4 dalam pengemasan pepaya tidak
menunjukkan pengaruh nyata terhadap asam tertitrasi total buah selama
penyimpanan 14 hari pada suhu ruang. Umumnya semua perlakuan memiliki
asam tertitrasi total tertinggi 10 HSP lalu menurun lagi pada 14 HSP (Tabel 5).
Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menyatakan bahwa asam organik pada
buah semakin rendah sejalan dengan proses pematangan buah itu sendiri. Pada
buah-buahan klimakterik asam organik menurun jumlahnya segera setelah proses
klimakterik terjadi.
Semakin rendah nilai asam tertitrasi menunjukkan asam yang terkandung
didalam buah semakin sedikit. Menurut Seymour et al. (1993), kandungan asam
dalam buah semakin rendah selama pemasakan karena pemanfaatannya sebagai
substrat untuk respirasi.
Kandungan PTT dan ATT buah tidak menunjukkan pengaruh nyata
terhadap perlakuan diduga karena perbedaan umur petik buah. Buah dipanen tidak
berdasarkan umur petik tetapi hanya dari kesamaan ukuran buah. Hasil penelitian
Purba (2006) menunjukkan bahwa dengan menggunakan kriteria umur panen hari
setelah anthesis (HSA) tingkat kematangan buah dapat berbeda-beda walaupun
dalam anthesis yang sama. Oleh karena itu umur panen dapat mempengaruhi
kualitas buah.
Secara keseluruhan mutu kimia buah masih dalam kondisi baik pada 10
HSP. Hal ini ditandai oleh derajat kemanisan (PTT) buah masih berada di bawah
standar PTT pepaya IPB 9 yaitu 11º brix (PKBT, 2008) dan kandungan ATT yang
terkandung juga masih tinggi. Ini menunjukkan mutu kimia buah yang belum
matang sepenuhnya. Hal ini berarti buah pepaya masih dapat dikonsumsi.

Pembahasan
Buah pepaya IPB 9 didapatkan dari kebun percobaan IPB Tajur Bogor.
Panen pepaya dilakukan sebanyak empat kali. Hal ini sesuai dengan kelompok
percobaan yang bergantung pada hasil panen pepaya. Pepaya yang dipanen setiap
dua minggu sekali berukuran cukup besar dan berwarna hijau. Pepaya diberi
perlakuan dan disimpan selama 14 hari dalam suhu ruang.
Selama pengamatan, diperoleh hasil yang berbeda terhadap lamanya masa
simpan pada dua kelompok. Kelompok satu dan dua memilki daya simpan lebih
rendah daripada kelompok tiga dan empat. Perbedaan yang teramati adalah pada
kelompok satu dan dua hanya tahan sampai 10 HSP didalam kardus, sedangkan
pada kelompok tiga dan empat tahan hingga 14 HSP. Kesamaan yang diperoleh
yaitu pada hari terakhir pengamatan semua pepaya sudah rusak dan tidak dapat
dikonsumsi.
Hal ini diduga karena pada saat perlakuan kelompok satu dan dua curah
hujan tinggi sehingga suhu cukup rendah berkisar 26.8ºC dan kelembaban relatif
(RH) cukup tinggi yaitu 72.7%. Kelembaban yang tinggi dapat mempercepat
timbulnya penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Kelompok tiga dan empat
mengalami perubahan suhu ruang yang cukup nyata. Suhu rata-rata dan RH pada
dua kelompok ini adalah 28.3ºC dan RH 65.5%, suhu menjadi lebih tinggi dan
kelembaban relatif lebih rendah. Rata-rata suhu dan kelembaban ini didapatkan
dari pengamatan setiap hari dalam suhu ruang tempat menyimpan perlakuan.
Kelompok satu merupakan yang paling cepat terserang penyakit. Pada hari
ke-4 sudah timbul bintik coklat kehitaman cekung kedalam pada kulit buah
(Gambar 7) dan terdapat spora cendawan. Setelah dilakukan identifikasi di Klinik
Tanaman departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor didapatkan bahwa pepaya tersebut terserang penyakit antraknosa yang
disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides.

Gambar 7. Gejala Antraknosa pada Pepaya; Bintik Coklat Konsentris

Hasil penelitian Prabawati et al. (1991) menunjukkan bahwa cendawan


penyebab kerusakan buah pepaya terdiri dari dua golongan yaitu cendawan yang
merupakan infeksi laten dan cendawan yang melakukan infeksi ke dalam buah
selama penanganan. Infeksi laten pada buah pepaya disebabkan oleh
Colletotrichum sp. yang mengakibatkan serangan berupa bercak coklat dan
antraknosa merupakan kerusakan dominan.
Walaupun kelompok satu terdapat dua buah pepaya yang telah terserang
antraknosa pada 4 HSP, namun umumnya sampai 7 HSP kelompok lainnya belum
ada yang terserang penyakit pasca panen (cendawan). Semua perlakuan umumnya
tahan sampai 7 HSP sedangkan pada hari-hari selanjutnya sudah mulai banyak
terserang penyakit dari kerusakan tidak parah, kerusakan sedang hingga kerusakan
sangat parah. Secara umum, hampir 80% (8 dari 10 buah dalam sekali
pengamatan destruktif) pepaya IPB 9 terserang penyakit pada akhir pengamatan
dengan kerusakan sedang.
Kerusakan banyak terjadi pada pangkal buah (Gambar 8). Hal ini
disebabkan oleh posisi pepaya dalam kardus vertikal sehingga kelembaban udara
disekitar pangkal buah menjadi tinggi dan cocok untuk berkembang biak
cendawan. Kelembaban udara sekitar pepaya ditimbulkan oleh proses respirasi
yang menghasilkan karbondioksida dan uap air (Peleg, 1985). Penggunaan koran
sebagai bahan pengisi juga berpengaruh dalam timbulnya kelembaban yang
tinggi.

Kerusakan karena Penyakit Pangkal Buah


Gambar 8. Kerusakan pada Pangkal Buah Akibat Penyakit Antraknosa

Tingkat kerusakan yang terjadi menyebabkan masa simpan yang pendek.


Hal ini diduga karena kemasan kardus yang terlalu rapat dan tidak terdapat
sirkulasi udara yang baik. Keadaan ini menyebabkan kelembaban udara yang
tinggi sehingga spora yang terbawa dari lapang dapat berkembang dengan baik.
Rekapitulasi analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan sekat dan
penambahan KMnO4 dalam pengemasan pepaya IPB tidak menunjukkan
pengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati selama 14 HSP. Peubah
yang diamati adalah susut bobot, warna, kekerasan, padatan terlarut total (PTT)
dan asam tertitrasi total (ATT). Namun berbeda nyata terhadap kelompok waktu
panen pada beberapa peubah (Tabel Lampiran 6).
Hasil ini dipengaruhi oleh tingkat keseragaman pepaya yang dipakai. Pada
tiap kelompok memiliki tingkat keseragaman yang rendah karena umur petik yang
berbeda-beda. Ini diduga berpengaruh terhadap perlakuan yang dilakukan dan
hasil yang tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap semua peubah. Metode
yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok tepat digunakan karena
ketidakseragaman hasil panen.
Pendugaan lainnya yaitu konsentrasi KMnO4 untuk pengemasan buah
pepaya tidak sesuai. Hasil penelitian Pramudianti (2004) tentang perbedaan
jumlah penyerap etilen (KMnO4) menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah
penyerap yang digunakan semakin banyak produksi etilen yang diserap. Pada
penyimpanan pepaya segar dengan suhu 15°C, 40 g penyerap dapat
mempertahankan kondisi pepaya hingga 21 hari. Ini jauh berbeda dengan
perlakuan 20 g penyerap dan tanpa penyerap yang hanya mempertahankan pepaya
11 hari dan 9 hari.
Hasil penelitian Kurniawan (2008) juga menunjukkan bahwa konsentrasi
larutan KMnO4 dan suhu penyimpanan mempengaruhi besarnya penyerapan etilen
oleh bahan penyerap etilen silika gel. Pada kisaran suhu 5°C – suhu ruang,
semakin tinggi suhu ruangan maka penyerapan etilen semakin besar.
Dilihat dari daya simpan pepaya dan mutu kimia buah yang dikandung
tidak terdapat kecocokan hari buah masih baik disimpan. Daya simpan pepaya
dari mutu fisik buah menunjukkan bobot, warna dan kekerasan buah masih baik
pada 7 HSP dengan penampakan warna kulit dan kerusakan yang belum terlihat.
Beberapa kelompok belum menunjukkan gejala terserang penyakit. Hal ini
menunjukkan bahwa pepaya yang telah disimpan selama seminggu masih layak
dikonsumsi. Jika dilihat dari mutu kimia buah pada 10 HSP, kandungan gula dan
asam organiknya masih bisa dipertahankan dalam kondisi baik. Bahkan PTT yang
dikandung belum mencapai standar 11º brix.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Secara umum daya simpan buah pepaya bertahan selama 7 HSP dengan
kondisi fisik dan mutu kimia buah yang masih baik. Kerusakan yang terjadi pada
kulit buah sebagian besar belum tampak pada 7 HSP dan tingkat kemanisan buah
dalam kondisi yang baik. Penggunaan sekat tidak efektif untuk memperpanjang
masa simpan dan tidak mempengaruhi mutu pepaya IPB 9. Ketidakefektifan
diduga karena bahan percobaan (pepaya) yang digunakan kurang seragam.

Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang jumlah etilen yang dapat diserap oleh
KMnO4 dan konsentrasi yang tepat dalam pengemasan pepaya. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah ketersediaan buah pepaya sebagai bahan percobaan
sehingga penentuan (tagging) saat panen dapat dilakukan lebih leluasa dan kriteria
bahan percobaan dapat ditentukan berdasarkan umur buah bukan kriteria fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, N. 2004. Pengaruh Bahan Pengemas dan Bahan Pengisi (Liner) terhadap
Tingkat Kerusakan dan Kualitas Buah Pepaya. Skripsi: Departemen
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 34 hal.

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press.


Jakarta. 490 hal.

Departemen Pertanian. 2008. Pusat Data dan Informasi Pertanian: Ekspor Pepaya
Pernegara Tujuan. http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp.
Jakarta. [Diakses tanggal 19 Agustus 2008].

Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2007. Gerakan Peningkatan Konsumsi Buah.


http://ditbuah.hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=23&Itemid=1. [Diakses tanggal 8 januari 2008]

Efendi, D. 2005. Rekayasa genetika untuk mengatasi masalah-masalah


pascapanen. Buletin Agronomi. 33 (2): 49-56.

Hein, M., L. R. Best and S. Pattison. 1984. College Chemistry, An Introduction to


General, Organic and Biochemistry. 3rd edition. Brooks/Cole Publishing
Company. California. 770 p.

Kurniawan, A. 2008. Penggunaan Silika Gel dan Kalium Permanganat sebagai


Bahan Penyerap Etilen. Skripsi: Departemen Teknik Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nakasone, H. Y and R. E. Paull. 1998. Tropical Fruits. CAB International.


London. 445 p.

Pantastico, Er. B. 1989. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta. 906 hal.

Pantoja, A., P. A. Follett and J. A. Villanueva-Jimẽnez. 2002. Pest of Papaya,


131-156p. In: J. E. Pena, J. L. Sharp and M. Wysoki (Eds.). Tropical Fruit
Pests and Pollinators: Biology, Economic Importance, Natural Enemies
and Control. CABI Publishing. UK.430p.

Peleg, K. 1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. The AVI


Publishing Company, Inc. London. 625 p.

Prabawati, S., Sjaifullah dan D. Amiarsi. 1991. Cendawan penyebab kerusakan


buah papaya selama penyimpanan dan pemasaran serta pengendaliannya.
Jurnal Hortikultura. 1(3): 47-53.
Pramudianti. J. 2004. Kajian Penyerapan Gas Etilen dalam Penyimpanan Pepaya
Segar. Skripsi: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 68
hal.

Priyono, A. F. 2005. Pemberian KMnO4 dan Pemberian Lilin untuk


Memperpanjang Daya Simpan pada Suhu Dingin. Skripsi: Departemen
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 51 hal.

Purba, D. K. 2006. Kajian Simpan Buah 5 Genotipe Pepaya. Skripsi: Program


Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 29 hal.

Purwoko, B. S. dan P. Fitradesi. Pengaruh jenis bahan pelapis dan suhu simpan
terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya. Buletin Agronomi. 28 (2):
66-72.

Pusat Informasi Bioteknologi Indonesia. 2008. Pepaya yang Tak Busuk Saat
Distribusi. http://indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=123. [Diakses
tanggal 6 juli 2008].

Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika. 2008. Data Produksi Buah-Buahan di


Indonesia. http://www.rusnasbuah.or.id/template.php?l=com_menu.php&
m=macro/production.php. [Diakses tanggal 28 agustus 2008].

_______________________________. 2008. Genotipe Unggul Pepaya IPB.


http://www.rusnasbuah.or.id/template.php?l=var_menu.php&m=variety/va
r_home.php. [Diakses tanggal 28 agustus 2008]

Rafikasari, I. 2006. Umur Petik dan Kualitas Buah Pepaya. Skripsi: Program Studi
Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 56 hal.

Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS). 2008. Evaluasi Tiga RUSNAS


IPB. http://www.ipb.ac.id/id/?b=691. [Diakses tanggal 4 juni 2008]

Samson, J. A. 1980. Tropical Fruits. Longman Inc. New York. 250 p.

Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen


Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project.
187 hal.

Seymour G. B., Taylor J. E., and Tucker G. A. 1993. Introduction Biochemistry of


Fruit Ripening, p 1-31. In: Tucker G. A (Ed.). Biochemistry of Fruit
Ripening. Chapman and Hall.

Sjaifullah dan Dondy A. S. B. 1991. Formulasi penggunaan kalium permanganat


dan bahan penyerapnya untuk pembuatan pellet pengikat etilen. Jurnal
Hortikultura. 1(3): 23-28.
Suyatma, N. E. 2007. Teknologi Pengemasan Pangan: Definisi, Fungsi,
Klasifikasi, dan Trend Perkembangan. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tsu-Tsuen, Wang. 1988. Ethylene in the postharvest physiology of tropical and


subtropical fruit. Postharvest Handling of Tropical and Subtropical Fruit
Crops. FFTC Book Series (37): 85.

Villegas, V. N. 1997. Carica papaya L., hal 125-131. In: E. W. M. Verheij and R.
E. Coronel (Eds.). PROSEA Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-
Buahan yang Dapat Dimakan. Terjemahan dari Plant Resources Of
Southeast Asia 2: Edible Fruits and Nuts. Diterjemahkan oleh S.
Danimiharja, H. S. Utarno, N. W. Utami dan D. S. H. Hoesen. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 568 hal.

Warintek Bantul. 2007. Pepaya (Carica papaya). (http://warintek.bantul.go.id/


web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=171). [Diakses tanggal 2
november 2007].

Wills, R. H. H, T. H. Lee, D. Graham, W. B. McGlasson and E. G. Hall. 1981.


Postharvest (An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and
Vegetables). New South Wales University Press Limited. New South
Wales. 64 p.

Winarno, F. G. dan M. A. Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen


Cetakan Pertama. Sastra Hudaya. Jakarta. 93 hal.
LAMPIRAN
Perlakuan H-0 H-4 H-7 H-10
1.Kontrol
A1

2. A2

3. A3

4. A4

5. A5

Gambar lampiran 1. Perubahan Warna dan Kerusakan Pepaya IPB 9 dari Awal
Hingga Akhir Perlakuan; Kontrol A1 (Empat Pepaya Tanpa
Sekat, Tanpa KMnO4), A2 (Dua Pepaya dengan Sekat dan
KMnO4), A3 (Dua Pepaya Tanpa Sekat dengan KMnO4),
A4 (Empat Pepaya dengan Sekat dan KMnO4) dan A5
(Empat Pepaya Tanpa Sekat dengan KMnO4)
Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Susut
Bobot Buah Pepaya selama Masa Simpan

Lama
Sumber F Pr>F
Simpan db KK JK KT
Keragaman Hitung Hitung
(HSP)
7 Kelompok 3 11.251 3.750 2.18 0.143tn
Perlakuan 4 7.308 1.827 1.06 0.416tn
Galat 12 20.639 1.719
Total
terkoreksi 19 54.211 39.199
10 Kelompok 3 14.399 4.799 0.57 0.644tn
Perlakuan 4 59.191 14.797 1.76 0.201tn
Galat 12 100.697 8.391
Total
terkoreksi 19 36.788 174.289
14 Kelompok 1 18.059 18.059 1.97 0.233tn
Perlakuan 4 67.061 16.765 1.83 0.286tn
Galat 4 36.680 9.170
Total
terkoreksi 9 23.783 121.801
Keterangan = HSP = Hari Setelah Perlakuan
db = Derajat Bebas
KK = Koefisien Keragaman
JK = Jumlah Kuadarat
KT = Kuadrat Tengah
tn = Tidak Nyata pada Uji F Taraf 5%
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Skor
Warna Kulit Buah Pepaya selama Masa Simpan

Lama
Sumber F Pr>F
Simpan db KK JK KT
Keragaman Hitung Hitung
(HSP)
4 Kelompok 3 19.100 6.366 12.42 0.0005**
Perlakuan 4 2.950 0.737 1.44 0.280tn
Galat 12 6.150 0.512
Total
terkoreksi 19 21.693 28.200
7 Kelompok 3 10.037 3.345 3.24 0.060tn
Perlakuan 4 3.700 0.925 0.90 0.496tn
Galat 12 12.400 1.033
Total
terkoreksi 19 20.030 26.137
10 Kelompok 3 2.400 0.800 5.57 0.012*
Perlakuan 4 0.575 0.143 1.00 0.444tn
Galat 12 1.725 0.143
Total
terkoreksi 19 5.575 4.700
14 Kelompok 1 0.100 0.100 1.00 0.373tn
Perlakuan 4 0.400 0.100 1.00 0.500tn
Galat 4 0.400 0.100
Total
terkoreksi 9 4.583 0.900
Keterangan = sama dengan Tabel Lampiran 2.
* = Nyata pada Uji F taraf 5%
** = Nyata pada Uji F taraf 1%
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Kekerasan
Kulit Buah Pepaya selama Masa Simpan

Lama
Sumber F Pr>F
Simpan db KK JK KT
Keragaman Hitung Hitung
(HSP)
7 Kelompok 3 0.182 0.060 8.21 0.003**
Perlakuan 4 0.038 0.009 1.31 0.322tn
Galat 12 0.088 0.007
Total
terkoreksi 19 11.480 0.309
10 Kelompok 1 0.002 0.002 0.24 0.652tn
Perlakuan 4 0.041 0.010 1.20 0.430tn
Galat 4 0.034 0.008
Total
terkoreksi 9 15.863 0.077
14 Kelompok 1 0.034 0.034 9.05 0.039*
Perlakuan 4 0.021 0.005 1.43 0.368tn
Galat 4 0.015 0.003
Total
terkoreksi 9 12.177 0.012
Keterangan = sama dengan Tabel Lampiran 3.
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Padatan
Terlarut Total (PTT) Buah Pepaya selama Masa Simpan

Lama
Sumber F Pr>F
Simpan db KK JK KT
Keragaman Hitung Hitung
(HSP)
7 Kelompok 3 12.871 4.290 9.24 0.001**
Perlakuan 4 3.785 0.946 2.04 0.152tn
Galat 12 5.574 0.464
Total
terkoreksi 19 6.589 22.231
10 Kelompok 1 0.0002 0.0002 0.00 0.983tn
Perlakuan 4 2.673 0.668 1.28 0.408tn
Galat 4 2.088 0.522
Total
terkoreksi 9 7.453 4.762
14 Kelompok 1 0.900 0.900 1.76 0.255tn
Perlakuan 4 0.443 0.110 0.22 0.915tn
Galat 4 2.042 0.510
Total
terkoreksi 9 6.363 3.386
Keterangan = sama dengan Tabel Lampiran 3.
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Sekat dan KMnO4 terhadap Asam
Tertitrasi Total (ATT) Buah Pepaya selama Masa Simpan

Lama
Sumber F Pr>F
Simpan db KK JK KT
Keragaman Hitung Hitung
(HSP)
7 Kelompok 3 2.392 0.797 0.10 0.955tn
Perlakuan 4 38.288 9.572 1.25 0.340tn
Galat 12 91.568 7.630
Total
Terkoreksi 19 28.015 132.248
10 Kelompok 1 123.904 123.904 16.51 0.015*
Perlakuan 4 16.384 4.096 0.55 0.714tn
Galat 4 30.016 7.504
Total
Terkoreksi 9 18.814 170.304
14 Kelompok 1 8.464 8.464 2.00 0.229tn
Perlakuan 4 36.624 2.816 0.67 0.648tn
Galat 4 16.896 4.224
Total
Terkoreksi 9 8.464 36.624
Keterangan = sama dengan Tabel Lampiran 3.
Tabel Lampiran 6. Rekapitulasi Data Semua Peubah Terhadap Perlakuan dan
Kelompok

Masa Simpan
Peubah Perlakuan Kelompok
(HSP)
7 tn tn
Susut Bobot 10 tn tn
14 tn tn
4 tn **
7 tn tn
Warna
10 tn *
14 tn tn
7 tn **
Kekerasan 10 tn tn
14 tn *
7 tn **
Padatan Terlarut Total
10 tn tn
(PTT)
14 tn tn
7 tn tn
Asam Tertitrasi Total
10 tn *
(ATT)
14 tn tn
Keterangan : HSP = Hari Setelah Perlakuan
tn = tidak nyata pada taraf 5%
* = nyata pada taraf 5%
** = nyata pada taraf 1%

Anda mungkin juga menyukai