Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TANAMAN LANJUT I

SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK TANI NGUDI


REJEKI, NGIPIKREJO, BANJARARUM, KALIBAWANG, KULON
PROGO

Disusun oleh :

Yohanes Tri Santosa 20/466565/PPN/04592

Dosen Pengampu :

Ir. Budiastuti Kurniasih, M.Sc., Ph.D.


Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc.
Taufan Alam, S.P., M.Sc.

PROGRAM STUDI AGRONOMI


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

II.PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1. Kelompok Tani Organik Ngudi Rejeki.......................................................... 2
2.2. Deskripsi Lokasi dan Analisis Lingkungan ................................................... 4
2.3. Keragaman Biodiversitas Lahan Pertanian Organik...................................... 8
2.4. Manajemen Budidaya Tanaman Organik ...................................................... 10
2.5.Analisis Nutrisi Beras ..................................................................................... 18
2.6. Analisi Ekonomi ........................................................................................... 19
2.7. Analisis Energi............................................................................................... 20
2.8. Fluktuasi Hasil Gabah Pertanian Organik ..................................................... 22
2.9. Pengaruh, Manfaat,dan Stabilitas Pertanian Organik. ................................... 24
2.10.Penerapan Konsep Pertanian Organik di Lahan Berbeda ............................. 26
III. KESIMPULAN ........................................................................................................... 28
IV. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29
V. LAMPIRAN ................................................................................................................. 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakag


Sebagai negara yang memiliki sejarah panjang dalam dunia pertanian, banyak
perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian Indonesia. Sejarah panjang pertanian Indonesia
dimulai dengan sistem pertanian dengan ladang berpindah hingga menjadi sistem pertanian
berbasis 4.0 dan 5.0. Berbagai perkembangan pertanian yang terjadi dari masa ke masa
tentunya diiringi berbagai perubahan budaya, sistem serta teknologi yang terlibat di dalamnya.

Pertanian organik merupakan salah satu bagian dalam sistem pertanian yang
berorientasi pada lingkungan, ekonomi, dan sosial secara menyeluruh. Kepentingan aspek
lingkungan diseimbangkan dengan kepentingan ekonomi serta tatanan sosial serta kearifan
lokal suatu daerah pertanian. Teknik budidaya yang sesuai dengan nilai-nilai alam tentunya
akan berdampak pada daya dukung lingkungan terhadap hasil pertanian dalam hal ini, bisa
diukur dalam produktivitas serta produksi hasil pertanian. Pertanian organik adalah salah satu
upaya untuk memprioritaskan kesehatan alam serta keseimbangan linngkungan sebagai daya
dukung pertumbuhan dan hasil pertanian. Dengan adanya tanah yang sehat, keseimbangan
rantai makanan, serta minimnya residu kimia dalam implementasi di lapangan, hal ini akan
berdampak pada hasil pertanian yang semakin meningkat. Tanah yang sehat sebagai media
tumbuh akan mempengaruhi hasil tanama karena kualitas sifat fisik, kimia dan biologis tanah
akan mempengaruhi kesuburan tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Dari
sisi kesehatan lingkungan, berkurangnya penggunaan bahan kimiawi di lapangan tentunya
akan mempengaruhi kesehatan lingkungan karena mengurangi dampak negatif pencemaran
lingkungan.

Dengan adanya implementasi pertanian organik, hasil panenan akan terjaga


kualitasnya. Petani akan terhindar dari resiko gangguan kesehatan akibat paparan pestisida
berlebihan, lingkungan akan menjadi lestari, serta produk yang dihasilkan akan mampu
memenuni aspek kesehatan. Para konsumen juga akan terhindar dari resiko penyakit tertentu
akibat sehatnya kandungan makanan yang dikonsumsi.

Untuk mengetahui proses kegiatan pertanian secara lebih detail, perlu dilakukan
analisis menyeluruh terhadap kegiatan pertanian organik di lapangan. Pengamatan dan

1
pengambilan data lapangan dilakukan di kelompok tani “Ngudi Rejeki” di Kalibawang, Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok tani ini telah berpengalangan di lapangan
terkait budidaya tanaman padi dan palawija di lahan sawah. Pengamatan keseimbangan energi
serta penghitunganya dilakukan untuk memperoleh gambaran serta efektivitas energi yang
digunakan. Penghitungan nilai ekonomis juga dilakukan untuk melihat kelayakan (suitability)
kegiatan usaha tani organik di lapangan. Analisis lingkungan di lahan juga diperlukan untuk
mengetahui gambaran kondisi lahan pertanian serta berbagai ancaman yang akan terjadi di
lapangan.

1.2.Tujuan

Dalam makalah ini, beberapa tujaun yang dipaparkan antara lain (1) mengetahui dan
menganalisis gambaran proses pertanian organik di lahan dari awal hingga akhir; (2)
Mengetahui gambaran keseimbangan energi pada sistem pertanian organik; (3) Mengetahui
analisis ekonomi pada sistem pertanian organik. (4) Mengetahui produktivitas, stabilitas, serta
sustainabilitas pertanian organik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kelompok Tani Organik Ngudi Rejeki

Dalam penyusunan makalah kegiatan pertanian organik ini, pengambilan data primer
dilakukan di kelompok tani organik “Ngudi rejeki”. Kelompok tani ini merupakan kelompok
tani organik yang beralamat di Ngipikrejo 2, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang,
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seluruh hamparan sawah para
anggota kelompok sudah tersertifikasi Organik oleh “Lembaga Sertifikasi Organik (LSO)
Persada” dari Sleman.

Gambar 1. A. Sertifikat Organik yang dikeluarkan yang Sesuai dengan SNI. B. Lokasi Survey dan Pengambilan
Data Pertanian Organik

Dalam perjalanannya, proses sertifikasi lahan dimulai pada tahun 2014 dengan bantuan
dari Bank Indonesia yang dilakukan pada lahan seluas 3,25 hektar (ha) yang terdiri dari 9 petak
dengan komoditas padi dan palawija. Pada tahun 2015, jumlah lahan yang disertifikasi
mengalami peningkatan yakni seluas 12 hektar yang terdiri dari 28 petak. Pada tahun 2016,
terjadi penambahan jumlah luasan menjadi ±10 hektar (ha). Hingga tahun 2019, total luasan
lahan tersertifikasi mencapai 27 hektar yang terdiri dari 83 anggota kelompok. Luasan ini
berkembang pesat dari 3,25 hektar pada tahun 2014. Peningkatan luasan ini tentunya akibat
semakin prospektifnya pertanian organik karena memberikan banyak kemanfaatan terutama
dari segi ekonomi serta lingkungan. Harga panen yang diperoleh lebih tinggi serta kesehatan
lingkungan sekitar juga masih terjaga karena penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimiawi
yang sudah berkurang pesat.

3
Dalam prakteknya secara garis besar, kegiatan sertifikasi pertanian organik ini meliputi
kegiatan analisis kandungan hara tanah, air irigasi, kandungan pupuk organik, analisis proses
kegiatan pertanian, serta analisis kandungan nutrisi dan logam berat gabah. Kegiatan sertifikasi
akan dievaluasi setiap musim tanam karena harus dilakukan secara ketat terhadap kegiatannya
yang meliputi sertifikasi pra-budidaya serta pasca budidaya tanaman.

2.2. Deskripsi Lokasi dan Analisis Lingkungan

Pertanian organik di kelompok tani “Ngudi Rejeki” mulai dilaksanakan pada tahun
2014 dengan inisiasi dari Bapak Ngatirin selaku ketua kelompok tani serta kepala dukuh
setempat. Komoditas yang ditanam di lahan ini sebagian besar adalah komoditas padi dan
palawija. Penanaman padi dilakukan secara 2 kali yakni pada musim tanam I (November-
Maret) dan II (April-Juli) dalam setahun dan palawija sekali dalam setahun yakni pada bulan
(Agustus-Oktober). Pola tersebut bisa berubah tergantung situasi serta kondisi lingkungan
setempat.

Gambar 2. Titik Lokasi, Ukuran Keliling dan Luas Lahan Pengamatan Lahan Organik di
Kalibawang, Kulon Progo. A. Lokasi Lahan ke-1. B. Lokasi Lahan ke-2. C. Lokasi Lahan
ke-3. D. Lokasi Semua Lahan.

4
Lokasi pengamatan lahan dan pengambilan data dilakukan pada tiga lokasi yang
berbeda namun berdekatan. Lokasi lahan pertama seluas 3.300 m2 dengan keliling 306 meter.
Lokasi lahan ke-2 mempunyai luas 6.885 m2 dengan keliling 789 Meter. Pada lahan ke-3,
luasnya mencapai 2249 m2 dengan keliling mencapai 424 meter. Lokasi lahan tersebut saling
berdekatan yabng dikelilingi oleh kawasan perbukitan Menoreh. Di seluruh hamparan
tersebut, semua kegiatan pertanian sudah dilaksanakan secara organik dan terintegrasi satu
dengan yang lain. Hingga saat ini, para pelaku pertanian di daerah tesebut sudah bersepakat
untuk melaksanakan pertanian secara organik dan sudah meninggalkan pertanian
konvensional yang berbasis kimiawi.

Gambar 3. Hasil Pengukuran dan Pengamatan Koordinat lokasi Lintang dan Bujur Lahan,
Suhu, Intensitas Cahaya, Ph Tanah dan Kelembaban di Lokasi Lahan Pertanian di
Kalibawang, Kulon Progo, DIY.

Pada pengamatan iklim mikro lingkungan tersebut yang dilakukan pada 3 lokasi lahan
yang berbeda, suhu disekitar lahan tersebut berkisar antara 36°C pada siang hari. Intensitas
cahanya mencapai 450-500 x 10.000 lux di atas tajuk dan dibawah tajuk mencapai 187-150 x
10.000 lux. Cahaya yang dapat ditangkap oleh tanaman berkisar 300 x 10.000 lux.
Kelembaban udara di sekitar areal pertanaman mencapai 45%. Nilai pH tanah masih berada
pada kisaran 7. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah masih berada dalam kondisi netral
sehingga mampu mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman.

5
Gambar 4. A. Sisi Utara Lahan yang terlihat hamparan sawah. B. Timur lahan yang
berbatasan dengan Sungai Tinalah, Kulon Progo. C. Sisi Barat Lahan Berbatasan dengan
perbukitan Menoreh. D.Sisi Selatan yang juga terlihat hamparan sawah dengan berbagai
tanaman tahunan.

Kondisi geografis lahan pertanian organik milik kelompok tani “Ngudi Rejeki”
dikelilingi oleh Kawasan perbukitan Menoreh. Keberadaan lahan ini termasuk strategis karena
intensitas cahayanya optimal. Sumber air sangat melimpah dari sungai Tinalah dan Progo
sehingga kegiatan pertanian organik dapat berlangsung sepanjang tahun tanpa kekhawatiran
adanya defisiensi air bagi tanaman.

Meskipun dengan beragam keunggulan yang terdapat di dalamnya, lokasi pertanian


organik di lahan ini tentunya memiliki sisi negatif. Hal ini terkait dengang tingginya persebaran
organisme pengganggu tanaman (opt). Lokasi lahan yang banyak ditumbuhi oleh tanaman
tahunan tentunya akan menguntungkan bagi bertenggernya burung pipit (Estrildid finches).
Burung pipit mampu menjadi hama utama pada tanaman padi ketika padi memasuki fase
generatif. Burung ini senang mengkonsumsi gabah padi ketika kondisi belum matang atau
dalam kondisi masak susu. Banyak gabah yang hilang dari malainya akibat dikonsumsi oleh
burung pipit. Lokasi yang berdekatan dengan badan sungai tentunya akan memudahkan tikus
untuk menyerang tanaman. Badan sungai dimanfaatkan tikus untuk tempat tinggal karena

6
berdekatan dengan sumber air. Masifnya serangan tikus tentunya menjadi momok bagi petani
organik di daerah ini karena hewan pengerat jenis ini sulit dikendalikan hingga saat ini.

Tabel 1 Analisis Kandungan air

Parameter Satuan Air Keterangan


Biological Oxygen Demand (BOD) ppm 18,8 1 – 2 mg/L (Sangat baik)
Chemichal Oxygen Demand (COD) ppm 200,1 Maksimum 100 mg/L
Kandungan Logam berat
A.16.24
Arsenik (As) ppm TTD
Oksidasi Basah,
Mercury(Hg) ppm 0,05 Maksimum 0,0005 mg/L
HNO3+HCL4S
Timbal (Pb) ppm TTD pektrometri I.K. 5.4 m
Cadmium(Cd) ppm TTD
Keterangan : TTD =Tidak ditemukan unsur / senyawa tersebut
Sumber : Persada, 2016

Dalam mengalisis kandungan air, terdapat beberapa parameter yang digunakan.


Parameter tersebut antara lain Biological Oxgen Demand (BOD), Chemichal Oxygen
Demmand (COD) serta kandungan logam berat seperti kandungan Arsenik (As), mercury
(Hg), timbal (Pb), dan cadmium (cd). BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah
oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik didalam
air. Nilai BOD air di lahan mencapai 18,8 ppm atau sangat baik masih diatas standar yang
ditetapkan. Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah kebutuhan senyawa kimia
terhadap oksigen untuk mengurai bahan organik. Nilai COD yakni 200 ppm yang menunjukkan
nilai COD yang masih sangat baik. jika nilai BOD semakin tinggi maka semakin buruk kualitas
air dan akan menurunkan nilai Disolved Oxygen (DO), dikarenakan banyaknya kandungan
mikroorganisme pada air.

Pada nilai kandungan logam berat pada air irigasi yang telah disurvey, kandungan
timbal, arsenic dan cadmium tidak ditemukan namun terdapat kandungan mercury pada
kandungan air di dalamnya. Dampak adanya logam berart ini bisa berbahaya bagi lingkungan.
Logam-logam tersebut diketahui dapat mengumpul dan tinggal di dalam tubuh suatu organisme
dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fatmawimira et al, 2015).

Tabel 2. Analisis Kandungan Tanah Yang Dilakukan Oleh LSM Persada Dalam
Kegiatan Sertifikasi Organik Tanah Persawahan.

No Parameter Nilai Satuan Metode Keterangan


1 C-Organik 1,39 % Walkly & Black rendah

7
sangat
2 N Total-NO3 21,67 Ppm Kjeldahl tinggi
3 P2O5 Potensial 93 mg/ 100g HCL 25% sangat tinggi
4 K2O Potensial 27 mg/ 100g HCL 25% sedang
5 Ca-dd 11,54 Cmol (+) kg-1 AAS tinggi
6 Mg-dd 6,09 Cmol (+) kg-1 AAS tinggi
7 K-dd 0,84 Cmol (+) kg-1 AAS tinggi
8 Na-dd 0,02 Cmol (+) kg-1 AAS tinggi
Logam berat:
9 As 0,27 Ppm Ekstrak HNO3+HCLO4 batas normal
10 Hg 3,5 Ppm Ekstrak HNO3+HCLO5 batas kritis
11 Pb 14,06 Ppm Ekstrak HNO3+HCLO6 batas normal
12 Cd 0,02 Ppm Ekstrak HNO3+HCLO7 batas normal
13 pH Tanah 7,1 pH Meter netral
Sumber : Persada, 2016

Pada analisa kandungan tanah yang dilakukan oleh LSM Persada dalam kegiatan
sertifikasi lahan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa terjadi keragaman pada kondisi kimiawi
tanah. Kandungan Calsium (Ca), Magnesium (mg), Kalium (K), Natrium (Na), Nitrogen (N),
Phospor (P) yang merupakan kandungan unsur hara makro tanaman tersedia dalam jumlah
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah mendukung untuk pertumbuhan
tanaman padi. Jika dilihat dari nilai kandungan logam beratnya, nilai unsur timbal (Pb),
Cadmium (Cd), Arsenik (As) masih berada dalam batas normal namun kandungan merkuri
(Hg) berada dalam batas kritis. Logam berat dalam tanah berimplikasi pada terangkutnya
logam berat tersebut dalam jaringan tanaman, terutama bila logam berat terdapat dalam bentuk
terlarut. Bila tanaman yang mengikatnya adalah tanaman pangan seperti padi, maka
pencemaran logam berat akan lebih berbahaya bagi manusia. Hasil tanaman padi sawah yang
mengandung logam berat seperti Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan Ni dapat tertranslokasi dalam
jerami dan beras. Jika masuk ke tubuh manusia, logam berat dapat membahayakan tubuh dan
menyebabkan toksisitas kronis sehingga dapat merusak fungsi organ hati, ginjal, dan
kerapuhan tulang (Ratnawati, 2018).

2.3. Keragaman Biodiversitas Lahan Pertanian Organik

Tentunya di lahan agroekosotem tanaman padi organik, terdapat beberapa tanaman yang
tumbuh. Beberapa tanaman tersebut diamati dan dihitung populasinya berdasarkan luasan
lahan tertentu.

Tabel 3. Analisis Keragaman di Lahan Pertanian Organik Berdasarkan Indeks Shannon.

8
Dalam kegiatan di lapangan, dilakukan pengamatan biodiversitas tanaman pada lahan.
Pengamatan dilakukan pada 3 jenis lahan yang berbeda dengan luas kurang lebih 1000 m2. Dari
beberapa jenis tanaman tersebut kemudian dihitung jumlah populasinya untuk masing-masing
spesies. Penghitungan keragaman tanaman di lokasi lahan pertanian dengan menggunakan
Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan formulasi dari Shannon yang biasa digunakan
untuk menganalisa biodiversitas suatu ekosistem (Nahlunisa et al, 1994).

Dari hasil penghitungan Indeks Shannon, menunjukkan bahwa keanekaragaman di lahan


pertanian budidaya organik tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Indeks Shannon
sebesar 1,6 yang menunjukkan keanekaragaman yang kecil. Kecilnya nilai keanekaragaman di
lahan pertanian terjadi karena petani hanya terfokus pada pengembangan tanaman tertentu yang
bermanfaat dalam mendukung pengembangan pertaniannya.

Dalam pengembangan biodiversitas lahan, tentunya terdapat beberapa langkah dalam


meningkatkan biodiversitas tanaman. Pengembangan biodiversitas dapat dilakukan dengan
penanaman tanaman yang baru di area lahan yang belum tertanami mengingat beberapa bagian
lahan masih bisa ditanaman oleh jenis tanaman tertentu sehingga bermanfaat untuk

9
meningkatkan biodiversitas. Namun dalam biodiversitas, penanaman tanaman harus
mendukung perkembangan budidaya tanaman utama yakni padi dan kacang tanah sehingga
tidak menggangu produksi dan produktivitas tanaman utama.

2.4. Manajemen Budidaya Tanaman Padi Organik

Dalam menjalankan kegiatan pertanian organik tanaman padi di lahan, terdapat beberapa
tahapan yang dilakukan. Semua tahapan tersebut tentunya harus mengikuti kaidah yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pertanian organik.

2.4.1. Persiapan bahan tanam dan Input Pertanian

Kegiatan ini meliputi penyiapan bahan-bahan serta input pertanian pertanian organik.
Bahan-bahan/ material ini tentunya digunakan dalam rangka mendukung kegiatan pertanian
organik sehingga hasil tanaman sesuai dengan potensi di lapangan.

1. Benih

Pada sistem pertanian organik tentunya terdapat beberapa benih padi yang digunakan.
Benih tersebut tentunya harus berkualitas dalam hal ini harus memenuhi standar. Benih
bermutu merupakan benih berlabel dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang
tinggi (> 80%). Ciri benih bermutu adalah benih murni dari suatu varietas, berukuran
penuh dan seragam, daya tumbuh baik, bebas dari biji gulma, penyakit , hama, atau bahan
lainnya (Ema, 2012).

Dalam melakuan budidaya tanaman secara organik, sebagai bahan pertimbangan,


tentunya diperlukan beberapa hal terkait dengan persiapan untuk benih padi yang
digunakan. Padi yang digunakan adalah jenis padi yang memiliki keunggulan rasa seperti
pandanwangi, mentik susu, IR-64, atau Ciherang. Namun di lahan pertanian organik di
Kulon Progo ini, digunakan padi jenis Menur yang memilki keunggulan rasa yang enak,
tahan terhadap serangan Blast (Pycularia oryzae), serta berproduktivitas tinggi.

2. Pupuk Organik

Pupuk organik merupaka elemen penting dalam budidaya tanaman organik karena
kesuburan tanahnya akan bergantung pada masukan dari pupuk organik ini. Tidak adanya
penggunaan pupuk kimiawi dalam pertanian organik tentunya mengakibatkan orientasi

10
penggunaan pupuk organik semakin meningkat. Dalam pertanian organik yang dijalankan
oleh kelompok tani ini, pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik kompos dan
cair. Pupuk organik kompos berasal dari campuran berbagai nutrisi alami seperti pupuk
kandang sapi, biostarter (MA11), gula, dan sekam yamg dicampur dan difermentasi.
Proses fermentasi ini membutuhkan waktu ±21 hari hingga menjadi kompos. Perubahan
kompos menjadi lebih matang ditandai dengan perubahan warna kompos menjadi lebih
hitam, aroma yang ditimbulkan menjadi lebih wangi seperti tape .

Tabel 4. Analisis Kandungan Pupuk Organik

Nutrien Satuan Sampel 1 Sampel 2 Rata-rata


PH 6,7 6,7 6,7
Air % 22,9 22,94 22,92
C-organik % 4,7 4,7 4,7
Bahan Organik % 8,21 8,19 8,2
Nitrogen % 1,4 1,38 1,39
Phospor (P2O5) % 0,7 0,72 0,71
Kalsium (CaO) % 9,9 9,7 9,8
Kalium (K2O) % 0,38 0,36 0,37
Humid Acid % 4,2 4,8 4,5
Besi (Fe2O3) PPM 1340,2 1345,9 1341,4
Sumber : Persada, 2016

Dalam pertanian organik, kandungan nutrisi dari pupuk organik tentunya akan
dianalisa sehingga menghasilkan pupuk yang mendukung bagi perumbuhan tanaman.
Pupuk organik diatas menunjukkan tingkat pH yang netral, kandungan nitrogen, kalsium,
asam humid, phosphor yang rendah jika dibandingkan pupuk kimia. Namun pupuk organik
kompos dari feses ternak mengandung beberapa keunggulan. Feses ternak sebagai limbah
ternak banyak mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium
(K2O), dan Air (H2O). Selain unsur makro, terdapat unsur hara mikro diantaranya Kalsium
(Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) (Crawford, 2003).

Tabel.5 Analisis Kandungan Logam Berat Pupuk Organik

Pupuk
Parameter Satuan Organik Metode Keterangan
PO.16.72
Arsenik (As) ppm 0,11 Oksidasi Basah, Maksimum 10
HNO3+HCL4

11
Mercury(Hg) ppm 0,16 Spektrometri I.K. 5.4 m Maksimum 1
Sumber : Persada, 2016

Jika melihat dari hasil analisi kandungan logam berat pada pupuk organik,
terdapat beberapa kandungan logam berat yang terkandung di dalamnya. Kandungan
Arsenik (As) dan Mercury (Hg) masih dibawah rata-rata yang dipersyaratkan dalam
sistem pertanian organik. Kandungan arsenik dan Mercury masing-masing sebesar 0,11
dan 0,16. Nilai tersebut masih dibawah batas maksimum yang dipersyaratkan yakni 10
ppm arsenik dan 1 ppm untuk kandungan mercury.

4. Pestisida

Pestisida merupakan salah satu unsur penting dalam megndalikan hama dan penyakit
tanaman. Keberadaannya diperlukan jika terjadi ledakan serangan pathogen dan hama
penyakit. Pemilihan bahan baku dari alam tentunya harus dipertimbangkan secara
matang agar efektivitas penggunaannya sangat tinggi.

Gambar 5. A. Tembakau Rajangan. B. Akar tuba. C. Daun Glirisida. D. Umbi Gadung

Di dalam pertanian organik di kelompok tani “Ngudi Rahayu”, terdapat


beberapa bahan baku pembuatan pestisida. Bahan baku tersebut antara lain tanaman
glirisida, akar tuba, daun tembakau, serta umbi gadung. Masing-masing tanaman
tersebut memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda dan saling
melengkapi. Senyawa yang dihasilkan dari gabungan ekstraksi ke-4 tanaman diatas
12
tentunya akan menghasilkan senyawa beracun namun dapat terurai secara alami oleh
alam. Sifat senyawa alami tentunya mudah terurai sehingga mampu mengurangi
dampak pencemaran lingkungan akibat senyawa kimiawi sintesis yang sulit terurai di
lahan pertanian. Akar tuba mengandung rotenone (C23H22O6) yang dapat membunuh
ulat, sementara umbi gadung mengandung senyawa dioskorin, diosgenin, dan dioscin
(Muhidin et al., 2013). Tanaman tembakau dapat dijadikan sebagai pestisida organik
karena kandungan nikotinnya yang tinggi mampu mengusir hama pada tanaman
(Wulandari, 2013). Daun Glirisida mengandung senyawa kimia antara lain flavonoid,
saponin dan steroid yang pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan sebagai racun
perut sehingga menyebabkan hama mengalami kematian (Farnsworth 1996).

2.3.2.Manajemen Budidaya

Setelah bahan/ input disiapkan, tentunya kegiatan manajemen budidaya


dilakukan sesuai dengan tahapan yang sudah disusun. Terdapat beberapa tahapan yang
harus disusun dalam rangka meningkatkan hasil tanaman terkait budidaya tanaman padi
dari awal pengolahan tanah hingga panen.

1. Pengolahan Lahan

Sebelum dilakukan penanaman, lahan dilakukan pengolahan terlebih dahulu.


Hal ini bertujuan untuk memperbaiki aerasi dan drainasi tanah yang dapat mendukung
pertumbuhan tanaman. Jika kebutuhan tanaman akan air dan unsur hara terpenuhi,
maka pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.

Proses awal pengolahan yakni dilakukan dengan pentraktoran lahan. Dalam


prosses ini, tanah dilakukan proses pembalikan, penghancuran, dan penghalusan.
Waktu yang diperlukan untuk pengolahan lahan sebesar 1 hektar biasanya cukup
dengan 1 hari menggukan 3 trakor. Setelah 3 hari pasca pengolahan, pemberian pupuk
kompos dilakukan pada lahan. Pada luasan 1 hektar (10.00 m2), dibutukan penambahan
pupuk kandang sebesar 5 ton per hektar. Pupuk kandang diberikan secara merata pada
luasan tersebut. Pemberian pupuk kandang ini tentunya akan membantu pemberian
unsur hara pada tanah sehingga defisiensi nutrisi pada tanaman akn bisa berkurang.
Manajemen pengolahan tanah dan penerapan pupuk adalah faktor utama yang
mempengaruhi sifat fisik tanah. Pengolahan tanah dan pupuk kandang sering memiliki
pengaruh signifikan pada kepadatan, kelembaban, dan porositas tanah. Pengolahan

13
tanah adalah praktik yang dilakukan untuk melonggarkan tanah dan menghasilkan
panen yang baik (Ahmad et al., 1996).

2. Penanaman

Setelah dilakukan pengolahan lahan dengan melakukan pentraktoran lahan dan


penambahan pupuk hara, bibit padi yang berumur 14-18 hari setelah sebar (HSS)
dilakukan penanaman di lahan. Kegiatan ini dilakukan 1 hari pasca pengolahan lahan.
Secara teknis, penanaman tanaman padi ini menggunakan metode penanaman jajar
legowo 2:1. Jarak dalam bari 25 cm , antar baris sebesar 25 , sisi lebar / legowo sebesar
40 cm.

Gambar 6. Pola tanam Jajar Legowo 2:1 di Lahan Pertanian

Penggunaan sistem jajar legowo ini memiliki keunggulan dalam meningkatkan


hasil tanaman serta memudahkan perawatan tanaman terkait dengan proses
penyemprotan pupuk organik dan pestisida. Penanggulan gulma dapat dilakukan
dengan mudah karena terdapat area legowo yang luas sehingga memudahkan dalam
pencabutan gulma. Keuntungan dari sistem tanam jajar legowo adalah menjadikan
semua tanaman atau lebih banyak tanaman menjadi tanaman pinggir. Tanaman pinggir
akan memperoleh sinar matahari yang lebih banyak dan sirkulasi udara yang lebih baik,
unsur hara yang lebih merata, serta mempermudah pemeliharaan tanaman (Mujisihono
et al., 2001).

14
3. Pemupukan Susulan

Pemupukan pada tanaman dilakukan dalam rangka menambah kesuburan


tananama. Pada sistem pertanian yang dilakukan oleh petani, pemberian pupuk organik
dilakukan dengan melakukan penyemprotan pada daun. Perlakuan pemberian pupuk
organik dilakukan pada tanaman berusia 14,21,28,35, dan 42 hari setelah tanam (hst).
Bahan pupuk organik cair ini berasal dari urin hewan. Pupuk Organik Cair (POC) dari
urine sapi memiliki 3 fungsi utama yaitu sebagai pupuk cair bagi tanaman, sebagai zat
pengatur tumbuh tanaman dan juga sebagai pestisida nabati. Kandungan Nitrogen (N)
pada urine sapi sekitar 1% lebih tinggi dari pada kotoran padat yang hanya 0,4%,
kandungan Phosphor Urine sapi sekitar 0,5%, ini lebih tinggi dari pada kotoran padat
yang hanya 0,2% (Fardenan, 2018).

4. Manajemen Air

Air adalah bagian penting dalam lingkungan berperan penting dalam proses
fisiologis tanaman. Efisiensi penggunaan air merupakan aspek penting terkait dengan
peningkatan nilai ekonomi padi. Penelilian yang dilakukan oleh Abas et al 1985
melaporkan bahwa penggunaan air secara macak-macak memberikan hasil yang lebih
tinggi 2-3 tinggi dibandingkan penggenangan secara terus menerus.

Di setiap fase pertumbuhan, pemberian air pada tanaman harus diatur sehingga
pertumbuhannya berlangsung secara optimal. Pada umur 0-40 hari setelah pindah
Tanam (HSPT), air harus diberikan tanaman dalam kondisi macak-macak. Kondisi
macak-macak ini bisa disebut kondisi kapasitas lapang serta tidak adanya genangan
berlebihan air. Jika terjadi genangan yang berlebihan, tanaman tidak akan bertumbuh
secara optimal karena kondisi tanah yang anaerob sehingga jumlah oksigen yang
diperlukan oleh tanaman untuk respirasi sangat terbatas jumlahnya. Pada umur 45-65
hari, ketika tanaman sudah mulai mengeluarkan malai, pemberian air harus digenangi
dengan ketinggian 5 cm. Hal ini tejradi karena tanaman harus membutuhkan banyak air
untuk pembentukan malai dan gabahnya. Banyak Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang
dibentuk dalam proses ini sehingga input yang diberikan terutama air harus diberikan
dalam bentuk yang mencukupi. Setelah umur 65 Hari Setelah Pindah Tanam (HSPT),
pemberian air harus mulai dikurangi. Kondisi sawah harus dikeringkan dan
dikembalikan lagi dalam kondisi macak-macak. Hal ini terjadi karena tanaman sudah

15
mencapai fase penuaan dimana kebutuhan tananam mulai berkurang. Pengurangan
volume air di lahan juga akan mempercepat proses pengerasan gabah.

5. Manajemen Organisme Pengganggu Tanaman

Organisme pengganggu tanaman ini tentunya sangat berpengaruh pada hasil padi.
Berbagai kerusakan serta penurunan hasil pada tanaman tentunya dipengaruhi organisme
biotik tertentu. Terdapat 3 jenis organisme biotik yang menggangu pertumbumbuhan
tanaman dan mengurangi hasi tanaman padi. Organisme tersebut meliputi hama, pathogen
dan gulma.

A.Hama tanaman

Pada tanaman padi, terdapat beragam hama yang menyerang pada tanaman organik
padi di lahan pertanian petani ini. Terdapat hama umum yang menyerang pada tanaman
padi dan dianggap merugikan. Hama-hama tersebut antara lain Wereng Coklat
(Nilaparvata lugens) , Tikus (Rattus argentiventer) , Burung pipit (Estrildid finches) , Ulat
penggerek Batang / Scirpophaga innotata (sundep dan beluk).

Gambar 7. A. Tanaman Kenikir. B. Rumah Burung Hantu di Pinggir Sawah. C. Serangan


Beluk Pada Padi. D. Burung Pipit Memakan Gabah Padi

16
Pengendalian hama diatas dapat dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan
lingkungan. Petani melakukan observasi terhadap populasi hama dan musuh alaminya.
Jika hama sudah melebihi ambang ekonomis, perlakuan yang dilakukan yakni dilakukan
dengan penyemprotan pestisida organik yang telah dibuat sebelumnya. Bahan-bahan
pestisida yang digunakan antara lain tembakau, akar tuba, daun glirisida, dan umbi gadung.
Pengendalian hama dan pathogen dilakukan dengan cara preventif yakni penanaman
tanaman kenikir untuk menarik wereng coklat serta pembuatan rumah burung hantu untuk
menanggulangi serangan tikus yang sewaktu-waktu masif terjadi serta penyemprotan
dengan menggunakan pestisida yang telah dibuat sebelumnya.

B. Patogen tanaman

Dalam pengendalian pathogen tanaman, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan.
Secara preventif yakni dilakukan dengan mengatur pola tanam yang lebar dengan jajar
legowo 2:1, penggunaan beauvaria bassiana sebagai fungisida organik dalam
mengendalikan berbagai jamur tertentu pada tanaman. Patogen yang menyerang tanaman
padi organik adalah adanya jamur Pycularia oryzae yang menyebabkan kebusukan batang
pada malai padi atau disebut putus leher.

C. Gulma

Gulma di tanaman pertanian organik organik akan lebih intens muncul karena
manajemen air yang macak-macak sehingga potensi pertumbuhan gulma akan terjadi
lebih cepat. Untuk pengendaliannya, digunakan cara secara tradisoional dengan
menggunakan Osrook (alat pengeruk tanah). Proses pematunan atau penyiangan gulma
dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam (HST) dan 35 hari setelah tanam (HST).
Kebersihan serta sanitasi lahan akan berguna dalam menjaga pertumbuhan tanaman serta
menghindarkan tanaman dari potensi persaingan hara antara tanaman dengan gulma.
Kondisi lahan yang bersih tentunya akan mengurangi serangan hama dan pathogen
tertentu karena beberapa jenis gulma sering dijadikan inang bagi hama tertentu.

2.3.3. Panen

17
Panen padi organik dengan kultivar Menur dilakukan pada saat padi sudah menguning
dan gabah sudah berbobot. Malai merunduk dengan daun padi yang ditandai dengan warna
70% menguning. Menur dapat dipanen pada usia 100 hari setelah pindah tanam. Potensi
hasil yang didapat pada hingga mencapai 7 ton per hektarnya. Proses pemanenan
menggunakan alat tradisional yakni arit/ clurit dengan menggerek batang padi.

Padi yang sudah dipanen akan dirontokkan menggunakan mesin perontok padi. Untuk
merontokkan padi, hanya memukul-mukulkan padi pada sebidang papan tertentu sehingga
gabah akan rontok dengan sendirinya. Gabah yang telah rontok kemudian dikeringkan
selama beberapa hari untuk menunrunkan kadar air dalam gabah tersebut.

2.5.Analisis Nutrisi dan Logam Berat Beras

Pada beras yang sudah dilakukan pemanenan, terdapat beberapa sampel beras yang
dipanen yang perlu dilakukan uji di laboratorium untuk menilai kandungan nutrisi dan logam
berat yang terdapat pada panen padi. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi racun yang
muncul dari hasil panenan beras. Perlindungan konsumen sangat diperhatikan dalam budidaya
organik ini karena fokus dari pertanian organik ini adalah menghasilkan produk yang sehat,
bergizi, dan berkualitas. Hal inilah yang membedakan produk beras organik dengan produk
lainnya.

Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Nutrien Sampel Beras II (Hasil Panen Awal Musim Hujan
Tahun 2016)

Nutrient Ukuran Sampel 1 Sampel 2 Rata2


Air % 13,2 13,6 13,4
Protein % 6,8 6,8 6,8
Lemak % 0,78 0,8 0,8
Serat Kasar % 5,4 5,5 5,45
Amilosa % 16,5 17,4 16,45
Amilum % 76,2 76,3 76,26
Amilopektin % 60,2 59,8 60
Sumber : Persada, 2016

Pada tahun 2016, dilakukan analisa kandungan nutrien pada beras yang sudah dipanen.
Beras yang dipanen menunjukkan rata-rata nilai yang beragam. Kandungan amilum beras
sebesar 76%, amilosa sebesar 16%, amilopektin sebesar 60%, protein sebesar 6,8 %, lemak

18
sebesar 0,8%, serat kasar sebesar 5,45 %. Hasil ini dikeluarkan oleh LSM Persada yang bekerja
sama dengan laboratorium kimia yang ditunjuk oleh Komite akreditasi Nasional (KAN) untuk
melakukan Analisa kandungan nutrisi tanaman.

Tabel 7. Kandungan Logam Berat Pada Beras

Parameter Tanah Satuan Metode Standart


TH.16.512
Aresenik (As) ttd ppb 0,25 mg/kg
Mercury (Hg) ttd ppb Oksidasi Basah, HNO3+HCL4 0,3 mg/kg
Timbal (Pb) ttd ppb Spektrometri I.K. 5.4 m 0,25 mg/kg
Cadmium (Cd) ttd ppb 0,20 mg/kg
Sumber : Persada,2016

Pada tahun 2016, juga dilakukan Analisa kandungan logam berat pada berat. indikator
yang diamati meliputi kandungan logam berat Arsenik (As), Mercury (Hg), Timbal (Pb), dan
Cadmium (Cd). Pada hasil analisis, tidak ditemukan adanya kandungan logam berat pada
sampel beras yang diuji. Hal ini menunjukkan pada hasil panenan beras yang dikosnumsi
menunjukkan keamaan untuk dikonsumsi.

2.6. Analisis Ekonomi


Dalam kegiatan pertanian yang dilakukan dilakukan oleh kelompok tani “Ngudi
Rejeki”, dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui potensi ekonomi serta kelayakan
usaha tani pada saat ini. Kelompok tani Ngudi Rejeki mengembangkan budidaya tanaman
padi dan palawija (kacang tanah) secara organik di lahannya.

Tabel 8. Analisa ekonomi Tanaman Padi

Parameter Jumlah
Biaya Tetap Rp 5.525.000,00
Biaya Variabel Rp 31.380.000,00
Biaya Total Rp 36.905.000,00
Keuntungan Rp 48.459.000,00
Penerimaan Rp 85.364.000,00
Pendapatan Petani Rp 484.590,00
R/C Rasio 2,31
B/C Rasio 1,31

19
Tanaman padi yang dibudidayakan secara organik tentunya harus memilik manfaat
ekonomi bagi petani. Jika tidak feasible, kegiatan pertanian organik tentunya akan terancam
karena tidak memberikan nilai tambah ekonomi. Analisis usaha tani pada pertanian organik
menunjukkan nilai yang beragam namun masih menunjukkan kelayakan usahanya. Pertanian
Organik masih memiliki rasio B/C ratio dan R/C ratio yang masih diatas nilai 1 sehingga masih
layak jika dinilai dari keberlanjutan usahanya. Keuntungan yang didapat oleh petani dalam
sekali musim tanam yakni sebesar 48 juta rupiah per musim tanam per hektar. Jika dilihat dari
penghasilan selama per hari, petani bisa mendapatkan rata-rata penghasilan sebesar 400 ribu
rupiah. Nilai tersebut didapat dari keuntungan yang didapat dibagi dengan lama proses
pertanian organik dari awal sampai akhir yakni 100 hari.

Tabel 9. Analisa ekonomi Kacang Tanah

Paremater Jumlah
Biaya Tetap Rp4.925.000
Biaya Variabel Rp3.042.500
Biaya Total Rp7.967.500
Keuntungan Rp22.032.500
Penerimaan Rp30.000.000
Pendapatan Petani Rp300.000
R/C Rasio 3,765
B/C Rasio 2,765

Selain melakukan usaha pertanian organik tanaman padi, petani juga melakukan usaha
tani tanaman kacang tanah, Tanaman kacang tanah ini ditanam pada musim kemarau.
Keberadaan kacang tanah ini membantu petani dalam mendiversifikasi tanaman di lahan.
Berdasarkan analisa ekonomi yang dilakukan, tanaman kacang tanah mampu menghasilkan
keuntungan sebesar 22 juta per hektar per musim tanam. Secara rinci jika dihitung secara per
bulan, pendapatan yang dihasilkan oleh para petani sebesar 300 ribu per hari dari hasil budidaya
kacang tanah.

2.7. Analisis Energi


Pada kondisi pertanian organik, dilakukan beberapa perhitungan yang dilakukan yakni
keseimbangan kesimbangan energi Kacang Tanah dan Padi. Tentunya perhitungan input dan
output energi ini dengan melihat dari beragam sumber literasi / jurnal terpercaya sehingga
mengurangi error yang tinggi.

20
Tabel 10. Keseimbangan Energi Tanaman Padi Organik

Keseimbangan Energi Tanaman Padi 1 Musim Tanam


No Parameter Rumus Nilai Satuan
1 Efisiensi Penggunaan Energi Energi output : Energi Input 2,330 Mj/ha
2 Produktivitas Energi Output tanaman : Energi Input 0,172 kg/Mj
3 Energi Spesifik Energi Input : Output tanaman 0,429 Mj/kg
235000,
4 Energi Bersih Energi output - Energi Input 17 Mj/ha

Efisiensi penggunaan energi yang dilakukan sebesar 2,33 Mj/ha/ Hal ini menunjukkan
bahwa 1 Mega joule (Mj) masukan input akan menghasilkan nilai Output sebesar 2,3 mega
joule (Mj) per hektar. Produktivitas energi menunjukkan nilai 0,172 kg/mj. Hasil ini
menujukkan bahwa 1 mega joule (Mj) input yang diberikan akan menghasilkan 0,72 kg output.
Energi spesifik menunjukkan nilai 0,429 Mj/ kg. Nilai ini mendefinisikan bahwa 1 kg output
berasal dari 0,429 mega joule energi input. Pada energi bersih, nilainya mencapai 235 ribu
megajoule (mj)/ hektar.

Pada hasil kacang tanah, hal yang sama ditunjukkan pula pada keseimbanga energinya.
Budidaya kacang tanah masih menunjukkan nilai yang positif. Nilai ini tentunya juga
mendasarkan literasi ilmiah. Terdapat keragaman nilai energi yang terdapat di dalamnya.

Tabel 11. Keseimbangan Energi Tanaman Kacang Tanah Organik

Keseimbangan Energi Kacang Tanah 1 Musim Tanam

No Parameter Rumus Nilai Satuan


1 Efisiensi Penggunaan Energi Energi output : Energi Input 4,311 Mj/ha
2 Produktivitas Energi Output tanaman : Energi Input 0,172 kg/Mj
3 Energi Spesifik Energi Input : Output tanaman 0,232 Mj/kg
4 Energi Bersih Energi output - Energi Input 34561,983 Mj/ha

Efisiensi penggunaan energi yang dilakukan sebesar 4,31 Mj/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa 1 Mega joule (Mj) masukan input akan menghasilkan nilai Output sebesar 4,3 mega
joule (Mj) per hektar. Produktivitas energi menunjukkan nilai 0,172 kg/mj. Hasil ini
menujukkan bahwa 1 mega joule (Mj) input yang diberikan akan menghasilkan 0,172 kg
ouptut. Energi spesifik menunjukkan nilai 0,232 Mj/ kg. Nilai ini mendefinisikan bahwa 1 kg

21
output berasal dari 0,232 mega joule energi input. Pada energi bersih, Nilainya mencapai
34.561 (mj)/ hektar.

Tabel 12. Keseimbangan Energi Rata-Rata 1 Tahun

Nilai Rata /Rata Parameter Keseimbangan Energi 1 Tahun


untuk 2 Komoditas
Padi 2 Musim Tanam dan Kacang Tanah 1 Musim Tanam
No Parameter Nilai Satuan
1 Efisiensi Penggunaan Energi 3,32 Mj/ha
2 Produktivitas Energi 0,17 kg/Mj
3 Energi Spesifik 0,33 Mj/kg
4 Energi Bersih 134781,08 Mj/ha

Jika dihitung selama 1 tahun (2 musim tanam padi dan 1 musim tanam kacang tanah),
nilai rata-rata untuk efisiensi penggunaan energi sebesar 4,32 Mj/ha. Produktivitas energi
menunjukkan nilai 0,172 kg/mj. Energi spesifik menunjukkan nilai 0,33 Mj/ kg. Pada energi
bersih, Nilainya mencapai 134781,561 (mj)/ hektar.

Berdasarkan penjabaran yang lebih detail, penggunaan input di lahan pertanian dalam
kaitannya untuk mendukung budidaya pertanian memerlukan beram jenis energi. Terdapat
renewable dan non-renewable resource yang dimasukkan dalam sistem pertanian ini. Sebagain
besar resource yang digunakan bersifat renewable seperti tenaga kerja, pupuk, pestisida nabati,
benih sementara non-renewable resource-nya yakni hanya traktor mesin yang digunakan
dalam pengolahan lahan.

2.8. Fluktuasi Hasil Gabah Padi Pertanian Organik Lahan (Studi Kasus
Lahan Pak Ngatirin)
Selain menganalisa kondisi tanaman, lingkungan, energi, dan ekonomi tanaman,
Wawancara terkait produktivitas dari awal system pertanian organik padi juga dilakukan.
Kegiatan pertanian organik di lahan petani menunjukkan adanya peningkatan produktivitas
hasil tanaman.

22
DATA FLUKTUASI PRODUKSI GABAH ORGANIK
DALAM LUASAN 1 HEKTAR TAHUN 2013-2020
8 7 6,8 6,8 7 6,9 7,1 7 7,2 7,1 7,2
6,4 6,6 6,5
Produksi Gabah Dalm 1 Hektar

7 5,8 6
6
5
4
3
2
1
0
MT 3 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2 MT 1 MT 2
2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017 2018 2018 2019 2019 2020 2020
Axis Title

Gambar 8. Fluktuasi Produksi Padi Organik Dalam 1 Hektar di Lahan Pak Ngatirin

Pada tahun 2013, produksi padi yang masih mengandalkan pupuk kimia dan pestisida
sistesik masih menghasilkan gabah sebesar 7 ton per hektar. Ketika melakukan transformasi ke
pertanaman organik, tepatnya pada tahun 2014, produktivitasnya hanya sebesar 5,8 ton. Setelah
itu, produktivitasnya secara bertahap mengalami peningkatan dari masa ke masa. Hingga pada
Musim tanam padi ke-2 tahun 2020, produktivitasnya mencapai 7,2 ton per hektar
Produktivitas sebesar ini dapat dicapai tanpa adanya input kimiawi seperti pupuk kimiawi dan
pestisida sintesis. Hal ini terjadi karena manajemen kesuburan lahan yang dilakukan oleh petani
sangatlah baik.

Tabel 13. Produktivitas Padi Konvensional dan SRI Organik di Kabupaten Tasikmalaya

Produktivitas Padi (Ton/ Hektar)


Tahun Rata-rata Kabupaten
Sri Organik
Tasikmalaya
2005 5,5 7,4
2006 5,5 7,8
2007 6 7,5
2008 6,3 7,3
2009 6,3 7,7
2010 6,4 7,7
2011 6,4 7,8
2012 6,6 7,8
Sumber : Dinas Pertanian Tasikmalaya dalam Herawati et al., 2014

Jika melakukan perbandingan produksi dan produktivitas, berdasarkan skala kabupaten


Tasikmalaya, Jawa Barat. Tentunya budidaya padi organik lebih tinggi dan stabil dibandingkan

23
dengan metode konvensional. Hal ini juga berlaku pada budidya padi kelompok tani Ngudi
Rejeki. Produksi kelompok tani ini per hektarnya mencapai 7 ton per hektar. Hasil ini sesuai
dengan produktuvitas padi organik SRI di Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil diatas,
produktivitas pertanian organik mampu mengungguli hasil padi yang menggunakan metode
konvensional.

2.9. Pengaruh, Manfaat, dan Stabilitas Pertanian Organik di Ngudi Rejeki,


Kalibawang Kulon Progo

Pengembangan pertanian Organik di Kelompok Tani Ngudi Rejeki tentunya


memberikan pengaruh dalam terhadap perermbangan ekologis, ekonomis, serta sosial
kemasyarakatan kelompok tani. Jika dilihat dari manfaat ekologisnya, berdasarkan hasil
analisis kandungan kualitas air, tanah, iklim menunjukkan rendahnya cemaran bahan kimia
dalam kandungan air tanah. Hal ini tentunya berdampak positif bagi kelestarian lingkungan.
Dari segi ekonomi, pengembangan pertanian organik tentunya memberikan nilai tambah bagi
para petani dari segi ekonomi. Jika rata-rata beras konvensioanal, harga pasarnya Rp5000 per
kilogram, maka dengan pengembangan kegiatan pertanian organik, nilai pasar hasil panenan
menjadi meningkat. Harga beras organik dapat dijual dengan harga Rp 15.000 per kilo. Dari
segi kemanfaatan sosial, para petani lebih kompak dan saling menjaga satu sama lain. Hal ini
terlihat dari adanya gotong royong pengendalian hama dan penyakit tanaman seperti gopyokan
tikus secara bersama-sama di lahan pertanian.

Jika ditinjau dari aspek budidaya tanaman, pengembangan pertanian organik yang
ramah lingkungan mampu menggenjot hasil padi lahan. Hingga kini, produktivitas babah
petani per hektar 7 ton per hektar. Angka ini diatas produktivitas beras nasional sebesar 5 ton
per hektar tahun 2018 (BPS, 2019). Hal ini tentunya terjadi karena daya dukung tanah yang
baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dan kacang. Kesuburan tanah
adalah potensi tanah untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dalam bentuk
yang tersedia dan seimbang untuk menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman yang
optimum (Yamani, 2010). Adanya kesuburan tanah yang meningkat tentunya mampu
mendorong produktivitas tanaman padi sehingga petani dapat menikmati hasil ekonomisnya.
Jika dilihat dari stabilitas produksi dari tahun 2013-2018 menunjukkan peningkatan
produktivitas padi per hektar hingga mencapai 7,2 ton / hektar.

24
Untuk menjaga keberlanjutan dan Kelayakan kegiatan pertanian tentunya terdapat beberapa
hal yang perlu dilaksanakan baik dari hulu hingga hilir. Hal ini dapat dilihat dari berbagai segi
baik budidaya, Sosial kelompok tani, hingga Pemasaran.

A. Budidaya Tanaman
1. Melakukan inovasi budidaya dengan mencoba berbagai teknik pertanian terbaru
misalnya dengan penggunaan metode tanam yang berbeda misalnya jajar legowo 4:1
atau 3:1.
2. Ujicoba berbagai jenis pestisida nabati sehingga ditemukan formulasi baru dan
efektif untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terjadi
di lahan.
3. Penggunaan beragam pupuk organik dengan berbagai sumber untuk menentukan
formulasi terbaik pupuk organik di lahan pertania organik.
4. Penggunaan beberapa benih tanaman padi yang berbeda yang memiliki ketahanan
terhadap serangan hama tertentu dan memiliki produktivitas tinggi.
B. Sosial Kemasyarakatan Kelompok Tani
1. Melakukan pertemuan rutin terkait perkembangan pertanian serta berdiskusi terkait
permasalahan di lahan pertanian.
2. Penguatan kelembagaan dengan mendirikan koperasi pertanian organik yang
bertujuan membantu petani dalam hal penyediaan bantuan permodalan dan
penyediaan input pertanian.
3. Melakukan rutinitass ronda atau gopyokan setiap 2 minggu sekali sehingga populasi
hama tikus dapat berkurang.
C. Pemasaran dan Pihak Luar
1. Mencari koneksi dan memperkuat koneksi dengan para pedagang beras organik
sehingga mampu menampung panen dari lahan. Tidak ada beras hasil panen yang
terbuang.
2. Mencoba berkomunikasi dengan PT Askrindo (Persero), yang merupakan
perusahaan Asuransi terkait dengan potensi asuransi dalam bidang pertanian
organik sehingga mengurangi potensi kerugian ekonomi sangat besar karena gagal
panen.

25
2.10.Penerapan Konsep Pertanian Organik Ngudi Rejeki di Lahan Berbeda

Implementasi pertanian organik yang digagas oleh “Ngudi Rejeki” dengan


pendampingan dari Bank Indonesia tentunya bisa diimplementasikan di lahan. Implementasi
pertanian organik kelompok tani ini relatif mudah karena tidak membutuhkan input yang
beragam dan kompleks. Memang dibutuhkan kemandirian petani dalam penyediaan pestisida
organik dan pupuk organik. Petani harus bisa membuat formulasi pupuk dan pestisida organik
yang sesuai. Selain itu, petani harus melakukan observasi ke lahan untuk mengindentifikasi
hama dan pathogen yang menyerang tanaman.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penurunan produksi akan terjadi di awal-awal


pelaksanaan pertanian organik karena kesuburan tanah yang menurun karena selama ini tanah
bergantung sepenuhnya pada masukan pupuk kimia. Penurunan kesuburan tanah ini dapat
diperbaiki dengan masukan pupuk organik kompos sehingga sedikit demi sedikit kesuburannya
meningkat. Hambatan terkait pertanian organik ini juga terjadi pada masih mahalnya biaya
sertifikasi organik di Indonesia. Tentunya dengan semakin menurunnya biaya sertifikasi
organik, potensi petani untuk bertanam secara organik semakin meningkat mengingat pasar
produk organik yang sangat luas.

Pasar produk organik yang luas serta harga ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan
produk konvenssional tentunya bisa menjadi pelecut semangat para petani untuk bertanam
secara organik. Namun terdapat beberapa kriteria lahan yang dapat dibuddidayakan secara
organik. Lahan yang dapat dibudidayakan secara organik antara lain :

1. Sawah pertanian yang diusahakan secara organik diusahakan secara komprehensif


/ luas artinya tidak secara parsial misalnya hanya sebagian lahan yang
dibudidayakan secara organik namun terdapat sebagian lahan yang masih bertanam
secara kimiawi. Hal ini harus dihindari karena dapat menimbulkan pencemaran
kimiawi ke lahan organik.
2. Lahan organik diusahakan lahan yang memiliki sumber air yang melimpah karena
dengan air yang melimpah kegiatan pertanian akan berlangsung secara optimal. Jika
dilaksanakan di lahan tadah hujan (gogo), produktivitasnya akan menurun karena
masih tingginya ketergantungan pada input kimiawi di lahan gogo.
3. Lokasi lahan pertanian diusahakan menguntungkan secara ekologis sehingga
potensi persebaran hama tidak berkembang cepat. Dalam hal ini, misalnya, lahan

26
sawah dengan banyak tanaman tahunan di samping atau dikelilingi tanaman
tahunan akan memudahkan burung pipit untuk bertengger di pohon tersebut
sehingga potensi kehilangan hasil padi semakin tinggi.
4. Air yang digunakan untuk irigasi sawah bukan berasal dari sumber tercemar seperti
limbah pabrik karena menyulitkan untuk menembus pasar produk organik karena
potensi pencemaran di lahan dan produk pertanian akan semakin tinggi.
5. Lokasi lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya pertanian organik
diusahakan jauh dari lingkungan industri. Hal ini untuk menghindarkan potensi
pencemaran tanah dan air yang semakin dekat jika radiusnya mendekatti lokasi
pabrik atau Kawasan industri.

27
BAB III

KESIMPULAN

1. Kegiatan Pertanian organik di kelompok tani “Ngudi Rejeki” telah dilakukan secara
menyeluruh dari olah tanah sampai panen. Penggunaan bahan kimia dalam bentuk
pupuk dan pestisida kimia sudah tidak digunakan di lahan.
2. Kegiatan pertanian organik diawasi secara ketat oleh Lembaga Sertifikasi
Organikyang meliputi Sertifikasi kegiatan Pra-budidaya, Proses Budidaya, serta
Pasca-Budidaya.
3. Dari hasil analisis yang dilakukan di tanah, air irigasi, beras, pupuk organik, nilai
masing-masing parameter menunjukkan kelayakan untuk kegiatan budidaya. Produk
beras yang dihasilkan juga masih sesuai dengan standar yang disyaratkan oleh
Lembaga organik tersebut.
4. Hasil ekonomis pertanian organik di Kelompok Tani “Ngudi Rejeki” menunjukkan
nilai yang baik. Produktivitas padi mencapai 7 ton/ hektar. Nilai B/C dan R/C ratio
untuk kegiatan budidayanya menunjukkan nilai >1.
5. Hasil analisis energi menunjukkan hasil yang positif. Terdapat net energi yang
dihasilkan dari budidaya tanaman. Nilai efisiensi energi padi sebesar 2,3 dan kacang
tanah sebesar 4,3 per musim.
6. Produktivitas, stabilitas, dan sustainabilitas produk organik masih dapat terjaga di
masa depan karena potensi pasar yang besar serta peninngkatan produktivitas hasil
seiring dengan perbaikan kualitas tanah. Secara riil, berdasarkan data statistik, nilai
produktivitas output organik tidak kalah dengan output hasil panen berbasis kimiawi.

28
DAFTAR PUSTAKA
Abas, A.I dan Abdurachman. 1985. Pengaruh Pengelolaan air dan Pengolahan Tanah
Terhadap Efisiensi Penggunaan air pada padi sawah di Cihea, Jawa Barat. Tanah dan
Pupuk 4:1-6

Abdullah, K., Irwanto, A.K., Siregar, N. dan Agustina, E. 1985. Energi dan Listrik Pertanian.
Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Agha,A.M., Kazemi-Poshtmasari, H., Habibzadeh, F., 2013. Energy use pattern in rice
production: a case study from Mazandaran province, Iran. Energy Conv. Manag. 69,
157-162.

BPS.2019. Statistik Indonesia 2019. Badan Pusat Statistik Indonesia. ISSN: 0126-2912
Crawford, J. H. 2003. Composting of Agricultural Waste in Biotechnology Applications and
Research. Paul N., Cheremisinoff and R. P. Ouellette (ed). p. 68-77.

Baran, M.F., and Gokdogan. O. 2015. Determination of energy input – output tobacco
production in Turkey. Am-Euras. J.Agric. & Environ Sci. 15(7):1346-1350.
British Nutrition Foundation. 2018. Energy intake and expenditure.
www.nutrition.org.uk/nutritionscience/obesityandweightmanagement/energy-intake-
and-expenditure.html?start=1. Diakses 20 November 2020
Fatmawinira, H.S dan Admin.A.2015.Analisis Sebaran Logam Berat Pada Aliran Air Dari
Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Air Dingin . J. Ris. Kim. 8:2.

Fardenann, D. 2018. Cara mudah membuat Pupuk Organik Cair (POC) Urine Sapi. BPTP
Kalimantan Barat.

Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal of


Pharmaceutical Sciences. 55 (3): 263-275

Fauziah and Mas’udah.S. 2015. Exploration diversity of Dioscorea spp. varieties from
Pasuruan, East Java: inventory and characterization. Agrivita. 37(3):193-203.

Ema, K. 2012. Penggunaan Benih Bermutu dalam Meningkatkan Produksi Padi. Loka
Penelitian Penyakit Tungro.

Ghosh, P. K., Mohanty, M. Bandyopadhyay, K.K., Painuli, D.K. and Misra, A.K. 2006. Growth,
competition, yield advantage and economics in soybean/pigeonpeaintercropping
system in semi-arid tropics of India: I. Effect of sub soiling. Field Crops Res. 96(1):80-
89.
Hernowo, Pandit, Nia Astuti, Mahardika Agung Prabowo dan Yendranis Sutoyo. 2017.
Pengukuran nilai kalor biomassa bahan baku biofuel. Jurnal Teknologi. 6(1):1-6
Mittal, J. P., B. S. Bhullar, S. D. Chhabra, and O. P. Gupta. 1992. Energetics of wheat
production in two selected villages of Uttar Pradesh in India. Energy Conversion and
Management.33(9):855–865.

29
Mittal, V.K., Dhawan, K., 1989. Research Digest on energy requirements in agricultural sector
(Technical Bulletin No. ICAR/AICPP/ERAS/85-1). Punjab Agricultural University,
Punjab, India.
Muhidin, R., Muchtar., dan Hasnelly.2020. Pengaruh Insektisida Nabati Umbi Gadung
terhadap Wereng Batang Cokelat (Nillavarpata lugens Stall) Pada Tanaman Padi.
Jurnal Ilmiah Respati 11 :11

Mujisihono, R. dan T. Santosa. 2001. Sistem Budidaya Teknologi Tanam Benih Langsung
(TABELA) dan Tanam Jajar Legowo (TAJARWO). Makalah Seminar Perekayasaan
Sistem Produksi Komoditas Padi dan Palawija. Diperta Provinsi D.I. Yogyakarta.

Nahlunnisa, H., Ervizal A.M. Zuhud Dan Yanto S. 2016. Keanekaragaman Spesies
Tumbuhan Di Arealnilai Konservasi Tinggi (Nkt) Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi
Riau. Media Konservasi 21: 91-98

Nassiri, S.M., Singh, S., 2009. Study on energy use efficiency for paddy crop using data
envelopment analysis (DEA) technique. Appl. Energy 86, 1320–1325.
Herawati,N.K., Januarita.H, dan Siwi.N. 2014. Viabilitas Pertanian Organik Dibandingkan
Dengan Pertanian Konvensional. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2014.
Oladipo & Ajayi (2013) Oladipo, Isaac Olaposi, O.U. Dairo and Ajayi, Ayodele Ebenezer. 2013.
Energy economic value and climate change adaptation potentials of Gliricidia sepium.
Universal Journal of Environmental Research and Technology. 3:441-446.
Othman, Z.S., N. Hassan, and Saiful Irwan Zubairi. 2017. Response surface
optimization of rotenone using natural alcohol-based deep eutectic solvent as additive
in the extraction medium cocktail. Journal of Chemistry. (17):1-10.

Persada. 2016. Sertifikikasi Sistem Pertanian Organik Tanaman Padi dan Palawija di
Kelompok Tani Ngudi Rejeki. Lembaga Sertifikasi Produksi. Laporan Hasil Analisis
Lapangan Pertanian Organik Kelompok Tani Ngudi Rejeki, Dusun NgipikRejo, Banjar
Arum, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Ratnawati, R. , Risna D.F.2018. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Timbal (Pb)


Menggunakan Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) Dan Jengger Ayam
(Celosia plumosa). Jurnal Teknik Lingkungan 3:2: 62-69.

Wulandari, M. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Tanaman Tembakau (Nicotianae Tobacum L)


Sebagai Pestisida Untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Cabai.
Prosiding Seminar Nasional, ISBN: 978-979-98438-8-3: 455-460.

Yamani ,A .2010. Kajian Tingkat Kesuburan Tanah Pada Hutan Lindung Gunung Sebatung
di Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan. Jurnal Hujan Tropis 11( 29): 32.

30
LAMPIRAN

A. Foto Silaturahmi Kelompok Tani dengan Interviewer

Gambar Kegiatan di Kantor Kelompok Tani . A. Foto di Depan Kantor Kelompok Tani Organik . B.
Susunan Pengurus Kelompok Tani. C. dan D Foto Bersama Para Petani

B. Sertifikat Organik Yang Diperoleh Kelompok Tani Ngudi Rejeki

31
Gambar Kegiatan di Kantor Kelompok Tani . A. Sertifikat Organik Tahun 2014 . B. Sertifikat
Organik Tahun 2015. C. Sertifikat Organik Tahun 2015 dan D Sertifikat Organik Tahun 2016

C. Analisis Lingkungan

Gambar Kegiatan Pengamatan Lingkungan . A. Pengukuran Intensistas Cahaya di atas Tajuk


menggunakan Lux Meter . B. Pengukuran pH Tanah. C. Pengukuran Intensitas Cahaya di bawah
Analisis Budidaya
tajuk dan D. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
32
D. Bahan Baku pupuk Organik Kompos

Gambar Bahan Baku Pembuatan Kompos . A. Pupuk Kandang Sapi . B. Bistarter MA11. C. Gula
Pasir dan D. Sekam Padi

Gambar Bahan Baku Pestisida Nabati . A. Tembakau Rajangan . B. Akar tuba. C. Daun Glirisida
dan D. Umbi Gandung

33
E. Perhitungan dan Analisis Energi Energi Input Tanaman Padi dalam 1
Musim Tanam

F. Penghitungan Analisis Energi Input Tanaman Padi dalam 1 Tahun (2 kali


Masa Tanam)

34
F.Total Output Padi dalam 1 Kali Musim dan 1 Tahun (2 kali Musim Tanam)

G. Analisa Input Kacang Tanah dalam 1 Musim

H. Output Kacang Tanah dan Energi dari Output Kacang Tanah

I.Analsisis Ekonomi Tanaman Padi

35
J. Analisis Ekonomi Tanaman Kacang Tanah ( 1 musim tanam)

36

Anda mungkin juga menyukai