Anda di halaman 1dari 35

+¿¿ −¿¿

Pengaruh Imbangan Pupuk Nitrogen Dalam Bentuk NH 4 dan NO 3


Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

Disusun oleh :

Yohanes Tri Santosa 20/466564/PPN/04592


Syukur F. Telaumbanua 20/466564/PPN/04561

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Endang Sulistyaningsih, M. Sc.

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRONOMI


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan............................................................................................ 3
1.3. Manfaat Penulisan.......................................................................................... 3
II. PEMBAHASAN…........................................................................................................ 4
2.1. Siklus Nitrogen Pada Lingkungan Tanaman.................................................. 4
2.2. Nitrogen dan Peranannya Bagi Tanaman....................................................... 7
2.3. Dampak Kekurangan Nitrogen Pada Tanaman.............................................. 10
2.4. Dampak Kelebihan Nitrogen Pada Tanaman................................................. 12
2.5. Imbangan Pupuk Nitrogen Dalam Bentuk Amonium dan Nitrat................... 13
2.6. Pengaruh Imbangan Nitrogen (NO3:NH4) Pada Aktivitas Enzim Cabai........ 18
2.7. Pengaruh Imbangan Nitrogen (NO3:NH4) Bobot Akar-Tajuk Cabai............. 22
2.8. Pengaruh Imbangan Nitrogen (NO3:NH4 ) Pada Hasil Cabai......................... 27
III. KESIMPULAN........................................................................................................... 30
IV. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Cabai merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang sangat disukai
masyarakat Indonesia. Dari sisi fungsionalnya, buah cabai telah banyak dimanfaatkan menjadi
kebutuhan rumah tangga dan industri dan pada hari-hari besar keagamaan, permintaan buah
cabai meningkat. Hasil panen cabai biasanya akan dikelola menjadi bumbu dapur, obat-obatan,
serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kosmetik. Secara agronomis, tanaman cabai
merupakan tanaman yang dapat tumbuh di dataran tinggi ataupun dataran rendah. Dengan
besarnya peluang ekonomi terhadap komoditi ini yang ditandai dengan prefensi masyarakat
Indonesia yang gemar akan masakan bercita rasa pedas, tanaman cabai masih menjadi produk
strategis untuk dikembangkan oleh petani di Indonesia di masa kini dan masa depan (Prasetyo
dan Kusberyunadi 2015).
Dari tahun ke tahun, permintaan akan produk cabai masih sangatlah tinggi namun buah
cabai memiliki sifat tidak tahan lama (vulnerable) serta banyak dikonsumsi dalam kondisi segar.
Hal ini membuat produk cabai harus tersedia di manapun dan kapanpun sehingga kontinuitas
produksi harus dijaga. Untuk menjaga hal tersebut agar tercapai, keseimbangan produksi dengan
permintaan pasar di dalam negeri harus terjadi. Jika ditinjau dari statistik produksi buah cabai,
produksi nasional untuk produk cabai mengalami peningkatan pertumbuhan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016 produksinya sebesar 1,96 juta ton, tahun 2017 sebesar 2,35 juta ton dan tahun
2018 sebesar 2,54 juta ton. Pada tahun 2019, produksinya diperkirakan sebesar 2,90 juta ton
(Kementan, 2019).
Salah satu jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi masyarakat adalah cabai merah
(Capsicum annuum L.). Untuk menjaga produksi cabai merah setiap tahunnya, kebutuhan hara
tanaman harus tercukupi. Pemenuhan kebutuhan hara yang baik akan memberikan potensi
produksi yang optimal. Salah satu unsur hara makro esensial sehingga dibutuhkan tanaman
dalam jumlah besar adalah unsur Nitrogen. Fungsi utama nitrogen adalah bahan penyusun
protein, merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan tanaman warna hijau, serta
mengatur dan mempengaruhi penggunaan unsur hara lainnya (Yuliana dan Mohamad, 2019).

1
Penyerapan Nitrogen oleh tanaman hanya dapat dilakukan jika nitrogen telah berbentuk
ion amonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-). Ketersediaan nitrogen di atmosfer sangatlah melimpah
namun belum pada bentuk yang dapat diserap tanaman. Adapun sumber-sumber nitrogen yang
diterima tanaman berasal dari pupuk kimia seperti urea, amonium nitrat, kalium nitrat, kalsium
sianida, amonium fosfat, amonium sulfat atau ZA. Selain dari pupuk kimia, unsur N dapat
dihasilkan dari hasil dekomposisi makhluk hidup, reaksi petir di atmosfer ataupun fiksasi N dari
bakteri (Tripama dan Pebrian, 2015).
Beberapa pengaruh buruk jika tanaman kekurangan unsur nitrogen mengakibatkan
pertumbuhan tanaman kerdil, sistem perakaran tidak berkembang, daun menjadi kuning dan
kecil. Pengaruh buruk pada tanaman juga akan terlihat jika tanaman menyerap unsur nitrogen
secara berlebihan. Daun berwarna hijau gelap, rentan terhadap hama dan penyakit. Selain itu dari
sisi lingkungan, kelebihan unsur nitrogen yang tidak terserap tanaman akan menngakibatkan
banyak unsur nitrogen yang tercuci (leaching) dan menguap (evaporation). Menguapnya unsur
nitrogen akan terdenitrifikasi menjadi nitrogen oksida (N2O) yang menjadi sumber emisi
pencemar bagi lingkungan (Tando, 2018).
Inefisiensi nitrogen yang selama ini terjadi disebabkan oleh pemberian pupuk berlebih
dan tidak berimbang kepada tanaman. Seolah ingin melihat efeknya secara langsung dan cepat,
petani sering memberikan pupuk nitrogen secara berlebihan dengan maksud mendapatkan hasil
yang tinggi, tetapi pada kenyataannya hasilnya tidak selalu memuaskan. Penggunaan pupuk
yang berlebihan justru dapat menjadikan tanaman rentan terhadap serangan hama dan patogen,
menurunkan kualitas tanah, meningkatkan emisi, dan kerugian dari biaya produksi yang
berlebihan (Sumarni dan Agus, 2005).
Kerugian dari kurangnya pemberian unsur nitrogen dan penggunaan berlebih terhadap
penggunaan pupuk nitrogen akan menurunkan keuntungan ekonomi, serta dalam skala besar
menurunkan produksi nasional cabai. Jika melihat dari berbagai permasalahan di atas, perlu
adanya edukasi dan penjelasan berupa informasi kepada petani dalam pemanfaatan dan
penggunaan pupuk nitrogen yang baik. Dengan potensi banyaknya sumber nitrogen yang dapat
dipergunakan saat ini, memberikan peluang pada petani dan stakeholder terkait untuk
menggunakan dan mengkombinasikan sumber-sumber nitrogen tersebut sehingga berdampak
positif pada produktivitas pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.

2
1.2.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai salah satu komponen penilaian
pada mata kuliah Metabolisme dan Pengendalian Pertumbuhan Tanaman, Program Studi
Magister Agronomi, Program Pasca Sarjana, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

1.3.Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai bahan informasi mengenai
pengaruh Pengaruh Imbangan Pupuk N dalam bentuk NH4+ dan NO3- dalam perbaikan
pertumbuhan dan hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Siklus Nitrogen Pada Lingkungan Tanaman

Nitrogen merupakan unsur penting dalam kehidupan tanaman. Unsur ini berperan dalam
pertumbuhan tanaman. Nitrogen menjadi pembentuk asam amino atau senyawa protein di dalam
proses biokimia tanaman. Secara umum, keberadaan nitrogen di alam tersedia dalam berbagai
bentuk melalui berbagai jenis transformasi. Berbagai jenis serta bentuk nitrogen hasil
transformasi di alam adalah Nitrogen bebas (N 2), Dinitrit Oksida (N2O), amonium (NH4+), Nitrat
(NO3-), Nitrit (NO2-), gas amonia (NH3). Tranformasi nitrogen ini berlangsung berurutan satu
sama lain sehingga membentuk suatu siklus. Siklus Nitrogen di alam meliputi proses fiksasi
nitrogen, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi (Taroreh et al, 2016).

1.Fiksasi Nitrogen
Proses pertama dalam perubahan nitrogen bebas (N2) di udara adalah pengikatan nitrogen
oleh bakteri/alga dan dengan menggunakan enzim nitrogenase sehingga mengubah gas nitrogen
menjadi gas amoniak (NH3). Contoh bakteri dan alga yang dapat mengikat N 2 dari udara adalah
Rhizobium atau Azotobacter. Adapun metode lain yang dapat mengubah nitrogen bebas di
atmosfer yaitu melalui energi petir yang mengubah nitrogen menjadi amonia (NO3-) dan turun ke
tanah bersama air hujan (Taroreh et al, 2016).

2.Amonifikasi
Setelah proses fiksasi yang menghasilkan gas amoniak (NH 3), bakteri kemudian
mengubah nitrogen yang belum tersedia menjadi tersedia di dalam tanah. Perubahan yang terjadi
yaitu mengionisasi gas amonia menjadi amonium (NH4+). Dalam bentuk amonium (NH4+),
nitrogen dapat diserap oleh tanaman. Proses amonifikasi juga terjadi pada proses dekomposisi
(penguraian) makhluk hidup yang telah mati oleh bakteri ataupun jamur menjadi amonium
(NH4+). Proses amonifikasi terjadi dengan cara dekomposisi dari senyawa N-organik yang pada
prinsipnya merupakan reaksi penguraian protein atau asam amino dari makhluk hidup yang
menghasilkan amonium (liem, et al. 2019).

4
3.Nitrifikasi
Proses lanjutan dari gas amonia (NH3) yakni perubahan bentuk amonia menjadi nitrat
(NO3-) oleh bakteri. Pada proses nitrifikasi berlangsung dalam dua proses perubahan. Perubahan
pertama dinamakan nitritase yang dilakukan oleh bakteri nitrosomonas atau nitrosococcus.
Proses nitritase mengeluarkan hidrogen dan mengikat dua molekul oksigen sehingga nitrogen
menjadi nitrit (NO2-). Setelah terbentuknya Nitrit (NO2-), perubahan selanjutnya yakni
pengubahan nitrit menjadi nitrat (NO3-) dibantu oleh bakteri nitrobacter atau nitrococcus. Proses
perubahan nitrit menjadi nitrat dinamakan nitratase. Secara lebih umum, perubahan amonia
menjadi nitrat dinamakan nitrifikasi. Nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) akan mudah terserap
oleh tanaman (Takai, 2019).

3.Denitrifikasi
Denitrifikasi merupakan proses perubahan nitrat menjadi senyawa nitrogen dengan
memecah molekul nitrat menjadi nitrogen bebas (N2). Hal ini dapat dilakukan oleh kelompok
bakteri pseudomonas, Alteromonas, Eryhrobacter, Alcaligenes, dan Aquaspirillum. Perubahan
nitrat menjadi nitrogen bebas terjadi jika kondisi di dalam tanah kekurangan oksigen sehingga
bakteri akan menyerap oksigen dari nitrat dan melepaskan nitrogen bebas ke udara. Proses
denitrifikasi juga mampu menghasilkan kembali nitrit atau produk samping berupa dinitrogen
oksida (N2O) yang termasuk dalam emisi gas (Hastuti, 2011).

4.Asimilasi (penyerapan)
Asimilasi merupakan proses penyerapan nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) oleh tanaman
untuk dimanfaatkan sebagai pembentuk protein tanaman. Amonium akan diserap tanaman
melalui ujung akar sedangkan nitrat diserap melalui bulu akar. Tanaman akan lebih cepat
menyerap senyawa nitrat dibandingkan ammonium namun jumlah amonium di dalam tanah
tersedia lebih banyak karena sifatnya yang tidak gampang tercuci (tahan genangan) dan bila
dalam kondisi aerob dapat ternitrifikasi menjadi nitrat. Secara kimiawi, nitrat akan mudah tercuci
dan terbawa aliran air. Nitrat maupun amonium akan diserap tanaman melalui proses difusi
melalui akar dan dialirkan melewati pembuluh xylem. Melalui pembuluh xylem inilah, nitrogen
disebarkan ke seluruh bagian tanaman. Nitrat yang telah masuk ke jaringan tanaman akan
direduksi oleh enzim Nitrat Reduktase pada cairan sitosol. Hal ini dilakukan sebagai langkah
pengaturan masuknya nitrat ke dalam jaringan tumbuhan. Reduksi nitrat juga dimaksudkan untuk

5
membantu siklus perubahan NADP menjadi NADPH+ pada proses fotosintesis. Setelah nitrat
tereduksi melalui nitrit, nitrit dipindahkan ke dalam kloroplas dan kemudian direduksi lagi
menjadi amonium. Enzim yang mengubah nitrit menjadi amonium disebut nitrit reduktase.
Perubahan ini dilakukan untuk mencegah senyawa nitrit yang bersifat racun bagi tanaman.
Setelah kembali ke bentuk amonium, enzim glutamin sinthetase dan glutamat synthase
(GOGAT) ditambah dengan energi akan mengubah amonium ke bentuk glutamin (Istanti, 2017).
Glutamin merupakan salah satu asam amino yang penting. Pembentukan asam amino ini
terjadi di plastida akar atau kloroplas daun. Dengan bantuan enzim glutamat sinthase dan
NADH, glutamin akan dibentuk mejadi 2 glutamat. Glutamat yang pertama dipakai untuk
biosintesis glutamin dari amonium lainnya menjadi glutamat kembali dan glutamat sisanya akan
digunakan untuk mensintesis senyawa asam amino lainnya seperti pembentukan 2-oksoglutarat,
aspartat, asparagin, dan lainnya. Oleh karena itu dapat disiimpulkan, nitrogen akan berpengaruh
pada pembentukan protein atau asam amino yang menunjang proses metabolisme dan
pertumbuhan vegetatif tanaman (Mastur, dkk. 2015).

5.Volatiliasi (penguapan)
Adapun beberapa perubahan nitrogen yang lainnya adalah penguapan (volatiliasi).
Peristiwa penguapan terjadi pada keadaan tanah asam sehingga amonium (NH 4+) akan mudah
melepas ion H+ dan berubah menjadi gas amonia (NH3) dan air (H2O). Proses lain dalam
perubahan nitrogen yaitu pemberian pupuk kimia contohnya urea (CO(NH2)2) di dalam tanah.
Jika Urea mengalami hydrolisis dengan bantuan air sehingga melepaskan CO 3, maka nitrogen
akan berbentuk amonium (NH4+) dan dapat diserap oleh tanaman. Jika amonium mengalami
nitrifikasi oleh bakteri, senyawa ini akan berubah menjadi Nitrat (Damanik dkk, 2014).

6.Bleaching (pencucian)
Nitrat juga dapat mengalami pencucian (bleaching) yang mengakibatkan Sebagian besar
nitrogen hilang dan tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal ini terjadi karena nitrat yang
bermuatan negatif tidak dapat berikatan dengan koloid tanah yang bermuatan negatif juga,
sehingga akan mudah terbawa aliran air. Hal ini berbeda dengan amonium (NH4 +) yang
berikatan positif. Koloid dan bahan organik tanah yang berikatan negatif akan lebih kuat
mengikat amonium walaupun pada kondisi tercuci (Amir dkk, 2012).

6
Gambar 1. siklus Nitrogen (Encyclopædia Britannica. 2011)

2.2. Nitrogen dan Peranannya Bagi Tanaman

Nitrogen berperan penting dalam tanaman karena merupakan komponen utama klorofil.
Senyawa ini digunakan tanaman dalam konversi energi sinar matahari hingga menjadi gula dari
air dan karbon dioksida yaitu fotosintesis. Nitrogen juga merupakan komponen utama dari asam
amino, bahan penyusun protein. Tanpa senyawa protein, tumbuhan layu dan mati. Beberapa
protein bertindak sebagai unit struktural dalam sel tumbuhan sementara yang lain bertindak
sebagai enzim, yang memungkinkan terjadinya banyak reaksi biokimia yang menjadi dasar
kehidupan. Dalam kaitannya dengan hasil fotosintesis tanaman, nitrogen merupakan salah satu
komponen dari senyawa pemindah energi seperti ATP (adenosine triphosphate). ATP

7
memungkinkan sel untuk menghemat dan menggunakan energi yang dilepaskan dalam
metabolisme. Secara genetis, nitrogen adalah komponen penting dari asam nukleat seperti DNA,
materi genetik yang memungkinkan sel dan tanaman untuk tumbuh dan berkembang biak. Tanpa
keberadaan nitrogen, kehidupan tidak akan ada. Dalam kaitannya dengan unsur lain, nitrogen
berperan dalam bersama dengan dengan C, H, O, dan terkadang S, untuk membentuk asam
amino, kofaktor enzim, asam nukleat, klorofil, alkaloid, dan basa purin. N organik mendominasi
sebagai protein dengan berat molekul tinggi pada tumbuhan.

Konsentrasi unsur nitrogen dalam tanaman berada dalam jumlah 1000 µmol g -1. Jika
dibandingkan dengan unsur mineral lainnya, konsentrasinya termasuk yang tertinggi (gambar 1).
Secara fungsional, nitrogen termasuk dalam hara makro dan essensial bagi tanaman. Distribusi
Nitrogen di berbagai bagian tanaman berkisar dari 1,50% sampai 6,00% dari total berat kering
tanaman dengan nilai kecukupan antara 2,50 - 3,50% pada jaringan daun. Kisaran yang lebih
rendah dari 1,80% hingga 2,20% ditemukan di sebagian besar tanaman buah-buahan dan lebih
tinggi kisaran 4,80% sampai 5,50% pada spesies tanaman legum (Jones,2012). Konsentrasi
nitrogen tertinggi ditemukan pada daun baru dan biasanya menurun seiring dengan umur
tanaman. Secara lebih spesifik, terdapat molekul anion nitrat (NO 3–) di batang utama dan tangkai
daun, dengan konsentrasi mulai dari 8.000 hingga 12.000 ppm selama pertumbuhan awal, dan
menurun ke kisaran dari 3.000 hingga 8.000 ppm di pertengahan pertumbuhan. Konsentrasinya
paling tinggi terdapat di pangkal batang utama dan di tangkai daun ketika kondisi daun matang/
dewasa, sehingga bisa menjadi penentu pada jaringan batang atau tangkai daun dan dapat
digunakan sebagai alat untuk menentukan status N tanaman atau sebagai alat pengatur N aplikasi
pupuk tambahan. Tanaman dengan hasil tinggi akan mengandung 50 sampai 500 lbs N /A (56
sampai 560 kg N / ha), dengan tingkat pemindahan tergantung pada masing-masing tanaman.

8
Gambar 2. Konsentrasi akumulatif setiap unsur pada tajuk serta akar kering Tanaman (Epstein,1965).

Dalam Gambar diatas bisa dilihat bahwa, Nitrogen mempunyai peranan penting dalam
penyusunan organ tanaman. Konsentrasi rata-rata yang tertibun di massa kering tanaman
mencapai 1000 µMol/ gram. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan unsur lain seperti
kalsium, potasium, magnesium, Fosfor.

Nitrogen adalah salah satu salah satu makronutrien bagi tanaman termasuk cabai
(Capsicum annum L). Tedapat berbagai fungsi penting nitrogen dalam tanaman baik dalam
peroses biokimia serta metabolisime (anabolisme dan katabolisme) tanaman. Pengaruhnya di
dalam proses-proses ini tentunya akan berdampak pada pertumbuhan serta hasil akhir (Produksi
dan produktivitas) tanaman terutama tanaman cabai. Di tanah dengan aerasi yang baik, nitrat
adalah bentuk dominan diserap terlebih dahulu ke dalam ruang bebas akar (dinding sel membran
ke dalam rencana. Dalam jaringan tumbuhan, nitrogen merupakan komponen penyusunnya
banyak senyawa esensial seperti protein, asam amino, amida, asam nukleat, nukleotida, koenzim
(Loveless, 1987), klorofil, sitosin, auksin (Lakitan 2007).

Pasokan nitrogen yang melimpah dapat meningkatkan jumlah meristem yang dihasilkan
oleh tumbuhan. Hal ini dapat mendorong percabangan dan pembentukan optimum anakan di
sebagian besar tanaman. Di sereal dan rerumputan, Peningkatan produksi anakan menimbulkan

9
peningkatan biomassa dan peningkatan jumlah telinga pada tanaman penghasil biji-bijian
(Peter,2001). Menurut Lingga and Marsono (2004), bahwa ketersediaan unsur nitrogen yang
tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, karena nitrogen berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun, serta
mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau, yang berguna bagi proses
fotosintesis. Penambahan nitrogen tidak hanya merangsang pembentukan daun baru untuk yang
bermanfaat dalam menangkap semua cahaya yang tersedia (diperlukan LAI> 4), tetapi juga
meningkatkan jumlah protein enzim yang tersedia untuk dijalankan fotosintesis. Akhirnya
selama penuaan daun, N adalah dimobilisasi dari protein enzim dan diangkut ke benih untuk
dimasukkan ke dalam protein penyimpanan (Autran,2001).

Pada budidaya cabai, unsur hara nitrogen berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman, yaitu pembentukan sel baru dan mengganti sel-sel yang rusak. Nitrogen juga membantu
dalam pembentukan klorofil dalam fotosintesis, pembentukan vitamin dan protein, mempercepat
pertumbuhan tanaman muda, dan meningkatkan penyerapan unsur hara lainya seperti Posfor dan
Kalium. Selain berpengaruh pada aktivitas biokimia, pemberian pupuk nitrogen dapat
mempengaruhi pada umur panen tanaman. Umur panen tanaman cabai semakin singkat (Taufik
et al.,2013).

Aplikasi N Optimal bervariasi dari 135 sampai 252 kg/ha, tergantung pada kondisi
lingkungan dan kesuburan tanah (Hartz et al., 1993;Land Stall, 1994). Sagiv et al (1987)
mendemonstrasikan pentingnya tingkat aplikasi dalam kaitannya dengan kebutuhan tanaman.
Hasil yang lebih tinggi diperoleh dengan pemupukan dengan secara fertigasi menggunakan
dripper (tetes) dan disesuaikan dengan penghitungan kebutuhan nutrisi tanaman cabai,
dibandingkan dengan aplikasi irigasi sprinkle.

2.3. Dampak Kekurangan Nitrogen Pada Tanaman

Beberapa ciri yang dapat terlihat pada tanaman jika kekurangan nitrogen yakni
pertumbuhan tanaman yang kekurangan N sangat lambat, lemah, dan kerdil. Dari kenampakan
warnanya, daun tanaman berwarna hijau muda hingga kuning dalam yang dimulai dari daun
yang lebih tua atau matang. Gejala awal defisiensi daun menjadi kuning yang lebih parah terlihat
pada daun tua. Hal ini terjadi karena N dimobilisasi dari jaringan yang lebih tua untuk diangkut

10
menumbuhkan bagian tanaman muda yang aktif membelah. Jika dilihat pada fase tanaman,
tanaman kahat N akan mengalami percepatan fase generatif dengan hasil dan kualitas yang
berkurang secara signifikan (Jones, 2012).

Gambar 3. berbagai Kondisi Tanaman cabai yang tumbuh dalam kondisi Kecukupan Nitrogen (Control) dan
kekurangan nitrogen (-N). ( Doncheva et al, 2001)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Doncheve et.al, (2001) menunjukkan bahwa
pengurangan nitrogen akan berdampak pada proses biokimia terkait metabolisme tanaman. Hal
ini dapat dilihat dari adanya perbedaaan pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman yang
terbentuk jika diperlakukan dalam kondisi kekurangan nitrogen dibandingkan dengan kondisi
kecukupan nitrogen. Terdapat perbedaan signifikan pada beberapa akumalasi bisomassa tanaman
seperti Kloroplast, Klorofil a dan b, Jumlah Grana serta Thilakoid. Pada bagian organ yang lebih
besar, bobot tanaman dengan kondisi kecukupan nitrogen seperti hasil kering tanaman, rasio akar
tajuk, hingga kecepatan laju asimilasi tanaman cabai akan berbeda nyata jika tanaman dalam
kondisi kekurangan Nitrogen. Hal ini juga didukung pendapat beberap ahli yang menunjukkan
bahwa kekurangan nitrogen akan berpengaruh pada tanaman itu sendiri. Ketika ketersediaan
nitrogen rendah, jumlah dan volume sel daun (Lawlor et al. 1989), kekuatan dinding sel (Taylor
et al. 1993) dan fotosintesis (Kutik et al. 1995, Meinzer dan Zhu 1998) sangat berkurang.

11
Kekurangan nitrogen menurunkan kapasitas asimilasi CO2 (Terashima and Evans, 1988) dan
hasil kuantum fotosintesis (Lawlor et al., 1987). Ini juga mempengaruhi proses biokimia di
Fotosistam II (PSII), termasuk penurunan hasil kuantum transpor elektron PSII dan kecukupan
penangkapan energi eksitasi oleh PSII. Pada proses pembentukan jaringan dan organ tanaman,
kekurangan unsur nitrogen pada tanaman cabai dapat mereduksi ukuran somata serta jumlah
tilakoid, meningkatkan jumlah senyawa non-nitrogenous seperti starch dan plastoglubuli yang
berisi isopropenoid plastoquinon.

2.4. Dampak Kelebihan Nitrogen Pada Tanaman

Tanaman yang terlalu banyak disuplai senyawa nitrogen juga akan terkena dampak
buruk. Dari segi fisik, Tanaman dengan N berlebih akan nampak berwarna hijau tua namun
rentan terhadap serangan patogen dan serangga. Dari segi pertumbuhannya, tanaman dapat
tumbuh dengan mudah namun rentan terhadap cekaman kekeringan, serta hasil buah dan biji
tanaman berpotensi berkurang serta berkualitas buruk. Tanaman buah dan sayur seperti tomat,
cabe, mentimun bisa menghasilkan gejala busuk atau dengan kata lain kualitas buah yang
memburuk. Jika NH4 adalah satu-satunya atau bentuk utama N yang tersedia untuk serapan
tanaman, kondisi toksisitas dapat berkembang yang mengakibatkan kerusakan jaringan
pembuluh tanaman sehingga membatasi pengambilan air dan hara. Jika dikaitkan dengan unsur
lainnya, Gejala defisiensi Ca dapat terjadi jika NH4 merupakan sumber utama N ke tanaman.
Penyusutan karbohidrat dapat terjadi dengan nutrisi NH4, yang menyebabkan pengurangan
pertumbuhan (Jones,2012).

12
Gambar 4. Pengaruh Pemupukan Berbagai Dosis Nitrogen Pada Luas daun dan hasil kering tanaman Paprika
(Lorenzoni, 2015)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lorenzo et al (2015) menunjukkan bahwa pengaruh
penambahan dosis pupuk nitrogen tidak berdampak pada pertumbuhan dan hasil tanaman yang
optimal. Penambahan pupuk nitrogen di atas 200 kg/ hektar (hm2) akan menurunkan hasil bersih
tanaman. Luas daun, hasil kering, berat buah, dan jumlah buah akan menurun secara bertahap
jika terus dilakukan penambahan nitrogen dosis nitrogen secara terus-menerus.

2.5. Imbangan pupuk N dalam bentuk amonium dan Nitrat pada tanaman

Ketersediaan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) dan hara mikro (Zn, Fe, Mn,
Co, dan Mo) yang cukup bagi tanaman di dalam tanah menjadi faktor penting untuk
mendapatkan hasil cabai merah yang tinggi dengan kualitas maksimal. Setiap unsur hara
memiliki peranan khusus dalam mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
Keseimbangan hara yang mendekati ideal untuk tanaman cabai adalah perlakuan pemupukan
berdasarkan kebutuhan hara tanaman-status hara tanah dengan akumulasi hara N, P, dan K
masing-masing 99,4 N; 16,4 P; dan 35,1 K kg ha-1 musim -1 (Purnomo, 2003).

13
Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk amonium (NH4+)dan nitrat (NO3-). Ion-ion
nitrat dan amonium jumlahnya bergantung pada jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan
dekomposisi bahan tanah. Defisiensi nitrogen selama masa vegetatif dapat menurunkan hasil
produksi tanaman. Di sisi lain, kelebihan nitrogen dapat menyebabkan masalah lingkungan
akibat adanya pencucian nitrat. Bentuk amonium (NH4+) yang tinggi dapat bersifat racun,
sedangkan kelebihan nitrat (NO3-) dapat secara aman disimpan dalam vakuola. Penyerapan
dalam bentuk nitrat tidak beresiko keracunan, namun memerlukan jumlah ATP lebih
banyak karena reduksi nitrat menjadi amonium (NH 4+) di dalam sel harus melalui dua proses
berturut-turut (Mastur, et al. 2015).
Pola pergerakan NH4+ hampir sama dengan nitrat. Jika dibandingkan dengan NO3-,
pergerakan NH4+ jauh lebih lambat. Keadaan ini disebabkan karena Ion NH4+ merupakan kation
yang dapat terikat pada permukaan koloid tanah, sehingga gerakan difusinya lebih kecil apabila
dibandingkan dengan NO3- yang senantiasa bebas di larutan tanah. Alasan lainnya adalah Ion
NH4+ terkadang terfiksasi di antara dua lempeng mineral liat, sehingga tidak mungkin berpindah
baik secara difusi maupun aliran massa (Nikmah dan Miswar, 2019)
Proses masuknya nitrogen dalam bentuk nitrat ke dalam sel akan direduksi menjadi nitrit
oleh nitrat reduktase (NR), kemudian nitrit direduksi menjadi amonium dengan nitrit reduktase
(NiR). Setiap ion nitrat yang direduksi menjadi amonia menghasilkan satu ion OH-. Tanaman
harus mengeluarkan ion OH- untuk menjaga keseimbangan pH. Hal ini menyebabkan media di
sekitar akar tanaman menjadi basa saat mengambil nitrat. Untuk menjaga keseimbangan ion,
setiap nitrat yang dimasukkan ke dalam akar harus disertai dengan pengambilan kation atau
pelepasan anion. GS terdapat dalam sitosol, plastida, atau kloroplas sehingga proses
pembentukan glutamat akan terbentuk disini. Asam amino penting yang pertama terbentuk
adalah glutamine (gln/gn), yang disintesis dari amonium dan glutamat dengan bantuan glutamin
sintetase (GS) dan ATP. Glutamin yang dihasilkan dari reaksi dengan 2-oksaloglutarat dengan
bantuan NADH dan glutamat sintase (GOGAT/GOCAT) akan membentuk dua glutamat.
(Pembentukan glutamat juga dapat terjadi melalui reaksi amonium dengan glutamat 2-
oksoglutarat dengan bantuan NAD(P)H dan glutamat dehidrogenasi (GDH)). Salah satu
glutamat dipakai untuk biosintesis asam amino sejenis dari amonium, satunya untuk
mensintesis senyawa asam amino lainnya (Miller dan Cramer, 2004).

14
Gambar 5a. Proses penyerapan/asimilasi nitrogen pada sel tanaman (Istanti, 2014)

Banyak jenis sintesis asam amino yang membutuhkan glutamat. Namun untuk
penyerapan N, glutamat berfungsi pada pembentukan 2-oksoglutarat dan aspartat. Pada kondisi
energi terbatas, pembentukan enzim GS dan GOGAT/GOCAT terhambat, namun mendorong
terbentuknya AS (asparagine sintetase) (Mastur et al, 2015).

Gambar 5b Mekanisme Transportasi nitrat ke dalam sitosol (dibantu gen NRT) (Istanti, 2014)

Dalam asimilasi nitrogen pada tanaman, nitrate reductase (NR), Nitrit reduktase (NiR),
glutamine synthase (GS), dan glutamat synthase (GOGAT/GOCAT) menjadi kunci utama. Nitrat
reduktase merupakan enzim yang berperan dalam metabolisme unsur N dalam tanaman
yaitu mereduksi nitrat (NO3- ) menjadi nitrit (NO2-). Dalam proses reduksi nitrat menjadi
nitrit yang dikatalisis oleh nitrate reduktase (NR) diperlukan energi berupa NADH/NADPH
yang dapat berasal dari siklus krebs atau fotosintesis. Setelah reduksi nitrat oleh NR, nitrit
ditranslokasikan ke kloroplas untuk direduksi menjadi amonium oleh enzim kedua dalam
siklus yaitu nitrit reduktase (NiR). Hasil aktivitas enzim NR berupa nitrit bersifat toksik,

15
sehingga harus segera diubah menjadi amonium. Demikian pula halnya dengan amonium yang
dalam jumlah besar dapat bersifat toksik, namun akan segera diubah menjadi glutamine yang
dikatalisis oleh glutamine sinthase (GS) (Miswar, 2010).

Gambar 6. Siklus GS dan GOGAT pada asimilasi nitrogen (Istanti, 2014)

Proses reaksi siklus GS dan GOGAT dapat dilihat dalam Gambar 6. Reaksi pembentukan
glutamin dikatalisasi oleh glutamin sinthetase akan melibatkan glutamat untuk menghasilkan
glutamin. Pada reaksi pembentukan glutamat akan terjadi di plastida, menunjukkan bahwa
GOGAT mengkatalisis transfer grup amida dari glutamin dan α-ketoglutarate untuk
menghasilkan dua molekul glutamat. Proses ini 2 elektron dari NADH atau NADPH menjadi
NAD+ P+/ NADH + P+. NAD(P)H baik NADH atau NADPH digunakan sebagai pereduksi
(Ohyama, 2010). Dua reaksi ini (reaksi 1 dan 2) secara kolektif disebut siklus glutamin
sinthetase/siklus GOGAT yang dikenal sebagai jalur utama asimilasi nitrogen(NH 4+) pada
tanaman (Istanti, 2014).

Glutamat yang disintesis dapat digunakan untuk mengisi lagi ruang glutamat dan
dibantu GS untuk mengkatalisis glutamin selanjutnya (Temple et al.,1998). McKee (2004)
menyatakan glutamat yang lain dapat diubah secara langsung menjadi protein, klorofil,
asam nukleat dan sebagainya. Selain membentuk glutamat, glutamin dapat menyumbangkan
gugus amidanya menjadi bentuk senyawa yang mengandung N misalnya untuk sintesis aspartat
16
dan asparagin yang dikatalisasi oleh aspartat aminotransferase asparagin sinthase (Gambar. 6)
(Istanti, 2014).

Gambar 7. Siklus glutamat sintase. Reaksi (1) Amonium dikatalisasi oleh GS menjadi glutamin. Reaksi (2) glutamin
dikatalisasi oleh GOGAT menjadi 2 Glutamat (istanti, 2014)

Penyerapan amonium dan nitrat pada kondisi tanah masam akan berbeda jumlahnya.
NO3- akan diserap lebih cepat dibandingkan dengan ammonium di tanah dengan pH rendah
(masam). Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan anion OH (penyebab tanah basa) dengan
anion NO3-, sehingga penyerapan nitrat menjadi sedikit terhambat. Tanaman yang hidupnya pada
media yang banyak terdapat air, maka akan lebih cenderung menyerap bentuk NH 4+. Hal ini
disebabkan karena NH4+ termasuk bentuk nitrogen yang paling mudah digunakan oleh tumbuhan
karena efesiensinya dalam metabolisme sel tumbuhan. NH4+ merupakan ion yang memiliki
muatan positif yang dapat terserap oleh koloid tanah dan menyebabkannya tidak mudah untuk
tercuci bersama dengan air (Nikmah dan Miswar, 2019).

Tanaman yang dipupuk amonium menujukkan perbandingan berat basah/berat kering


lebih tinggi, protein larut lebih tinggi, dan klorofil a lebih tinggi. Pada tanaman yang
menyerap amonium memiliki kandungan malat lebih tinggi, namun kandungan gula reduksi,
gula sukrosa, dan pati lebih rendah. Asam amino asparagin, aspartat, glutamin, dan alanin juga
lebih tinggi. Amonium memberi pengaruh lebih baik dibanding nitrat. Aktifitas fotosintesis,
dan enzim terkait seperti RuBP karboksilase, PEP karboksilasi, dan enzim malat lebih tinggi
pada tanaman yang menyerap amonium (Mastur, dkk. 2015). ketika pH media netral, sebagian
+
besar tanaman tumbuh lebih baik jika memiliki akses ke keduanya NH 4 dan NO3- karena
penyerapan dan asimilasi dua bentuk nitrogen meningkatkan keseimbangan kation-anion di

17
dalam tanaman (Raven dan Smith 1976; Bloom 1994). Gamiely et al. (1991) melaporkan bahwa
hasil kering terbaik pada bawang didapat dari perlakuan rasio imbangan NH4 +: NO3- 0:1 dan 1:3
yang terjadi pada musim dingin dan awal musim semi pada kondisi lingkungan Greenhouse.
Pada pertanaman cabai, hasil relatif penggunaan N- NO 3 dalam pupuk di Belanda dengan ratio
nitrogen yang direkomendasikandengan sumber NO3 dengan NH4 untuk pertanaman cabai di
rumah kaca adalah ≈ 6: 1(Roorda van Eysinga dan van der Meijs, 1981). Meskipun tanaman
lebih suka dalam menyerap nitrat, namun pertumbuhan optimal tanaman terjadi ketika terdapat
sumber nitrat dan ammonium (Errebhi and Wilcox, 1990).

2.6.Pengaruh Imbangan Nitrogen (NO3 :NH4) Pada Aktivitas Enzim Tanaman Cabai

Adanya pemberian rasio pemupukan nitrogen yakni NO3- dan NH4+ memberikan
pengaruh yang berbeda pada aktivitas enzimatis pada tanaman terutama pengubahan Nitrat
(NO3) menjadi asam amino (Glutamate dan glutamin). Dalam mekanisme pengubahan ini,
enzim-enzim yang berperan antara lain Nitrat Reduktase, Nitrit Reduktase, Glutamine synthetase
(GS) dan glutamine 2-oxoglutarate aminotransferase (GOGAT). Enzim-enzim ini berperang
penting dalam menentukan proses penyubahan bertingkat Nitrat yang diserap oleh tanaman
menjadi Asam Amino (Oaks,1994).

Gambar 8a. Perlakuan Penelitian dari Zhang Et al (2019) yang berjudul Appropriate Ammonium-Nitrate Ratio
Improves Nutrient Accumulation and Fruit Quality in Pepper (Capsicum annuum L.)

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al (2019) menunjukkan pengaruh ratio


pemberian nitrat / ammonium yang ditunjukan dengan perlakuan T1, T2, T3 ,T4, dan T5
menunjukkan hasil yang beragam dalam aktivitas enzimatis tanaman cabai. T1 adalah rasio
perbandingan NH4+:NO3− = 0:100, T2 adalah rasio perbandingan dengan NH4 +:NO3−=

18
12.5:87.5, T3 adalah rasio perbandingan NH4+:NO3− = 25:75, T4 adalah rasio perbandingan
NH4+:NO3− = 37.5:62.5, dan T5 dengan rasio NH4+:NO3− = 50:50.

Gambar 8b. Aktivitas nitrat reduktase (NR); nitrit reduktase (NiR); Glutamin sinthase (GS); glutamate sinthases
(GOGAT) pada umur 30, 60, 90, 120 hari setelah pindah tanam cabai (Capsicum annum L).
( Zhang et al 2019)

Pada aktitvitas Enzim, pemberian ratio imbangan nitrogen (Nitrat/Ammonium)


menunjukkan hasil yang beragam. Aktivitas enzim Nitrat reductase (NR), nitrit reductase(Nir),
dan Glutamine Sintase (GS) menunjukkan peningkatan dari hingga mencapai puncak pada Usia
90 hari setelah pindah tanam (HSPT). Sementara pada pembentukan Glutamate sintase
(GOGAT), aktivitas enzim akan memuncak hingga umur 60 hari setelah pindah tanam (HSPT)
dan mengalami penurunan setelah umur 60 HSPT. Pada Enzim Nitrat reductase ketika umur
tanaman 90 HSPT atau puncak aktivitas enzim, Perlakuan T3 menunjukkan hasil yang berbeda
nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Pada nitrit reductase ketita usia tanaman 90 HSPT,
perlakuan T1 dan T3 memberikan pengaruh yang terbaik pada perlakuan enzim nitrit reductase
dibandingkan perlakuan lainnya. Pada akstivitas Enzim Glutamine sintase yang mencapai
puncak aktivitasnya pada umur 90 HSPT, Perlakuan T3 dan T2 memberikan hasil yang berbeda
nyata dibandingkan perlakuan T1,T4, dan T5. Sementara pada aktiitas enzim Glutamate sintase
yang mencapai puncak aktivitas usia 60 HSPT, perlakuan T3 tidak berbeda nyata dengan T4
namun berbeda nyata dengan T1,T2, dan T5. Namun ketika memasuki fase pmebuahan atau usia

19
tanaman mencapai 120 HSPT, aktivitas enzim yang tertinggi masih terjadi pada perlakuan T3
yang menunjukkan perbedaan nyata pada semua perlakuan (Zhang et al, 2019).

Gambar 9. Ekspresi Relatif dari NR-1 (A), NR-2 (B), NiR (C), GS-1 (D), GS-2 (E), GOGAT-1 (F),danGOGAT-2
(G). nitrate reductase (NR); nitrite reductase (NiR); Glutamine synthetase (GS); glutamate synthases
(GOGAT) pada daun tanaman yang berusia 60 HSPT. NO 3 : NH4, T1 = 100:0, T2 = 82,5:17,5, T3
75:25, T4 = 62,5:37,5, T5 = 50:50. ( Zhang et al, 2019)

Jika dilihat dari ekspresi genetiknya menggunakan Real-Time Quantitative Reverse


Transcription PCR (QRt-PCR), ekspresi gen setiap enzim dari masing-masing perlakuan
menunjukkan hasil yang berbeda. Nitrat Reduktase (NR-2) pada perlakuan T3 menunjukkan
hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakukan lainnya. Pada enzim nitrit reductase,
perlakuan T3 dan T2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada ekspresi Glutamine
synthetase 1 dan 2 menunjukkan bahwa T2, T3, T4 menunjukkan hasil yang berbeda nyata
dibandingkan dengan T1 dan T5. Sementara pada Eskrepsi Glutamate sintase(GOGAT-1 dan 2),
Perlakuan T3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan semua perlakuan
(Zhang et al, 2019).

20
Gambar 10. Rasio NO3: NH4 dengan Transpirasi dalam berbagai ratio Nitrogen/ ammonium pada tanaman cabai
(Bar-Tal et al, 2001)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Bar-Tal et al, 2001), Laju transpirasi juga
dipengaruhi oleh Rasio Pemberian Pupuk Nitrat/Ammonium. Jika dikaitkan dengan Transpirasi
tanaman, peningkatan rasio pemberian NO3: NH4 akan meningkatkan laju transpirasi tanaman.
Penggunaan rasio NO3:NH4 4:1 akan menghasilkan laju percepatan transpirasi tertinggi
dibandingkan dengan perlakuan rasio lainnya yakni NO3:NH4 2:1, 1:0, 1:2, 1:4.

Dengan adanya Amonium yang besar di dalam media tanah, penyerapan kation seperti
Magnesium (Mg) dan Kalium (K) akan terganggu karena bisa menjadi pesaing dengan unsur-
unsur tersebut. Hal ini berbeda dengan Nitrat (NO3) yang tidak menjadi pesaing bagi kation
lainnya (Jones,2012).

2.7. Pengaruh Imbangan Kandungan NH4 : NO3 Terhadap Berat Kering Akar Tajuk
Tanaman Cabai

Pada pembentukan organ tanaman, pemberian imbangan NH4 dan NO3 akan
berpengaruh pada bobot kering organ tajuk dan akara tanaman cabai. Dengan adanya
penambahan Nitrogen baik dalam bentuk Nitrat dan Ammonium, pertumbuhan tanaman tentunya
akan lebih optimal, merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman secara keseluruhan, khususnya
pertumbuhan akar, batang dan daun serta berperan dalam pembentukan zat hijau daun (klorofil)
yang sangat penting untuk melakukan proses fotosintesis (Taiz and Zigler, 2002).

21
Tabel . Rasio T membandingkan NH4+:NO3 dengan T1 (NH4+:NO3− = 0:100), T2 (NH4+:NO3−= 12.5:87.5), T3
(NH4+:NO3− = 25:75), T4 (NH4+:NO3− = 37.5:62.5), and T5 (NH4+:NO3− = 50:50). Sumber Zhang et.
Al 2019.

Pada Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al 2019, pengaruh imbangan nitrogen
(Nh4 : NO3) dapat berpengaruh pada pada morfologi akar tanaman cabai. Jika diberi perlakuan
dengan lima rasio (NH4+:NO3), tanaman tidak menunjukkan perbedaan sifat morfologi akar
meliputi panjang akar total, luas permukaan, volume dan jumlah ujung akar pada 30 HST. Pada
parameter panjang akar, Total panjang akar pada perbandingan NH4 +: NO3− = 25:75 (T3)
memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan perlakuan T1 (NH4 +: NO3− = 0: 100) dan
T5 (NH4 +: NO3− = 50: 50) pada 120 HST namun tidak berbeda nyata pada T2(NH4+:NO3−=
12.5:87.5) dan T4 (NH4+:NO3− = 37.5:62.5). Pada variabel volume akar di 120 HST, Perlakuan
T3 memberi pengaruh yang terbaik karena memiliki perbedaaan signifikan dibandingkan dengan
semua perlakuan. Pada variabel Jumlah ujung akar, Perlakuan T3 berbeda nyata dengan T1
namun tidak berbeda nyata dengan T2,T3, dan T4.

22
Gambar 11. Berat kering akar dan batang tanaman cabai pada beberapa tingkat rasio NO 3 : NH4 T adalah rasio NO3 :
NH4, T1 = 100:0, T2 = 82,5:17,5, T3 75:25, T4 = 62,5:37,5, T5 = 50:50. Sumber : Zhang et al 2019
Jika dilihat berdasarkan bobot kering akar dan tajuk tanaman, akumulasi bahan kering
dalam pucuk dan akar meningkat secara signifikan dari 0 hingga 120 Day After Transplanting
(DAT) dengan variasi nilai rasio NH4+: NO3−. Pada umur 120 Hari setelah pindah tanam,
perlakuan T3 memberikan pengaruh signifikan pada bobot kering tajuk cabai dibandingkan
dengan semua perlakuan (T2,T4,T1,T5). Sementara pada bobot kering akar pada usia 120 HST,
Perlakuan T3 tidak berbeda nyata dengan T2 dan T4 namun berbeda nyata dengan T5 dan T1.
Hasil ini menunjukkan bahwa efektivitas pemberian Nitrat (NO3) dengan persentase rasio lebih
besar dibandingkan Amonium (NH4) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
ratio (NO3 : NH4 ) berimbang atau tanpa pemberian NH4.

23
Gambar 12. Pengaruh Konsentrasi Nitrogen serta Imbangan NO 3 dengan NH4 terhadap Bobot kering akar batang,
dan daun (Bar-Tal et al , 2001)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bar-Tal et al 2001, rasio NO3/ NH4 menunjukkan
hasil yang berbeda, pada variabel pada daun dan batang, meningkatnya rasio NO 3 / NH4 akan
meningkatkan bobot kering daun dan batang. Pada gambar diatas, grafik hubungn antara rasio
NO3 / NH4 dengan Hasil kering batang dan daun bersifat kuadratik. Paga gratif diataa, Rasio 3:1
merupakan kisaran rasio puncaknya akan akan menurun seiring dengan kenaikan rasio
NO3:NH4. Pada variable akar, Peningkatan Rasio NO3/ NH4 akan meningkatkan hasil bobot
kering akar. Pada gambar diatas, bentuk kurvanya adalah linear positif.

24
Gambar 13. Persentase Distribusi Nitrogen, Fosfor, Kalium Pada berbagai Bagian Organ (Akar, Batang, Daun,
Buah) Tanaman Cabai pada usia 120 Hari setelah Pindah tanam (HSPT). Rasio NO 3 : NH4, T1 =
100:0, T2 = 82,5:17,5, T3 75:25, T4 = 62,5:37,5, T5 = 50:50. Sumber : Zhenang et al 2019

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al, 2019, persentase distribusi Nitrogen
(N), Posfor (P), dan Kalium (K) menunjukkan nilai yang beragam pada tanaman cabai dengan
variasi perlakuan rasio ammonium/nitrat. Pada umur 120 hari setelah pindah tanam, persentase
distribusi nitrogen (n) di berbagai organ mengikuti Urutan: akar <batang <daun <buah.
Sedangkan pada unsur Fosfor (P) dan Kalium (K), akumulasinya tersimpan pada organ-organ
akar <daun<batang<buah. Dari tabel diatas, akumulasi terbesar N,P,K pada usia 120 Hari setelah
pindah tanam pada berbagai perlakuan berada di organ buah cabai. Pada organ buah, akumulasi
Potasium (K) pada perlakuan T3 dan T5 berbeda nyata dengan perlakuan T1, T2, dan T4.
Akumulasi Nitrogen tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Pada akumulasi Fosfor (P),
Perlakuan T5 tidak berbeda nyata dengan T2, dan T3, namun berbeda nyata dengan T4 dan T1.

25
Gambar 14. Akumulasi Nitrogen (A), Fosfor (B), dan Kalium (K) pada akar, batang, daun dan buah tanaman cabai
umur 30,60,90, dan 120 hari setelah pindah tanam yang dipengaruhi oleh rasio NH4 +: NO3− yang
berbeda (Zhang et al , 2019)

Jika dilihat akumulasi nilai Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada berbagai usia tanaman yakni 30,
60, 90 dan 120 hari setelah pindah tanam, menunjukkan hasil yang berbeda. Pada usia tanaman
30 dan 60, akumulasi N,P, dan K tidak menunjukkan perbedaan nyata pada berbagai rasio NH4:
NO3. Adanya perbedaaan itu mulai terjadi pada tanaman berusia 90 Hari Setelah Pindah Tanam
(HSPT). Pada usia tanaman 120 Hari Setelah Pindah Tanam (HSPT) yakni ketika tanaman
memasuki fase reproduktif, Perlakuan T3 memberikan hasil yang terbaik dalam akumulasi
nitrogen (N) dan Fosfor (F). Hal ini ditunjukkan dengan Perlakuan T1 yang berbeda nyata
dibandingkan perlakuan lainnya (T2,T1,T4,dan T5). Pada Akumulasi Potassium (K), Perlakuan
T3 dan T4 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan T1, T2, dan T5.
Dengan adanya Amonium yang besar di dalam media tanah, penyerapan kation seperti

26
Magnesium (Mg) dan Kalium (K) akan terganggu karena bisa menjadi pesaing dengan unsur-
unsur tersebut. Hal ini berbeda dengan Nitrat (NO3) yang tidak menjadi pesaing bagi kation
lainnya (Jones,2012).

2.8. Pengaruh Imbangan Nitrat dan Ammonium Pada Hasil Buah Cabai

Dari sisi produksi tanaman baik kualitas serta kuantitas tanaman, pemberian
pemupukan dengan menggunakan ratio nitrat/ ammonium yang berbeda akan mempengaruhi
fonotipe tanaman. Nitrogen membuat bagian tanaman menjadi hijau karena mengandung
klorofil yang berperan dalam fotosintesis. Unsur ini juga bermanfaat dalam mempercepat
pertumbuhan tinggi bagi tanaman, menambah kadar protein dan lemak bagi tanaman (Taiz and
Ziegler, 2002).

Gambar 15. Hasil Perbandingan rasio NO3/NH4 dengan hasil tanaman cabai dengan berbagai ratio perbandingan
NO3/NH4 serta konsentrasi nitrogen (Bar-Tal et al , 2001)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bar-Tal et al 2001, penggunaan rasio NO3/NH4
pada gambar diatas dengan rasio 4:1 menunjukkan rasio yang tertinggi. Namun pada rasio
NO3:NH4 = 4:1, terdapat adanya pelemahan pertambahan nilai hasil. Hal ini dapat dilihat dari
kemiringan grafik yang cenderung mendekati horizontal. Hal ini berbeda pada rasio 1:1 hingga
2:1. Pada rasio ini, kemiringannya garisnya lebih besar dibandingan pada rasio antara 3:1 hingga
4:1. Pada rasio 4:1, hasil tanaman mendekati titik maksimumnya namun belum diketahui titik
optimumnya. Sementara pada konsentrasi Niterogen, hasil tanaman cabai sudah diketahui titiik
optimumnya yang dilihat dari grafik yang berbentuk hiperbola.

27
Gambar 16. Pengaruh rasio NH4 +: NO3− pada kualitas buah cabai (kandungan nutrisi) pada tiga tahap dalam
menanggapi rasio NH4 +: NO3− yang berbeda. Rasio NO3 : NH4, T1 = 100:0, T2 = 82,5:17,5, T3
75:25, T4 = 62,5:37,5, T5 = 50:50. ( Zhang et al , 2019)

Pada hasil tanaman cabai, nilai bobot kering buah cabai (Dry weight) menunjukkan hasil
yang beragam. Perlakuan T3 dan T4 kondisi buah cabai berwarna merah menunjukkan hasil
yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan T1,T2, dan T5. Bobot kering cabai pada
kondisi cabai bermwarna merah yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Dari variabel
Vitamin C, perlakuan T3 memberikan hasil yang terbaik dibandingkan pada perlakuan lainnya
ketika cabai berwarna merah. Hal ini bisa ditunjukkan nilai T3 yang berbeda nyata dibandingkan
dengan semua perlakuan. Pada kandungan Nitrat ketika buah cabai berwarna merah, perlakuan
T1 dan T2 memberikan hasil yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan T3,T4, dan T5. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin berkurang jumlah nitrat yang terkandung pada input pemupukan
akan menurunkan kandungan nitrat dalam buah cabai. Pada gula terlarut, Perlakuan T3 tidak
berbeda nyata dengan T2 namun berbeda nyata dengan T1,T4, dan T5. Hal ini menunjukkan
bahwa ratio T3 (NH4+:NO3− = 25:75) lebih baik dibandingkan jika menggunakan T1,T4, dan T5 dalam
akumlasi gula terlarut cabai.

28
Gambar 17. Kandungan cancaisin, hidrocapcaisin dan Soville Heat unit pada beberapa rasio
NO3-:NH4+. Rasio NO3 : NH4, T1 = 100:0, T2 = 82,5:17,5, T3 75:25, T4 = 62,5:37,5, T5 = 50:50.
(Zhang et al 2019)
Capsaicinoid merupakan indikator penting dari kualitas cabai karena menunjukkan
tingkat kepedasan pada cabai. Dalam beberapa penelitian, sintesis capsaicinoid itu sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Gurung et al. (2012) menunjukkan kandungan capsaicinoid
berbeda antar varietas dan lingkungan budidaya. Kepedasan cabai sangat bervariasi dengan jenis
tanah terutama tergantung pada tanah konten C organik, aktivitas mikroba dan kandungan gizi
(Das et al., 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al 2019, pada kondisi cabai
yang berwarna merah, Perlakuan T3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Kandungan terbesar capcaisin pada tanaman cabai berada pada
perlakuan T3. Pada kandungan dihidrocapcaisin atau isomer dari capcaisin, kandungan
dihidrocapcaisin T3 tidak berbeda nyata dengan T1, T4, dan T5 namun berbeda nyata dengan
T2. Kandungan dihidrocapcaisin menunjukkan hasil yang relatif seimbang pada berbagai
perlakuan. Sementara pada Soville Heat Unit (SHU) yang juga digunakan untuk mengukur
kepedasan dari cabai, perlakuan T3 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan
lainnya.

29
BAB III
KESIMPULAN

1. Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai dipengaruhi oleh Nitrogen Rasio Imbangan NO3
dan NH4.
2. Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai membutuhkan Nitrat (NO3) dan Ammonium (NH4)
untuk mengoptimalkan pertumbuhannya. Jika salah satu dari 2 unsur ini tidak tersedia di
lingkungan, pertumbuhan akan terganggu sehingga hasil tanaman cabai berkurang.
3. Pemberian Rasio Nitrat : Amonium dengan persentase Nitrat yang lebih tinggi
dibandingkan Ammonium memberikan pengaruh nyata pada beberapa variabel
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
4. Ratio Nitrat : Ammonium dengan perbandingan 3:1 (75:25) memberikan pengaruh nyata
pada beberapa variabel pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.

30
DAFTAR PUSTAKA
Amir, L., Arlinda P. S., Hiola St. F., Oslan J. 2012. Ketersediaan nitrogen tanah dan
pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus tricolor L.) yang diperlakukan dengan
Pemberian Pupuk Kompos Azolla. Jurnal Sainsmat., Hal. 167-180 Vol. I, No. 2 ISSN
2086-6755.
Autran, JC., Halford, N.G., Shewry, P.R. The Biochemistry and Molecular Biology of Seed
Storage Proteins. In Plant Nitrogen; Lea, P.J., Morot-Gaudry, J.-F., Eds.; Springer-
Verlag: Berlin, 2001; 295–341.
Bar-Tal, A., B. Aloni, L. Karni and R. Rosenberg. 2001a. Nitrogen Nutrition of Greenhouse
Pepper. II. Effects of Nitrogen Concentration and NO3: NH4 Ratio on Growth,
Transpiration, and Nutrient Uptake. Hort Science 36(7):1252–1259.
Damanik A. R. B., Hamidah H., Sarifuddin. 2014. Dinamika N-NH4 dan N-NO3 akibat
pemberian pupuk urea dan kapur CaCO3 pada tanah inceptisol kwala bekala dan
kaitannya terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Jurnal Online Agroekoteknologi.
Vol.2, No.3 : 1218- 1227. ISSN No. 2337- 6597.
Doncheva,S., V.Vassileva, G.Ignatov, and S.Pandev.2001. Influence of nitrogen deficiency on
photosynthesis and Chloroplast Ultrastructure of Pepper Plant. Agriculture and Food
Science in Finland Manuscript.
Encyclopædia Britannica. 2011. Nitrogen cycle. Diakses melalui
https://www.britannica.com/science/biosphere/The-nitrogen-cycle pada tanggal 16
Oktober 2020.
Epstein, E. 1965. Mineral metabolism. In 'Plant Biochemistry' (J. Bonner and J. E. Varner, eds.),
pp. 438-466. Academic Press, London.
Errebhi, M., and G. E. Wilcox. 1990. Plant Species Response toAmmonium-Nitrate
Concentration. Journal of Plant Nutrition, 13:8, 1017-1029
Gamiely, S., W. M. Randle, H. A. Mills, and D.A. Smittle. 1991. Onion Plant Growth, Bulb
Quality, andWater Uptake FollowingAmmonium and Nitrate Nutrition. HORTSCIENCE,
26(8): 1061-1063
Hastuti Y. P. 2011. Nitrifikasi dan denitrifikasi di tambak. Jurnal Akuakultur Indonesia. Bogor.
10 (1), 89–98.
Istanti A. 2017. Pengaruh nitrogen dan molibdenum terhadap aktivitas enzim asimilasi nitrogen,
pertumbuhan dan hasil pada tanaman padi hitam (Oryza sativa L.). Thesis. Universitas
Jember.
Jones, J.B. 2012. Plant Nutrition and Soil Fertility Manual. CRC Press
Kementan. 2019. Statistik pertanian, 2019. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kementerian pertanian Republik Indonesia.

31
Lakitan B. 2007. Fundamentals of plant physiology. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lawlor, D.W.; Lemaire, G.; Gastal, F. Nitrogen, Plant Growth and Crop Yield. In Plant
Nitrogen; Lea, P.J., MorotGaudry, J.-F., Eds.; Springer-Verlag: Berlin, 2001; 343–367
Liem J. L., Briliani A. A., Shinta S., Yoga A. H. 2019. Optimalisasi bakteri rhizobium japonicum
sebagai penambat nitrogen dalam upaya peningkatan produksi jagung. Jurnal galung
tropika, 8 (1) april 2019, hlmn. 64 – 73.
Lingga dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Redaksi Agromedia,
Locascio, S.J. and W.M. Stall. 1994. Bell Pepper Yield as Influenced by Plant Spacing and Row
Arrangement. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 119:899–902.
Lorenzoni, M.Z., Roberto R, Álvaro H.C.D.S., Cássio D.C.S, Tiago L.H and Paulo S.L.D.F.
2015. Response of Bell Pepper Crop Fertigated with Nitrogen and Potassium Doses in
Protected Environment. Lorenzoni et al., Agrotechnology 2016, 5:2
Loveless, AR. 1991. Principles of plant biology to the tropics. Gramedia. Jakarta
Mastur, S., dan Syakir M. 2015. Peran dan pengelolaan hara nitrogen pada tanaman tebu untuk
peningkatan produktivitas tebu. Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertania. Perspektif Vol. 14 No. 2.
Miswar. 2010. Respon enzim metabolisme senyawa nitrogen pada tanaman tembakau transgenik
yang membawa gen sucrose phosphate synthase (SPS) tebu (Saccharum officinarum L.).
Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS. Jember.
Nikmah, K., dan Miswar M. 2019. Peningkatan kemampuan serapan nitrogen (N) tanaman padi
(Oryza sativa L.) melalui mutasi gen secara kimiawi. Jurnal Agritop. Vol. 17(1).
Novoa, R and R.S.Lomis. 1981. Nitrogen and Plant Production. Plant and Soil , 1981, Vol. 58,
No. 1/3,
Oaks, A. (1994) Primary nitrogen assimilation in higher plants and its regulation. Can. J. Bot.
72: 739–750.
Peter,JL. 2004. Nitrogen. Encyclopedia of Plant and Crop Science.Marcel Dekker, Inc.
Prasetyo, N. dan Kusberyunadi M. 2015. Respon beberapa varietas cabai merah (Capsicum
annuum L.) pada berbagai jenis pupuk kandang. Universitas PGRI. Yogyakarta.
Purnomo, J. 2003. Pemupukan berimbang pada tanaman cabai pada tanah typic hapludands di
cikembang, sukabumi. Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitan Tanah. Prosiding
Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi. Bogor.
Raven, J. A., and Smith, F. A. (1976) Nitrogen assimilation and transport in vascular land plants
in relation to intracellular pH regulation. New Phytol. 76: 415–431
Roorda van Eysinga, J.P.N.L. and M.Q. van der Meijs. 1981. Disorders in red sweet pepper
fruits. Ann. Rpt. Glasshouse Crops Res. Expt. Sta., Naaldwijk, 1979, 24–25

32
Sagiv, B., A. Feigin, B. Sternbaum, D. Globerson, R. Elyasi, and Z. Cohen. 1987. The response
of pepper (cv. ‘Maor’) to manure and to fertilization: The effect of manure and N
fertilizer on fruit yield, dry matter production and nutrient uptake by pepper. Hasade
68:48–51 (in Hebrew)
Sarro, M.J., L. Gonzalez, and J.M. Penlosa. 1995. Response of pepper plants to different periods
of nitrate and ammonium fertilization. Acta Hort. 412:439–446
Sumarni, N. dan Agus M. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Balai penelitian tanaman
sayuran Panduan Teknis PTT Cabai Merah No.2
Taiz, L and E.Zigler. 2002.Plant Physiology 3rd Edition. Sinauer Associates.
Takacs, E. and L. Tecsi. 1992. Effects of NO3–/NH4+ ratio on photosynthetic rate, nitrate
reductase activity and chloroplast ultrastructure in three cultivars of red pepper
(Capsicum annuum L.). J. Plant Physiol. 140:298–305.
Takai, K. 2019. The Nitrogen Cycle: A Large, Fast, and Mystifying Cycle. Microbes Environ.
Vol. 34, No. 3, 223-225.
Tando, E. 2018. Upaya efisiensi dan peningkatan ketersediaan nitrogen dalam tanah serta
serapan nitrogen pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Buana Sains Vol 18 No 2: 171 – 180.
Taroreh, F. L., Ferry K., dan Jubhar M. 2016. Transformasi Nitrogen secara Biologis di Air
Panas Sarongsong Kota Tomohon. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan.
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Taufik,I,. Sigit S, dan A. Mudjiharjati. Kemampuan Dosis Pupuk Za Dan Waktu Pewiwilan
Tunas Lateral Terhadap Hasil Dan Kualitas Cabai Besar. Berkala Ilmiah PERTANIAN.
Volume 1, Nomor 1, Agustus 2013,
Tripama, B. dan Pebrian D. P. 2015. Aplikasi pemupukan nitrogen dan molybdenum terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman buncis blue lake (Phaseulus vulgaris) di tanah
entisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Agritrop. Jember.
Yuliana, A. I., dan Mohamad N. 2019. Kajian hubungan antara kadar nitrogen media tanam dan
keragaan tanaman bawang daun pada sistem vertikultur. Seminar nasional multidisiplin.
UNWAHA. Jombang.
Zornoza, P., J. Caselles, and O. Carpena. 1989. Effect of NO3–/NH4+ ratio and light intensity on
nitrogen partitioning in pepper plants. J. Plant Nutr. 12:306–317.

33

Anda mungkin juga menyukai