Disusun oleh:
Lintang Surya Agung S. 215040200111119
Nasywa Irene Hapsari P 215040200111157
Gusti Nayla Dwi Septi N. R. 215040201111185
Salsabila Nesta Yusnanda 215040207111199
Lokasi dilakukannya pengamatan pada hama penyakit penting dilakukan pada lahan
tanaman budidaya cabai yang berlokasi di Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten
Malang. Secara geografis, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak terletak pada posisi 7° 21' - 7°
31' Lintang Selatan dan 110° 10' - 111° 40' Bujur Timur dan terletak di kaki gungung
semeru. Secara topografi, Desa Sukolilo ini terletak pada ketinggian 400-700 mdpl, dengan
suhu rata-rata harian 22-32 ºC dan curah hujan rata-rata 349 mm. Sebagian besar lahan di
daerah tersebut dimanfaatkan sebagai lahan budidaya berbagai komoditas hortikultura
seperti tomat, sawi, terung dan cabai.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae)
Thrips parvispinus merupakan salah satu hama utama pada tanaman cabai yang
dianggap penting. T.parvispinus memiliki siklus hidup yang singkat dengan perkembangan
populasi yang pesat. T.parvispinus dianggap penting karena dapat menyebabkan kerugian
yang signifikan pada budidaya cabai. Serangan hama T.parvispinus dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai yang akan berdampak pada produksi
tanaman cabai.
Gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa bercak keperakan yang menjadi
kecoklatan pada daun yang dapat mengganggu proses fotosintesis, daun mengeriting, dan
tunas terminal menjadi kerdil. Bercak keperakan yang ditimbulkan adalah akibat cara
makan T. parvispinus yaitu memarutmenghisap. Kerusakan yang ditimbulkan pada daun
cabai berupa bercak keperakan. Serangan berat T. parvispinus pada tanaman cabai dapat
menyebabkan bercak keperakan menjadi kecoklatan dan daun mengeriting dengan arah ke
atas (Khamidi et al, 2021). Gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa bercak keperakan
yang menjadi kecoklatan pada daun yang dapat mengganggu proses fotosintesis, daun
mengeriting, dan tunas terminal menjadi kerdil. Trips pada tanaman juga dapat berperan
sebagai vektor virus. Jenis virus yang ditularkan oleh serangga ini diantaranya Tomatto
spotted wilt virus (TSWV), Lettuce spotted wilt virus (LSWF), Pineapple yellolv spotted
virus (PYSV), Tip chlorosis, Kromneck diseases, dan Tobacco mosaic virus (TMV).
Keperidian Thrips yang tinggi dan siklus hidup yang singkat merupakan faktor
penting yang menyebabkan terjadinya kolonisasi dan perkembangan populasi Thrips yang
besar di lapangan. Imago betina mampu menghasilkan 30–300 telur bergantung pada
spesies dan kualitas nutrisinya. Perkembangbiakan thrips dapat mencapai 12–15 generasi
setiap tahunnya pada daerah tropis atau di rumah kaca.
Yuliadhi dan Pratiwi (2022) menyatakan bahwa sebagian besar nimfa T. parvispinus
berada pada bagian daun tanaman cabai dan imago T. parvispinus berada pada bagian
bunga pada tanaman cabai besar (C. annuum). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Pratiwi (2017) bahwa populasi nimfa lebih tinggi pada daun tanaman cabai besar
dibandingkan dengan pada bunga. Bagian daun dapat memberikan perlindungan dan
perkembangan yang optimal bagi nimfa T. parvispinus.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan serangan T.parvispinus
Langkah yang dilakukan dapat berupa langkah preventif atau langkah kuratif. Langkah
preventif dapat dilakukan dengan beberapa langkah seperti penggunaan varietas tahan,
penerapan rotasi tanam dan penerapan sistem tanam tumpang sari (Khamidi et al, 2021).
Langkah kuratif dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida dengan dosis yang
terukur. T.parvispinus dapat dikendalikan dengan memelihara populasi musuh alaminya
seperti Coccinella Transversalis Fabricius (Coleoptera: Coccinellidae) sebagai predator
dari T.parvispinus (Jayanti et al. 2018).
Gambar 2. Imago T. parvispinus pada bunga tanaman cabai besar (a), Nimfa T. parvispinus pada
bunga tanaman cabai besar (b) (Yuliadhi dan Pratiwi, 2022).
(a (
) b
1 2 2
1
( (
e d
Gambar 5. Siklus Hidup Ulat grayak (Spodoptera litura) (Hariyanto et al., 2018)
Gejala serangan ulat grayak dimulai dari tahap larva, dimana Spodoptera
litura aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun
sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih. Larva yang masih
kecil merusak daun dan menyerang secera serentak berkelompok dengan
meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang
daun saja Biasanya larva berada di permukaan bawah daun. Serangan hama ini
umumnya terjadi pada musim kemarau (Tenrirawe dan Talanca, 2008). Selain itu,
Spodoptera litura juga memakan daun muda atau pucuk daun. Pada daun yang
sudah tua hanya memakan daun saja dan meninggalkan tulang daun. Serangan
Spodoptera litura ini menyebabkan terjadinya gangguan pada proses fotosintesis.
Bioekologi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) terdiri dari dari telur, nimfa, dan
imago yang letaknya di bawah daun. Telur kutu kebul berwarna putih bening yang
berbentuk elips dan memiliki Panjang berkisar 0,2-0,3mm. Telur hama kutu kebul
biasanya diletakan secara berkelompok di bagian permukaan daun dan permukaan
buah (Arfianto, 2018). Hama kutu kebul memiliki tiga instar nimfa, yang akan
berlangsung selama 12-15 hari. Nimfa memiliki panjang 0,2-0,4 mm yang
berbentuk bulat panjang dengan toraks yang lebar dan tubuhnya berbentuk bulat
telur dan pipih (Arfianto, 2018). Serangga dewasa memiliki sayap jernih dengan
tubuh yang berwarna putih tertutup oleh lapisan lilin yang bertepung dan ukurannya
antara 1-1,5 mm. Nimfa dan imago mencucuk jaringan floem pada daun
menggunakan stilet untuk menghisap gula dan asam amino yang terdapat di dalam
daun (Sari, 2017).
Gambar 8. Siklus hidup (Bemisia tabaci) (Abubakar et al., 2022)
Bagian tanaman yang diserang oleh hama kutu kebul adalah daun. Gejala
serangan hama ini ditunjukkan oleh daun yang menjadi kuning dan kering, yang
jika dibiarkan dapat menyebabkan daun gugur kemudian mati. Hama kutu kebul
merusak tanaman dengan cara menghisap cairan sel daun sehingga daun akan
mengalami klorosis dan tanaman menjadi kerdil yang menyebabkan penurunan
hasil dan pertumbuhan (Lisdayani, 2018). Selain itu, gejala serangan kutu kebul
dapat menimbulkan embun jelaga pada daun yang mengakibatkan proses
fotosintesis menjadi terhambat (Meilin, 2014)
Pengendalian yang dapat dilakukan pada hama kutu kebul yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami seperti predator (Menochilus sexmaculatus, Coccinella
septempunctata, Scymus syriacus, Chrysoperla carnea, Scrangium parcesetosum,
Orius albidipennis), parasitoid (Encarcia adrianae, E. Tricolor, Eretmocerus
corni), dan patogen serangga (Bacillus thuringiensis, Paecilomyces farinorus dan
Eretmocerus). Upaya pengendalian lain diantaranya yaitu pola tanam tumpangsari
antara cabai dengan tagetes, sistem pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman
bukan inang, pengendalian secara fisik atau mekanik dengan penggunaan
perangkap, dan penggunaan pestisida selektif (Meilin, 2014).
3.5 Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae)
Hama Bactrocera dorsalis atau yang dikenal dengan nama Oriental fruit fly
yang merupakan sinonim dari Bactrocera ferrugineus. Hama ini dikatakan hama
penting karena banyak merugikan secara ekonomis pada tanaman buah dan sayuran
di daerah Asia dan Asia Tenggara. Hama ini menyerang berbagai tanaman buah-
buahan. Lalat buah ini bersifat polifag atau hama yang memiliki inang lebih dari
satu. Di Jawa, hama ini menyerang cabai yang mengakibatkan kerusakan total pada
tanaman yang diserang. Oleh karena itu, hama ini bersifat lokal.
Gambar 9. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) (A), Gejala Tanaman yang Diserang (Bactrocera
dorsalis) (B)
Aphis gossypii glover biasanya dapat ditemukan pada bagian helai daun,
batang, cabang, rantai, dan tangkai buah tanaman inang. Aphis gossypii merupakan
serangga yang bersifat polifag atau memiliki inang lebih dari satu, A. gosyypii dapat
menjadi vektor penyakit virus Tumbuhan. Menurut Blackman dan Eastop (2007),
bahwa lebih dari 50 penyakit Tumbuhan ditularkan oleh Aphis gossypii. Kepadatan
populasi Aphis gossypii yang terus berfluktuasi sepanjang musin tanam dapat
menurunkan hasil panen. Aphis gosyypii juga merupakan vektor penyakit virus
pada tembakau (TEV) dan turnip mosaic potyviruses (TuMV).
Tanaman cabai yang terserang A. gosyypii akan mengalami perubahan pada
daunnya, daun tanaman yang terserang hama ini akan mengecil dan keriting lalu
berangsur berubah menjadi warna kuning dan layu. A. gosyypii yang menyerang
pada bagian pucuk tunas akan menyebabkan tepi pucuk tunas menggulung atau
melengkung (Riyanto et al., 2016). A. gosyypii akan menyerang tanaman dengan
menghisap nutrisi pada Tumbuhan inangnya, bekas dari tusukan tersebut akan
muncul bercak klorotik. A. gosyypii juga akan menghasilkan eksudat berjamur
berwarna hitam yang akan menutupi permukaan daun dan batang, sehingga akan
mengganggu jalannya proses Fotosintesis.
Siklus hidup dari Aphis gosyypii dimulai dari telur hingga imago. Telur A.
gossypii yang baru diletakan akan berwarna kuning, namun akan segera berubah
menjadi hitam mengkilat. Telur yang diletakan rata-rata berjumlah 5 butir setiap
hari selama 16-18 hari. Nimfa A. gossypii berwarna abu-abu hingga hijau, kadang-
kadang memiliki tanda hitam pada kepala, toraks, dan bakal sayap serta abdomen
berwarna hijau kehitaman. Nimfa A. gossypii dapat berkembang menjadi imago
bersayap dan tidak bersayap. Imago A. gossypii ada yang bersayap dan tanpa sayap.
Iamgo A. gossypii tanpa sayap bagian depan kepala imago relative rata dan tidak
ada penonjolan didasar antenna. Warna kornikel A. gossypii gelap, relative pendek
dan hitam. Ukuran antenna A. gossypii lebih pendek dibandingkan panjang
tubuhnya. Warna tubuh A. gossypii bermacam-macam mulai dari hijau, hijau
kebiruan, hingga abu-abu kebiruan. Imago A. gossypii bersayap memiliki kornikel
hitam dari dasar hingga ujung, imago ini juga tidak memiliki tonjolan tambahan
pada sisi dorsal abdomennya (Riyanto et al., 2016).
Pengaplikasian insektisida untuk pengendalian Aphis gossypii dapat menekan
jumlah populasi A. gossypii di lahan terserang. Menurut Adachi et al. (2008) dalam
Riyanto et al. (2016), pengaplikasian insektisida dapat menurunkan populasi A.
gossypii. Pengendalian Aphis gossypii dapat dilakukan dengan pengendalian
biologi menggunakan musuh alami cendawan Verticilium lecanii dan predator
Syrphidae (Diptera), Coelophora maculate (Coleoptera: Coccinellidae),
Cheilomenes maculate (Coleoptera: Coccinellidae), Scymnus sp (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2016).
3.7 Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae)
Gambar 13. Gejala Tanaman yang Diserang Tungau Kuning (Meilin, 2014)
Tanaman cabai yang diserang oleh hama tungau kuning ini memiliki gejala
adanya bintik kuning pada permukaan daun cabai yang lama kelamaan bintik akan
membesar dan berubah warna menjadi kecoklatan hingga kehitaman. Gejala
tersebut dapat muncul dikarenakan tungau kuning ini menyerang permukaan daun
tanaman cabai dengan menusuk serta menghisap cairan yang ada pada daun. Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada klorofil daun yang dapat
mengganggu proses fotosintesis pada tanaman cabai. Selain itu, gejala yang
ditunjukkan yaitu terdapat penyimpangan bentuk daun. penyimpangan tersebut
berupa penebalan dan warnanya menjadi kuning-orange seperti warna tembaga
(Hasyim dkk., 2017).
Menurut Hasyim dkk (2017), Pengendalian hama ini masih menggunakan
insektisida dan juga akarisida secara berulang kali. Pengendalian menggunakan
insektisida ini dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan yang
berpengaruh terhadap hasil produksi karena dapat terjadi degradasi lahan. Selain
itu, penggunakan insektisida dapat membasmi musuh alami dan juga predator, serta
dapat menurunkan kesuburan tanah.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Hama merupakan suatu kelompok Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
yang menyebabkan adanya permasalahan pada budidaya tanaman. Adanya
Organisme Pengganggu Tanaman berupa hama menimbulkan munculnya penyakit
pada suatu tanaman sehingga dapat mengganggu serta menghambat proses
pertumbuhan tanaman dan berdampak pada penurunan hasil produksi tanaman.
Hama yang menyerang pada tanaman cabai mengakibatkan turunnya kualitas buah
dan mengakibatkan tanaman cabai tidak dapat tumbuh atau mati. Hama yang
umumnya menyerang tanaman cabai adalah Thrips parvispinus, Myzus percisae,
Spodoptera litura, Bemisia tabaci, Bactrocera spp., Aphis gossypii Glover, dan
Polyphogotarsonemus latus. Hama pada tanaman cabai tersebut menyebabkan
kerugian bagi para petani karena menimbulkan kegagalan panen. Oleh karena itu,
diperlukan upaya pengendalian perlu dilakukan dengan tepat. Untuk dapat menjaga
hasil produksi suatu tanaman agar tetap stabil perlu dilakukan upaya pencegahan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan mengetahui ciri dari organisme
tersebut serta penyebab dan akibat yang ditimbulkan oleh organisme tersebut
apabila melakukan serangan. Upaya yang dapat dilakukan dapat dilakukan dengan
cara pengendalian secara mekanis maupun kultur teknis.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar M, Koul B, Chandrashekar K, Raut A, Yadav D. Whitefly (Bemisia
tabaci) Management (WFM) Strategies for Sustainable Agriculture: A
Review. Agriculture. 2022; 12(9):1317
Adachi A, Komura T, Andoh K, Okano T. 2008. Effects of spherosomes on control
of Aphis gossypii in cucumber using imidacloprid. J. Health Science
55 (1):143-146.
Amrullah, S. H. (2019). Pengendalian Hayati (Biocontrol): Pemanfaatan Serangga
Predator sebagai Musuh Alami untuk Serangga Hama (Sebuah Review).
In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 5, No. 1).
Arfianto, F. 2018. Pengendalian Hama Kutu Putih (Bemisa Tabaci) pada Buah
Sirsak dengan Menggunakan Pestisida Nabati Ektrak Serai (Cymbopogon
Nardus L.). Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian Dan Kehutanan, (1): 17-26.
Baddu, Y., Puspitarini, R. D., & Afandhi, A. (2014). Patogenisitas jamur entomo-
acaripatogen Beauveria bassiana pada berbagai fase perkembangan tungau
teh kuning Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae).
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan), 2(3), 51–58.
Blackman RL, Eastop VF. 2007. Taxonomy issues. Di dalam Emden HFV,
Harrington, R. 2007. Aphid as crop pests. Printed and Bound in The UK by
Cromwell Press, Trowbridge. London.
Cahyono, D. B., H. Ahmad, dan A. R. Tolangara. 2017. Hama pada Cabai Merah.
Techno: Jurnal Penelitian. 6(2): 19.
Ginanjar, W. S., Bayu, S., & Aris, S. (2011). Aplikasi Sistem Pakar Untuk Simulasi
Diagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah dan Cabai
Menggunakan Forward Chaining dan Pendekatan Berbasis
Aturan (Doctoral dissertation, Master of Information System).
Hariyanto, P., Sarbino, dan R, Sri. 2018. Biologi Spodoptera litura Fabricius
(Lepidoptera : Noctuidae) pada Pakan Buatan di Laboraturium. Artikel
Ilmiah. Universitas Tanjungpura.
Hasyim, A., Setiawati, W., Marhaeni, L. S., Lukman, L., & Hudayya, A. (2017).
Bioaktivitas enam ekstrak tumbuhan untuk pengendalian hama tungau
kuning cabai Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) di
laboratorium.
Jayanti, N. K. J. D., Yuliadhi, K. A., & Wijaya, I. N. (2018). Potensi predator
Coccinella transversalis Fabricius (Coleoptera: Coccinellidae) sebagai agen
hayati pengendali hama Thrips parvispinus karny (Thysanoptera:
Thripidae) pada tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 7(3), 335-342.
Khamidi, T., Wiyono, S., Darma, K., & Maharijaya, A. (2021). Tingkat Serangan
Lalat Buah dan Thrips Pada Cabai Dengan Berbagai Teknik Pengendalian
Hama dan Penyakit. Jurnal Bioindustri (Journal Of Bioindustry), 3(2), 658-
666.
Khusna, N. T. A. 2011. Kisaran Inang Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius
(Homoptera Aleyrodidae) pada Tanaman Budidaya dan Gulma. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Lisdayani. 2018. Pengelolaan Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn) pada
Pertanaman Cabai Merah (Capsicum annum L) dengan Menggunakan
Tanaman Refugia. Skripsi. Medan: 5 Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Meilin, A. 2014. Hama dan penyakit Penting pada Tanaman Cabai serta
Pengendaliannya. Palembang. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Jambi.
Nihayah, A., A. Ginanjar, dan T. Sopyan. 2016. Pengaruh Ekstrak Etanol Cabai
Merah (Capsium annum L.) terhadap Mortalitas Hama Ulat Grayak
(Spodoptera litura). Jurnal Pendidikan Biologi. 4(1): 45-50.
Noorsanto, E. N. (2010). Tungau Kuning Teh Polyphagotarsonemus Latus (Banks)
(Acari: Tarsonemidae) Tingkat Populasi dan Musuh Alaminya Pada
Berbagai Pola Tanam Wijen. Skripsi. Universitas Brawijaya.
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Kanisius. Yogyakarta
Prabaningrum, L., Moekasan, T. K., Adiyoga, W., & de Putter, H. (2014). Panduan
Praktis Budi Daya Tomat: Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama
Terpadu (PHT). Penebar Swadaya Grup.
Riyanto, R. (2016). Studi Biologi Kutu Daun (Aphis gossypii Glover)(Hemiptera:
Aphididae). Jurnal Pembelajaran Biologi FKIP Unsri, 3(2), 145-151.
Sidauruk, L. (2015). Dinamika Populasi Coccinella spp. sebagai Predator Myzus
persicae pada Tumpang Sari Tanaman Kentang Secara Organik.
In Prosiding Seminar Nasional FKPTPI 2015.
Siwi, S. S. (2006). Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia
(Diptera: Tephritidae). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Utama, K. D., Bagus, I. G. N., Siadi, I. K., Nyana, I. D. N., & Suastika, G. E. D. E.
(2015). Pengaruh penggunaan mulsa plastik terhadap kelimpahan serangga
Myzus persicae pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens
L.). JAT, 4(1), 74-80.
Yuliadhi, K. A., & Pratiwi, N. P. E. (2022). Populasi Thrips parvispinus Karny
(Thysanoptera: Thripidae) pada bunga tanaman cabai besar di
Bali. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 15(1), 6-9.